Metode Konstruksi Balok Komposit Alat Penyambung Geser

o E b b  2. Untuk balok-balok eksterior: 8 L b E  + jarak pusat balok ke tepi pelat o E b b 2 1  + jarak pusat balok ke tepi pelat Lebar efektif yang dipakai dipilih yang terkecil. Gambar 2.9 Lebar Efektif Struktur Komposit Agus Setiawan: 2008

2.4. Metode Konstruksi Balok Komposit

Perancangan balok komposit disesuaikan dengan metode pelaksanaan yang digunakan di lapangan. Tegangan yang terjadi akibat beban pada balok komposit bergantung pada cara pelaksanaan konstruksi balok tersebut. Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan di lapangan, yaitu dengan pendukung perancah danatau tanpa pendukung. Perancah sementara adalah penahan beban gravitasi yang dipasang pada bagian bawah profil baja yang diletakkan pada interval tertentu di sepanjang bentang balok dan diantara perletakan tetap balok Smith: 1991. Pada metode konstruksi tanpa perancah, balok baja akan mendukung beban mati primer selama beton belum mengeras. Konstruksi ini adalah metode pelaksanaan yang paling sederhana. Konstruksi dimulai dengan meletakkan balok baja yang akan dipakai untuk menyanggah atau mendukung bekisting pelat beton. Dalam hal ini balok baja yang bekerja secara tidak komposit yakni berdiri sendiri memikul berat bekisting, beton basah, dan beratnya sendiri. Setelah beton mengering dan perancah dilepaskan, maka aksi komposit mulai bekerja pada balok. Semua beban mati dan beban hidup yang bekerja setelah perancah dilepas, dipikul oleh balok yang telah bekerja secara komposit ini. Untuk metode konstruksi dengan perancah, selama beton belum mengeras, beban mati primer akan dipikul oleh pendukung sementara. Dalam hal ini perancah akan memikul balok baja, bekisting, dan beton basah sehingga tidak ada tegangan yang terjadi pada balok baja selama beton belum mengeras dan sebelum perancah dilepaskan. Setelah beton mengeras dan penunjang dilepas, maka aksi komposit akan bekerja pada balok komposit untuk memikul seluruh beban, baik beban mati maupun beban hidup Salmon: 1995.

2.5 Konsep LRFD dalam Perencanaan Struktur

Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja adalah perencanaan tegangan kerjaworking stress design Allowable Stress DesignASD dan perencanaan kondisi bataslimit state design Load and Resistance Factor DesignLRFD. Metode ASD dalam perencanaan struktur baja telah digunakan dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun. Dan dewasa ini, prinsip perencanaan struktur baja mulai beralih kepada konsep LRFD yang jauh lebih rasional dengan berdasarkan pada konsep probabilitas. Penelitian yang dilakukan terhadap kedua metode ini dengan meninjau penggunaan penghubung geser menunjukkan bahwa perencanaan dengan menggunakan metode LRFD lebih baik daripada metode ASD. Dari hasil penelitian, didapati bahwa penghematan penggunaan penghubung geser dengan metode LRFD dari segi jumlah penghubung geser maupun jarak penghubung geser rata-rata mencapai 25-30. Dengan penghematan yang diperoleh maka penggunaan metode ASD sudah dapat ditinggalkan dan diganti dengan merencanakan menggunakan metode LRFD Marsiono: 2009. Dalam metode LRFD tidak diperlukan analisa probabilitas secara penuh, terkecuali untuk situasi-situasi yang tidak umum yang tidak diatur dalam peraturan. Secara umum, suatu struktur dikatakan aman apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: i i n Q R    2.4 Persamaan kiri dari persamaan 2.4 di atas menggambarkan tahanan atau kekuatan dari sebuah komponen atau sistem struktur. Sedangkan bagian kanan persamaan menggambarkan beban yang harus dipikul struktur tersebut. Jika tahanan nominal R n dikalikan suatu faktor tahanan ϕ maka akan diperoleh tahanan rencana. Namun demikian, berbagai macam beban beban mati, beban hidup, beban gempa, dan lain-lain pada bagian kanan persamaan 2.4 dikalikan dengan suatu faktor beban γ i untuk mendapatkan jumlah beban terfaktor ∑γ i Q i Setiawan: 2008.

2.5.1 Faktor Beban dan Kombinasi Beban

Dalam persamaan 2.4 di atas terlihat dengan jelas bahwa tahanan rencana harus melebihi jumlah dari beban-beban kerja dikalikan dengan suatu faktor beban. Penjumlahan beban-beban kerja ini yang dinamakan sebagai kombinasi pembebanan. Menurut peraturan baja Indonesia, SNI 03-1729-2002 pasal 6.2.2 mengenai kombinasi pembebanan, dinyatakan bahwa dalam perencanaan suatu struktur baja haruslah diperhatikan jenis-jenis kombinasi pembebanan yang ditetapkan sebagai berikut: a. 1,4D 2.4-1 b. 1,2D + 1,6L + 0,5L a atau H 2.4-2 c. 1,2D + 1,6L a atau H + γ L .L atau 0,8W 2.4-3 d. 1,2D + 1,3W + γ L .L + 0,5L a atau H 2.4-4 e. 1,2D ± 1,0E + γ L .L 2.4-5 f. 0,9D ± 1,3W atau 1,0E 2.4-6 Keterangan: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air W adalah beban angin E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03 –1726–1989, atau penggantinya dengan, γ L = 0,5 bila L 5 kPa, dan γ L = 1 bila L ≥ 5 kPa. Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan 2.4-3, 2.4-4, dan 2.4-5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.

2.5.2 Faktor Tahanan

Faktor tahanan dalam perencanaan struktur berdasarkan metode LRFD, ditentukan dalam SNI 03-1729-2002 ditampilkan sebagai berikut: Tabel 2.2 Faktor Tahanan Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, 2002

2.5.3 Struktur Lentur

Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan kombinasi dari elemen tekan dan elemen tarik. Karena itu, konsep dari komponen struktur tarik dan tekan akan dikombinasikan dalam analisa struktur lentur Setiawan: 2008. Persamaan umum perhitungan tegangan akibat lentur dapat digunakan pada kondisi yang umum, yaitu: I c M    2.5 Tegangan lentur pada penampang profil yang mempunyai minimal satu sumbu simetri, dan dibebani pada pusat gesernya, dapat dihitung dengan persamaan: y y x x S M S M f   2.6 dengan x y y y x x c I S dan c I S   2.7 sehingga y x y x y x I c M I c M f     2.8 Dengan: f = tegangan lentur M x , M y = momen lentur arah x dan y S x , S y = modulus penampang arah x dan y I x , I y = momen inersia arah x dan y c x , c y = jarak dari titik berat ke tepi serat arah x dan y Berikut ini ditampilkan beberapa penampang yang mempunyai minimal satu sumu simetri. y x x c I S  x y y c I S  y x x c I S  Gambar 2.10 Modulus Penampang Berbagai Tipe Profil Simetri Agus Setiawan: 2008.

2.5.3.1 Balok Terkekang Lateral

Distribusi tegangan pada sebuah penampang WF akibat momen lentur, diperlihatkan pada Gambar 2.6. Pada daerah beban layan, penampang masih elastis Gambar 2.6a, kondisi elastik berlangsung hingga tegangan pada serat terluar mencapai kuat lelehnya f y . Setelah penampang mencapai regangan leleh ε y , regangan akan terus naik tanpa diikuti kenaikan tegangan Gambar 2.7. Gambar 2.11 Distribusi Tegangan pada level Beban Bekerja Agus Setiawan: 2008 Pada saat kuat leleh tercapai pada serat terluar Gambar 2.6b, tahanan momen nominal sama dengan momen leleh M yx , yang besarnya adalah: y x yx x f S M M   2.9 Ketika keadaan pada Gambar 2.6d tercapai, semua serat dalam penampang melampaui regangan lelehnya, dan keadaan ini dinamakan kondisi plastis. Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen plastis M p , yang besarnya: Z f dA y f M y A y p       2.10 Dengan Z dikenal sebagai modulus plastis. Gambar 2.12 Diagram Tegangan-Regangan Material Baja Agus Setiawan: 2008 Ketika tahanan momen plastis M p tercapai, penampang akan terus mengalami deformasi dengan tahanan lentur konstan sebesar M p . Kondisi ini dinamakan sendi plastis. Pada suatu balok dengan perletakan sederhana sendi- rol, keberadaan sendi plastis pada daerah tengah bentang akan menimbulkan suatu kondisi yang tidak stabil. Keadaan ini dinamakan sebagai mekanisme keruntuhan. Secara umum, kombinasi dari 3 sendi sendi sebenarnya dan sendi plastis akan mengakibatkan mekanisme keruntuhan Setiawan:2008.

2.5.3.2 Desain Balok Terkekang Lateral

Tahanan balok dalam desain LRFD harus memenuhi persyaratan: u n b M M   2.11 Dengan: ϕ b = 0,90 M n = tahanan momen nominal M u = momen lentur akibat beban terfaktor Dalam perhitungan tahanan momen nominal dibedakan antara penampang kompak, tak kompak, dan langsing seperti halnya saat membahas batang tekan. Batasan penampang kompak, tak kompak, dan langsing adalah: 1. Penampang kompak : λ λ p 2. Penampang tak kompak : λ p λ λ r 3. Langsing : λ λ r Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan penampang kompak adalah: y p n f Z M M    2.12 Dengan: M p = tahanan momen plastis Z = modulus plastis f y = kuat leleh Gambar 2.13 Tahanan Momen Nominal Penampang Kompak dan Tak Kompak Agus Setiawan: 2008. Tahanan momen nominal pada saat λ λ r adalah:   S f f M M r y r n     2.13 Dengan: f y = tahanan leleh f r = tegangan sisa S = modulus penampang Besarnya tegangan sisa untuk penampang gilas panas f r = 70 MPa, dan untuk penampang yang dilas f r = 115 MPa. Untuk penampang tak kompak dengan nilai λ p λ λ r , maka besarnya tahanan momen nominal dihitung dengan melakukan interpolasi linear. Langkah ini menghasilkan persamaan sabagai berikut: r p r p p p r r n M M M               2.14 Dengan: λ = kelangsingan penampang balok = b2t f λ r , λ p = ditampilkan dalam tabel 7.5-1 Peraturan Baja SNI 03-1729-2002

2.5.3.3 Beban Terpusat pada Balok

Ketika menerima beban terpusat, balok akan mengalami leleh lokal akibat tegangan tekan yang tinggi diikuti dengan terjadinya tekuk inelastik pada daerah web yaitu di sekitar lokasi beban terpusat tersebut. Gaya tumpu perlu R u pada pelat web harus memenuhi: n u R R    2.15 Dengan: ϕ = faktor reduksi R n = kuat tumpu nominal pelat web akibat beban terpusat Jika persamaan 2.15 dipenuhi, maka tidak diperlukan pengaku stiffener pada pelat web. Besarnya R u ditentukan menurut SNI 03-1729-2002 dan ditampilkan sebagai berikut: 1. Lentur lokal pada flens flange local buckling yf f n f t R    2 25 , 6 2.16 ϕ = 0,90 t f = tebal pelat sayap yang dibebani gaya tekan tumpu 2. Leleh lokal pada web local web yielding   w yw n t f N k R       2.17       d j d j 5 , 2 5  ϕ = 1,0 k = tebal pelat sayap ditambah jari-jari peralihan mm N = dimensi longitudinal pelat perletakan, minimal sebesar k mm N = panjang dukung ≥ k k = jarak antara muka sayap terluar ke kaki lengkungan badan R = beban terpusat yang disalurkan ke gelagar Gambar 2.14 Balok dengan Beban Terpusat Agus Setiawan: 2008 3. Lipat pada web local web crippling u f yf f w w n t t f E t t t R                      5 , 1 2 1   2.18 ϕ = 0,75                        2 , : 2 , 4 2 , : 3 2 39 , 3 ; 2 79 , d N bila d N d N bila d N d j d N d j     4. Tekuk web bergoyang sidesway web buckling Gambar 2.15 Tekuk Web Bergoyang Agus Setiawan: 2008. Ada dua kondisi pada tekuk web bergoyang: a. Jika sisi tekan flens dikekang terhadap rotasi pada posisi kerja R u : untuk 3 , 2   b f w L b t h                     3 2 3 4 , 1 b f w f w r n L b t h h t t E C R 2.19 Jika 3 , 2   b f w L b t h → R n → ∞ b. Jika sisi tekan flens tak dikekang terhadap rotasi untuk 7 , 1   b f w L b t h                    3 2 3 4 , b f w f w r n L b t h h t t E C R 2.20 Jika 7 , 1   b f w L b t h → R n → ∞        y y r M M untuk M M untuk C : 62 , 1 : 25 , 3 ϕ = 0,85 5. Lentur pada pelat web yw w n f E h t R    3 08 , 24 2.21 ϕ = 0,90

2.6 Konsep LRFD pada Balok Komposit

Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD mengacu pada penentuan kekuatan batas penampang. Kekuatan batas penampang komposit bergantung pada kekuatan leleh dan sifat penampang balok baja, kekuatan pelat beton, dan kapasitas interaksi alat penyambung geser yang menghubungkan balok dengan pelat atau juga dikenal dengan aksi komposit. Pengertian yang lebih jelas tentang kelakuan komposit akan diperoleh dengan baik ketika kekuatan batas sistem komposit dinyatakan dalam kapasitas momen batas. Penetapan kapasitas momen batas ini juga akan memberi ukuran faktor keamanan sistem komposit yang lebih tepat. Faktor keamanan yang sebenarnya adalah rasio kapasitas momen batas dengan momen yang sesungguhnya bekerja. Pada pembahasan berikut ini, sambungan antara pelat dan balok dianggap memadai, baik untuk untuk kondisi pelat beton “memadai” atau “tidak memadai” dibanding dengan kapasitas leleh tarik dari balok. Pemindahan gaya geser juga dianggap terjadi secara sempurna di pertemuan baja-beton. Untuk penyederhanaan analisis, dibuatlah beberapa asumsi dasar yang akan membantu perumusan kapasitas momen batas komposit ini. Dalam penentuan kapasitas momen batas, beton dianggap hanya menerima tegangan tekan. Walaupun beton juga memiliki kemampuan menahan tegangan tarik dalam tingkat tertentu yang terbatas, kekuatan tarik beton pada regangan yang terjadi selama perumusan kapasitas momen plastis ini dapat diabaikan Salmon: 1995. a b c Gambar 2.16 Kuat Lentur Nominal Berdasarkan Distribusi Tegangan Plastis Agus Setiawan: 2008 Penentuan kapasitas momen batas bergantung pada letak garis netral. Garis netral dapat berpotongan pada pelat beton atau dapat juga berpotongan pada balok baja. Jika garis netral berpotongan pada pelat beton, maka pelat beton dapat dikatakan memadai, yang berarti bahwa pelat mampu menahan gaya tekan total. Jika garis netral berpotongan pada balok baja, maka pelat beton dianggap tidak memadai, yang berarti bahwa pelat beton hanya mampu menahan sebagian dari gaya tekan dan sisanya ditahan oleh balok baja.

2.6.1 Garis Netral Berpotongan pada Pelat Beton

Keadaan untuk garis netral yang berpotongan pada pelat ditunjukkan oleh Gambar 2.11b. Dengan memakai anggapan blok tegangan segi empat Whitney, yaitu tegangan merata sebesar 0.85 f’ c yang bekerja sepanjang tinggi a, maka gaya tekan batas C didapat melalui persamaan: a b f C eff c . . . 85 ,  2.22 Gaya tarik batas T adalah kekuatan leleh balok kali luasnya: y s f A T .  2.23 Dengan menyamakan antara harga C dan T maka didapat harga a, yaitu sebesar: eff c y s b f F A a . . 85 ,  2.24 Dengan: t a  Dari gambar juga didapat nilai d 1 yaitu: 2 2 1 a t d d    2.25 Dengan demikian didapat kapasitas momen batas M u menjadi: 1 1 . . d T d C M u   2.26 Karena pelat beton dianggap memadai, maka pelat mampu menahan gaya tekan yang sama dengan kapasitas leleh balok baja penuh. Dengan merumuskan momen batas sebagai fungsi dari gaya pada baja, diperoleh persamaan:          2 2 . a t d f A M y s u 2.27 dengan: C = gaya tekan pada balok baja f’ c = tegangan ijin tekan beton f y = tegangan leleh baja b eff = lebar efektif pelat d = tinggi balok baja t = tebal pelat Prosedur yang umum ialah menentukan tinggi blok tegangan a dengan Persamaan 2.24, dan jika didapati bahwa a lebih kecil dari tebal pelat t, maka asumsi harus diubah. Hal ini menyatakan bahwa pelat beton tidak cukup kuat untuk mengimbangi gaya tarik yang timbul pada profil baja.

2.6.2 Garis Netral Berpotongan pada Balok Baja

Pada keadaan dimana didapati bahwa tinggi blok tegangan a yang dihitung dengan persamaan 2.24 melampaui tebal pelat t, distribusi tegangan akan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.11c. Pada keadaan ini, maka garis netral berpotongan pada balok baja. Dengan demikian maka gaya tekan batas pada pelat beton C c menjadi: t b f C eff c c . . . 85 ,  2.28 Gaya tekan pada balok baja yang dihasilkan oleh bagian balok yang berada di atas garis netral ditunjukkan pada Gambar 2.11c sebagai C s sebesar: y s s f A C .  2.29 Gaya tarik batas T’ yang sekarang menjadi lebih kecil dari A s f y . Gaya tarik ini harus sama dengan jumlah gaya-gaya tekan, seperti ditunjukkan persamaan berikut: s c C C T   2.30 Juga diketahui: s y s C f A T   . 2.31 Dengan menyamakan Persamaan 2.30 dan 2.31 sebagai berikut: s y s s c C f A C C    . 2.32 Maka diperoleh nilai C s menjadi: 2 c y s s C f A C   2.33 Dengan mensubstitusi nilai C c didapat: 2 . . . 85 , t b f f A C eff c y s s   2.34 Dengan menyertakan gaya tekan C c dan C s , persamaan kapasitas momen batas M u untuk keadaan garis netral yang berpotongan pada balok menjadi: 2 2 . . d C d C M s c u   2.35 Dimana d’ 2 dan d” 2 adalah lengan momen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11c. Pada keadaan garis netral yang berpotongan pada balok, balok baja dianggap mengalami regangan plastik tarik dan tekan pada keadaan batas. Hal ini berarti bahwa penampang baja tersebut memenuhi persyaratan penampang terpadu compact. Penampang terpadu adalah penampang yang memiliki proporsi yang memungkinkan penampang tersebut mengembangkan kapasitas momen plastisnya Salmon: 1995.

2.7 Alat Penyambung Geser

Sistem komposit, yang dalam hal ini adalah balok komposit, yang menerima pembebanan akan mengalami gaya geser horisontal yang timbul antara pelat beton dan balok baja. Gaya geser horisontal ini harus ditahan selama pembebanan agar penampang komposit dapat bekerja secara monolit. Gambar 2.17 Alat penyambung geser yang umum Charles G. Salmon: 1995 Untuk mengatasinya dibuatlah alat penyambung geser mekanis yang disambungkan ke puncak balok. Gambar 2.12 menunjukkan berbagai alat penyambung geser yang umum digunakan. Untuk mencapai kesatuan pada penampang komposit, alat penyambung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan interaksi penuh seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2c. Kondisi ideal ini akan membutuhkan alat penyambung yang sangat kuat. Berdasarkan bidang geser balok dengan beban merata seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13, maka dapat disimpulkan bahwa alat penyambung geser yang dibutuhkan pada daerah ujung-ujung bentang lebih banyak dari pada yang dibutuhkan pada daerah tengah bentang. Gambar 2.18 Bidang gaya geser untuk beban merata dan distribusi tegangan geser pada penampang komposit baja-beton Charles G. Salmon: 1995 Perhatikan distribusi tegangan geser yang ditunjukkan pada Gambar 2.13b di mana tegangan v 1 harus ditahan oleh sambungan antara pelat dan balok. Tegangan akibat beban kerja pada balok seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13 bervariasi mulai dari nol sampai maksimum di tumpuan. Selanjutnya, tinjaulah keseimbangan potongan elementer pada balok seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gaya geser per satuan jarak sepanjang bentang adalah: I VQ b v dx dC eff   1 2.36 Karena itu, jika suatu alat penyambung memiliki kapasitas ijin sebesar q, maka jarak antara p maksimum untuk menghasilkan kapasitas yang diperlukan adalah: I VQ q p  2.37 Gambar 2.19 Gaya yang diperlukan dari alat penyambung geser pada beban kerja Charles G. Salmon: 1995 Dengan menerapkan konsep kekuatan batas, maka setiap alat penyambung geser pada momen lentur batas akan memikul bagian yang sama besar dari gaya tekan maksimum total yang timbul pada pelat beton. Dengan memperhatikan Gambar 2.13a, maka hal ini berarti bahwa alat penyambung geser diperlukan untuk memindahkan gaya tekan yang timbul pada pelat beton di tengah bentang ke balok baja dalam jarak L2, karena tidak terjadi gaya tekan pada pelat beton di ujung bentang yang besar momennya nol. Gaya tekan batas yang harus ditahan oleh alat penyambung geser tidak bisa melampaui gaya yang dapat dipikul oleh beton: t b f C eff c maks . . . 85 ,  2.38 Atau jika gaya tarik batas di dasar pelat beton lebih kecil dari C maks , maka: y s maks f A T .  2.39 Jadi, jika suatu alat penyambung memiliki kapasitas batas q ult , jumlah total alat penyambung N yang diperlukan antara titik momen lentur maksimum dan momen nol adalah: ult maks q C N  2.40 atau ult maks q T N  2.41 Nilai yang diambil dari persamaan di atas adalah yang terkecil. Menurut metode kekuatan batas, jumlah alat penyambung total yang diperlukan disebar merata sepanjang daerah balok antara titik momen lentur nol dan titik momen lentur maksimum. Secara analitis, penentuan kapasitas alat penyambung geser sangat rumit. Hal ini disebabkan karena alat penyambung geser yang dapat mengalami perubahan bentuk ketika menerima pembebanan. Demikian juga dengan beton yang mengelilinginya juga merupakan material yang dapat mengalami perubahan bentuk. Selanjutnya, besarnya deformasi yang dialami alat penyambung geser juga bergantung pada faktor-faktor lain, seperti: - bentuk alat penyambung geser, - ukuran alat penyambung geser, - letak alat penyambung geser pada balok, - letak momen maksimum, dan - cara pemasangan alat penyambung geser ke sayap atas balok baja. Selain itu, ada juga alat penyambung geser tertentu yang dapat meleleh sedemikian rupa pada saat menerima pembebanan. Keadaan ini menimbulkan gelinciran antara pelat beton dan balok baja. Apabila hal ini terjadi, alat penyambung geser yang letaknya bersebelahan akan menerima gaya geser tambahan Salmon: 1995. Oleh karena perilaku alat penyambung geser yang sangat rumit, kapasitasnya tidak hanya didasarkan pada analisa teoritis. Untuk mengembangkan pendekatan yang rasional, telah dilakukan sejumlah kajian dengan tujuan untuk menentukan kekuatan berbagai jenis alat penyabung geser. Dari berbagai kajian yang dilakukan diambil kesimpulan bahwa alat penyambung geser tidak akan gagal jika beban rata-rata pada satu alat penyambung lebih rendah dari gaya yang mengakibatkan gelinciran residu 0,003 inci 0,076 mm antara pelat beton dan balok baja. Besarnya gelinciran juga merupakan fungsi dari kekuatan beton yang mengelilingi alat penyambung geser. Pengkaitan kapasitas alat penyambung geser dengan gelinciran yang ditetapkan mungkin realistis untuk perencanaan jembatan yang kekuatan lelahnya sangat penting. Hanya, tindakan pengkaitan ini dipandang terlalu konservatif terhadap beban runtuh. Sebutan kapasitas batas yang digunakan sebelum tahun 1965 didasarkan pada pembatasan gelincir. Hal ini mengakibatkan dihasilkannya kapasitas sekitar sepertiga dari kekuatan batas yang diperoleh bila kegagalan alat penyambung yang sesungguhnya dijadikan kriteria yang ikut menentukan kapasitas batas alat penyambung. Apabila kekuatan lentur batas penampang komposit dijadikan dasar perencanaan, maka alat penyambung geser harus mampu memenuhi keseimbangan pelat beton antara titik momen nol dan titik momen maksimum, seperti yang telah dibahas dalam penurunan Persamaan 2.19, 2.20, 2.21, 2.22. Gelinciran bukanlah kriteria untuk syarat keseimbangan ini. Persamaan yang diterima untuk menentukan kapasitas batas alat penyambung geser adalah sebagai berikut: 1. Alat penyambung stud berkepala headed stud atau stud pancing hooked stud seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4a. Kapasitas batasnya ditentukan dengan persamaan: c c s ult E f d q 4 , 2  2.42 untuk 4  s d H dengan: H = tinggi stud inci d s = diameter stud q ult = kapasitas alat penyambung lb f’ c = kekuatan tekan beton 28 hari psi E c = modulus elastisitas beton psi ditunjukkan oleh Gambar 2.20 Stud berkepala yang sudah terpasang pada pelat atas profil baja Charles G. Salmon: 1995 2. Alat penyambung kanal, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4b. Kapasitas batasnya ditentukan sebagai berikut:   c ult f W t h q 5 , 550   2.43 dengan: h = tebal rata-rata kanal inci t = tebal badan kanal inci W = panjang alat penyambung kanal inci

2.8 Lendutan