commit to user
44 Tabel 9. Skala Dasar Penilaian Matriks Individu
Tingkat Kepentingan
Definisi 1
Kriteriaalternatif A
sama penting
dengan kriteriaalternatif B.
3 A sedikit lebih penting dari B.
5 A jelas lebih penting dari B.
7 A sangat jelas lebih penting dari B.
9 Mutlak lebih penting dari B.
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua penilaian yang
berdekatan. Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 satu dibagi dengan
nilai perbandingan B dengan A.
c. Penentuan Prioritas
Untuk setiap
kriteria dan
alternatif, perlu
dilakukan perbandingan berpasangan
pairwise comparison
. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat
relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat
dibandingkan sesuai dengan
judgement
yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung
dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.
Perhitungan matematis diatas merupakan prinsip dasar dalam melakukan pembobotan elemen pada level skenario terhadap
ultimate goal atau tujuan puncak. Namun, dalam implementasi praktisnya, pemrosesan pembobotan AHP ini dapat dilakukan
dengan menggunakan software
Expert Choice 11
.
commit to user
45
d. Konsistensi Logis
Suatu elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Pengukuran
konsisten digunakan untuk identifikasi
error
yang mungkin terjadi pada penilaian para pakar. Pengukuran konsistensi dilakukan pada
logika inkonsistensi penilaian. Misalnya, jika seorang pakar mengatakan A lebih penting dari B, dan B lebih penting dari C,
maka penilaian A harus lebih penting dari C. Penilaian yang konsisten akan muncul jika misalnya A empat kali lebih penting dari
B dan B dua kali lebih penting dari C, maka A delapan kali lebih penting dari C lihat Tabel 9..
Batas maksimum kriteria rasio konsistensi CR yang dapat diterima adalah
≤ 10 0.10 karena teori AHP tidak mengharuskan adanya konsistensi yang sempurna. Jika CR
≥ 10 maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.
Inkonsistensi dapat terjadi karena adanya 1 Kesalahan klerikal, 2 Kurangnya informasi, 3 Kurangnya konsentrasi, 4 Struktur
model yang tidak sempurna, dan 5 Dunia nyata tidak selalu konsisten Forman dan Selly, 2002. Teknik pengisian matriks
dengan alternatif pembalikan ranking
ra nking reversa l
dapat digunakan untuk menghasilkan konsistensi sempurna. Pembalikan
rangking dapat dipakai dengan setiap teknik dekomposisi dan mensintesis skor
rela tive
, seperti
pairwise compa rison
, kalkulasi eigen, dan keinginan mencapai konsistensi sempurna Saaty, 1993.
commit to user
46
IV. KONDISI UMUM KABUPATEN KARANGANYAR