11
Pemanasan suhu rendah dalam waktu yang singkat pada leguminosa dapat secara efektif merusak hemaglutinin. Hemaglutinin adalah protein yang
labil terhadap panas. Perebusan pada suhu 100
o
C selama 15 menit menurunkan aktivitas hemaglutinin.
Tahapan lain dalam pengolahan kecipir adalah perlakuan perendaman. Menurut Cerny 1978, perendaman biji kecipir di dalam air pada suhu 22
o
C selama 10 jam akan tercapai tingkat pengembangan yang maksimum dan
setelah perendaman selama 16 jam tidak akan terjadi penyerapan air lagi. Menurut Claydon 1978, perendaman biji kecipir dalam air selama semalam
dapat mengurangi waktu perebusan dari 2-3 jam menjadi 30 menit. Proses perendaman biji kecipir selama 24 jam dapat menghilangkan kandungan
taninnya sekitar 70 . Bau langu pada kacang-kacangan disebabkan oleh aktivitas enzim
lipoksigenase yang terdapat secara alamiah. Menurut Smith dan Circle 1972, enzim lipoksigenase akan memecah rantai asam lemak tidak jenuh dan
menghasilkan sejumlah senyawa yang lebih kecil bobot molekulnya, terutama senyawa-senyawa aldehid dan keton atau alkohol. Perlakuan perendaman di
dalam air selama empat jam diikuti dengan pemanasan uap air pada suhu 100
o
C selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktivasi enzim lipoksigenase dan memperbaiki aroma atau flavor hasil olahannya Shurleff,
1978.
L. TEPUNG KEDELAI
Pengembangan produk baru dari kacang-kacangan kini membuka suatu horizon baru dalam bidang pangan. Salah satu produk komersial yang telah
ada di pasaran adalah tepung kedelai. Menurut Endress 2001, tepung kedelai adalah produk hasil penggilingan dan pengayakan kedelai, baik pada kedelai
yang tidak dihilangkan lemaknya maupun kedelai bebas lemak. Kandungan protein dari tepung kedelai adalah sekitar 40 – 50.
Secara umum tepung kedelai dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan pada kandungan lemaknya, yaitu tepung kedelai
dengan lemak penuh, kadar lemak rendah, dan tepung kedelai tanpa lemak
12
full fat, low fat, dan defatted flour. Tepung kedelai kadar lemak penuh diproduksi dari biji kedelai utuh. Umumnya kadar lemak tepung kedelai
dengan lemak penuh adalah sekitar 20. Tepung kedelai banyak digunakan di industri pangan, terutama di
industri bakeri roti, biskuit, dan cake. Disamping itu, industri pangan lain yang juga menggunakan tepung kedelai adalah industri sup, sosis, dan
makanan formula bayi. Selain karena alasan-alasan nilai gizi, penggunaan tepung kedelai juga karena sifat-sifat fungsionalnya yang khas, antara lain
sifat dan kemampuannya untuk menyerap dan menahan air, sifat-sifat pengemulsi dan antioksidan terutama karena adanya lesitin dan relatif
rendahnya kandungan karbohidratnya.
M. SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL PROTEIN
Sifat-sifat suatu bahan pangan khususnya protein dibagi ke dalam dua kelompok yaitu sifat-sifat nutrisi dan sifat- sifat fungsional. Sifat
nutrisi adalah sifat yang mempengaruhi tubuh setelah makanan masuk ke dalam
saluran pencernaan,
seperti sifat
anabolik, katabolik,
antimetabolik,dan toksik. Sedangkan sifat fungsional adalah sifat yang mempengaruhi
makanan sebelum
memasuki tubuh,
mencakup fungsionalitas enzimatis, non-enzimatis, dan industrialnya.
Sifat fungsional
protein adalah
sifat fisikokimia
yang mempengaruhiperilaku protein dalam sistem pangan selama persiapan,
pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Sifat fungsional tidak hanya penting dalam menentukan kualitas produk akhir, tetapi juga penting
dalam membantu proses pengolahan, misalnya memudahkan pembuatan atau pengirisan adonan Kinsella, 1979. Sifat fungsional juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan yang berupa komponen-komponen lain dalam sistem pangan, misalnya air, karbohidrat, lipid, garam, dan
surfaktan. Terdapat saling ketergantungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fungsional protein, misalnya pengaruh pH dan suhu
terhadap kelarutan, daya penyerapan air, stabilitas emulsi, dan viskositas.
13
Di bawah ini adalah beberapa sifat fisikokimia dan fungsional protein produk tepung-tepungan yang penting untuk diketahui.
11. Densitas Kamba
Densitas kamba didefinisikan sebagai massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh
berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah. Nilai densitas
kamba menunjukkan porositas dari bahan yaitu jumlah rongga yang terdapat di antara partikel-partikel bahan padatan.
12. Particle Size Index PSI
Particle Size Index PSI adalah suatu ukuran yang diperlukan
untuk mengetahui ukuran partikel suatu bahan. Ukuran ini umumnya digunakan
untuk bahan
tepung-tepungan. Ukuran
partikel mempengaruhi parameter penyerapan air, cooking loss, dan tekstur
dari produk yang dihasilkan. Semakin halus ukuran partikel, semakin besar tingkat penyerapan air dan cooking loss ketika proses produksi
Hatcher et al., 2002. PSI dibutuhkan untuk menentukan kualitas penggilingan dan
juga merupakan parameter kerusakan pati, penyerapan air, dan produksi gas. Indeks ini menunjukkan kekerasan relatif suatu bahan
dengan cara penggilingan dan separasi.
13. Warna dan Derajat Putih
Salah satu instrumen dalam mengukur warna adalah kromameter. Prinsip kerja dari kromameter adalah pemantulan cahaya
oleh sampel. Kromameter memiliki lampu getar yang ditangkap oleh fotosel dan filter untuk mencocokkan dengan standar CIE Commision
Internasionale d’Eclairage dalam mengukur sinar yang dipantulkan
oleh sampel. Sistem output dapat berupa CIE-XYZ, Judd-Hunter L a b CIELAB, dan CIELCH.
14
Sistem warna Hunter Lab memiliki tiga atribut yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan atau gelap sampel dan memiliki
skala dari 0 sampai 100 dimana 0 menyatakan sampel sangat gelap dan 100 menyatakan sampel sangat cerah. Nilai a menunjukkan derajat
merah atau hijau sampel, dimana a positif menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a memiliki skala dari -80
sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning atau biru, dimana b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna
biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70.
14. Komponen Asam Amino
Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil, satu atau lebih gugus amino, yang salah satunya
terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil atau atom C alfa. Asam amino dapat dibagi menjadi asam amino esensial dan asam
amino tidak esensial. Asam amino esensial adalah jenis asam amino yang tidak dapat diproduksi dalam tubuh dengan cukup cepat untuk
menyokong pertumbuhan normal. Sementara asam amino tidak esensial adalah asam amino yang dapat diproduksi cukup dalam tubuh
sendiri, sehingga tanpa adanya asam amino tersebut dalam bahan
pangan tidak mengganggu pertumbuhan normal.
Protein disusun oleh asam-asam amino yang bersambung dengan ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan antara gugus
karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang disampingnya. Protein sebagai salah satu kelompok bahan
makronutrien lebih berperan penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi.
15. Kelarutan
Kelarutan protein ditetapkan berdasarkan kemampuannya berasosiasi dengan air dan fungsi dari sejumlah parameter termasuk
pH, kekuatan ion, pelarut, dan suhu. Sifat kelarutan pada berbagai
15
macam kondisi berguna dalam penetapan fungsi protein dan dalam optimasi ekstraksi, isolasi, dan prosedur pengolahan protein.
Tingkat ketidaklarutan merupakan indikasi yang baik dari banyaknya denaturasi dan agregasi protein yang dapat mempengaruhi
daya busa, emulsifikasi, hidrasi, dan sifat pembentukan gel dari protein. Sedangkan denaturasi dan agregasi sebagian dapat
memperbaiki sifat fungsional meningkatkan daya serap air dan stabilitas busa. Sifat kelarutan memudahkan homogenisasi dispersi
protein di dalam minuman. Kelarutan protein di dalam air berbeda-beda, tidak ada diantara
protein-protein tersebut yang dapat larut dalam pelarut-pelarut lemak seperti etil eter dan petroleum eter.
16. Daya Serap Air
Daya serap air didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengikat air atau air tambahan selama aplikasi gaya-gaya, tekanan,
sentrifugasi, atau pemanasan. Pengikatan air bergantung pada komposisi dan konformasi molekul-molekul protein.
Jumlah air yang dapat ditahan oleh protein bergantung pada komposisi asam amino, hidrofobisitas permukaan, dan kondisi proses.
Semakin rendah hidrofobisitas rata-rata dan semakin tinggi muatan maka kelarutan akan semakin meningkat. Pada saat protein
terdenaturasi, pengikatan air hanya sedikit meningkat. Semakin besar air yang terserap, semakin baik tekstur dan mouthfeel dari bahan
pangan. Protein yang mengikat air dapat membentuk struktur dengan molekul protein lain melalui ikatan non kovalen selama proses
Zayas, 1997. Daya serap air sangat penting peranannya dalam makanan
panggang karena dapat meningkatkan rendemen adonan dan memudahkan penanganannya. Di samping itu, sifat menahan air akan
memperlama kesegaran makanan, misalnya pada biskuit dan roti. Daya serap air dan lemak penting dalam pembuatan produk daging
16
tiruan karena dapat menyebabkan perubahan tekstur tepung kering bahan dasar untuk membuat daging tiruan menjadi kental berserat
menyerupai tekstur daging dan berperan dalam penyerapan cita rasa atau flavor daging yang ditambahkan Koswara, 1992.
17. Daya Serap Minyak
Kemampuan suatu produk pada bahan olahan berprotein tinggi dalam menyerap lemak atau minyak digunakan untuk dua tujuan.
Pertama, untuk meningkatkan penyerapan lemak pada daging giling hingga dapat mengurangi kehilangan sari daging karena pemasakan
dan menjaga stabilitas dimensinya. Tujuan kedua adalah untuk mencegah penyerapan lemak yang berlebihan, misalnya pada
penggorengan donat dan pancakes. Hal ini disebabkan terjadinya denaturasi protein oleh panas sehingga membentuk semacam lapisan
pada permukaan bahan misalnya donat sehingga menghalangi penetrasi lemak Koswara, 1992.
18. Daya Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairannya tidak saling
berbaur, tetapi saling antagonistik. Ada tiga bagian utama dalam sistem emulsi, yaitu bagian pendispersi, bagian terdispersi, yang
keduanya dapat berupa air atau minyak, dan bagian emulsifier Winarno, 1992.
Emulsifier berfungsi menjaga agar emulsi tetap stabil. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang
dapat terikat baik pada minyak non polar maupun air polar. Emulsi minyak dalam air ow terjadi bila emulsifier lebih terikat atau larut
dalam air. Sebaliknya bila emulsifier lebih terikat atau larut dalam minyak terjadi emulsi air dalam minyak wo Winarno, 1992.
Menurut Bird et al. 1983 kestabilan emulsi dapat dipertahankan dengan menambahkan komponen ketiga dalam emulsi
17
yang disebut emulsifier. Emulsifier akan terkonsentrasi pada batas permukaan antara minyak dengan air, sehingga tegangan antar
permukaan menjadi berkurang dan sistem emulsi menjadi stabil. Menurut Winarno 1992 emulsifier dapat berupa kompleks
karbohidrat, protein, fosfolipid, bahan sintetik atau bahan-bahan organik. Emulsifier dalam tepung tempe yaitu berupa protein dan
lesitin yang terdapat pada tempe. Protein dalam emulsi selain berfungsi untuk mengikat air, juga sebagai emulsifier yang akan mempercepat
proses terjadinya emulsi dan memberikan kestabilan emulsi. Sifat ini dipengaruhi oleh kadar protein dan tingkat kelarutannya. Daya emulsi
yang baik tergantung kemampuannya memelihara sistem emulsi pada saat pemasakan atau pemanasan. Emulsifier banyak digunakan pada
produk sosis, frankfurter, bologna, roti, sup, dan whipped cream.
19. Kapasitas dan Stabilitas Busa
Busa adalah sistem dua fase terdiri dari sel-sel udara yang dipisahkan lapisan cair kontinu yang tipis. Protein membentuk busa
dengan cara berdifusi pada permukaan udara air, menurunkan tegangan, dan membentuk film yang elastis dan kuat menyelubungi
gelembung busa yang terbentuk. Hal ini dipengaruhi gugus hidrofobik dan hidrofilik molekul protein yang berinteraksi dengan fase air dan
udara. Daya busa protein menunjukkan kemampuannya memproduksi
suatu area permukaan dari busa unit berat protein dan untuk menstabilkan lapisan permukaan dari kekuatan internal atau eksternal.
Dalam pembentukan busa ada tiga tahapan yaitu: pertama, protein globular yang larut berdifusi ke antar fasa minyakair, mengalami
konsentrasi, dan menurunkan tegangan permukaan; kedua, protein membuka pada antar fasa dengan orientasi molekul polar ke air; dan
ketiga, polipeptida berinteraksi untuk membentuk film. Daya busa protein sangat penting oleh karena itu kemampuan
untuk menstabilkan buih adalah hal yang kritikal dalam aplikasi
18
pangan. Sifat ini dimanfaatkan dalam pembuatan
chiffon dessert dan
whipped toppings .
20. Sifat Gelasi
Daya pembentukan gel adalah suatu gejala agregasi protein, yaitu terjadinya interaksi antara polimer - polimer dan polimer -
pelarut. Cheftel et al. 1985 menambahkan bahwa daya pembentukan gel dipengaruhi tidak hanya oleh interaksi protein-protein, tetapi juga
oleh interaksi protein-air. Kekuatan interaksi yang seimbang akan membentuk jaringan tersier atau matriks yang dapat memerangkap
banyak air Scmidt, 1981.
Perubahan dari sol ke gel umumnya bersifat ireversibel, yang melibatkan disosiasi dan denaturasi molekul protein. Tujuan utama
denaturasi adalah untuk mengekspos grup-grup fungsional, yang berinteraksi membentuk jaringan gel tiga dimensi. Bila laju agregasi
lebih lambat dari denaturasi, maka akan terbentuk gel yang lebih jernih dan elastis serta memiliki daya ikat air lebih tinggi. Ikatan disulfida
dalam protein
globular berhubungan
dengan kemampuan
meningkatkan berat molekul rata-rata atau panjang rantai dari polipeptida. Protein yang terhidrolisa secara enzimatis membuat gel
yang lebih lemah dari protein alami. Selain itu, konsentrasi minimum dari protein juga menentukan pembentukan gel, karena jika konsentrasi
terlalu kecil rantai-rantai terdispersi tidak dapat saling menjangkau. Walaupun peningkatan suhu pemanasan umumnya membentuk gel
yang kuat, panas yang berlebih dapat menyebabkan thermal scission dari ikatan-ikatan peptida yang menghambat pembentukan gel.
Pemanasan lambat menghasilkan absorpsi panas yang lebih besar dan pembukaan protein secara intensif sehingga kekuatan gel meningkat
Zayas, 1997.
19
N. PENGGUNAAN
SIFAT FUNGSIONAL
PROTEIN DALAM
PRODUK PANGAN
Sifat fungsional protein dibutuhkan pada beberapa produk pangan. Berikut ini diuraikan beberapa sifat fungsional protein dan produk pangan
yang cocok untuk memakainya Tabel 4.
Tabel 4. Tipe sifat fungsional yang ditunjukkan dengan fungsional protein dalam sistem pangan
Sifat fungsional Berasal dari
Sistem pangan
Solubilitas Solvasi protein
Minuman Absorpsi air
Ikatan hidrogen
dari air,
pemerangkapan air Daging,
sosis, roti,
cake Viskositas
Penebalan dan daya ikat air Daging, keju
Gelatinisasi Formasi matriks protein
Daging, keju Kohesi-adhesi
Protein sebagai materi adhesif Daging, sosis, bakery,
dan pasta Elastisitas
Ikatan hidrofobik pada gluten, jembatan disulfida
Daging dan bakery Emulsifikasi
Formasi dan stabilitas dari emulsi lemak
Sosis, sup, cake Ikatan flavor
Absorpsi, pemerangkapan, dan pelepasan
Daging dan bakery Daya busa
Pembentukan film yang stabil untuk memerangkap gas
Chiffon dessert,
whipped toppings
Sumber: Kinsella 1979
20
III. BAHAN DAN METODE
C. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan, yaitu biji kecipir, sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah heksana, HCl 1 N, NaOH 1 N, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
pekat, akuades, NaOH-Na
2
S
2
O
3
pekat, H
3
BO
3
, HCl 0.02 N, indikator merah metil serta metil biru, HCl 25 , HCl 6 N, dry ice-aseton, HCl 0.01 N,
NaOH 0.01 N, HNO
3
pekat, NaOH 2 N, minyak kedelai, HCl 0.1 N, NaOH 0.1 N, buffer asetat 100 mM pH 5.50, buffer pH 4 dan pH 7, dan metanol.
Alat-alat yang digunakan antara lain nampanalas, baskom, plastik, blender, penggiling, ayakan, kertas saring, sentrifuse, oven biasa, desikator,
cawan porselen, cawan aluminium, pipet tetes, pipet volumetrik, pipet Mohr, neraca analitik, labu Kjeldahl 100 ml, alat destilasi, labu lemak, alat ekstraksi
Soxhlet, gelas piala, batu didih, gelas arloji, kapas, tanur, Chromameter CR- 310 Minolta, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml, tabung reaksi, pompa
vakum, batang gelas, magnetic stirer, tabung sentrifuse, vortex, alumunium foil
, shaker, rotary evaporator, botol gelap, refrigerator, freezer, tabung reaksi bertutup, alat Spektrofotometer, dan hot plate.
D. METODE PENELITIAN
Sistematika penelitian ini terdiri dari dua tahap yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari
penentuan larutan perendam, lama perendaman optimum, lama perebusan optimum, dan penentuan komposisi kimia bahan baku biji kecipir. Penelitian
utama terdiri dari pembuatan tepung biji kecipir , penentuan komposisi kimia tepung biji kecipir, perhitungan nilai recovery protein, dan analisis sifat fisiko-
kimia dan fungsional protein tepung biji kecipir. Adapun diagram alir proses tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.