Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan Perkembangan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

fasilitas sosial. Sementara itu peningkatan fasilitas ekonomi tertinggi dijumpai di Kecamatan Pondok Gede. Kecamatan Bekasi Utara adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk tertinggi kedua setelah Kecamatan Bekasi Timur pada Tahun 2006. Jumlah penduduk di Kecamatan Bekasi Utara meningkat tinggi dari tahun 2003 sampai 2006, dari sebanyak 194.950 menjadi 228.327 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang bertambah diperlukan penambahan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk tersebut di suatu wilayah.

5.5 Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan Perkembangan

Wilayah Keterkaitan perubahan luas penggunaan lahan terhadap perkembangan wilayah dapat dilihat pada Gambar 30. Pada Gambar 30 menunjukkan wilayah- wilayah yang memiliki hirarki tinggi tidak terlalu banyak mengalami perubahan penggunaan lahan ruang terbangun. Hal ini diduga karena lahan di wilayah tersebut terbatas dan penggunaan lahannya didominasi oleh ruang terbangun yang digunakan untuk aktivitas ekonomi, sehingga peluang untuk mengalami konversi lahan lebih kecil. Sebaliknya, untuk wilayah-wilayah yang memiliki hirarki rendah banyak mengalami peningkatan penggunaan lahan terbangun. Hal ini diduga karena di wilayah tersebut penggunaan lahan non ruang terbangunnya masih sangat luas sehingga berpotensi untuk mengalami konversi lahan dari penggunaan lahan non terbangun menjadi penggunaan lahan ruang terbangun. Semakin tinggi hirarki hirarki 1 suatu wilayah maka perubahan luas penggunaan lahan akan semakin kecil dibandingkan dengan wilayah yang memiliki hirarki rendah bahkan suatu saat akan mengalami kondisi jenuh atau tidak mengalami perubahan sama sekali karena tidak ada lagi lahan yang bisa dikonversi. Wilayah-wilayah yang berhirarki 3 mengalami perubahan luas penggunaan lahan terbesar. Beberapa jenis penggunaan meningkat luasannya dan beberapa jenis penggunaan cenderung terkonversi. Peningkatan luas penggunaan lahan terbesar pada hirarki 3 terjadi pada permukiman tidak teratur sebesar 489,11 ha, diikuti dengan permukiman teratur sebesar 458,82 ha. Sementara itu, penurunan luas penggunaan lahan terbesar terjadi pada kebun campuran 392,84 ha, diikuti dengan Tanaman Pertanian Lahan Basah TPLB sebesar 317,94 ha. Gambar 30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah

5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan terjadi dikarenakan peningkatan kebutuhan akan ruang meningkat, tetapi ketersediaan lahan terbatas. Penggunaan lahan non terbangun seperti Tanaman Pertanian Lahan Basah TPLB, Tanaman Pertanian Lahan Kering TPLK, kebun campuran, lahan kosong sering kali menjadi sasaran untuk dikonversi menjadi penggunaan lahan terbangun seperti permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kawasan industri, dan fasilitas pendidikan. Faktor- faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise. Peubah tujuan dalam analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun disimbolkan dengan Y1, perubahan penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun Y2, perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun Y3, dan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun Y4. Hasil dari analisis disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. Peubah Yang Berpengaruh Nyata Y1 Y2 Y3 Y4 Alokasi Pertanian X1 -0.29 0.09 Alokasi Lahan Terbangun X2 0.20

0.79 0.37

Alokasi Hutan Kota X3 -0,14 Aksesibilitas Ke Kota Lain Terdekat X4 -0.13 0.28 Aksesibilitas Ke Kecamatan X5 0.21 Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas Sosial X6 0.07 -0.07 Aksesibilitas Ke Pusat Fasilitas ekonomi X7 0.27 Luas Lahan Terbangun 2003 X8 -0.60 0.11 Luas TPLK 2003 X9 0.66 Luas TPLB 2003 X10 0.90 -0.43 0.01 Luas Kebun Campuran 2003X11 -0.87 0.39 Luas Lahan Kosong 2003 X12 0.85 Fasilitas Sosial X13 -0.17 0.20 Fasilitas Kesehatan X14 -0.36 Fasilitas Pendidikan X15 -0.19 0.17 Fasilitas Ekonomi X16 0.16 Jumlah Penduduk X17 -0.16 0.10 R- square

0.65 0.43

0.57 0.84

Keterangan : Y1 : Perubahan TPLB-Lahan Terbangun Y2 : Perubahan TPLK-Lahan Terbangun Y3 : Perubahan Kebun Campuran-Lahan Terbangun Y4 : Perubahan Lahan Kosong-Lahan Terbangun Persamaan yang dihasilkan dari hasil analisis regresi berganda untuk setiap perubahan adalah Y1= -0,29X1+0,20X2-0,14X3-0,13X4+0,90X10-0,19X15 Y2= 0,79X2+0,21X5+0,07X6+0,27X7-0,60X8+0,66X9-0,87X11-0,17X13-0,36X14-0,16X17 Y3= 0,37X2+0,28X4-0,43X10+0,39X11+0,17X15+0,16X16 Y4= 0,09X1-0,07X6+0,11X8+0,01X10+0,85X12+0,20X12+0,10X17 Dari hasil persamaan analisis untuk Y1 dapat dilihat bahwa kenaikan variabel Y1 sebanyak satu satuan diikuti dengan kenaikan variabel X2, dan X10 sebesar 0,20 satuan dan 0,90 satuan, kemudian diikuti dengan penurunan variabel X1, X3, X4, dan X5 dengan koefisien berturut-turut 0,29, 0,14, 0,13, dan 0,19 satuan. Pembacaan hasil analisis regresi untuk Y2, Y3, dan Y4 sama halnya dengan Y1. Persamaan regresi yang terdapat pada Tabel 20 untuk Y1, Y2, Y3, dan Y4 berturut-turut adalah 0,65; 0,43; 0,57; 0,84. Nilai R-square yang mendekati 1 menunjukkan bahwa pemilihan variabel penduga yang mempengaruhi variabel tujuan sudah relatif tepat. Dari hasil analisis regresi yang dilakukan tidak semua mendekati 1. Berdasarkan Tabel 19, nilai parameter hasil analisis regresi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu variabel yang berpengaruh sangat nyata p- level 0.05 dan variabel yang berpengaruh nyata p-level 0.05. Dari hasil persamaan analisis regresi untuk Y1 variabel yang berpengaruh sangat nyata adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi RTRW untuk pertanian, dan luas TPLB tahun 2003. Faktor yang berperan positif adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun dan luas TPLB pada tahun 2003, sedangkan yang berperan negatif adalah alokasi RTRW untuk pertanian. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi luas alokasi untuk lahan terbangun dan luas TPLB menyebabkan perubahan penggunaan lahan terbangun akan semakin meningkat. Luas TPLB yang tinggi diiringi dengan kebijakan pemerintah yang mengalokasikan untuk lahan terbangun memberikan peluang untuk terjadinya konversi lahan yang tinggi. Rendahnya luasan alokasi RTRW untuk pertanian menyebabkan tingginya perubahan TPLB menjadi lahan terbangun. Hal ini terkait dengan visi dan misi Kota Bekasi sebagai pusat permukiman, jasa, perdagangan, dan industri dengan tetap mempertimbangkan aspek hijau kota. Oleh karena itu, perlu pengawasan dan pengendalian agar tidak ada lagi bangunan-bangunan pada alokasi yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian. Variabel yang berpengaruh nyata pada Y1 memiliki koefisien negatif, yaitu alokasi untuk hutan kota, aksesibilitas ke kota atau kabupaten lain, dan pertambahan fasilitas pendidikan. Pertambahan fasilitas pendidikan yang tinggi menurunkan peluang terjadinya konversi lahan pertanian. Hal ini diduga karena fasilitas-fasilitas pendidikan didirikan pada lahan-lahan yang sudah terbangun sehingga tidak mengkonversi lahan pertanian. Aksesibilitas menuju kota atau kabupaten lain yang semakin jauh menurunkan peluang untuk terjadinya konversi lahan. Semakin dekat jarak dengan pusat kota maka kemungkinan konversi lahan menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Hal ini terkait dengan tingginya aktivitas ekonomi yang terjadi pada pusat kota. Pada hasil analisis regresi Y2, variabel yang berpengaruh sangat nyata adalah luas penggunaan lahan TPLK, kebun campuran, lahan terbangun tahun 2003, alokasi lahan terbangun, dan pertambahan fasilitas kesehatan. Variabel yang berperan positif adalah luas TPLK tahun 2003 dan alokasi lahan terbangun, sedangkan untuk variabel yang berperan negatif adalah luas lahan terbangun tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003, dan fasilitas kesehatan. Luas TPLK dan alokasi RTRW lahan terbangun yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan perubahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sementara itu, tingginya luas lahan terbangun dan kebun campuran pada tahun 2003, serta pertambahan fasilitas pendidikan menyebabkan kecilnya perubahan tersebut. Variabel yang berpengaruh nyata pada hasil analisis Y2 yang memiliki koefisien positif adalah aksesibilitas menuju kecamatan, pusat fasilitas sosial, dan pusat fasilitas ekonomi, sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah pertambahan fasilitas sosial dan jumlah penduduk. Semakin jauh jarak dari kecamatan dan pusat-pusat aktivitas menyebabkan peluang konversi lahan semakin tinggi. Hal ini diduga karena perubahan yang terjadi terkait dengan pengembangan lokasi aktifitas seperti perubahan menjadi kawasan industri yang memerlukan lahan luas dan harus jauh dari lokasi permukiman terkait dengan pembuangan limbah industri tersebut. Hasil analisis regresi Y3 untuk variabel sangat nyata menunjukkan terdapat 3 variabel yang berperan positif yaitu alokasi lahan terbangun, aksesibilitas ke kota lain, dan luas kebun campuran pada tahun 2003. Untuk variabel yang berperan negatif adalah luas TPLB tahun 2003. Tingginya luas alokasi lahan terbangun dan luas kebun campuran serta semakin dekat jarak menuju kota menyebabkan perubahan penggunaan lahan kebun campuran menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam RTRW terkait dengan alokasi untuk lahan terbangun. Hal ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mendirikan lahan-lahan terbangun untuk dijadikan sebagai tempat aktivitas ekonomi. Variabel-variabel yang pengaruh nyata dalam Y3 memiliki koefisien positif yaitu pertambahan fasilitas pendidikan dan ekonomi. Pembangunan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut mengurangi luas kebun campuran yang ada. Hal ini diduga karena fasilitas tersebut dibangun oleh warga- warga sekitar, seperti pembangunan toko-toko atau warung milik warga dan sekolah-sekolah di sekitar permukiman. Hasil analisis regresi Y4 untuk variabel yang berpengaruh sangat nyata menunjukkan terdapat 2 variabel positif yaitu luas lahan kosong pada tahun 2003 dan laju pertambahan fasilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya peningkatan laju pertambahan fasilitas sosial dan luasan lahan kosong menyebabkan perubahan penggunaan lahan kosong menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Variabel berpengaruh nyata pada Y4 yang memiliki koefisien positif adalah alokasi untuk pertanian, luas TPLB dan luas lahan terbangun 2003, jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki koefisien negatif adalah aksesibilitas ke pusat fasilitas sosial. Semakin tinggi luas TPLB pada tahun 2003 menyebabkan peluang untuk terjadinya perubahan menjadi lahan terbangun juga semakin tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan lahan TPLB sebelum menjadi lahan terbangun diusahakan untuk tidak digunakan untuk aktifitas pertanian, sehingga dibiarkan menjadi lahan kosong untuk waktu yang tidak lama, setelah itu baru didirikan bangunan-bangunan. Kemudahan aksesibilitas ke pusat fasilitas sosial menimbulkan peluang yang kecil untuk terjadinya konversi lahan kosong menjadi lahan terbangun. Hal ini mungkin disebabkan karena pembangunan aksesibilitas menuju pusat fasilitas sosial sudah berada pada area lahan terbangun.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN