Umum Model Penampang Menentukan Tegangan untuk Metode Pelaksanaan dengan Perancah di Sepanjang Bentang Menentukan Kuat Lentur Nominal

B H t b eff t w t f

BAB III METODE ANALISA DAN APLIKASI

3.1 Umum

Analisa dilakukan berbeda menurut metode pelaksanaan berdasarkan ada tidaknya perancah. Di samping itu, metode pelaksanaan dengan perancah juga akan dibedakan menurut sebaran perancah yang digunakan. Karena itu analisa yang dilakukan dalam tugas akhir menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Analisa untuk metode pelaksanaan tanpa perancah. 2. Analisa untuk metode pelaksanaan dengan perancah di sepanjang bentang. 3. Analisa untuk metode pelaksanaan dengan perancah di tengah bentang.

3.2 Model Penampang

Gambar 3.1 Model Penampang Analisis Dimana: b eff : lebar efektif pelat beton t : tebal pelat beton t w : tebal badan web profil baja H : tinggi profil baja t f : tebal sayap flens profil baja B : lebar profil baja

3.3 Material

Balok komposit yang akan dianalisis dalam penelitian ini tersusun dari material beton dan baja.

3.3.1 Baja

Sekitar akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, besi komponen utama penyusun baja, dalam bentuk besi tuang dan besi tempa, sudah mulai banyak digunakan untuk pembuatan struktur jembatan. Pada abad ke-19 muncul material baru yang merupakan logam paduan antara besi dan karbon. Material ini dinamakan baja. Material baja mengandung kadar karbon yang lebih sedikit daripada besi tuang, dan mulai digunakan dalam konstruksi-konstruksi berat. Pada tahun 1870, baja karbon mulai dapat diproduksi dalam skala besar dan secara perlahan material baja mulai menggantikan besi tuang sebagai elemen konstruksi Setiawan: 2008. Untuk dapat memahami perilaku suatu struktur baja, hal yang harus dipahami terlebih dahulu adalah sifat-sifat mekanik baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Gambar 3.2 menujukkan suatu hasil uji tarik material baja yang dilakukan pada suhu kamar serta dengan memberikan laju regangan yang normal. Gambar 3.2 Kurva Hubungan Tegangan f – Regangan ε Agus Setiawan: 2008 Tegangan nominal f yang terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu vertikal, sedangkan regangan ε yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula ΔLL diplot pada sumbu horizontal. Gambar 2.6 menunjukkan gambaran yang lebih detail dari perilaku benda uji hingga mencapai regangan sebesar ± 2. Gambar 3.3 Bagian Kurva Tegangan – Regangan yang Diperbesar Agus Setiawan: 2008 Titik-titik penting dalam kurva tegangan-regangan antara lain, adalah: f p : batas proporsional f e : batas elastis f yu , f y : tegangan leleh atas dan bawah f u : tegangan putus f e : batas elastis ε sb : regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening penguatan regangan ε u : regangan saat tercapainya tegangan putus Sifat-sifat mekanis baja struktural untuk perencanaan struktur baja ditetapkan dalam SNI 03-1729-2002 pasal 5.1.3 sebagai berikut: Modulus Elastisitas, E = 200.000 MPa Modulus Geser, G = 80.000 MPa Angka poisson, µ = 0,30 Koefisien muai panjang, α = 12.10 -6 o C Material baja sudah banyak digunakan dalam berbagai konstruksi. Sifat unggul material ini adalah ketahanannya yang sangat baik memikul tarik. SNI 03- 1729-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung menerangkan persyaratan minimum sifat mekanis baja struktural berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya yang akan digunakan dalam perencanaan sebagai berikut. Tabel 3.1 Sifat Mekanis Baja Struktural Jenis Baja Tegangan Putus Minimum, f u MPa Tegangan Leleh Minimum, f y MPa Peregangan Minimum BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20 BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13 Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, 2002

3.3.2 Beton

Beton adalah material yang berupa campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang berbentuk massa padat. Material beton memiliki sifat utama yaitu ketahanannya yang sangat baik dalam memikul gaya tekan. Kuat tekan beton f’ c dinyatkan dalam MPa. Berbagai kekuatan tekan yang akan dianalisi dalam penelitian ini yaitu: 20 MPa, 25 MPa, 30 MPa, 35 MPa, 40 MPa. Modulus elastisitas beton diberikan dalam SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, yaitu: c c f w E 041 , 5 , 1  3.1 dengan: w = berat jenis beton 2400 kgm 3 f’ c = kuat tekan beton berumur 28 hari MPa atau juga dapat digunakan dengan persamaan: c c f E 4700  3.2 Modulus elastisitas untuk perencanaan praktis pada berbagai kekuatan beton ditunjukkan dalam tabel berikut ini. Tabel 3.2 Nilai Modulus Elastisitas Beton f’ c psi E c psi f’ c MPa E c MPa 3000 3.150.000 21 21.700 3500 3.400.000 24 23.200 4000 3.640.000 28 25.000 4500 3.860.000 31 26.300 5000 4.070.000 35 28.000 Sumber: Struktur Baja, Desain dan Perilaku, Edisi Kedua Jilid 2, 1995

3.4 Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya merupakan pekerjaan yang cukup sulit. Sehingga pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Meskipun beban yang bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke elemen dalam suatu struktur umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jika beban-beban yang bekerja pada suatu struktur telah diestimasi, maka masalah berikutnya adalah menentukan kombinasi-kombinasi beban yang paling dominan yang mungkin bekerja pada struktur tersebut Setiawan: 2008.

3.4.1 Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedungbangunan yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing, mesin-mesin, serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedungbangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah berat struktur, pipa-pipa, saluran listrik, AC, lampu-lampu, penutup lantai, plafon Setiawan: 2008. Besarnya beban mati selalu tetap sepanjang umur konstruksi. Pada analisa balok komposit ini, beban mati bersumber dari berat sendiri material balok, yaitu berat pelat beton dan berat profil baja. Secara khusus untuk metode konstruksi tanpa perancah, bekisting dihitung sebagai beban mati sebelum beton mengeras. Berat jenis beton normal dapat diambil sebesar: w c = 2400 kgm 3 Untuk berat masing-masing profil baja dapat dilihat pada tabel profil baja atau dapat dihitung dengan mengambil berat jenis baja sebesar: w s = 7850 kgm 3 Berat bekisting per satuan luas dapat diambil sebesar: w b = 50 kgm 2 Beberapa contoh berat dari beberapa komponen bangunan penting yang digunakan untuk menentukan besarnya beban mati suatu gedungbangunan diperlihatkan dalam Tabel 3.3 berikut ini: Tabel 3.3 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung Bahan Bangunan dan Komponen Gedung Berat Bahan Bangunan Baja 7850 kgm 3 Beton 2200 kgm 3 Beton Bertulang 2400 kgm 3 Kayu kelas I 1000 kgm 3 Pasir kering udara sampai lembab 1600 kgm 3 Komponen Gedung Spesi dari semen, per cm tebal 21 kgm 2 Dinding bata merah ½ batu 250 kgm 2 Penutup atap genting 50 kgm 2 Penutup lantai ubin semen per cm tebal 24 kgm 2 Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, 1987

3.4.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu gedung. Beban hidup dapat berpindah-pindah dalam waktu yang tidak tetap. Oleh karena itu, besarnya beban hidup ini dapat berubah-ubah. Beban hidup dapat berupa beban orang, beban lalu lintas, peralatan yang dapat dipindah-pindah, dan lain-lain Setiawan: 2008. Pada analisa balok komposit ini, pembebanan diambil untuk bangunan gedung berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung Tahun 1987. Beban hidup untuk lantai gedung diambil untuk karakteristik perkantoran, pertokoan, rumah sakit, dan sejenisnya, yaitu: LL = 250 kgm 2 Beban hidup pada lantai gedung ditampilkan secara lengkap sebagai berikut. Tabel 3.4 Beban Hidup Pada Lantai Gedung Sumber: Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, 1987

3.5 Prosedur Analisis

3.5.1 Menentukan Karakteristik Umum Balok Komposit

3.5.1.1 Menentukan Lebar Efektif

Besarnya lebar efektif dari suatu komponen struktur komposit dapat ditentukan sesuai dengan SNI 03-1729-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung pasal 12.4.1 sebagai berikut: 1. Untuk balok-balok interior: 4 L b E  o E b b  2. Untuk balok-balok eksterior: 8 L b E  + jarak pusat balok ke tepi pelat o E b b 2 1  + jarak pusat balok ke tepi pelat Lebar efektif yang dipakai dipilih yang terkecil.

3.5.1.2 Menetukan Nilai Rasio Modulus

Gambar 3.4 Diagram tegangan pada sistem balok komposit Hubungan antara tegangan dan regangan baja dan beton dapat dinyatakan sebagai berikut: s c    3.3 atau: s s c c E f E f  3.4 c c c s s nf f E E f   3.5 dengan: E c = modulus elastisitas beton n = c s E E = rasio modulus Untuk perencanaan praktis, dapat digunakan nilai rasio modulus pada tabel berikut ini. ε c A c n y y b A c ε s f c f st f sb y t Tabel 3.3 Nilai Rasio Modulus n untuk Perencanaan Praktis f’ c psi Rasio Moduler n = E s E c f’ c MPa 3000 9 21 3500 8,5 24 4000 8 28 4500 7,5 31 5000 7 35 6000 6,5 42 Sumber: Struktur Baja, Desain dan Perilaku, Edisi Kedua Jilid 2, 1995

3.5.1.3 Menentukan Lebar Efektif Ekivalen

Lebar efektif ekivalen dihitung dengan persamaan berikut ini: n b b eff eq eff  3.6 Selanjutnya lebar efektif ekivalen ini menghasilkan penampang pelat beton yang baru yang disebut penampang beton transformasi. eq eff si transforma c b t A .  3.7

3.5.1.4 Menetukan Letak Garis Netral

Letak garis netral dihitung dengan persamaan sumbu berat sebagai berikut: s trans c s s c trans c netral A A y A y A y    . . 3.8

3.5.1.5 Menentukan Momen Inersia Penampang Transformasi

Momen inersia penampang dihitung dengan menggunakan teorema sumbu sejajar, dengan persamaan umum sebagai berikut: 2 3 2 12 1 c netral trans c eq eff netral s s x tr y y A t b y y A I I       3.9

3.5.1.6 Menentukan Beban yang Bekerja

Beban yang bekerja untuk analisa semua metode konstruksi adalah beban mati, yang terdiri dari: berat beton, berat bekisting, dan berat profil baja; dan beban hidup. Beban-beban di atas dapat di hitung dengan persamaan sebagai berikut: Berat beton: pelat c c b t w q . .  ;dengan w c = 2400 kgm 3 3.10 Berat bekisting: pelat b bekisting b w q .  ;dengan w b = 50 kgm 2 3.11 Berat profil baja: s s s A w q .  ;dengan w s = 7850 kgm 3 3.12 Beban mati: bk c s D q q q q    3.13 Beban hidup: l LL q L .  ; dengan LL = 250 kgm 2 3.14

3.6 Menentukan Tegangan untuk Metode Pelaksanaan Tanpa Perancah

3.6.1 Tahap 1: Pelat Beton Belum Mengeras

Pada tahap ini, beban seluruhnya dipikul oleh profil baja. Beban dihitung dengan menjumlahkan semua beban yang bekerja yaitu: berat profil baja, berat pelat beton, dan berat bekisting. Beban ini menimbulkan momen dengan persamaan di bawah ini: 2 max . 8 1 l q M D  3.15 Selanjutnya dihitung tegangan yang terjadi pada profil baja. Tegangan ini sama besar untuk serat atas dan serat bawah profil karena pelat beton sama sekali belum bekerja. x sb sa W M f f max   3.16

3.6.2 Tahap 2: Pelat Beton Sudah Mengeras

Pada tahap ini aksi komposit sudah bekerja. Beban yang dipikul aksi komposit ini adalah beban hidup. Tegangan pada masing-masing material dihitung sudah dengan momen inersia komposit I tr . Sebagai tambahan, tegangan pada pelat beton dihitung dengan memasukkan faktor rasio modulus n. Persamaan ditampilkan sebagai berikut: tr netral c I n y M f . . max  3.17   tr netral sa I t y M f   max 3.18   tr netral sb I y t H M f    max 3.19 Tegangan akhir pada metode pelaksanaan ini diperoleh dengan menjumlahkan tegangan yang terjadi pada kedua tahap.

3.8 Menentukan Tegangan untuk Metode Pelaksanaan dengan Perancah di Sepanjang Bentang

Selama beton belum mengeras, semua beban dipikul oleh perancah yang tersebar di sepanjang bentang. Hal ini menyebabkan tidak ada tegangan yang terjadi pada profil baja. Setelah beton mengeras dan aksi komposit bekerja, maka sistem komposit bekerja memikul beban mati dan beban hidup. Persamaan seperti ditampilkan pada analisa tahap 2 metode pelaksanaan tanpa perancah di atas. Hanya pada bagian ini, momen yang digunakan adalah momen akibat beban hidup dan beban mati.

3.9 Menentukan Tegangan untuk Metode Pelaksanaan dengan Perancah di Tengah Bentang

3.9.1 Tahap 1: Pelat Beton Belum Mengeras

Selama beton belum mengeras, keberadaan perancah menyebabkan timbulnya momen negatif di tengah bentang pada profil baja. Momen ini dihitung dengan persamaan: 2 2 8 1         l q M D 3.17 Tegangan yang terjadi pada profil baja selama tahap ini dihitung berdasarkan nilai momen negatif ini.

3.9.2 Tahap 2: Pelat Beton Sudah Mengeras

Saat pelat beton sudah mengeras dan perancah dilepaskan, pada tengah bentang timbul momen lentur akibat R B dan beban hidup dengan persamaan berikut ini: 2 8 1 4 1 l q l R M L B    3.17 dengan:        2 4 5 l q R D B 3.17 Tegangan yang terjadi dihitung dengan cara yang sama pada metode pelaksanaan dengan perancah di tengah bentang. Tegangan total yang terjadi pada balok komposit dihitung dengan menjumlahkan semua tegangan pada kedua tahap.

3.10 Menentukan Kuat Lentur Nominal

Kuat lentur nominal rencana suatu sistem struktur komposit ϕ b M n untuk momen positif, menurut SNI 03-1729-2002 pasal 12.4.2.1 ditetapkan sebagai berikut: a. untuk yf w f t h 1680  dengan ϕ b = 0,85 dan M n dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis pada penampang komposit. b. untuk yf w f t h 1680  dengan ϕ b = 0,90 dan M n dihitung berdasarkan superposisi tegangan- tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara perancah. Gambar 3.5 Simbol untuk Beberapa Variabel Penampang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, 2002

3.11 Pemeriksaan Lendutan