Preparasi adsorben kulit salak

35 Tabel 4. Data Adsorpsi Isoterm Freundlich No Massa adsorben gram C ppm C a ppm mgg log C a log 1 0,1 4,971 0,855 0,412 -0,068 -0,385 2 0,1 8,428 0,972 0,746 -0,012 -0,128 3 0,1 10,381 1,771 0,861 0,248 -0,065 4 0,1 11,229 2,427 0,880 0,385 -0,055 5 0,1 11,649 2,670 0,898 0,426 -0,047

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan kulit salak sebagai adsorben, hal ini karenakulit salak jumlahnya cukup melimpah ketika panen raya dan belum dimanfaatkan secara maksimal.

1. Preparasi adsorben kulit salak

Kulit yang masih segar atau yang baru dilepas umumnya mengandung air, karbohidrat, mineral dan protein. Kadar air dalam kulit salak cukup tinggi, yaitu sebesar 74,6. Kulit salak pondoh memiliki kadar karbohidrat sebesar 3,8, protein 0,565 Zulfi dan Retno, 2009. Pada penelitian awal yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kulit salak mengandung 25,76 selulosa. Kulit salak dimodifikasi untuk dijadikan adsorben yang dapat mengadsorpsi ion tembagaII dalam air karena adanya kandungan selulosa yang terdapat dalam kulit salak.Kulit salak yang akan dijadikan adsorben didelignifikasi atau dihilangkan ligninnya terlebih dahulu karena selulosa selalu berdampingan keberadaannya dengan lignin dan hemiselulosa. Lignin dapat menghambat proses adsorpsi karena lignin berfungsi sebagai pengikat antar selulosa. 36 Gambar 13. Selulosa 3D sumber: majalah Inovasi Proses delignifikasi dilakukan dengancara merendam kulit salak dalam NaOH 1M selama 12 jam. Lignin akan berdifusi dengan larutan alkali sehingga akan terjadi pelepasan gugus metoksil yang membuat lignin larut dalam alkali. Proses larutnya lignin ke dalam NaOH ditandai dengan adanya larutan yang berwarna hitam pekat black liquor. Kandungan lignin yang telah habis diuji dengan menetesi filtrat hasil delignifikasi dengan asam sulfat, apabila sudah tidak terjadi pengendapan maka sampel bebas lignin. Pengujian ini dilakukan karena pada suasana asam kuat, lignin akan cenderung berkondensasi dan mengendap. Selain melarutkan lignin, alkali kuat juga mendegradasi hemiselulosa sehingga yang tersisa dari proses ini adalah selulosa. Menurut Hutomo 2012 penggunaan NaOH 12 merupakan pelarut yang baik untuk mengekstraksi selulosa dari pod husk kakao daripada penggunaan NaOH 16. Hal ini menandakan bahwa kadar NaOH yang terlalu tinggi pada proses delignifikasi akan mengakibatkan selulosa mudah mengalami degradasi sehingga mengurangi rendemen hasil ekstraksi selulosa yang diperoleh. Selanjutnya adsorben kulit salak dimodifikasi dengan larutan asam yaitu larutan H 2 SO 4 1 M. Tujuan dari modifikasi asam ini adalah untuk meningkatkan 37 kemampuan adsorpsi logam pada adsorben C. Sirilamduan. 2011.Hal ini sesuai dengan Nguyen Dinh Thanh dan Ha Lam Nhung 2009, selulosa yang telah ditreatmentdengan asam sitrat, menjadi kaya dengan gugus alkohol primer bebas dan berikatan dengan beberapa gugus karboksil lainnya.Aliya 2012 juga melaporkan bahwa aktivasi kulit pisang dengan formalin lebih baik dari pada NaOH. Formalin secara alami menghasilkan gugus karboksil sehingga lebih asam dari pada NaOH, akibatnya permukaan mempunyai muatan yang lebih negatif dan menjadikan interaksi antara CuII dalam larutan lebih mudah. Dengan demikian treatment ini meningkatkan kemampuan selulosa mengikat kation.Selanjutnya, modifikasi asam jauh lebih efektif meningkatkan daya pertukaran kation bila dilakukan setelah delignifikasi dengan basa. 2. Karakterisasi Adsorben Kulit Salak Hasil analisis dan karakterisasi EDS adsorben kulit salak yang telah didelignifikasi menggunakan NaOH 1M dan selanjutnya dimodifikasi dengan HCl 1 M ditunjukkan pada Gambar 14. Dari hasil analisis dengan EDS tersebut, unsur yang terdapat dalam adsorben kulit salak adalah C, O dan Si. Gambar 14. Spektrum EDS Sebelum Adsorpsi Si O C 38 Karakterisasi selanjutnya adalah menggunakan FTIR.Karakterisasi menggunakan FTIR berfungsi untuk mengetahui gugus-gugus yang terdapat dalam adsorben kulit salak sebelum dan setelah digunakan adsorpsi. Berdasarkan Gambar 11 dan Gambar 12 maka dapat diintrepetasikan gugus fungsi yang terdapat dalam adsorben, seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Intepretasi Gugus Fungsi Adsorben sebelum adsorpsi Adsorben setelah adsorpsi v cm -1 Gugus fungsi v cm -1 Gugus fungsi 3449,32 Regangan –OH 3471,19 Regangan –OH 2921,23 Vibrasi C-H gugus alkil - Vibrasi C-H gugus alkil 1644,16 Gugus alkil C-C 1638,04 Gugus alkil C-C 1065,15 C-O-C eter 1163,43 C-O-C Berdasarkan Tabel 5 pada kolom adsorben sebelum adsorpsi, terdapat puncak melebar pada bilangan gelombang 3328,25 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus –OH. Adanya gugus C-H alkil dibuktikan dengan serapan yang muncul pada 2921,23 cm -1 , puncak peak ini tertutup karena melebarnya puncak dari gugus –OH. Pada 1644,16 cm - 1 merupakan gugus alkil C-C, dan serapan pada 1065,15 cm -1 yang merupakan vibrasi ulur pada daerah sidik jari dari gugus eter C-O. C-O merupakan penghubung rantai karbon dalam senyawa selulosa. Hasil spektra pada adsorben setelah adsorpsi menunjukkan adanya serapan gugus –OH pada bilangan gelombang 3471,19 cm -1 yang artinya mengalami pergeseran bilangan gelombang dari spektra pada adsorben sebelum adsorpsi. Hal ini dimungkinkan karena telah terjadi pengikatan Cu pada gugus –OH pada saat proses adsorpsi.Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi ion CuII mengkuti mekanisme pertukaran ion berikut, 39 Gambar 15. Interaksi gugus –OH dalam selulosa dengan CuII Pada proses adsorpsi ini merupakan mekanisme pertukaran ion, pelepasan H + didukung dengan data perubahan pH sebelum dan sesudah adsorpsi yang cenderung menjadi lebih rendah yaitu dari pH 5,6 menjadi 4,1. Hal ini sesuai dengan Terada yang mengemukakan bahwa ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada molekul organik dengan ion logam dapat dijelaskan sebagai perilaku interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan kompleks pada permukaan padatan. [GH] + M z+ [GM z-1 ] + H + 2[GH] + M z+ [G 2 M z-2 ] + 2H + AmunAmri, 2004 GH adalah gugus fungsional yang terdapat dalam molekul organik, dan M adalah ion logam bervalensi z. Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam juga dapat terjadi melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen O pada gugus –OH mempunyai pasangan elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong Indah N dan Joko S., 2013. Pasangan elektron bebas tersebut akanmenempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks. 40

3. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Adsorpsi Ion TembagaII