IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Pengelolaan Blok Agroforestri
Hutan Penelitian Benakat mempunyai sejarah pengelolaan yang cukup panjang, dimulai dengan proyek kerjasama luar negeri antara Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Jepang pada Tahun 1979. Proyek tersebut dikenal dengan nama Technical Cooperation for the Trial Plantation Project in Benakat,
South Sumatera ATA-186. Proyek Benakat ATA-186 berakhir tahun 1986, namun demikian proyek pengembangan teknologi reboisasi mekanis masih
dilanjutkan sampai dengan tahun 1991 atas bantuan pemerintah Jepang JICA. Latar belakang lahirnya proyek kerjasama ini adalah adanya keprihatinan
meluasnya lahan alang-alang di Sumatera dan Kalimantan akibat praktik perladangan berpindah dan eksploitasi hutan yang tidak dilanjutkan dengan
rehabilitasi. Patut diketahui bahwa pada saat itu pengalaman rimbawan dalam melakukan penanaman di areal alang-alang masih sangat kurang Rimbawanto
2004. Penanaman tahunan dimulai pada tahun tanam 19801981 sampai
19831984 adalah masing-masing seluas 200 ha, 400 ha, 700 ha dan 800 ha. Setiap petak tanaman mempunyai luasan yang hampir sama yaitu 50 ha. Sesuai
dengan rancangan pengujian yang akan dilakukan areal penanaman dibagi menjadi 3 blok yaitu Blok A untuk growth increment test, Blok B untuk
mechanization test dan Blok C untuk species introduction test. Pada tahun 1982, kegiatan proyek diperluas dengan menangani aspek
agroforestri. Kegiatan ini ditujukan untuk mengetahui kombinasi tanaman pertanian dan kayu yang paling menguntungkan, memberikan pilihan kepada
masyarakat setempat untuk memperoleh sumber penghasilan selain upah, membangun jaringan masyarakat untuk melindungi hutan. Kawasan hutan yang
dipersiapkan untuk ujicoba aspek agroforestri adalah seluas 400 hektar, yang kemudian dikenal sebagai Blok Agroforestri atau Areal Tumpangsari.
Rancangan pembangunan Blok Agroforestri meniru ―Magersaren‖ atau tumpangsari yang dilakukan Perhutani di Jawa. Untuk keperluan ini dibangun 30
rumah sederhana untuk petani peserta program, pendopo pertemuan petani, kolam air, kebun buah, areal hijauan ternak, dan petak-petak penanaman
tanaman kayu. Petani peserta didatangkan dari Dusun Benakat Minyak, Talang Simpang Solar, dan Dusun Suban Ulu. Mereka umumnya adalah peladang
31 berpindah yang sebelumnya telah ikut membantu pengerjaan Proyek Reboisasi
dan ATA-186. Keadaan umum areal Blok Agroforestri pada saat awal dibangun berupa
hamparan alang-alang. Rancangan lapangan Agroforestri disusun dalam rangkaian rotasi penanaman tanaman kayu, yaitu dari jenis Acacia mangium dan
Eucalyptus deglupta Gambar 4. Proyek ini direncanakan berlangsung selama 10 tahun.
Gambar 4 Rancangan ujicoba pengembangan agroforestri di Benakat tahun 1982-1992 Sumber: Dirjen RRL 1988, dimodifikasi.
32 Daur tanaman pokok diasumsikan selama 10 tahun. Setiap tahun akan
dibangun 30 petak tanaman pokok berukuran masing-masing satu hektar. Pembersihan lahan dilakukan secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan
bajak I dan II, diakhiri dengan penggaruan. Peserta agroforestri berperan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok, dengan kompensasi
upah. Setelah itu mereka diperbolehkan menggunakan petak tersebut untuk kegiatan pertanian tanaman semusim sampai tanaman pokok berumur 2 tahun.
Dengan demikian, setelah tahun pertama kegiatan, setiap kepala keluarga kk dapat mengelola 2 hektar tanaman semusim. Setelah tanaman pokok berumur
10 tahun diasumsikan masak tebang, petani peserta akan mendapat upah dari kegiatan pemanenan dan kembali dapat memanfaatkan lahan tersebut pada daur
kedua. Pada saat itu, akses masyarakat terdapat hasil tanaman pokok kayu belum terpikirkan.
Selama masa proyek, berbagai kegiatan penelitian telah dilakukan oleh pihak Departeman Kehutanan. Pertumbuhan tanaman dan kondisi sosial
ekonomi peserta program agroforestri dipantau setiap tahun. Ujicoba teknik agroforestri juga cukup intensif dilakukan, seperti penanaman kopi di bawah
tanaman pokok dan introduksi beragam tanaman pangan. Selama masa 1982 hingga 1988, Blok Agroforestri merupakan pusat penyuluhan dan pelatihan teknik
reboisasi di lahan alang-alang dan penanganan peladang berpindah di Sumatera. Kinerja kawasan ini dirasakan mulai menurun setelah terjadi
perubahan organisasi pengelola. Intensitas pengelolaan Blok Agroforestri cenderung menurun setelah
Proyek ATA-186 berubah menjadi Balai Teknologi Reboisasi BTR, di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan pada tahun
1986 dan kemudian Badan Penelitian dan Pengembangan Litbang Kehutanan pada tahun 1988. Minimnya anggaran dan sumberdaya manusia serta mulai
beragamnya fokus kegiatan litbang dianggap sebagai kendala dalam mengelola areal ini Rimbawanto 2004. Pada tahun 1990-an, kantor Balai Teknologi
Reboisasi dipindahkan dari Benakat ke Palembang. Sejak saat itu, pengelolaan Blok Agroforestri kehilangan visi dan tujuan yang jelas.
Hasil-hasil Proyek Benakat ATA-186 dimanfaatkan untuk membangun hutan tanaman industri. Pada awal dekade 1990-an, PT. Musi Hutan Persada
MHP menanami seluruh kawasan hutan produksi di Benakat dengan jenis Acacia mangium. Perubahan tata guna lahan di sekitar Blok Agroforestri ini
33 cukup memengaruhi tekanan dan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan
budidaya tanaman kehutanan ini. Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1994 dan 1997 merusak
sebagian besar tanaman di Blok Agroforestri. Kerusakan petak-petak tanaman ini dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Benakat Minyak menjadi areal penanaman
tanaman semusim yang dilanjutkan dengan penanaman karet. Aksi ini menjadi marak pada masa reformasi tahun 1998.
Masyarakat peserta agroforestri yang bermukim di dalam kawasan menunjukkan kegelisahannya atas pengabaian keadaan lapangan yang
dilakukan pihak pengelola Departemen Kehutanan dengan ikut pula menanam karet di koridor petak. Kegelisahan dan pembenaran atas aksi yang dilakukan
peserta agroforestri ini, seperti diungkapkan oleh Mat Tayib, Kepala Dusun Tumpangsari
1
: ―Dulu tahun 1982an kami dijadikan peserta penelitianprogram
tumpangsari dengan caro neken kontrak selama 2 dua tahun. Pihak
kehutanan proyek JICA pergi begitu saja, tanpa kejelasan program lanjutan. Kami merasa tertipu. Na, Kayu yang masih ado ni akhirnya
habis oleh cukong kayu, kami cuman nonton bae. Masyarakat akhirnyo memanfaatkan lahan koridor untuk nanam karet, dan sudah itu
menanami hampir seluruh areal tumpang sari dengan karet setelah terjadi kebakaran tahun 1997 dan sesudah penebangan sengon oleh
BTR Palembang”. Pada tahun 2004, Menteri Kehutanan menetapkan Hutan Penelitian
Benakat, termasuk Blok Agroforestri sebagai Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus KHDTK Hutan Penelitian, melalui Surat Keputusan No. 111 tanggal 24
April 2004. Semangat untuk merevitalisasi kembali Hutan Penelitian Benakat makin kuat setelah Badan Litbang Kehutanan menandatangani nota
kesepahaman dengan PT. MHP guna menghindari kerusakan yang lebih parah terhadap kawasan ini. Namun hingga penelitian ini akan dilaksanakan, Blok
Agroforestri belum tersentuh tindakan manajemen sama sekali. Pemanfaatan areal Blok Agroforestri menjadi perkebunan karet oleh
sebagian masyarakat Desa Benakat Minyak dan Semangus merupakan bentuk
1
Diungkapkan pada saat wawancara kelompok fokus di Dusun Tumpangsari Desa Semangus, 4 Agustus 2007.
34 aktivitas yang saat ini berlangsung. Secara faktual, penguasaan sumberdaya
2
Blok Agroforestri berada pada pemanfaat lahan dari kedua desa itu. Ketika areal telah menjadi kebun karet, maka pemanfaat diakui secara sosial memiliki hak
untuk melarang siapapun memasuki lahan tersebut dan bebas melakukan transaksi jual beli atas aset di dalamnya.
4.2. Desa-desa pemanfaat lahan Blok Agroforestri 4.2.1. Desa Benakat Minyak