9
Academy of Science , 1975. Tabel 3 menunjukkan perbandingan beberapa
jenis oligosakarida dari biji kecipir dan kacang kedelai.
Tabel 3. Kandungan beberapa oligosakarida dan monosakarida dalam biji kecipir dan kacang kedelai
a
Gula Biji kecipir
Kacang kedelai
Sukrosa Rafinosa
Stakiosa 5.0
1.0 2.5
4.8 1.3
3.5
a
National Academy of Science , 1975
J. KENDALA PEMANFAATAN BIJI KECIPIR
Biji kecipir termasuk biji leguminosa yang memiliki bentuk dan ukuran berat yang hampir sama seperti kacang kedelai. Akan tetapi, biji
kecipir ini memiliki kulit keras seperti biji hyacinth, bambara groundnut, kertsling’s groundnut
dan velvet Aykroyd dan Doughty, 1982. Kulit biji kecipir yang keras itu lebih sulit dilepaskan dibandingkan dengan kulit kacang
kedelai. Bau beany flavor yang tidak sedap dari biji kecipir termasuk salah satu
faktor yang menyebabkan biji kecipir tidak begitu disukai. Bau itu dapat tercium pada biji kecipir mentah yang makin menusuk pada permulaan
direbus. Enzim lipoksigenase pada biji kecipir bertanggung jawab akan adanya bau tersebut dan ternyata mudah dihilangkan melalui pemanasan.
Warna kulit biji kecipir lebih beragam dibandingkan dengan warna kulit kacang kedelai. Pada umumnya warna kulit kacang kedelai adalah putih
dan krem, sementara warna kulit biji kecipir dapat ditemukan dari yang putih, krem, ungu, coklat muda, coklat tua hingga kehitam-hitaman. Warna kulit biji
yang semakin hitam pekat, dianggap sebagai tanda bahwa semakin tingginya kandungan tanin pada kulit biji kecipir.
10
K. ANTINUTRISI DAN INAKTIVASINYA
Selain tingginya kandungan protein dan nilai gizi yang berimbang, biji kecipir mengandung beberapa komponen antinutrisi yang merupakan
pembatas pemanfaatan biji kecipir. National Academy of Science 1975, melaporkan komponen antinutrisi biji kecipir antara lain adalah anti tripsin,
anti kimotripsin, hemaglutinin, tannin, dan kemungkinan saponin. Sementara menurut Aykroyd dan Doughty 1982, komponen antinutrisi pada leguminosa
antara lain anti tripsin, lektin atau hemaglutinin, cynogen, saponin, dan asam- asam amino beracun.
Komponen antinutrisi sebenarnya sangat berguna bagi biji-bijian. Zat antinutrisi pada biji leguminosa akan menentukan daya tahannya. Baik daya
tahan selama disimpan, maupun daya tahan terhadap serangga atau mikroorganisme lainnya Aykroyd dan Doughty, 1982. Asam fitat pada biji
leguminosa berfungsi untuk menyimpan fosfor yang nantinya sangat diperlukan pada perkembangan biji selama perkecambahan. Pada kedelai,
saponin yang dikandungnya dapat melindunginya dari serangan serangga tertentu.
Komponen antinutrisi yang sangat berguna bagi tanaman itu sendiri ternyata sangat merugikan dari sudut gizinya. Biasanya bila biji-biji
leguminosa dikonsumsi dalam keadaan mentah akan sangat menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat mematikan. Untuk memperoleh manfaat yang
maksimum dari penggunaan biji kecipir sebagai bahan makanan, maka perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Perendaman biji kecipir dapat mempermudah terlepasnya faktor anti tripsin yang kemudian dapat dihambat aktivitasnya dengan pemanasan.
Menurut National Academy of Science 1975 aktivitas antitripsin dapat dilenyapkan hanya dengan pemanasan basah, misalnya dengan mengukus biji
kecipir di dalam autoclave pada suhu 130
o
C selama 10 menit. Hal yang sama dapat dicapai dengan perendaman selama 10 jam, kemudian direbus selama 30
menit. Hal yang serupa dikatakan oleh Chan dan de Lumen 1982, aktivitas kerja anti tripsin baru terpengaruh dengan jelas pada pemanasan 100
o
C, sedangkan pada pemanasan 60
o
C belum terpengaruh sama sekali.
11
Pemanasan suhu rendah dalam waktu yang singkat pada leguminosa dapat secara efektif merusak hemaglutinin. Hemaglutinin adalah protein yang
labil terhadap panas. Perebusan pada suhu 100
o
C selama 15 menit menurunkan aktivitas hemaglutinin.
Tahapan lain dalam pengolahan kecipir adalah perlakuan perendaman. Menurut Cerny 1978, perendaman biji kecipir di dalam air pada suhu 22
o
C selama 10 jam akan tercapai tingkat pengembangan yang maksimum dan
setelah perendaman selama 16 jam tidak akan terjadi penyerapan air lagi. Menurut Claydon 1978, perendaman biji kecipir dalam air selama semalam
dapat mengurangi waktu perebusan dari 2-3 jam menjadi 30 menit. Proses perendaman biji kecipir selama 24 jam dapat menghilangkan kandungan
taninnya sekitar 70 . Bau langu pada kacang-kacangan disebabkan oleh aktivitas enzim
lipoksigenase yang terdapat secara alamiah. Menurut Smith dan Circle 1972, enzim lipoksigenase akan memecah rantai asam lemak tidak jenuh dan
menghasilkan sejumlah senyawa yang lebih kecil bobot molekulnya, terutama senyawa-senyawa aldehid dan keton atau alkohol. Perlakuan perendaman di
dalam air selama empat jam diikuti dengan pemanasan uap air pada suhu 100
o
C selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktivasi enzim lipoksigenase dan memperbaiki aroma atau flavor hasil olahannya Shurleff,
1978.
L. TEPUNG KEDELAI