tracking juga diketahui bahwa sebanyak 49 SMA telah berhasil dilacak sejak tahun 2003 yang salah satu habitat musim dinginnya wintering habitat berada di
kawasan Jawa Barat Gambar 1.3 dan sebagian besar telah mengunjungi Kalimantan 47.
Gambar 1.3 Jalur migrasi Sikep Madu Asia Sumber : Argos 2003-2004 Sikep Madu Asia Pernis ptilorhynchus merupakan salah satu burung yang
memiliki data base paling bangus dan lengkap untuk membangun data presence dan data absence sehingga diketahui variabel dependent dan variabel
lingkungannya untuk membuat permodelan. Tapi hanya dua individu SMA yang berhasil terlacak di Pulau Jawa Gambar 1.4 dan hanya satu individu yang berada
di Jawa Barat, tepatnya di daerah Talaga Bodas.
Gambar 1.4 Grafik distribusi situs-situs habitat musim dingin 49 SMA dari Tahun 2003-2010 Sumber : Syartinilia et al. 2008
Talaga Bodas merupakan core habitat habitat inti dari SMA. Core habitat adalah habitat utama SMA dan memiliki tingkat perlindungan yang cukup tinggi,
terutama dari gangguan seperti bising, angin, radiasi surya, dan peningkatan predator Tietje 2000. Core habitat memiliki bagian terluar atau bagian
penyangga yang disebut edge habitat habitat pinggir. Edge habitat SMA berada dikawasan sekitar Talaga Bodas. Kurangnya informasi dan minimnya data
distribusi habitat musim dingin SMA telah memberikan dampak degradasi lahan dan pembangunan liar dibeberapa kawasan disekitar Talaga Bodas. Oleh karena
itu, informasi mengenai distribusi habitat musim dingin habitat bagi SMA di Jawa Barat benar-benar diperlukan karena kerusakan habitat menjadi sangat tinggi
Pemda 2008.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji adalah belum diketahuinya distribusi spasial habitat musim dingin SMA yang merupakan prasyarat untuk memahami ekologi,
karakteristik lanskap, serta pengelolaan habitat raptor migran pada umumnya dan habitat musim dingin SMA pada khususnya. Untuk mengetahui hal tersebut perlu
diidentifikasi komponen penting yang membentuk karakter habitat musim dingin SMA.
Dengan mengintegrasikan data presence dan pseudo-absence variabel dependent dengan variabel lingkungan variabel independent dan teknik GIS
dapat menjadi data yang lebih akurat untuk menganalisis raptor migrasi dan membuat pemodelan distribusi habitat mereka. Untuk sampel lokasi permodelan,
dipilih kawasan Talaga Bodas dan sekitarnya sebagai core habitat wintering dari SMA. Model ini juga diekstrapolasi di wilayah Jawa Barat skala meso dan
dilakukan analisis vegetasi untuk melihat perilaku dan habitat SMA Gambar 1.5.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah : 1 membangun model distribusi habitat musim dingin SMA berdasarkan data satellite tracking di Talaga Bodas
dan sekitarnya; 2 mengekstrapolasi model untuk seluruh Provinsi Jawa Barat; 3 menganalisis habitat mikro khusus aspek vegetasi di Talaga Bodas; 4 menyusun
implikasi model distribusi habitat musim dingin untuk pengelolaan habitat musim dingin SMA di Jawa Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola kawasan untuk mengembangkan rencana pengelolaan habitat musim dingin SMA
pada khususnya dan raptor migran pada umumnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk sampel lokasi permodelan, dipilih kawasan Talaga Bodas dan sekitarnya sebagai core habitat wintering dari SMA. Setelah itu, model
diekstrapolasi untuk seluruh Jawa Barat skala meso dan dilakukan analisis vegetasi untuk melihat perilaku dan karakter habitat dari SMA skala mikro.
Gambar 1.5 Kerangka pikir dalam pembuatan model distribusi habitat musim dingin untuk Sikep Madu Asia
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat
Model diartikan sebagai abstraksi atau penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya Darsihardjo 2004. Model juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk
yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses Muhammad et al. 2001. Semakin sederhana dan mewakili kenyataan, maka model tersebut semakin baik.
Bentuknya dapat berupa model fisik maket, bentuk prototipe, model citra gambar, komputerisasi, grafis, atau rumusan matematis. Untuk setiap model
keputusan berisi variabel-variabel keputusan. Solusi model merupakan nilai numerik Muhammad et al. 2001. Dalam konteks model keputusan kuantitatif,
keputusan-keputusan diwakili oleh bilangan-bilangan keputusan berdasarkan atas evaluasi dari data numerik. Menurut Muhammad et al. 2001 model kuantitatif
mendasarkan pada data numerik. Sifat model terdiri dari deterministik data sudah diketahui secara pasti tingkat kevalidannya dan probabilistik sejumlah data
masih tidak pasti kevalidannya.
Permodelan model merupakan penyederhanaan bentuk nyata. Sedangkan lanskap merupakan bentang alam yang ada di permukaan bumi. Pemodelan
Arsitektur lanskap adalah bagaimana membangun model yang dapat menerangkan hubungan antar parametervariabel dalam lanskap dan dengan simulasi yang
dibuat dapat menciptakan lanskap yang ideal harmonis, serasi, indah, dan nyaman Hadi 2012.
Permodelan kesesuaian habitat satwa liar merupakan suatu analisis hubungan kompleks antara beberapa variasi faktor lingkungan yang tersedia,
yang merupakan kabutuhan hidup dari satwa liar dalam bentuk geografis Coop dan Catling 2002. Model kesesuaian habitat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang pengelolaan, menjelaskan manfaat relatif teknik-teknik mitigasi, evaluasi metode restorasi, dan membantu
dalam evaluasi dampak habitat Korman et al. 1994.
2.2 Habitat Burung Migrasi
Selama migrasi, burung pemangsa memiliki habitat-habitat yang umumnya digunakan untuk tiga tujuan, yaitu reproduksi breeding site, persinggahan stop-
over, dan tinggal sementara pada masa musim dingin wintering site. Tempat reproduksi ialah tempat yang digunakan oleh suatu spesies untuk melakukan
proses reproduksi. Stopover didefinisikan sebagai tempat burung yang bermigrasi berhenti sementara untuk beberapa waktu tertentu pada rute migrasi. Selama
pemberhentian sementara, burung menggunakan habitat untuk beristirahat, berkumpul dan mencari makan. Lokasi stopover ialah lokasi yang menjadi rute
migrasi dan tempat singgah sementara bagi burung pemangsa selama sekitar satu minggu atau lebih. Aktivitas persinggahan ini seringkali digunakan untuk
antisipasi terhadap migrasi yang melewati habitat yang tidak terlalu baik Bildstein 2006.
Selain itu, umumnya burung pemangsa berpindah dan menetap selama periode tertentu selama lokasi asalnya yang mengalami musim dingin. Oleh