Bidang Teknologi Pangan SUMBER DAYA ALAM, TEKNOLOGI DAN INDUSTRI 5.1.

86 makanan siap saji lebih pr aktis dan ter kesan lebih mur ah, khususnya untuk keluar ga yang tidak mempunyai anggota keluar ga yang besar . Makanan olahan mempunyai umur simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan makanan tanpa olahan. Biasanya pr oduk per tanian yang diolah adalah pr oduk yang tidak tahan lama bila tidak diberi per lakuan pengolahan. Pendinginan atau menyimpan pr oduk per tanian di r uang pendingin akan menambah ketahanan pr oduk, namun bagi petani kecil car a ini tidak dapat dilakukan kar ena umumnya par a petani tidak mempunyai r uang pendingin cold st or age . Biasanya yang dilakukan ketika tanamannya panen adalah menjual langsung kepada tengkulak midle man sebelum pr oduk ter sebut busuk atau ber ubah w ar na. Salah satu alter natif yang dapat dilakukan adalah mengolah pr oduk-pr oduk ter sebut seper ti menger ingkan, mengasinkan, memaniskan dan membuat makanan siap saji. Buah tomat dan cabai mer ah merupakan hasil per t anian yang tidak tahan lama; sehingga par a petani berusaha untuk mencar i teknologi tepat guna yang dapat menaikkan nilai tambah kedua komoditas per tanian ter sebut. Biasanya tomat dibuat saus dan dijual ke pasar an ber upa saus tomat; begitu pula cabai mer ah yang diolah menjadi saus cabai. Industr i makanan menangkap peluang ini dan mencoba mencampur antar a tomat dan cabai untuk menjadi saus cabai yang dapat dikonsumsi masyar akat sebagai pangan siap saji. Secar a umum dapat dikatakan bahw a pembuatan saus cabai bukanlah ter dir i dar i bahan cabai belaka, namun har us dicampur dengan bahan-bahan lainnya seper ti tomat, gar am, gula dan r empah-r empah sesuai dengan kesukaan konsumen. Har ga cabai mer ah sangat fluktuat if, ter kadang bisa mencapai Rp. 30.000,00 tiga pulah r ibu r upiah per kilogr am, pada saat Penulis menulis buku ini har ga cabai 87 mer ah sampai Rp.40.000,00 empat puluh r ibu r upiah per kilogr am. Pada situasi har ga cabai mer ah yang melonjak ini biasanya industr i saus cabai mencampur pengolahannya bukan saja dengan tomat tetapi dengan ketela singkong ubi kayu. Mar leen., dkk 1999 mengadakan penelitian mengenai pr oduk saus cabai mer ah dengan imbangan bubur cabai mer ah, bubur tomat dan bubur singkong dengan per lakuan imbangan sebagai ber ikut A adalah 2:1:1 ; per lakuan B adalah 2:1:2; dan per lakuan C adalah 2:1:3. Pengamatan yang dilakukan adalah kualitas saus cabai; kesukaan panelis ter hadap w ar na saus cabai; kesukaan ter hadap r asa saus cabai; kesukaan ter hadap ar oma saus cabai ser ta biaya pengolahan saus cabai. Hasil penelitian mengungkapkan bahw a konsumen lebih menyukai saus cabai yang ber w ar na mendekati w ar na cabai aslinya. Semakin banyak imbangan bubur singkong yang diber ikan sebagai campur an pembuatan saus cabai, maka semakin pucat w ar na saus cabai; ini ber ar ti untuk membuat saus cabai mer ah campur an bubur singkong tidak boleh t er lalu banyak. Dar i sisi pemanfaatan teknologi tepat guna ter hadap nilai tambah har ga dapat dilihat bahw a per lakuan A member ikan per bedaan har ga sebesar Rp. 221,4 dua r atus dua puluh satu koma empat r upiah; per lakuan B menunjukkan per bedaan har ga sebesar Rp.855,5 delapan r atus lima puluh lima koma lima r upiah sementar a per lakuan C member ikan per bedaan har ga sebesar Rp.1794,2 satu juta tujuh r atus sembilan puluh empat koma dua r upiah dibandingkan dengan per lakuan kontr ol yaitu sambal Delmonte yang dijual dipasar an, dengan satuan berat yang sama. Hasil penelitian ini juga menghitung biaya pr oduksi yang digunakan untuk menghasilkan saus cabai masing-masing per lakuan A memer lukan biaya pr oduksi sebesar Rp.7889,7 tujuh r ibu delapan r atus delapan puluh 88 sembilan koma tujuh r upiah; per lakuan B Rp.7255,6 tujuh r ibu dua r atus lima puluh lima koma 6 r upiah sementar a per lakuan C Rp. 6316,9 enam r ibu tiga r atus enam belas koma sembilan r upiah. Dar i per hitungan baik biaya produksi maupun selisih har ga yang dihitung dan dibandingkan dengan sambal cabai Delmonte dapat ditar ik kesimpulan bahw a dar i sisi biaya pemanfaatan teknologi tepat guna member ikan nilai tambah yang tinggi. Masalah yang signifikan pada makanan siap saji adalah penambahan bahan pengaw et. Par a pakar teknologi pangan meneliti penggunaan bahan pengaw et yang ber asal dar i alami agar konsumen aman untuk mengkonsumsi pangan yang diaw et kan atau makanan siap saji. Komoditi per tanian butuh teknologi pasca panen dan teknologi pengolahan pr oduk untuk mempertahankan kualitas ser ta meningkatkan nilai tambah. Penelitian Nur pilihan., dkk 2005 menyimpulkan bahw a teknologi tepat guna untuk pengaw etan br okoli yang akan diekspor ke luar neger i seper ti Singapur a cukup hanya menggunakan es batu yang dimasukkan ke dalam kotak sterio foam yang ber isi br okoli; dan pengaw etan ini ber tahan selama 15 lima belas har i. Ekspor komoditas per tanian dar i Indonesia ke negar a-negar a ber kembang seper ti Singapur a dan Jepang sangat menuntut kualitas yang sangat pr ima dan akan menolak bila pr oduk per tanian yang dikirim menggunakan bahan kimia sebagai pengaw et. Penelitian Risnayadi 1997, mengungkapkan bahwa pener apam teknologi tepat guna untuk mengolah makanan tambahan anak sekolah PMT-AS dapat meningkatkan efisiensi pengolahan baik dilihat dar i w aktu maupun biaya. Alat yang digunakan dalam pener apan teknologi tepat guna yang digunakan adalah alat par ut cepat, kompor tabung minyak tanah, wajan 89 datar , oven besar dan mixer . Semua alat-alat ini mudah didapat di desa dengan har ga yang mur ah, sehingga masyar akat sangat ter motivasi untuk menggunakan teknologi tepat guna ini. Tabel 2 menyajikan per bandingan biaya pengolahan kudapan PMT- AS menggunakan dan tanpa teknologi tepat guna Risnayadi; 1999 Tabel 2 . Biaya Pengolahan Kudapan PMT_AS Menggunakan dan Tanpa Teknologi Tepat Guna Skala Satuan Kudapan Biaya Pengolahan Rp. Biaya Pengolahan Porsi 147 8376,74 56.98 271 10455,73 38,58 271+TTG 8797,74 32,46 Sumber : Risnayadi 1999 Hasil penelitian ini menyimpulkan bahw a semaki n besar skala pr oduksi semakin efisien biaya pengolahan ter lebih lagi bila menggunakan teknologi tepat guna. Sebagai contoh adalah biaya pengolahan skala satuan kudapan 271 tanpa menggunakan teknologi tepat guna membutuhkan biaya Rp. 10455,7 sepuluh juta empat r atus lima puluh li ma koma tujuh r upiah sementar a biaya pengolahan skala satuan kudapan 271 dan menggunakan teknologi tepat guna hanya membutuhkan Rp.8798,7 delapan juta tujuh r atus sembilan puluh delapan koma tujuh r upiah. Bila biaya dihitung per por si PMT-AS maka didapatkan biaya untuk skala kudapan 271 tanpa teknologi tepat guna sebesar Rp. 38,58 tiga puluh delapan koma lima puluh delapan r upiah sementara biaya dengan skala kudapan 271 dan menggunakan teknologi tepat guna hanya sebesar Rp. 32.46 tiga puluh dua koma empat puluh enam r upiah. Selain itu hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahw a pener apan teknologi tepat guna dapat menumbuh kembangkan kegiatan UKM; menumbuhkan jiw a kewir ausahaan; menampung tenaga ker ja, kar ena PMT-AS jelas pemasar annya. 90

B. Bidang Teknologi Rekayasa Alat Mesin Pertanian

Komoditas bidang per tanian dalam ar ti luas per ikanan, pertanian, peter nakan, per kebunan dan kehutanan bila dikelola dengan baik ar tinya menggunakan teknologi tinggi atau teknologi tepat guna akan ber potensi untuk diper dagangkan bukan saja di dalam neger i tetapi juga ke luar neger i.Tanaman kelapa dapat menghasilkan ber macam-macam pr oduk seper ti buahnya dapat dibuat minyak kelapa, kopr a, sementar a tempur ung kelapa di buat ar ang yang mempunyai panas tahan lama dibandingkan dengan ar ang yang ber asal dar i kayu. Daun pohon kelapa dapat dibuat janur , bungkus ketupat, sement ar a lidinya dapat dibuat sapu lidi. Mahalnya har ga kayu sebagai bahan bangunan saat ini menyebabkan or ang sudah mulai melir ik pohon kelapa untuk pengganti kayu sebagai bahan bangunan r umah; malah bagi or ang-or ang yang mempunyai seler a tinggi dan mempunyai uang cukup, lebih menyukai mebel yang t er buat dar i pohon kelapa. Salah satu bagian dar i tanaman kelapa adalah sabut kelapa yang bila tidak dikelola lebih lanjut akan mer upakan bahan yang tidak ada har ganya, malah di pasar-pasar tr adisional sabut kelapa dibuang begitu saja atau di lahan tanaman perkebunan kelapa limbah sabut kelapa menumpuk tanpa ada pengolahan lebih lanjut; atau dapat juga dipakai sebagai bahan bakar . Maka masalah ini per lu dicar i pemecahannya, agar sabut kelapa mempunyai nilai tambah tinggi. Rizal 2002 ber pendapat bahw a penggunaan produk pengolahan sabut kelapa adalah: 1. Untuk digunakan sebagai per edam dan penahan panas pada industr i pesaw at ter bang; 2. Untuk bahan pengisi bantalan kur si jok pada industr i otomotif; 91 3. Sebagai bahan geotekstil untuk per baikan kondisi tanah pada bendungan dan salur an; 4. Sebagai coco seat untuk kasur pengganti busa pada industri spr ing bed , dan 5. Untuk industr i r umah tangga,seper ti sapu, sikat, keset dan lain-lain Sabut kelapa bila diolah menggunakan teknologi rekayasa alat mesin per tanian tepat guna dapat menjadi komoditas unnggulan. Menur ut Mar tosudir jo 2005, Indonesia disebut sebagai ar eal per kebunan kelapa ter besar di dunia setelah India, namun hanya menempati ur utan ke empat sebagai pengekspor olahan sabut kelapa di baw ah Thailand, dan ter amat jauh di baw ah Sr ilangka dan India. Di dalam neger i seper ti Jaw a Bar at, Jaw a Tengah dan Jaw a Timur pengolaha sabut kelapa dilakukan secar a ber mitr a dengan UKM; mitr a ini disebabkan kar ena par a petani kelapa belum mampu membeli mesin pengolah sabut kelapa. Ter nyata kemitr aan ini dir asakan sangat ber manfaat oleh masyar akat setempat yaitu selain nilai tambah dan nilai jual sabut kelapa yang telah diolah menjadi tinggi juga masyar akat setempat dapat mempunyai peluang ker ja kar ena dapat diberdayakan oleh UKM; mulai dar i peker jaan mengumpulkan sabut kelapa sampai mengolah sabut kelapa untuk dapat diekspor ke luar neger i ter utama negar a Taiw an, Philipina dan Thailand. Umumnya pengolahan sabut kelapa di daer ah-daer ah masih secar a tr adisional belum menyentuh tahapan agr oindustri untuk tahapan ekspor . Penggunan alat mesin per tanian teknologi tepat guna akan ber dampak pada peningkatan daya tambah, dan dapat mengendalikan lingkungan 92 dengan ter olahnya tumpukan-tumpukan sabut kelapa di lahan per kebunan kelapa. Sabut kelapa mempunyai kadar selulosa tinggi sehingga sangat sulit untuk ter dekomposisi, dengan per kataan lain tidak dapat dibuat sebagai bahan or ganik. Hasil olahan sabut kelapa dapat ber upa ser abut coir fibr e dan ser buk sabut kelapa coco dust yang dapat dimanfaatkan langsung oleh industr i. Mar tosudir jo 2005 mengungkapkan beber apa per masalah pada sabut kelapa yaitu: 1 belum ter tanganinya potensi unggulan daer ah di bidang agr obase r esour ces industr ies ser ta kesiapan masyar akat menghadapi er a industr ialisasi dengan memanfaatkan teknologi tepat guna untuk memenuhi per mintaan global yang kecender ungannya meningkat dalam memanfaatkan pr oduk=pr oduk berbahan baku alami; 2 penanganan lanjut melalui diver sifikasi pr oduk dalam pengolahan ser ta kemasan memer lukan masukan teknologi agar dapat memasuki pangsa pasar yang lebih luas; dan 3 untuk memper oleh nilai tambah yang signifikan; kualitas yang memer lukan per syar atan standar diper lukan satu sistem ter integr asi ter masuk sistem t r ansportasi yang efisien dan efektif. Kinta 1999 ber pendapat bahw a pr oses pengolahan sabut kelapa membutuhkan disain alat mesin yang tepat guna ; dan dapat dir ancang sesuai dengan potensi sumber daya sabut kelapa untuk masing-masing daer ah. Beber apa teknologi alat mesin teknologi tepat guna di r ancang ber dasar kan jenis ukur an adalah: a. Mesin pengolahan sabut kelapa dengan kapasitas 1000 butir sabut kelapa per har i