Persepsi Tingkat Korupsi Di KotaKabupaten Di Indonesia

59 g. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakat cenderung paternalistic. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari seperti mengurus KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke sekolah atau universitas, melamar kerja, dan lain-lain, karena meniru apa yang dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat, pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini sebagai perbuatan yang tidak salah.

6.3 Persepsi Tingkat Korupsi Di KotaKabupaten Di Indonesia

Korupsi makin mudah ditemukan di berbagai bidang kehidupan. Pertama karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi lebih utama dibanding kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas publik. Birokrasi pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama Pope, 2008: 2. Korupsi dilakukan dengan sangat rahasia karena ada kepentingan bersama di antara para pelakunya. Tidak ada rumus pasti untuk mengukur volume konspirasi korupsi. Namun, harus dibuat ukuran yang disepakati untuk melihat luas jaring konspirasi korupsi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan survei. Survei dapat menimbulkan kepercayaan pada apa yang sepintas nampak sebagai pernyataan berlebihan dari responden Pope, 2008: 61. 60 Dalam Survei Persepsi Korupsi TII, 2015 potensi korupsi dapat terjadi akibat 5 hal, yaitu: prevalensi korupsi tinggi, rendahnya akuntabilitas pendanaan publik, tingginya motivasi korupsi, meluasnya sektor terdampak korupsi, dan efektivitas program antikorupsi di daerah. 1 Prevalensi Korupsi adalah sebesar apa atau seberapa sering tindak pidana korupsi dalam bentuk suap-menyuap dan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi terjadi di tingkat nasional atau lokal; danatau terjadi di kalangan pegawai nasional atau lokal. 2 Akuntabilitas Pendanaan Publik adalah mekanisme pertanggungjawaban atas penggunaan dana-dana publik. Seberapa jelas standard prosedur alokasi sumber daya publik, seberapa lazim alokasi non budgeter yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, apakah ada mekanisme rekrutmen pejabat publik yang tidak transparan, apakah ada lembaga pengawas internal yang mengaudit keuangan publik,dan apakah ada independensi pengadilan yang menindak pejabat korup. 3 Motivasi Korupsi adalah dorongan seorang pejabat publik melakukan praktik tindak pidana korupsi. Misalnya, apakah praktik pemberian perlakuan istimewa terjadi, apakah praktik korupsi untuk memberikan donasi politik berlebih, apakah praktik korupsi menciptakan dana off budget untuk partai politik terjadi, praktik korupsi untuk mengamankan proyek pemerintah terjadi, praktik korupsi akibat jual beli pengaruh. 4 Sektor Terdampak Korupsi adalah penilaian terhadap sektor publik apa saja terjerat kasus korupsi. Sektor publik yang dinilai meliputi sektor perizinan, 61 pelayanan dasar, perpajakan, pengadaan, peradilan, kuota perdagangan, kepolisian, perkreditan, bea cukai, lembaga pemeriksa, militer, eksekutif, dan legislatif. 5 Efektivitas Program Antikorupsi adalah penilaian terhadap seberapa tingkat keberhasilan upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap pejabat korup terhadap penurunan risiko korupsi.

B. Penelitian Sebelumnya

Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1