Inaktivasi enzim Senyawa antimikroba selain bereaksi dengan membran sel yang berakibat

MBPTe 0,6 jumlah awal S. aureus 4,61 log CFUml setelah dikontakkan 24 jam jumlah meningkat menjadi 10,70 log CFUml Lampiran 1. Perbandingan penurunan jumlah bakteri akibat aktivitas antibakteri MBPTe terhadap waktu kontak dapat terlihat pada Gambar 2. Gambar 2 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap S. aureus

b. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap E. coli

Hasil analisis uji lanjut menggunakan uji Duncan Lampiran 8 menunjukkan bahwa konsentrasi 0,0 6 MBPTe tidak berbeda nyata p≥0,05 terhadap konsentrasi 0,12 dan 0,6 sehingga konsentrasi 0,06 bv merupakan konsentrasi terendah yang sudah mampu menghambat pertumbuhan E. coli walaupun penghambatan kurang dari 90 jumlah koloni 1 log CFUml. Wa ktu kontak 0 jam tidak berbeda nyata p≥0,05 terhadap waktu kontak 24 jam. Hasil tersebut menunjukkan bahwa waktu kontak tidak berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan E. coli akibat penambahan MBPTe. Berdasarkan uji statistik, pengaruh konsentrasi tidak berbeda nyata. Pada konsentrasi MBPTe tertinggi 0,6 dengan waktu kontak 0 jam sudah terjadi penurunan jumlah E. coli lebih dari 1 log 1,42 log CFUml sedangkan pada konsentrasi 0,06 dan 0,12 bv hanya menurunkan 0,63 dan 0,68 log CFUml Gambar 3. Waktu kontak 24 jam jumlah penurunan E. coli sebesar 0,32, 0,57, dan 0,92 log CFUml. E. coli yang dikontakkan dengan MBPTe juga mengalami peningkatan jumlah bakteri pada 24 jam, jumlah awal E. coli 3,39 log CFUml meningkat menjadi 7,92 log CFUml pada konsentrasi MBPTe 0,6 bv. = 0 = 0,06 = 0,12 = 0,60 Gambar 3 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap E. coli

c. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap L. delbrueckii

Hasil analisis uji lanjut menggunakan uji Duncan Lampiran 8 menunjukkan bahwa konsentrasi 0,06 MBPTe tidak berbeda nyata p≥0,05 terhadap konsentrasi 0,12 dan 0,6. Konsentrasi MBPTe 0,06, 0,12, dan 0,6 bv pada waktu kontak 0 jam jumlah penurunan berturut-turut sebesar 1,07, 1,12, dan 1,20 log CFUml L. delbrueckii sedangkan pada waktu kontak 24 jam jumlah penurunan sebesar 0,2, 0,05, dan 0,44 log CFUml L. delbrueckii. Perhitungan penurunan jumlah bakteri setelah waktu kontak adalah hasil pengurangan jumlah bakteri pada kontrol 0 atau yang tidak ditambah MBPTe dengan sampel uji untuk setiap konsentrasi pada masing – masing waktu kontak. Jumlah L. delbrueckii pada waktu kontak 0 jam dan konsentrasi MBPTe 0,6 bv sebesar 2,20 log CFUml namun setelah 24 jam L. delbrueckii pulih sehingga jumlahnya meningkat menjadi 8,87 log CFUml. Waktu kontak 0 jam berbeda nyata p≤0,05 terhadap waktu kontak 24 jam. Hal tersebut terlihat pada Gambar 4 bahwa setelah dikontakkan 24 jam jumlah penurunan L. delbrueckii lebih kecil daripada setelah dikontakkan sesaat 0 jam. Jumlah penurunan saat waktu kontak 24 jam lebih kecil daripada waktu kontak 0 jam dapat disebabkan karena bentuk dan jenis bakteri L. delbrueckii. Hasil penelitian Susilawati 1987 melaporkan bahwa bakteri Gram positif berbentuk batang lebih sensitif terhadap pengaruh penambahan bubuk biji pala pada medium pertumbuhan dibandingkan bakteri Gram negatif berbentuk batang dan bakteri Gram positif berbentuk kokus. L. delbrueckii merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang sehingga kemungkinan saat awal dikontakkan dengan MBPTe tidak tahan terhadap serangan zat antibakteri namun pada waktu tertentu bakteri tersebut dapat beradaptasi, maka penghambatan pertumbuhan menjadi lebih rendah. Perbedaan sensitifitas bakteri terhadap senyawa antibakteri berpengaruh terhadap penurunan atau penghambatan pertumbuhan bakteri pada waktu tertentu. = 0 = 0,06 = 0,12 = 0,60 Perbandingan penurunan jumlah bakteri akibat aktivitas antibakteri MBPTe terhadap waktu kontak dapat terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap L. delbrueckii Secara keseluruhan, aktivitas antibakteri minyak biji pala terenkapsulasi lebih rendah daripada emulsi minyak biji pala. Proses enkapsulasi dengan penambahan bahan penyalut serta pengeringan menggunakan spry dryer dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri minyak biji pala. Pada emulsi minyak biji pala tidak memiliki matriks sehingga senyawa antibakteri lebih mudah berdifusi dalam sel bakteri. Residu minyak biji pala dalam chamber dapat menjadi faktor berkurangnya jumlah minyak biji pala yang tersalut sehingga dapat menurunkan aktivitas antibakteri. Selain itu, dengan adanya proses pengeringan dengan suhu pemansan yang tinggi diduga kandungan komponen aktif berupa minyak atsiri yang bersifat volatil yang terkandung dalam minyak biji pala mengalami penurunan, melalui penguapan atau terdegradasi menjadi komponen yang tidak aktif.

3. Aktivitas Antibakteri MBPTe dalam Pure Jambu Biji Merah

Makanan merupakan media kompleks yang dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas antimikroba dari senyawa aktif rempah-rempah maupun herbal. Peningkatan konsentrasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba tersebut di dalam makanan sehingga konsentrasi ditingkatkan menjadi 0,6, 1,2, dan 2,4 bv terhadap waktu kontak selama 0, 3, dan 6 jam untuk S. aureus dan E. coli serta 0 dan 24 jam untuk L. delbrueckii. Hal tersebut dilakukan karena pada waktu kontak 24 jam, S. aureus dan E. coli tidak bertahan hidup dalam pure jambu jambu yang memiliki pH 4,08 sedangkan L. delbrueckii merupakan bakteri yang lebih tahan asam. = 0 = 0,06 = 0,12 = 0,60

a. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap

S. aureus dalam Pure Jambu Biji Merah

MBPTe yang diaplikasikan ke dalam pure jambu biji merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 9 menunjukkan bahwa konsentrasi 0, 6 MBPTe berbeda nyata p≤0,05 terhadap konsentrasi 1,2 dan 2,4 bv. Waktu kontak 0 jam berbeda nyata p≤0,05 terhadap waktu kontak 3 dan 6 jam. Terlihat pada Gambar 5 bahwa jumlah penurunan S. aureus semakin besar akibat pengaruh penambahan konsentrasi MBPTe terhadap waktu kontak. Konsentrasi 0,6, 1,2, dan 2,4 bv dikontakkan selama 3 jam mampu menurunkan 0,24, 2,42, dan 3,26 log CFUml sedangkan setalah dikontakkan 6 jam jumlah penurunan semakin meningkat yaitu 0,72, 3,20, dan 3,20 log CFUml dari jumlah S. aureus tanpa penambahan MBPTe 0. Nilai pH media berpengaruh terhadap pertumbuhan S. aureus dalam pure jambu biji merah. Terlihat pada hasil penelitian bahwa konsentrasi MBPTe 0,6 bv pada media sintetik dengan pH 6,36 dan waktu kontak 24 jam, jumlah S. aureus turun sebanyak 2,14 log CFUml sedangkan pada pure jambu biji merah dengan pH 4,08 dan waktu kontak 6 jam, jumlah S. aureus turun sebesar 0,72 log CFUml. Bakteri terutama bakteri patogen sangat sensitif terhadap perubahan pH, S. aureus tumbuh pada pH 4,0 hingga 9,8 Rahayu et al. 2012. Gambar 5 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap S. aureus dalam pure jambu biji merah

b. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap E. coli dalam Pure Jambu Biji

Merah MBPTe yang diaplikasikan ke dalam pure jambu biji merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 9 menunjukkan bahwa konsentrasi 0, 6 MBPTe berbeda nyata p≤0,05 terhadap konsentrasi 1,2 dan 2,4 b v. Waktu kontak 0 jam berbeda nyata p≤0,05 terhadap waktu kontak 3 dan 6 jam. Terlihat pada Gambar 6 bahwa jumlah penurunan E. coli semakin meningkat akibat pengaruh penambahan konsentrasi MBPTe terhadap waktu kontak. Konsentrasi 0,6, 1,2, dan 2,4 bv dikontakkan selama 3 jam mampu menurunkan 0,29, 0,75, dan 3,43 log CFUml sedangkan setelah dikontakkan 6 jam jumlah penurunan semakin meningkat yaitu 0,31, 2,59, dan 3,42 log CFUml dari jumlah E. coli tanpa penambahan MBPTe 0. E. coli membutuhkan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan S. aureus untuk menurunkan jumlah bakteri. Pada saat kontak 3 jam, konsentrasi 1,2 bv menurunkan 2,42 log CFUml S. aureus sedangkan E. coli 0,75 log CFUml. Penambahan MBPTe ke dalam pure jambu biji merah efektif menghambat pertumbuhan E. coli dengan semakin menurunnya jumlah bakteri setelah dikontakkan 3 dan 6 jam. Gambar 6 Pengaruh konsentrasi MBPTe dan waktu kontak terhadap E. coli dalam pure jambu biji merah Nutrisi merupakan salah satu faktor sensitifitas bakteri terhadap senyawa antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan S. aureus lebih sensitif terhadap minyak biji pala terenkapsulasi daripada E. coli. Beberapa mikroba patogen membutuhkan nutrisi seperti protein dan vitamin. Gram positif membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk tumbuh dibandingkan dengan Gram negatif sedangkan nutrisi yang terdapat dalam pure jambu biji merah kurang memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri seperti protein, total gula dan karbohidrat total yang diperoleh dari hasil uji proksimat Tabel 1. Vitamin yang dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhan adalah vitamin B. Mikroba membutuhkan vitamin B dalam jumlah kecil dan hampir semua bahan pangan alami memiliki vitamin B. Keadaan tersebut menguntungkan bagi mikroba yang tidak dapat mensintesis vitamin B sendiri. Vitamin B dalam pure jambu biji berdasarkan sumber Dinas Pertanian Depok 2007 sebesar 0,002 mg100g. Secara umum, bakteri Gram positif kurang dapat mensintesis nutrisi penting secara mandiri, sedangkan bakteri Gram negatif dan kapang dapat mensintesis hampir semua kebutuhan nutrisinya sehingga kedua kelompok tersebut dapat ditemukan pada bahan pangan dengan kadar vitamin B yang rendah Rahayu et al. 2012. Perbandingan ketahanan terhadap antibakteri oleh S. aurerus dan E. coli terlihat pada hasil penelitian bahwa S. aureus dengan konsentrasi 1,2 bv pada jam ke-3 mampu dihambat pertumbuhannya hingga 2,42 log CFUml sedangkan E. coli hanya 0,75 log CFUml. Gambar bakteri dalam cawan yang menunjukkan penurunan jumlah bakteri terhadap penambahan MBPTe terdapat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Secara keseluruhan, perbedaan S. aureus dan E. coli pada pengujian aktivitas antibakteri dalam media sintetik maupun aplikasi dalam pure jambu biji merah yaitu E. coli membutuhkan konsentrasi MBPTe yang lebih besar daripada S. aureus. Konsentrasi MBPTe 0,6 bv menurunkan 2,14 log CFUml S. aureus dan 0,92 log CFUml E. coli sedangkan dalam pure jambu biji merah 0,72 log CFUml S. aureus dan 0,31 log CFUml E. coli. Susunan komponen dinding sel bakteri Gram positif umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan dinding sel bakeri Gram negatif sehingga lebih mudah ditembus senyawa antibakteri. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif tersusun oleh peptidoglikan dan outer membrane. Lapisan outer membrane terdiri dari lipopolisakarida LPS, lipoprotein dan protein Madigan et al. 2006. Adanya ketiga senyawa pada outer membrane menyebabkan bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan terhadap senyawa antibakteri Friedman et al. 2004. Hal tersebut yang menyebabkan E. coli lebih tahan terhadap minyak biji pala terenkapsulasi dibandingkan dengan S. aureus yang memiliki penurunan log lebih besar ketika diujikan dalam media NB maupun pure jambu biji. Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil yang sama seperti yang diperoleh Suliantari 2009 bahwa bakteri Gram negatif kecuali P. aeruginosa lebih tahan terhadap perlakuan ekstrak etanol sirih bila dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Parhusip et al. 2009, S. aureus dan B. cereus lebih peka terhadap ekstrak temu putih dibandingkan dengan E. coli. Secara keseluruhan, dalam penelitian ini minyak biji pala terenkapsulasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Pada bakteri Gram positif, bahan antimikroba dapat langsung masuk dan akan mengisi lapisan peptidoglikan kemudian berikatan dengan protein, selanjutnya dapat menyebabkan bakteri tersebut lisis. Sedangkan pada bakteri Gram negatif, bahan tersebut masuk melalui porin saluran difusi pasif yang terdapat pada lapisan luar, kemudian masuk ke lapisan peptidoglikan dan selanjutnya membentuk ikatan dengan protein lalu sel bakteri lisis. Adanya senyawa fenol dalam minyak biji pala juga mempengaruhi mekanisme penghambatan. Daya kerja dari senyawa fenol sebagai senyawa antimikroba adalah dengan membentuk ikatan pada permukaan sel kemudian berpenetrasi ke dalam sel sasaran dengan cara difusi pasif untuk bakteri Gram positif atau untuk bakteri Gram negatif adalah dengan mengganggu ikatan hidrofobik Buck, 2001. Penghambatan juga dapat terjadi terhadap enzim yang bekerja dalam sel. Menurut Pelczar dan Chan 2008 enzim merupakan sasaran potensial senyawa antibakteri. Penghambatan ini umumnya bersifat irreversible yaitu terjadi perubahan membran sel, sehingga enzim menjadi tidak aktif. Dengan terhambatnya atau terhentinya aktivitas enzim, mekanisme kerja enzim dapat terganggu, sehingga mempengaruhi pertumbuhan sel bakteri.

c. Aktivitas Antibakteri MBPTe terhadap

L. delbrueckii dalam Pure Jambu Biji Merah