36 Ekspres, 31 Agustus 2007-Lampiran 1. Masyarakat tetap menginginkan dan
akan mempertahankan tanaman karet di areal yang juga menjadi konsesi PT. Musi Hutan Persada. Sampai saat ini, harapan terbesar masyarakat adalah diberi
kepastian hak kepemilikan lahan Pernyataan Suardi Salam, Kepala Desa Benakat Minyak pada Seminar Pengelolaan KHDTK Benakat, Januari 2007.
Status kepemilikan lahan merupakan isu sensitif di Desa Benakat Minyak. Isu ini merupakan topik utama kampanye pemilihan kepala desa Bulan Oktober
2007 lalu. Aspirasi pengakuan hak-hak masyarakat atas lahan selalu disampaikan masyarakat dalam pertemuan dengan aparat pemerintah. Selain itu,
sebagian masyarakat juga seringkali menunjukkan perlawanannya atas status wilayahnya sebagai kawasan hutan saat bertemu dengan aparat pemerintah
sektor kehutanan.
4.2.2. Desa Semangus
Desa Semangus yang dikenal juga sebagai Desa Suban Ulu merupakan desa yang pada awalnya diperuntukkan bagi pemukiman suku terasing
4
. Kini desa yang dihuni 427 kk 1.593 jiwa ini berkembang menjadi sebuah desa yang
sebagian besar warganya justru berasal dari Suku Jawa 85. Hanya 15 dari total penduduk merupakan masyarakat asli. Pekerjaan utama masyarakat adalah
sebagai petani ladang 95 dengan pekerjaan sampingan sebagai buruh PT. MHP, sisanya 5 berprofesi sebagai pedagang atau sub-kontraktor pada HTI
PT. MHP. Pekerjaan sebagai buruh HTI dilakukan sebagai sumber penghasilan
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Desa Semangus lebih terpencil dari Desa Benakat Minyak namun menjadi perlintasan kendaraan operasional Pertamina dan PT. MHP. Desa Semangus
terdiri dari beberapa dusun, diantaranya Dusun Tumpangsari yang merupakan pengembangan dari pemukiman yang dibangun oleh Proyek ATA-186. Posisi
dusun ini berada di dalam Blok Agroforestri.
Sebagian besar warga Dusun Tumpangsari merupakan mantan peserta program agroforestri Proyek ATA-186 atau anak keturunannya. Meskipun tinggal
di dalam kawasan hutan dan menggantungkan kehidupannya terhadap lahan itu, masyarakatnya tetap mengakui bahwa sumberdaya tersebut adalah milik negara
dan selayaknya diatur oleh pemerintah Martin et al., 2003. Namun demikian,
4
Pada tahun 1980-an, pemerintah membuat kebijakan memukimkan resettlement suku-suku terasing yang dianggap melakukan peladangan berpindah Lihat Lindayanti 2003, termasuk Suku
Anak Dalam Rawas yang wilayah hidupnya berada di kawasan hutan antara Kabupaten Muara Enim dan Musi Rawas.
37 jika berbicara tentang lahan usahatani yang berstatus sebagai kawasan hutan,
masyarakat selalu mempertanyakan mengapa negara tidak adil dalam mengalokasikan sumberdaya hutan. Penguasaan semua kawasan hutan sekitar
desa oleh PT. MHP dianggap masyarakat sebagai penyebab kemiskinan mereka saat ini
5
. Sebagian besar masyarakat Desa Semangus tidak menamatkan jenjang
Sekolah Dasar SD atau bahkan tidak bersekolah sama sekali. Meskipun terdapat SD di desa ini, namun penyelenggaraannya terkendala oleh minimnya
tenaga guru dan murid yang turut berperan sebagai tenaga kerja bagi keluarganya. Setelah tamat SD atau putus sekolah mereka umumnya menjadi
penggembala sapi atau ikut membantu orangtua di ladang. Menikah pada usia muda adalah fenomena yang lumrah terjadi. Setelah
menikah, pasangan muda biasanya membuka ladang sendiri secara berpindah. Hal ini menyebabkan terus meningkatnya kebutuhan terhadap lahan baru untuk
praktik perladangan, padahal wilayah di luar desa merupakan konsesi PT. MHP. Mereka memanfaatkan lahan pascatebang PT. MHP atau belukar muda di
kawasan hutan yang menjadi areal konservasi PT. MHP. Konflik antara masyarakat Desa Semangus dengan PT. MHP telah cukup lama berlangsung
Fatmawati, 2004. 4.3. Pola Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat
Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1994 dan 1997 memusnahkan sebagian besar tanaman program penelitian agroforestri Proyek ATA-186. Sejak
itu, masyarakat yang tinggal di Dusun Tumpangsari dan Desa Benakat Minyak mulai memanfaatkan lahan yang telah menjadi semak belukar menjadi areal
usahatani. Pola tradisional peladangan berpindah kembali dipraktikkan di kawasan ini.
Pada mulanya, sebagian kecil masyarakat hanya melakukan pengusahaan tanaman semusim saja selama dua tahun, kemudian mencari lahan baru.
Setelah beberapa orang di antara mereka dianggap berhasil menanami bekas
5
Menurut Blaikie 1985 dalam Peluso 1992, kemerosotan mutu tanah dan kemiskinan pedesaan kawasan hutan di banyak negara berawal, atau menjadi parah, sebagai akibat dari
hasrat pemerintah kolonial atau pemerintah masa kini untuk menguasai tanah, hasil hutan yang tumbuh di sana dan tenaga kerja yang ada untuk mengolahnya.
38 ladang dengan tanaman karet
6
, maka praktik pembudidayaan tanaman penghasil lateks ini diikuti oleh peladang lainnya dan kini menjadi pola umum Gambar 7.
Gambar 7 Pola umum pengusahaan lahan oleh masyarakat di Blok Agroforestri Hutan Penelitian Benakat sejak tahun 1994 hingga sekarang.
Usahatani tanaman semusim umumnya hanya dilakukan satu kali dalam setahun Gambar 8. Selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, hasil panen
tanaman semusim dibawa petani ke pasar mingguan setiap hari kamis yang ada di Desa Benakat Minyak. Namun hasil ladang ini dianggap tidak mencukupi
pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Oleh karena itu, sebagian besar pemanfaat Blok Agroforestri bekerja pula sebagai buruh harian hutan tanaman
industri PT. MHP, sebagai sumber penghasilan tunai cash income keluarganya. Pekerjaan sebagai buruh pembangunan hutan tanaman telah lama dilakoni
oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Hutan Benakat.
6
Karet telah dibudidayakan secara tradisional oleh masyarakat di luar kawasan Hutan Penelitian Benakat, tetapi tidak pernah menjadi komoditas Proyek ATA-186 atau Dinas Kehutanan
setempat, sehingga dikesankan masyarakat sebagai tanaman terlarang untuk kawasan hutan. Areal terpilih ditandai
sebagai calon ladang
Pembukaan lahan dengan cara tebang,
tebas, dan bakar Penanaman dengan tanaman
semusim; padi darat, kacang tanah, sayur mayur, tomat kecil,
cabe, dll Jenis karet ditanam
pada awal tahun kedua
Jika karet tumbuh dengan baik, dibuat surat
keterangan kepemilikan kebun
a b
Keterangan:
a : Jika tak memungkinkan menanam karet, kembali
mencari areal ladang baru b : Tanaman karet dibiarkan
tanpa perawatan, kembali mencari areal lainnya
== : Gradasi pengusahaan lahan semakin menguatkan
pengakuan kepemilikan
39 Penyiapan lahan secara manual, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan
hutan tanaman adalah jenis pekerjaan yang telah akrab dengan mereka sejak era Proyek Reboisasi pada tahun 1970-an. Upah sebagai buruh dianggap tidak
bisa mengubah nasib keluarga mereka dan telah menciptakan ketergantungan terhadap pihak lain.
Pembudidayaan karet di areal kawasan hutan, termasuk Blok Agroforestri Gambar 9 dianggap masyarakat sebagai upaya untuk memperbaiki nasib
keluarga dan keluar dari garis kemiskinan. Ini didorong pula oleh keinginan untuk mencapai kemewahan gaya hidup yang biasa diperlihatkan oleh karyawan
beberapa perusahaan maupun aparat pemerintah. Pernyataan seperti berikut ini menunjukkan besarnya keinginan mereka untuk memperbaiki kesejahteraannya:
Kami ini galak jugo hidup senang macem kamu-kamu ini. Kalu pacak anak cucung kami jadi sarjana jugo, idak lagi jadi kuli
perusahaan. Cuman tanah hutan inilah harapan kami, dak katik yang lainnyo lagi mak mano.
Selain sebagai penanda penguasaan lahan, tanaman karet mempunyai nilai tawar yang cukup baik. Dalam kasus ganti rugi tanam tumbuh akibat
aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi yang dilakukan oleh Pertamina, petani karet akan memperoleh nilai dan posisi tawar yang lebih dibanding jika ia
menanam jenis lain. Ini menjadi insentif bagi setiap petani ladang untuk menanam karet di setiap areal yang ia usahakan.
Aktivitas memelihara dan menanam karet kini telah menjadi bagian dari keseharian petani pemanfaat Blok Agroforestri Tabel 4. Curahan tenaga kerja
Gambar 8 Pemanfaatan areal kawasan hutan untuk pertanian tanaman semusim
Foto: Winarno 2007 Gambar
9 Hamparan
kebun karet
masyarakat di Blok Agroforestri Foto: Winarno 2007
40 dan aliran modal bagi kebun karet dipengaruhi tingkat kesejahteraan petani dan
kalender musim aktivitas masyarakat. Saat ini, sebagian besar petani karet pemanfaat Blok Agroforestri membudidayakan jenis karet lokal
7
, karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk membeli bibit karet unggul. Pembudidayaan
karet lokal merupakan tradisi masyarakat Sumatera Selatan dan dicirikan dengan luasnya belukar karet di wilayah pedesaan yang dekat dengan hutan Gouyon et
al., 1993. Seiring dengan perubahan waktu dan pergeseran tingkat kesejahteraan, pembudidayaan karet unggul juga mulai menjadi tradisi
masyarakat. Beberapa orang petani yang mempunyai modal yang cukup telah
menaman jenis karet unggul di Blok Agroforestri. Penanaman karet unggul biasanya selalu dilanjutkan dengan perawatan yang intensif, berupa penebasan
jenis tumbuhan lain yang dianggap gulma, sehingga akan membentuk tegakan murni pohon karet.
Umur tanaman karet di areal Blok Agroforestri cukup beragam dan saat ini masih didominasi tanaman muda yang belum siap untuk disadap. Tanaman karet
lokal biasanya disadap setelah berumur 8 sampai 10 tahun, sementara karet unggul mulai menghasilkan getah pada umur 5 sampai 6 tahun. Karenanya, pada
saat ini sebagian besar masyarakat pemanfaat Blok Agroforestri masih mengandalkan pekerjaan sebagai buruh HTI sebagai sumber nafkah keluarga.
Namun mereka menaruh harapan besar terhadap kebun karet, karena beberapa orang petani khususnya dari Desa Benakat Minyak telah menikmati hasil
penjualan yang dianggap cukup memuaskan. Hasil penelitian Wardhana et al. 2006 terhadap beberapa desa sekitar
kawasan konsesi PT. MHP menunjukkan bahwa pendapatan dari getah karet berkontribusi rata-rata 49 dari total penghasilan rumah tangga. Selain itu,
terungkap pula 77 rumah tangga di desa-desa penelitian memperoleh pendapatan dari aktivitas usahatani kebun karet. Menurut penelitian ini, terdapat
korelasi kuat antara pendapatan dan kepemilikan kebun karet. Rumah tangga yang tergolong paling miskin tidak memiliki kebun karet sama sekali, mereka
biasanya hanya berprofesi sebagai buruh harian. Sementara rumah tangga kaya merupakan pemilik kebun karet yang luas.
7
Karet lokal adalah sebutan umum masyarakat Sumatera yang mengacu pada jenis karet yang ditumbuhkan dari bibit yang diperoleh secara alami; biasanya cabutan anakan alam pohon karet.
Karet unggul merujuk kepada jenis pohon karet yang diperbanyak melalui teknik-teknik pemuliaan yang disediakan diperjualbelikan oleh badan usaha atau perorangan tertentu.
41 Tabel 4 Kalender musim pertanian masyarakat Desa Benakat Minyak
Bulan Kegiatan utama sektor pertanian
Januari
Menanam padi sawah tadah hujan
Membersihkan gulma merumput di lahan padi darat
Menyadap getah pohon karet Februari
Membersihkan gulma merumput di lahan padi lahan kering
Aplikasi pupuk dan pestisida untuk padi sawah
Menyadap getah pohon karet
Maret
Menyadap getah pohon karet
Panen padi lahan kering April
Menyadap getah pohon karet
Panen padi sawah
M e i
Menyadap getah pohon karet
Masa istirahatbera lahan padi lahan kering
Pengolahan lahan padi sawah Juni
Menyadap getah pohon karet
Pemeliharaan padi sawah
Juli
Penyiapan lahan padi lahan kering dengan cara tebas bakar Agustus
Penyiapan lahan padi lahan kering dengan cara tebas bakar
Panen padi sawah
September
Pembersihan lahan padi lahan kering manduk Oktober
Awal masa penanaman padi lahan kering
Menyadap getah pohon karet
Nopember
Penanaman padi lahan kering
Pemeliharan lahan padi lahan kering; membersihkan gulma
Menyadap getah pohon karet Desember
Pemeliharan lahan padi lahan kering; membersihkan gulma
Menyadap getah pohon karet
Sumber : Martin dan Winarno 2005
Pada saat penelitian ini berlangsung, harga getah karet pada tingkat pedagang pengumpul berkisar antara Rp. 9000,- sampai dengan Rp. 10.000,-
per kilogram. Berdasarkan pengalaman petani di sekitar Hutan Penelitian Benakat, 1 satu hektar ha karet lokal mampu menghasilkan getah sebanyak
rata-rata 35 kilogram kg setiap lima hari atau 140 kg dalam sebulan. Ini berarti seorang petani karet lokal akan memperoleh pendapatan kurang lebih Rp.
1.400.000 setiap bulannya. Lain halnya dengan kebun karet unggul, produktivitas rata-rata getah karetnya mencapai rata-rata 100 kg per 5 hari, atau 400 kg setiap
bulannya. Sehingga pendapatan pemilik 1 satu ha kebun karet unggul saat ini
42 mencapai Rp. 4.000.000,- setiap bulannya. Namun demikian, baik jenis karet
lokal maupun unggul akan menurun produktivitasnya pada bulan-bulan kering, seperti Juli, Agustus, dan September. Produktivitas getah karet pada bulan-bulan
itu hanya mencapai seperempat sampai setengah jumlah produksi pada bulan normal.
Harga getah karet yang dianggap cukup memuaskan dalam tiga tahun terakhir memicu makin tingginya keinginan masyarakat untuk memiliki kebun
karet, terutama dari jenis karet unggul. Ini mendorong penguatan perjuangan masyarakat untuk memperoleh pengakuan atas lahan kawasan hutan yang telah
mereka tanami pohon karet. Kepemilikan kebun karet dianggap sebagai cara terbaik untuk memperbaiki masa depan keluarga.
Perubahan situasi sosial ekonomi akibat mulai banyaknya masyarakat yang menjadi petani karet cukup terasa di Desa Benakat Minyak. Kendaraan
roda dua dan empat produksi baru saat ini telah terparkir di beberapa rumah warga. Bangunan rumah permanen dan aksesorisnya cukup menyemarakkan
desa yang sepuluh tahun yang lalu masih dianggap perkampungan kumuh dan sangat tertinggal ini.
Berbeda dengan pemanfaat Blok Agroforestri asal Desa Benakat Minyak, pemanfaat asal Desa Semangus belum merasakan perubahan berarti kondisi
kesejahteraannya. Menurut mereka, ini disebabkan kepemilikan kebun karetnya lebih sedikit dibanding warga Desa Benakat Minyak Tabel 5. Selain itu,
pemanfaat asal Desa Semangus masih belum banyak yang mengusahakan karet unggul. Pemanfaat asal Desa Semangus mulai mencoba menanam karet setelah
makin meluasnya areal kebun karet masyarakat Desa Benakat Minyak dalam areal Blok Agroforestri.
Hasil observasi mengungkapkan pula bahwa terdapat kecenderungan penguasaan kebun karet oleh beberapa orang saja. Sejak tiga tahun terakhir,
transaksi jual beli kebun karet cukup sering dilakukan. Pembeli tidak hanya petani lain yang telah menikmati hasil karet, tetapi juga dari masyarakat yang
berprofesi bukan petani pedagang atau kontraktor.
43 Tabel 5 Deskripsi penguasaan kebun karet di Blok Agroforestri
Hutan Penelitian Benakat
Peubah Desa asal pemanfaat
Benakat Minyak Semangus
Jumlah pemanfaat yang menanam karet 27 orang kk
26 orang kk
Luas total kebun karet 108,5 ha
55 ha
Rata-rata luas penguasaan setiap kk 4,02 ha
2.12 ha
Luas maksimal kebun karet kk 16 ha
14,5 ha
Luas minimal kebun karet kk 1 ha
1 ha
Modus luas kebun karet kk 2 ha
1 ha
Jumlah kk yang menguasai 5 ha 8 kk
1 kk
Sumber: Data primer hasil wawancara rumah tangga, diolah.
4.4. Intervensi melalui aplikasi Metodologi Sistem Lunak 4.4.1. Tahap 1: Pemahaman situasi masalah