Evapotranspirasi Periode Basah dan

Hasil pendugaan evapotranspirasi pada metode panci kelas A menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh dengan metode Penman-Monteith. Evapotranspirasi dasarian minimum sebesar 13.2 mm dan evapotranspirasi maksimum sebesar 37.2 mm Gambar 8. Hasil evapotranspirasi menggunakan panci kelas A bisa menjadi tidak akurat jika curah hujan tinggi karena curah hujan yang lebih besar dari 10 mm membuat perhitungan menjadi kurang teliti. Air hujan yang jatuh ke dalam panci tidak seluruhnya dapat ditampung karena keterbatasan tinggi panci. Jika di air panci sudah mencapai 20-22 cm maka sebagian air hujan akan masuk ke dalam panci dan sebagian lagi akan terpercik keluar panci sehingga nilai evaporasi yang terjadi menjadi lebih besar, padahal seharusnya nilai evaporasi kecil. Menurut Zhang et al. 2007 kecepatan angin dan defisit tekanan uap air dapat mempengaruhi evapotranspirasi panci kelas A. Pada penelitian tersebut, pendugaan evapotranspirasi menggunakan panci kelas A berkorelasi baik dengan metode Penman- Monteith. Hasil pendugaan evapotranspirasi acuan menggunakan panci kelas A dipengaruhi oleh nilai koefisien panci Kp yang digunakan. Pada penelitian ini, digunakan Kp sebesar 0.7, nilai tersebut digunakan merupakan nilai Kp yang cocok pada daerah tropis. Menurut Conceicao 2002 nilai Kp dipengaruhi oleh kecepatan angin, kelembaban relatif, dan jarak darimana angin bertiup dengan rumput. Pada penelitian tersebut Conceicao membandingkan evapotranspirasi acuan menggunakan metode Penman-Monteith dengan evaporasi panci kelas A yang menggunakan Kp dari beberapa teori berbeda seperti FAO, Snyder, dan Pereira. Hasilnya koefisien determinasi antara evapotranspirasi acuan menggunakan metode Penman-Monteith dengan panci kelas A FAO, Snyder, dan Pereira sebesar 78.8; 87.0 dan 81.2. Koefisien determinasi terbesar yaitu yang menggunakan nilai Kp berdasarkan teori Synder. Pendugaan evapotranspirasi menggunakan panci kelas A 70 merupakan pendugaan pada saat nilai Kp sebesar 0.7 dalam perhitungan. Pengurangan presentasi pendugaan dalam metode Penman-Monteith dilakukan dengan menghitung nilai r a dan r s yang memperhitungkan faktor kecepatan angin, ketinggian, dan LAI.

4.3 Evapotranspirasi Periode Basah dan

Periode Kering Nilai evapotranspirasi dibedakan antara periode basah dan periode kering dengan menentukan pembagian periode berdasarkan curah hujan. Berdasarkan penjelasan di Gambar 2, periode basah berada pada bulan Januari sampai Juni dan Oktober sampai Desember. Sedangkan periode basah dan periode kering terjadi pada bulan Juli hingga September. Nilai evapotranspirasi pada periode kering dari ketiga metode lebih besar dibandingkan dengan evapotranspirasi di periode basah Gambar 9a. Pada periode kering, nilai evapotranspirasi terbesar diperoleh dari metode aerodinamik, sedangkan di periode basah nilai evapotranspirasi dari ketiga metode tidak begitu terlihat perbedaannya. Tingginya nilai evapotranspirasi pada periode kering dapat disebabkan oleh radiasi surya yang masuk lebih banyak sehingga jumlah air yang Gambar 9a Evapotranspirasi dasarian menggunakan metode aerodinamik, Penman-Monteith dan panci Kelas A wilayah Situgede Darmaga Bogor pada periode basah dan periode kering tahun 2009 Kp = 0.7, � dan menggunakan asusmsi Penman- Monteith dievapotranspirasikan juga semakin besar. Pada bulan Oktober, nilai evapotranspirasi masih cenderung tinggi karena pada bulan tersebut merupakan bulan peralihan dari dari periode kering ke periode basah dimana radiasi surya tinggi dan curah hujan pada bulan tersebut masih rendah. Pendugaan nilai evapotranspirasi metode Penman-Monteith yang menggunakan nilai r s sebesar 40 sm -1 karena nilai LAI yang digunakan berbeda dengan modifikasi Penman-Monteith. Nilai r a yang digunakan juga berbeda karena ketinggian yang digunakan sebesar 1.5 meter. Nilai pendugaan evapotranspirasi pada metode Penman-Monteith yang menggunakan nilai r a dan r s berbeda menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan Penman-Monteith sebelumnya Gambar 9b. Nilai koefisien panci Kp berbeda digunakan untuk menduga evapotranspirasi. Pada Gambar 9b nilai koefisien panci yang digunakan berdasarkan FAO Penman- Monteith dimana nilai koefisien panci berubah menurut kelembaban udara dan kecepatan angin. Hasil yang didapatkan pada metode panci kelas A menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan panci kelas A sebelumnya. Berdasarkan ketiga metode, nilai evapotranspirasi menggunakan metode aerodinamik masih menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan metode lainnya. Nilai evapotranspirasi pada metode Penman-Monteith dan aerodinamik menunjukkan nilai yang berdekatan.

4.4 Keeratan Hubungan Antar Model dan Observasi

Dokumen yang terkait

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

JASA LINGKUNGAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN JAILOLO Sukarmin Idrus Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680. E-mail: sukarmin.idrusgmail.com ABSTRAK - JAS

0 0 7

Evaluasi Algoritma Wouthuyzen dan Son untuk Pendugaan Sea Surface Salinity (SSS) (Studi Kasus: Perairan Utara Pamekasan)

0 0 5

Pemodelan Persamaan Hubungan Kualitas Perairan Menggunakan Citra Landsat 8 untuk Pendugaan Habitat Padang Lamun (Studi Kasus: Pantai Sanur, Bali)

0 0 6

Perbandingan Evaluasi Biaya Pengembangan Sistem Antrian RSUD Dr Soetrasno Rembang Menggunakan Metode Use Case Point dan Function Point (Studi Kasus: CV Pabrik Teknologi)

1 2 11

Analisis Sentimen Twitter Menggunakan Ensemble Feature dan Metode Extreme Learning Machine (ELM) (Studi Kasus: Samsung Indonesia)

0 1 9

Rekonstruksi 3 Dimensi dari Video menggunakan Metode Structure-From- Motion (Studi Kasus: Wilayah Pertambangan Batubara)

0 0 7

Penyelesaian Masalah Penugasan Menggunakan Metode Hungarian dan Pinalti (Studi Kasus: CV. Surya Pelangi)

1 7 7

Analisis Biaya Pembangunan Proyek Perumahan Menggunakan Metode PERT dan EVM (Studi Kasus: Perumahan D’Lion Cluster)

0 1 6

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

0 0 7