DAYA ADSORPSI KULIT SALAK TERMODIFIKASI TERHADAP ION TEMBAGA(II).

(1)

DAYA ADSORPSI ADSORBEN KULIT SALAK TERMODIFIKASI TERHADAP ION TEMBAGA(II)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh

Putri Utha Cahyaningrum 12307144001

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur atas segala nikmat Allah SWT. Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orangtua saya, Ibu Suwarni dan Bapak Sri Suharto Adik saya Astry

Kakek saya Sigit Surame dan nenek saya Siti Zumrodah Mas Danang Susilo dan Mbak Erniya Widiastuti sekeluarga


(7)

vii

DAYA ADSORPSI KULIT SALAK TERMODIFIKASI TERHADAP ION TEMBAGA(II)

Oleh

Putri Utha Cahyaningrum NIM. 12307144001

Pembimbing : Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX dan Dewi Yuanita L., M.Sc ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak dan konsentrasi awal larutan terhadap daya adsorpsi Cu(II), serta pola isoterm adsorpsi dari adsorben kulit salak termodifikasi.

Adsorben kulit salak termodifikasi dibuat dengan delignifikasi kulit salak dengan larutan NaOH 1 M selama 12 jam, lalu diaktivasi dengan asam sulfat 1 M selama 24 jam. Parameter yang dipelajari pada penelitian ini adalah waktu kontak adsorpsi, konsentrasi awal Cu(II) dan pola isoterm adsorpsi. Daya adsorpsi ditentukan dengan membandingkan konsentrasi Cu(II) sebelum dan sesudah adsorpsi. Konsentrasi Cu(II) ditentukan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 324,75 nm.

Adsorben dikarakterisasi menggunakan FTIR. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa waktu kontak kesetimbangan pada adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap Cu(II) adalah 60 menit, konsentrasi awal ion Cu(II) optimum yang dapat diadsorpsi oleh adsorben kulit salak termodifikasi saat setimbang pada 20 ppm dengan daya adsorpsi sebesar 0,880 mg/g. Adsorpsi mengikuti pola isoterm Langmuir dengan  = 1,00704 mg/g dan  = 3,046.


(8)

viii

THE ADSORPTION CAPACITY OF MODIFICATION ZALACCA PEELS TO COPPER(II) IONS

By

Putri Utha Cahyaningrum NIM. 12307144001

Supervisor: Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX and Dewi Yuanita L., M.Sc ABSTRACT

This research aimed to determine the influence of contact time for adsorption and the initial concentration of Cu(II) on the adsorption capacity and isotherm models of modification zalacca peels adsorbent.

Zalacca peels were modified using NaOH 1 M for 12 hour delignification purpose, and was activated using sulfuric acid 1 M for 24 hours. The parameter studied in this experiment was contact time, initial concentration and isotherm model. Adsorpstion capacity was determined to compare the Cu(II) concentration before and after adsorption. Determination of Cu used Atomic Absorption Spektrofotometer on wave length of 324.75 nm.

Characterization of adsorben using FTIR. The result of this research showing that contact time equilibrium was 60 minutes, the optimum initial concentration of Cu(II) can adsorpt by modification zalacca peels were 20 ppm with adsorption capacity 0.880 mg/g. The adsorption of Cu(II) using modification zalacca peels appropriate with Langmuir isotherm model,  = 1.00704 mg/g and  = 3.046.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Daya Adsorpsi Adsorben Kulit Salak Termodifikasi Terhadap Ion Tembaga(II)”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA UNY yang telah memberikan izin untuk

mengadakan penelitian.

2. Jaslin Ikhsan Ph. D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah memberikan izn untuk mengadakan penelitian.

3. Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga diselesaikannya skripsi ini.

4. Dewi Yuanita Lestari, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi sekaligus Sekretaris Penguji yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga diselesaikannya skripsi ini.

6. Dr. Crys Fajar Partana, M.Si selaku Penguji Utama, terimakasih atas pertanyaan dan saran dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir Skripsi.

7. Heru Pratomo Al., M.Si selaku Penguji Pendamping, terimakasih atas pertanyaan dan saran dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir Skripsi.


(10)

x

8. Semua pihak dari laboran Laboratorium Kimia, seluruh dosen dan staf Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY telah membantu kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa program studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta khususuya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 18 Juli 2016


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 3

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Perumusan Masalah... 4

E. Tujuan Penelitian... 5

F. Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA


(12)

xii

A. Deskripsi Teori... 6

1. Kulit Salak..... 6

2. Tembaga... 9

3. Adsorpsi... 10

4. Isoterm Adsorpsi... 14

5. FTIR... 17

6. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)... 19

B. Penelitian Yang Relevan... 21

C. Kerangka Berpikir... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek dan Obyek Penelitian... 25

B. Variabel Penelitian... 25

C. Alat dan Bahan... 25

D. Prosedur Penelitian... 26

E. Teknik Perolehan Data... 28

F. Analisis Data... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 30

1. Preparasi Adsorben Kulit Salak... 30

2. Karakterisasi Adsorben Kulit Salak dengan FTIR... 30

3. Pengaruh Waktu KontakTerhadap Daya Adsorpsi Cu... 32

4. Pengaruh Konsentrasi Awal Cu(II) Terhadap Daya Adsorpsi 33 5. Pola Isoterm Adsorpsi... 34


(13)

xiii

B. Pembahasan... 35

1. Preparasi Adsorben Kulit Salak... 35

2. Karakterisasi Adsorben Kulit Salak... 37

3. Pengaruh Waktu KontakTerhadap Daya Adsorpsi Cu... 40

4. Pengaruh Konsentrasi Awal Cu(II) Terhadap Daya Adsorpsi 41 5. Pola Isoterm Adsorpsi... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 46

B. Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA... 47


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Adsorpsi Variasi Waktu... 33

Tabel 2. Data Adsorpsi Variasi Konsentrasi awal Cu(II)... 34

Tabel 3. Data Adsorpsi Isoterm Langmuir... 34

Tabel 4. Data Adsorpsi Isoterm Freundlich... 35

Tabel 5. Intepretasi Gugus Fungsi... 38


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Buah Salak... 6

Gambar 2. Struktur Selulosa... 7

Gambar 3. Mekanisme Adsorpsi... 8

Gambar 4. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir... 15

Gambar 5. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich... 17

Gambar 6. Spektra FTIR Selulosa Standar... 18

Gambar 7. Proses atomisasi... 20

Gambar 8. Kurva Kalibrasi... 21

Gambar 9. Adsorben Kulit Salak Modifikasi Asam... 30

Gambar 10. Spektra Inframerah Sebelum Aktivasi... 31

Gambar 11. Spektra Inframerah Setelah Aktivasi... 31

Gambar 12. Spektra Inframerah Setelah Adsorpsi... 32

Gambar 13. Selulosa 3D... 36

Gambar 14. Spektrum EDS sebelum Adsorpsi... 37

Gambar 15. Interaksi Gugus –OH dalam Selulosa dengan Cu(II)…… 39

Gambar 16. Kurva Hubungan Waktu Kontak Dengan Daya Adsorpsi... 40

Gambar 17 Pengaruh Konsentrasi Awal Cu Terhadap Daya Adsorpsi... 42 Gambar 18 Kurva Isoterm Langmuir... 44


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pembuatan Larutan Induk Tembaga(II) Sulfat ... 52 Lampiran 2. Data Absorbansi dan Kurva Larutan Standar... 54 Lampiran 3. Data dan Perhitungan Daya Adsorpsi Larutan Cu(II) oleh

Adsorben Kulit Salak Termodifikasi dengan Variasi

Waktu Kontak Adsorpsi... ... 55 Lampiran 4. Data dan Perhitungan Daya Adsorpsi Larutan Cu(II) oleh

Adsorben Kulit Salak Termodifikasi dengan Variasi

Waktu Kontak Adsorpsi... ... 57 Lampiran 5. Pola Isoterm Adsorpsi... ... 59 Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Selulosa dalam Kulit Salak Pondoh. 63 Lampiran 7. Daerah Serapan Spektrofotometer IR ... 64 Lampiran 8. Hasil Analisis Menggunakan SSA... .. 65 Lampiran 9. Hasil Karakterisasi FTIR Adsorben Setelah Aktivasi .... 73 Lampiran 10 Hasil Karakterisasi FTIR Adsorben Sebelum Adsorpsi .... 74 Lampiran 11 Hasil Karakterisasi FTIR Adsorben Setelah Adsorpsi .... 75 Lampiran 12 Hasil Karakterisasi EDX Adsorben Setelah Aktivasi HCl 76


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kotagede sebagai sentra industri kerajinan logam di Yogyakarta ternyata menghasilkan limbah yang tidak sedikit.Novita S., Bardi M. dan Sunarto (2015) melaporkan bahwa kandunganion tembaga hasil pengukuran air limbah industri kerajinan perak adalah 84,9350 mg/L. Kadar tersebut ternyata telah melebihi baku mutu Peraturan Gubernur DIY No. 7 Tahun 2010 yang diperbolehkan yaitu 0,6 mg/L, sehingga limbah tersebut memerlukan pengolahan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan Cu.

Limbah tembaga muncul dari limbah penyepuhan menggunakan tembaga.Penggunaan asam sulfat dan asam klorida pada proses pencucian setelah disepuh, menyebabkan luruhnya sebagian kecil ion tembaga yang menempel pada barang kerajinan dan menghasilkan CuSO4atauCuCl2yang terlarut dalam air. Airlimbah cucian ini sering lolos ke perairan atau lingkungan.Umumnya penanganan limbah dilakukan secara sederhana yaitu dengan menampung ke sumur. Penampungan limbah akan menyebabkan akumulasi ion logam dalam penampungan meningkat dari hari ke hari. Bila limbah ini beradadi lingkungan maka dapat masuk ke dalam rantai makanan dan menyebabkan keracunan beberapa organisme hidup, serta gangguan kesehatan pada manusia seperti penyakit Wilson Kinsky, menurunnya fungsi organ-organ tubuh.Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang efektif, ekonomis, mudah diaplikasikan serta ramah


(18)

2

lingkungan untuk mengatasipermasalahan tersebut mengingat kebanyakan industri ini merupakan industri rumahan atau home industry.

Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi kadar logam berat dalam air limbah antara lain; reduksi kimia, pemisahan dengan membran, elektrokimia, ion exchange, evaporation recovery. Namun metode tersebut memiliki beberapa kekurangan diantaranyaefektifitas yang rendah, sulit digunakan untuk mengurangi kadarlogam berat hingga di bawah ambang batas dan menimbulkan limbah yang perlu diproses lebih lanjut. Menurut Widayanti (2012), metode adsorpsi merupakan salah satu cara untukmengurangi pencemaran oleh logam merkuri dari proses penambangan emas secara tradisional dimana limbah di-treatment sebelum dibuang ke perairan. Teknik ini lebih menguntungkan daripada teknik yang lain dilihat dari segi biaya yang tidak begitu besar serta tidak adanya efek samping zat beracun serta mampu menghilangkan bahan-bahan organik.

Di negara agraris seperti Indonesia, limbah pertanian dan perkebunan melimpah dan merupakan sumber yang potensial untuk memproduksi adsorben dibandingkan dengan mahalnya adsorben lain untuk menghilangkan logam berat. Adsorben yang berasal dari limbah pertanian telah banyak dikembangkan dan digunakan untuk menghilangkan logam berat antara lain kulit buah delima, sekam padi, sisa teh, serat kapas, sabut kelapa dan bagase tebu (Wiwid dkk., 2014). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah pertanian yang mengandung selulosa dapat diolah lebih lanjut sebagai adsorben logam beratdan diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah dari limbah pertanian.


(19)

3

Kulit salak merupakan limbah dari buah salak yang belum termanfaatkan dari konsumsi masyarakat dan industri pengolahan buah salak.Untuk meningkatkan nilai ekonomisnya kulit salak dimanfaatkan sebagai adsorben tembaga (Cu).

Hal-hal yang mempengaruhi proses adsorpsi antara lain jenis adsorben, luas permukaan adsorben, senyawa pengaktivasi, pH, waktu kontak, konsentrasi awal adsorbat, dansuhuadsorpsi.Penelitian tentang penggunaan kulit salak sebagai adsorben belum banyak dilakukan, maka penelitian ini ingin mengetahui kemampuan kulit salak sebagai adsorben ion tembaga(II). Sebagai sampel digunakan ion tembaga simulasi.

Daya adsorpsi adalah kemampuan suatu adsorben untuk mengadsorpsi molekul atau ion.Daya adsorpsi ditentukan denganmembandingkan konsentrasi tembaga(II) sebelum dan sesudah adsorpsi sedangkan konsentrasi tembaga(II) ditentukan dengan spektrofotometerserapan atom (SSA).Proses adsorpsi pada penelitian ini dilakukan dengan memvariasi waktu kontak dan konsentrasi awal larutan tembaga.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang tersebut adalah:

1. Limbah industri kerajinan logam mengandung senyawa tembaga yang kadarnya melebihi bakumutu lingkungan dan berpotensi menimbulkan pencemaran sehingga memerlukan pengolahan.


(20)

4

2. Limbah pertanian berpotensi digunakan sebagai adsorben.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi diantaranya adalah waktu kontak, konsentrasi awal adsorbat, luas permukaan adsorben dan suhu adsorpsi.

C. PEMBATASAN MASALAH

Dari identifikasi masalah dapat dilakukan beberapa batasan masalah, diantaranya:

1. Pengolahan ion tembaga(II) dalam limbah cair industri kerajinan logam dilakukan dengan proses adsorpsi.

2. Adsorben yang digunakan adalah adsorben kulit salak termodifikasi

3. Adsorpsi dilakukan pada variasi waktu kontak dan konsentrasi awal larutan tembaga(II).

D. PERUMUSAN MASALAH

Pada penelitian ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Berapa waktu kontak saat tercapai kesetimbangan pada adsorpsi oleh adsorbenkulit salak terhadap iontembaga(II)?

2. Berapa konsentrasi awal ion tembaga(II) optimum yang dapat diadsorpsi oleh adsorben kulit salak saat kesetimbangan?


(21)

5

E. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukanberapa waktu kontak saat kesetimbangan pada adsorpsi iontembaga(II).

2. Mengetahuikonsentrasi awal larutantembaga(II) optimum yang dapat diadsorpsi oleh adsorben kulit salak saat kesetimbangan.

3. Menentukan pola isoterm adsorpsi kulit salak terhadap iontembaga(II).

F. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan waktu kontak saat tercapainya kesetimbangan pada adsorpsi iontembaga(II).

2. Mengetahui konsentrasi awaloptimum larutantembaga(II)terhadap daya adsorpsi ion tembaga(II) oleh adsorben kulit salak saat kesetimbangan. 3. Menentukan pola isoterm adsorpsi kulit salak terhadap ion tembaga(II). 4. Memanfaatkan kulit salak sebagai material yang memiliki nilai ekonomis.


(22)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.DESKRIPSI TEORI

1. Kulit Salak

Salak (Salaca edulis) adalah tanaman asli Indonesia, termasuk famili Palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak (Adhitama G. P. dan Deny W., 2007). Buah Salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit luar, kulit dalam, daging buah dan biji.Buah salak dikenal juga sebagai snakefruit karena kulit buahnya yang menyerupai kulit ular.

Gambar 1. Pohon Salak

Klasifikasi salak pondoh menurut Siti Rochani (2007: 10-11) adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae


(23)

7 Ordo : Lilifrore

Familio : Palmae / pinang-pinangan

Genus :Salaca

Species : Salaca edulis

Salak termasuk dalam angiospermae yaitu tumbuhan berbiji tertutup.Tumbuhan biji tertutup adalah tumbuhan yang memiliki struktur dinding sel yang kaku yang tersusun dari senyawa selulosa (Aji B.K. dan Kurniawan F., 2012).Selulosa adalah komponen struktur utama pada dinding sel tumbuhan dan unsur yang paling berlimpah, termasuk juga dalam kulit salak.

Selulosa merupakan karbohidrat yang tersimpan pada sel tanaman, terbentuk dari polisakarida yg terdiri dari 1,4-poli-glukosa dengan berat molekul yang sangat besar yaitu 2.000 – 3.000 glukosa.Menurut Rizky (2012), struktur kimia inilah yang membuat selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut, sehingga tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka akan lebih kuat seratnya terhadap pengaruh bahan kimia, cahaya dan mikroorganisme. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier.Keteraturan struktur tersebut menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekuler (Meri Suhartini, 2012).Berikut ini adalah struktur selulosa:


(24)

8

Selulosa mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam berat.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan telah diketahui bahwa kayu dan komponennya, seperti selulosa, lignin, hemiselulosa, dan sebagainya, telah digunakan dalam industri penjernihan air untuk menghilangkan logam berat seperti Cu(II), Pb(II), Cd(II), Cr(III) dan sebagainya (Afrizal, 2008). Hal ini dikarenakan selulosa memiliki gugus hidroksil yang dapat berinteraksi dengan logam berat.Menurut Sukarta, bahan-bahan yang mempunyai gugus hidroksil (-OH) dapat dipakai untuk mengadsorpsi ion-ion logam berat (Gita L., Mirza H., Purwanto D.E.A., 2012).Indah N. dan Joko S. (2013) juga melaporkan dengan adanya gugus –OH pada selulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben tersebut, sehingga selulosa akan cenderung lebih kuat mengadsorp zat yang bersifat polar seperti logam.Menurut Martell dan Hancock, adsorpsi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu;

a. Mekanisme pemerangkapan b. Mekanisme pertukaran ion c. Pembentukan ikatan hidrogen

d. Pembentukan kompleks (Jundu R., 2012)

Mekanisme jerapan antara gugus-OH pada permukaan adsorben dengan ion logam bermuatan positif (kation) adalah sebagai berikut ;


(25)

9

Mekanisme tersebut adalah mekanisme pertukaran ion, dimana M+ dan M2+ adalah ion logam, -OH adalah gugus hidroksil dan Y adalah matriks tempat gugus –OH terikat. Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen (O) pada gugus OH- mempunyai pasangan elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong. Pasangan elektron bebas tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks (Indah N. dan Joko S., 2013). Oleh karena itu, kulit salak yang mengandung selulosa berpotensi sebagai adsorben logam berat.

2. Tembaga

Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Tembaga mempunyai nomor atom 29 dan mempunyai massaatom relatif 63,546. Logamtembaga banyak digunakan dalam industri peralatan listrik seperti kabel, pelapisan logam maupun paduan logam.Menurut Palar (1994: 63), tembaga merupakan penghantar listrik yang baik setelah perak (Ag), olah karena itu logam tembaga banyak digunakan dalam bidang elektronik dan pelistrikan.

Salah satu penyakit yang ditimbulkan akibat keracunan tembaga pada manusia adalah penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala penyakit ini antara lainkerusakan otak, penurunan kerja ginjal, dan pengendapan tembaga dalam kornea mata (Palar, 1994: 71). Apabila terakumulasi dalam makhluk hidup secara kontinu dalam waktu yang relatif lama, mengakibatkan keracunan bahkan kematian.


(26)

10

Keberadaan Cu di lingkungan perlu mendapat perhatian mengingat kecilnya batas konsentrasi yang diijinkan.Berdasarkan keputusan menteri negara KLH Kep. 02/ Men-KLH/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, keberadaan Cu dalam lingkungan diharapkan nihil, sedangkan batas maksimal yang diperbolehkan adalah 1 ppm (Solecha, 2002).

Suhendrayatna (2001) melaporkan tembaga bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 mg/L. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 mg/L. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 mg/L dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolytik produk.

Menurut Lahuddin(2007), ion logam Cu(II) dapat menjadi stabil dalam tanah apabila mengalami reaksi-reaksi hidrolisis, pembentukan kompleks anorganik dan kompleks organik, adsorpsi atau fiksasi Cu(II) pada berbagai jenis mineral liat. Ion logam Cu(II) terikat lebih kuat pada bahan organik dibandingkan dengan ion logam mikro lainnya (misalnya Zn(II) danMn(II)), sehingga adsorpsi ion Cu(II) pada adsorben selulosa akan membuat ion Cu(II) lebih stabil dan tidak mudah terlepas ke lingkungan.

3. Adsorpsi

Meludzinska mendefinisikan adsorpsi sebagai proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul adsorbat


(27)

11

dengan permukaan adsorben (Nurhasni,2014).Adsorpsi adalah proses terikatnya suatu zat yang berada sebagai fasa gas, fasa cair maupun larutan padapermukaan suatu padatan. Interaksi yang terjadi antara adsorbat dengan adsorben akan menyebabkan perubahan pada sifat adsorbat. Pada peristiwa adsorpsi terjadi pelepasan kalor (eksoterm).

Metode adsorpsi umumnya berdasarkan interaksi ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan adsorben melalui interaksi gayavan der waals, ikatan hidrogen, pertukaran ion atau pembentukan kompleks yang biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya gugus fungsional (YusufA.M. dan Tjahjani S., 2013).Menurut Atkins (1996: 437-438), ada dua jenis adsorpsi yaitu adsorpsi fisika dan kimia.Perbedaan dasar antara adsorpsi fisika dan kimia adalah sifat dari gaya-gaya yang menyebabkan ikatan adsorpsi tersebut.

a. Adsorpsi fisik (fisisorpsi)

Interaksi adsorpsi menggunakan ikatan Van der Walls, sifat adsorpsinya

reversible karena proses adsorpsi dapat lepas kembali ke dalam pelarut, kalor adsorpsi kecil yaitu sekitar 20 kJ/mol, kecepatan pembentukan ikatan cukup tinggi, regenerasi dapat dilakukan, adsorpsi terjadi pada suhu rendah karena semakin tinggi suhu maka tingkat adsorpsinya semakin kecil.

b. Adsorpsi kimia (kemisorpsi)

Ikatan yang terjadi pada adsorpsi kimia adalah irreversible, karena proses adsorpsi tidak dapat dilepas kembali ke dalam pelarut. Kecepatan pembentukan ikatan tergantung pada besarnya energi aktivasi.Adsorpsi ini melibatkan pertukaran elektron antara molekul yang diadsorpsi dengan


(28)

12

permukaan adsorben. Panas yang dihasilkan panas kemisorpsi lebih besar dari panas fisisorpsi yaitu -200 kJ/mol. Ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen, ionik atau keduanya.Adsorpsi kimia hanya membentuk lapisan tunggal pada permukaan.Oleh karena itu pemanfaatan proses adsorpsi pada proses kimia misalnya dalam industri mempunyai keuntungan antara lain biaya rendah, tidak ada efek samping zat beracun, dan mampu menghilangkan bahan-bahan organik lebih baik.Berbeda dengan adsorpsi fisika, pada suhu tinggi tingkat adsorpsiakansemakin besar.

Daya adsorpsi merupakan ukuran kemampuan suatu adsorben menarik sejumlah adsorbat.Proses adsorpsi tergantung pada luas spesifik padatan atau luas permukaan adsorben, konsentrasi keseimbangan zat terlarut atau tekanan adsorpsi gas, temperatur pada saat proses berlangsung dan sifat adsorbat atau adsorben itu sendiri. Makin besar luas permukaannya, maka daya adsorpsinya akansemakin kuat. Menurut Laksono, sifat adsorpsi pada permukaan zat padat sangat selektif artinya pada campuran zat hanya satu komponen yang diadsorpsi oleh zat padat tertentu (Endah, 2012).

Adsorben merupakan zat padat yang dapat menjerap komponen tertentu dari suatu fase fluida.Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori-pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikel itu.Pori-pori biasanya sangat kecil sehingga luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran yang lebih besar daripada permukaan luar saja dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan


(29)

13

sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainnya. Adsorben yang digunakan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar (Ismail F. H., Edward T. & Hamidah H., 2012).Porositas yang besar dengan situs aktif juga merupakan karakteristik adsorben yang baik menurut Bhatnagar dan Minocha (2006).Selain itu adsorben juga harus memiliki efisiensi adsorpsi tinggi dengan waktu kesetimbangan yang singkat.

Untuk mendapatkan daya adsorpsi yang baik maka dapat dilakukan modifikasi.Selain itu, modifikasi adsorben bertujuan meningkatkan daya dan efisiensi adsorpsi.Modifikasi dapat dilakukan dengan aktivasi secara fisika dan kimia.Menurut Jason aktivasi adsorben akan menaikkan energi pada permukaannya sehingga dapat meningkatkan tarikan terhadap molekul terlarut (Aprilia S., 2009). Aktivasi secara fisika antara lain dilakukan dengan mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan penggantian gugus aktif –OH pada selulosa dengan gugus HSO3- melalui proses sulfonasi. Setiawan dkk. (2004) melaporkan bahwa selulosa yang teraktivasi dengan cara sulfonasi memberikan daya adsorpsi dua kali lebih besar daripada selulosa tanpa aktivasi. Pada penelitian ini digunakan adsorben dari kulit salak yang diaktivasi dengan asam sulfat 1 M. Rizki A., Harlanto P. dan Purwanto (2013) melaporkan dengan menggunakan kondisi operasi asam sulfat 10 N pada waktu 6 jam dan dengan suhu 400C hasil katalis karbon aktif tersulfonasi mempunyai struktur morfologi yang paling baik.


(30)

14 4. Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi menggambarkan proses adsorpsi, yaitu proses distribusi adsorbat diantara fase cair dan fase padat. Dalam isoterm adsorpsi proses tersebut digambarkan dengan sebuah persamaan atau rumus. Menurut Nwabanne (2008), isoterm adsorpsi yang umum digunakan adalah isoterm Langmuir dan Freundlich (I Dewa Gede D. P. K., 2014).

a. Isoterm Langmuir

Merupakan isoterm paling sederhana, yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap tempat adsorpsi adalah ekuivalen dan kemampuan partikel untuk terikat ditempat adsorpsi itu tidak bergantung pada ditempati atau tidaknya tempat yang berdekatan (Atkins, 1996: 439-441).Isoterm Langmuir dibuat untuk menggambarkanbahwa suatu adsorpsi mengikuti asumsi berikut,

1) Adsorben dan adsorbat membentuk lapis tunggal (monolayer) 2) Adsorpsi terlokalisir

3) Kalor adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan

4) Semua situs bersifat sama dan permukaan adsorben bersifat homogen 5) Kemampuan adsorpsi molekul pada suatu situs tidak tergantung pada situs

lainnya.

Sisi sentuh adsorben yang membentuk ikatan kovalen dan ion.Isoterm Langmuir disebut juga adsorpsi kimia karena adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben yang membentuk ikatan kovalen dan ion.Persamaan Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul adsorbat dangan


(31)

molekul-15

molekul yang masih bebas.Berdasarkan persamaan isoterm Langmuir dapat diperoleh  yang menunjukkan nilai dari daya adsorpsi maksimum dari adsorben.

Daya adsorpsi maksimal dapat ditentukan dari kurva hubungan terhadap C dengan persamaan:

= �

1 + � … … … …(1)

Dari persamaan (1) dapat diubah ke persamaan linier menjadi:

= 1

. + 1

� … … … ….… …. (2)

Keterangan :

= jumlah adsorbat yang teradsorp per satuan bobot adsorben (mg/g)

� = konsentrasi kesetimbangan adsorbat setelah adsorpsi (mg/L) = daya adsorpsi maksimum

= konstanta isoterm Langmuir

(a) (b)


(32)

16 b. Isoterm Freundlich

Isoterm Freundlich didasarkan pada terbentuknya lapisan tunggal molekul (monolayer) molekul adsorbat di permukaan adsorben.Persamaan isoterm Freundlich menjelaskan bahwa permukaan adsorben bersifat heterogen, artinya setiap gugus aktif di permukaan adsorben memiliki kemampuan mengadsorpsi yang berbeda-beda.Persamaan ini merupakan suatu persamaan empiris yang tidak diturunkan dari model yang khusus tetapi banyak sistem yang sesuai dengan persamaan ini (Day R.A.& Underwood, 2002: 526-527).Isoterm Freundlich dinyatakan dengan persamaan berikut,

= �1 ...(3)

Apabila dilogaritmakan, persamaan akan menjadi:

� = � +1 �� ...(4)

Keterangan:

=Jumlah adsorbat terjerap per satuan bobot adsorben (μg/g adsorben).

C= Konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)

k= Konstanta empiris, k merupakan indikator daya adsorpsi


(33)

17

Gambar 5. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich

Melalui isoterm adsorpsi dapat diketahui sifat dari gugus aktif yang terdapat pada adsorben. Untuk menentukan isoterm adsorpsi pada proses adsorpsi ion Cu(II) oleh adsorben kulit salak termodifikasi maka dilakukan penelitian dengan menentukan kesesuaian adsorpsi dengan isoterm adsorpsi Langmuir dan isoterm Freundlich

5. Fourier Transform-Infrared (FT-IR)

Analisis menggunakan FT-IR merupakan analisis kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus fungsional utama yang terdapat dalam suatu struktur senyawa yang diidentifikasi. Serapan inframerah berkaitan dengan getaran molekul atau atom, hanya radiasi yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi getaran yang diserap. Inti-inti atom yang terikat secara kovalen dapat mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi.Apabila suatu molekul menyerap radiasi inframerah, maka amplitudo getaran atom-atom yang terikat mengalami kenaikan sehingga molekul berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Panjang gelombang


(34)

18

atau frekuensi absorbansi tergantung pada jenis getaran dari ikatan antar atom misalnya: C-C, C-H, O-H (Day & Underwood, 2002:387).

Grafik spektrum inframerah terbentuk antara prosentase penyerapan (absorbansi) terhadap frekuensi karakteristiknya. Bentuk spektrum cahaya dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan energi elektronik (Sudjadi,1983: 167).Gambar 6 merupakan spektra FTIR standar dari selulosa.

Menurut Risfidian, spektra tersebut menunjukkan gugus-gugus dalam selulosa dan serapan yang muncul pada spektra tersebut di atas adalah sebagai berikut;

a. 3350,7 cm-1 : vibrasi ulur gugus hidroksi (–OH)

b. 2901,3 cm-1 : vibrasi C-H dari gugus alkil yang merupakan kerangka pembangun dari struktur selulosa

c. 1640 dan 1430 cm-1 : gugus alkil (C-C)

d. 1282-1035cm-1 : diperkuat gugus eter (C-O) yang merupakan vibrasi ulur terletak pada daerah sidik jari. C-O merupakan penghubung rantai karbon dalam senyawa selulosa.


(35)

19

Apabila muncul dalam spektra FTIR pada daerah 1600-1700 cm-1 yang mengidikasikan senyawa aromatis pada daerah tersebut.Adanya gugus aromatis, menunjukkan bahwa masih ada hemiselulosa atau lignoselulosa yang belum larut dari selulosa tersebut.

6. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometer serapan atom (SSA) merupakan instrumen yang digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam. Alat ini sangat sensitif dan dapat mengukur konsentrasi sampel hingga part of billion( µg dm–3). SSA merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2007: 281-301).

Prinsip dasar pengukuran dengan SSA adalah penyerapan energi (sumber cahaya berupa lampu katode berongga) oleh atom-atom dalam keadaan dasar menjadi atom-atom dalam keadaan tereksitasi. Pembentukan atom-atom dalam keadaan dasar menjadi keadaan tereksitasi disebut denganproses atomisasi. Atomisasi dilakukan di dalam nyala, dengan mengalirkan gas asetilen. Gas asetilen baik digunakan untuk berbagai unsur logam seperti Cr, Fe, Pb, termasuk logam Cu (tembaga). Cuplikan sampel yang mengandung logam M sebagai ion M+ dalam bentuk larutan garam M+ dan A-akan melalui serangkaian proses dalam nyala, sebelum akhirnya menjadi atomlogam dalam keadaan dasar M0 seperti Gambar 7.


(36)

20

M++A- (larutan) M++A- (aerosol) MA (padat) MA (Cair)

M0+A0 (gas) MA (gas) Gambar 7.Proses atomisasi

Penentuan konsentrasi unsur logam dalam sampel dapat dilakukan dengan bantuan kurva kalibrasi yang merupakan hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi larutan standar.Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa jumlah energi yang diserap (absorbansi) sebanding dengan konsentrasi (C) (Khopkar, 2003: 206).

Persamaan dari Hukum Lambert-Beer It = Io.e-(εbc), atau

A = - log ��

A =

ε

bc

Dimana : Io = Intensitas sumber sinar

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε

= Absortivitas molar b = Panjang medium

c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar A = Absorbansi

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom.


(37)

21

Gambar 8.Kurva Kalibrasi (Sumber: Khopkar)

B. PENELITIAN YANG RELEVAN

Aji, B.K. dan Kurniawan, F., (2012) melakukan penelitian Pemanfaaan serbuk biji salak (Salacca zalacca) sebagai adsorben Cr(VI) dengan metode batch dan kolom. Biji salak dipreparasi hingga menjadi serbuk, kemudian dicuci dengan aquades dan metanol. Beberapa parameter variasi seperti pengaruh waktu kotak, konsentrasi larutan Cr(VI), ukuran partikel adsorben, laju alir dalam proses adsorpsi telah dipelajari untuk memperoleh kondisi optimum adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben serbuk biji salak dapat mengadsorpsi ion Cr(VI). Isoterm adsorpsi pada saat kesetimbangan lebih sesuai dengan pola isoterm Langmuir daripada Freundlich dan Bruneur-Emment-Teller. Konsentrasi logam ditentukan dengan pengujian Spektrofotometer UV-Vis. Kondisi optimum adsorpsi ion Cr(VI) diperoleh pada waktu kontak 60 menit dengan ukuran partikel adsorben 125 µ m dan konsentrasi ion logam 100 mg/L. daya penyerapan optimum ion Cr(VI) oleh serbuk biji salak adalah 0,59 mg/g.

Penelitian lainnya yang menggunakan limbah kulit salak sebagai adsorben tembaga dalam larutan adalah Chadrudee Sirilamduan dengan judul “ Removal of


(38)

22

copper aqueoussolutions by adsorption using modify Zalacca edulis peel modify”(2011) diperoleh kesimpulan bahwa daya adsorpsi sangat dipengaruhi

konsentrasi awal larutan logam. pH larutan juga berpengaruh pada adsorpsi Cu baik pada adsorben kulit salak yang di-treatment dengan CaCl2 maupun yang tidak. Aktivasi dengan CaCl2 meningkatkan daya adsorpsi. Analisis menggunakan SEM menunjukkan bahwa kulit salak yang diaktivasi dengan CaCl2 struktur biomassanya menjadi seragam. Isoterm adsorpsi pada kulit salak tanpa aktivasi sesuai dengan pola isoterm Langmuir.Pola isoterm Langmuir dan Freundlich lebih tepat pada adsorpsi Cu dengan adsorben kulit salak yang diaktivasi dengan CaCl2.Pada penelitian ini 0,1 gram adsorben kulit salak yang dimodifikasi dengan CaCl2 dapat mengadsorp ion Cu(II) hingga nilai yang berkisar antara 24 mg/g dengan waktu kontak 24 jam, kecepatan 100 rpm pada suhu kamar.

Penelitian lain yang menggunakan limbah pertanian sebagai adsorben Cu yaitu Removal of Copper from Water by Adsorption onto Banana Peel as Bioadsorbent oleh M. A Hossain, H. Hao Ngo, W.S. Guo dan T.V. Nguyen (2012).Dari penelitian tersebut diperoleh kulit pisang yang proses preparasinya menjadi adsorben adalah dengan mengeringkan dalam oven pada 1050C selama 24 jam. Untuk 1 gram adsorben tersebut mampu mengadsorpsi 28 mg Cu. Model isoterm untuk adsorpsi tembaga pada adsorben kulit pisang adalah Langmuir dan Freundlich namun kurang sesuai dengan isoterm Tempkin.

Penelitian yang juga menggunakan limbah pertanian sebagai adsorben Cu adalah penelitian yang dilakukan oleh Aliya Nur Hasanah, Fani Rizkiana dan Driyanti Rahayu yang berjudul Banana peels and Stem (Musa x paradisiaca


(39)

23

Linn.) as Biosorbent of Copper in Textile Industry Wastewater(2012).Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa kulit pisang dan batang pisang potensial untuk dijadikan adsorben Cu pada air limbah industri tekstil.daya adsorpsi Cu batang pisang mencapai 23-89% dan 25-59% pada kulit pisang. Daya adsorpsi optimum dicapai pada biosorbent yang diaktivasi dengan formalin pada pH 4, ukuran partikel 30 mesh dan waktu kontaknya 12 jam. Pada kondisi tersebut biosorben mampu mengadsorpsi hingga 19,7 mg.Pada penelitian inidibandingkan antara adsorben yang diaktivasi dengan formalin dan NaOH. Ternyata hasil adsorpsi adsorben yang diaktivasi menggunakan formalin lebih baik.Hal ini karena secara alami formalin menghasilkan gugus karboksil yang memiliki keasaman daripada NaOH,sehingga memiliki muatan yang lebih negatif pada gugus asamnya akibatnya interaksi antara kation logam dalam larutan lebih mudah.

C. KERANGKA BERPIKIR

Berkembangnya sentra industri kecil kerajinan logam yang ada di Kotagede menimbulkan masalah baru yaitu limbah dari industri yang mencemari lingkungan.Dilaporkan Haryono,air limbah di Industri logam Kotagede Yogyakarta kebanyakan dibuang di sekitar tempat bekerja atau dibuang langsung ke selokan menuju sungai besar(Novita S., Bardi M., dan Sunarto, 2015). Oleh karena itu dibutuhkan penanganan dalam permasalahan limbah yang mudah, efektif dan efisien untuk diaplikasikan pada industri kecil tersebut.Salah satu


(40)

24

metode pengolahan limbah cair industri adalah adsorpsi.Metode adsorpsi ini aman, tidak menimbulkan efek samping dan tidak membahayakan kesehatan.

Penelitian ini menggunakan kulit salak sebagai adsorben.Kulit salak dipilih karena mudah diperoleh dan mengandung selulosa yang berpotensi digunakan sebagai adsorben karena adanya gugus OH yang dapat berinteraksi dengan adsorbat. Proses ini diharapkan mampu mengadsorpsi ion tembaga(II) dalam limbah. Untuk meningkatkan daya adsorpsinya, kulit salak dipreparasi dengan NaOH untuk menghilangkan lignin dan pengotor-pengotornya.Kemudian kulit salak diaktivasi dengan H2SO4 untuk mengaktifkan gugus karboksil pada adsorben.

Penelitian dilakukan dengan metode adsorpsi dengan memvariasi waktu kontak, konsentrasi awal ion Cu(II)dan tanpa pengaturan pH. Karakterisasi adsorben dengan FTIR, kandungan ion Cu(II) dalam sampel dianalisis dengan menggunakan SSA.Daya adsoprsi ditentukan dengan membandingkan konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi.


(41)

25 BAB III

METODE PENELITIAN A. SUBJEK DAN OBJEK PENELITIAN

1. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah adsorben dari kulit salak. 2. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi tembaga oleh adsorben dari kulit salak.

B. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu kontak limbah dengan adsorben, suhu, dan konsentrasi awal iontembaga(II).

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar ion tembaga(II) sebelum dan sesudah adsorpsi.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat:

SSA, FTIR, timbangan analitik, termometer, stopwatch, kertas saring, oven, vacum buchner, magnetic stirer, pH meter.


(42)

26

Peralatan gelas : gelas beaker, erlenmayer, labu takar 10; 25; 100; 250 mL. Gelas arloji, gelas ukur 10 mL, pipet volume 1;2;5 mL, pipet tetes, corong kaca, pengaduk.

2. Bahan:

a. Kulit salak pondoh b. CuSO4.5 H2O c. Kristal NaOH p.a. d. Asam Sulfat p.a. e. Aquades

D. PROSEDUR PENELITIAN

1. Preparasi Adsorben Kulit Salak

Kulit salak dicuci dengan air mengalir hingga bersih kemudian direndam dalam aquades selama 48 jam, setelah itu dikeringkan.Kulit salak kemudian direndam dalam NaOH 1 M selama 12 jam untuk proses penghilangan lignin (delignifikasi), lalu kulit dibilas dengan aquades dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600 C selama 24 jam. Kulit salak kering kemudian digiling hingga lolos 50 mesh. Adsorben kulit salak ini dimodifikasi dengan direndam dalam asam sulfat 1 M selama 24 jam, lalu dibilas dengan aquades hingga pH filtrat netral dan adsorben dikeringkan pada suhu 600C.


(43)

27

2. Pembuatan larutan induk tembaga(II) 1000 ppm

Pembuatan larutan induk tembaga dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu dengan menimbang 0,982 gram tembaga sulfat (CuSO4.5H2O) kemudian dilarutkan ke dalam akuades sampai tanda batas dengan menggunakan labu takar 250 mL dan dihomogenkan.

3. Pembutan Kurva Standar

Kurva standar dibuat dari larutan induk tembaga(II) dengan konsentrasi 0; 1; 2; 3; 4; dan 5ppm dan diukur absorbansi dan konsentrasinya pada SSA pada 324,75 nm.

4. Penentuan daya adsorpsi pada berbagai waktu adsorpsi

Adsorben kulit salak yang telah dimodifikasi dengan perbandingan 1:100 b/v dimasukkan dalam larutan CuSO4 10 ppm.Kemudian larutan diaduk selama 5 menit dengan pengaduk magnet selanjutnya diambil pada menit ke 0; 1; 3; 5; 10; 20; 30; 45; 60; 90; 120; dan 150 setelah pengadukan. Selanjutnya larutan hasil adsorpsi diukur adsorbansinya menggunakan SSA pada 324,75 nm.

5. Penentuan daya adsorpsi pada berbagai konsentrasi awal Cu(II) Adsorben kulit salak yang telah dimodifikasi dengan perbandingan 1:100 b/v dimasukkan dalam larutan CuSO4dengan variasi konsentrasi awal 5; 10; 15; 20; dan25 ppm. Selanjutnya,larutan diaduk selama 5 menit dan kemudian disaring pada 60 menit.Larutan diukur absorbansinya dengan SSAsehingga diperoleh daya adsorpsi pada berbagai konsentrasikemudian ditentukan isoterm adsorpsinya.


(44)

28

E. TEKNIK PEROLEHAN DATA

Data yang diperoleh dari penelitian berupa data kualitatif dan kuantitatif 1. Data kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari spektra IR 2. Data kuantitatif

Data kuantitatif diperoleh dari hasil SSA. Banyaknya logam Cu yang teradsorpsi pada kulit salak diukur dari selisih konsentrasi sebelum dan sesudah interaksi

F. ANALISIS DATA

1. Penentuan daya adsorpsi dapat dihitung dengan persamaan:

= �0 − ��×� … … … …(4)

Keterangan:

= daya adsorpsi atau jumlah adsorbat teradsorp per-satuan massa adsorben (mg/g adsorben)

V = volume larutan (mL)

�0 = konsentrasi awal larutan (ppm)

�� = konsentrasi akhir larutan (ppm)


(45)

29 2. Penentuan Isoterm adsorpsi

a. Isoterm Langmuir

= �

1 + � … … … …(5)

Dari persamaan (1) dapat diubah ke persamaan linier menjadi:

= 1

. + 1

� … … … ….… …. (6)

Keterangan :

= daya adsorpsi jumlah adsorbat teradsorp per-satuan massa adsorben (mg/g adsorben)

� = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)

α = daya adsorpsi maksimum

β = konstanta Langmuir b. Isoterm Freundlich

= �1 … … … …. (7)

� = � +1log� … … … …(8)

Keterangan :

� = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)

= daya adsorpsi atau jumlah adsorbat teradsorp per-satuan massa adsorben (mg/g adsorben)


(46)

30 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

1. Preparasi Adsorben Kulit Salak

Preparasi adsorben dilakukan dengan merendam kulit salak pondoh dalam larutan NaOH 1 M selama 12 jam.Serbuk kering berukuran 50 mesh ini disebut adsorben kulit salak tanpa modifikasi.Selanjutnya, adsorben kulit salak tanpa modifikasi direndam dalam asam sulfat 1 M selama 24 jam, setelah itu adsorben dicuci hingga pH air cucian tersebut sekitar 7.Kemudian adsorben dikeringkan pada suhu 600C.Serbuk kulit salak ini selanjutnya disebut adsorben kulit salak modifikasi asam.Adsorben ini berbentuk serbuk dengan bau khas dan kecoklatan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Adsorben Kulit Salak Modifikasi Asam

2. Karakterisasi Adsorben Kulit Salak menggunakan FTIR

Karakterisasi adsorben kulit salak untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada di dalam adsorben dan juga gugus-gugus yang


(47)

31

menunjukkan terjadinya adsorpsi yaitu dengan terikatnya tembaga(II) pada adsorben kulit salak. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan mekanisme interaksi yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat.Spektra inframerah dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 10. Spektra Inframerah Sebelum Aktivasi


(48)

32

Gambar 12. Spektra Inframerah Setelah Adsorpsi

3. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Adsorpsi Ion Tembaga(II)

Penentuan daya adsorpsi iontembaga(II) dilakukan dengan penentuan waktu kontak optimal. Massa adsorben kulit salak modifikasi asam yang digunakan dalam adsorpsi adalah tetap dengan perbandingan untuk 1 gram adsorben dalam 100 mL larutan pada konsentrasi 10 ppm. Absorbansi yang terukur pada 324,75 nm digunakan untuk menghitung konsentrasi akhir, selanjutnya daya adsorpsi dapat dihitung. Data hasil adsorpsi disajikan pada Tabel 1.Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.


(49)

33

Tabel 1. Data Adsorpsi Variasi Waktu No Waktu

(menit)

Co (ppm)

Ca

(ppm) (mg/g)

1 0 7,340 7,340 0,000

2 1 7,340 2,707 0,463

3 3 7,340 1,560 0,578

4 5 7.340 1,521 0,582

5 10 7,340 1,396 0,594

6 15 7,340 1,320 0,602

7 20 7,340 1,240 0,610

8 30 7,340 1,277 0,606

9 45 7,340 1,188 0,615

10 60 7,340 1,421 0,592 11 90 7,340 1,150 0,619 12 120 7,340 1,124 0,622 13 150 7,340 1,035 0,631

4. Pengaruh Konsentrasi Awal Cu(II)Terhadap Daya Adsorpsi Penentuan selanjutnya yaitu untuk mengetahui pengaruh konsentrasi awal larutan tembaga(II) atau Cu(II) dengan menggunakan kondisi waktu setimbang yang telah diketahui sebelumnya dan perbandingan massa adsorben yang tetap, yaitu 1 gram adsorben dalam 100 mL larutan. Konsentrasi larutan Cu(II) yang digunakan dalam adsorpsi oleh adsorben kulit salak modifikasi asam yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan mengetahui pengaruh konsentrasi awal terhadap daya adsorpsi Cu(II), maka dapat diketahui juga pola isoterm adsorpsi adsorben kulit salak terhadap ion tembaga(II). Setelah adsorpsi, filtrat diukur adsorbansinya untuk menghitung daya adsorpsi.Perhitungan lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.


(50)

34

Tabel 2. Data Adsorpsi Variasi Konsentrasi AwalCu(II) No. C0(ppm) Ca (ppm) (mg/g)

1 4,971 0,855 0,412

2 8,428 0,972 0,746

3 10,381 1,771 0,861

4 11,229 2,427 0,880

5 11,649 2,670 0,898

5. Pola Isoterm Adsorpsi

Perhitungan pola isoterm adsorpsi menggunakan data adsorpsi variasi konsentrasi.Data adsorpsi dan konsetrasi akhir (Ca) yang diperoleh pada adsorpsi variasi konsentrasi awal diolah menggunakan rumus pola isoterm Langmuir dan Freundlich.Data adsorpsi tembaga(II) untuk menentukan pola isoterm adsorpsi Langmuir disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 untuk pola isoterm adsorpsi Freundlich.

Tabel 3. Data Adsorpsi Isoterm Langmuir

No Massa adsorben (gram) C0 (ppm) Ca

(ppm) (mg/g)

��

1 0,1 4,971 0,855 0,412 2,076

2 0,1 8,428 0,972 0,746 1,304

3 0,1 10,381 1,771 0,861 2,058

4 0,1 11,229 2,427 0,880 2,757


(51)

35

Tabel 4. Data Adsorpsi Isoterm Freundlich

No Massa adsorben (gram) C0 (ppm) Ca

(ppm) (mg/g) log Ca log 1 0,1 4,971 0,855 0,412 -0,068 -0,385 2 0,1 8,428 0,972 0,746 -0,012 -0,128 3 0,1 10,381 1,771 0,861 0,248 -0,065 4 0,1 11,229 2,427 0,880 0,385 -0,055 5 0,1 11,649 2,670 0,898 0,426 -0,047

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan kulit salak sebagai adsorben, hal ini karenakulit salak jumlahnya cukup melimpah ketika panen raya dan belum dimanfaatkan secara maksimal.

1. Preparasi adsorben kulit salak

Kulit yang masih segar atau yang baru dilepas umumnya mengandung air, karbohidrat, mineral dan protein. Kadar air dalam kulit salak cukup tinggi, yaitu sebesar 74,6%. Kulit salak pondoh memiliki kadar karbohidrat sebesar 3,8%, protein 0,565% (Zulfi dan Retno, 2009). Pada penelitian awal yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kulit salak mengandung 25,76% selulosa. Kulit salak dimodifikasi untuk dijadikan adsorben yang dapat mengadsorpsi ion tembaga(II) dalam air karena adanya kandungan selulosa yang terdapat dalam kulit salak.Kulit salak yang akan dijadikan adsorben didelignifikasi atau dihilangkan ligninnya terlebih dahulu karena selulosa selalu berdampingan keberadaannya dengan lignin dan hemiselulosa. Lignin dapat menghambat proses adsorpsi karena lignin berfungsi sebagai pengikat antar selulosa.


(52)

36

Gambar 13. Selulosa 3D (sumber: majalah Inovasi)

Proses delignifikasi dilakukan dengancara merendam kulit salak dalam NaOH 1M selama 12 jam. Lignin akan berdifusi dengan larutan alkali sehingga akan terjadi pelepasan gugus metoksil yang membuat lignin larut dalam alkali. Proses larutnya lignin ke dalam NaOH ditandai dengan adanya larutan yang berwarna hitam pekat (black liquor). Kandungan lignin yang telah habis diuji dengan menetesi filtrat hasil delignifikasi dengan asam sulfat, apabila sudah tidak terjadi pengendapan maka sampel bebas lignin. Pengujian ini dilakukan karena pada suasana asam kuat, lignin akan cenderung berkondensasi dan mengendap. Selain melarutkan lignin, alkali kuat juga mendegradasi hemiselulosa sehingga yang tersisa dari proses ini adalah selulosa. Menurut Hutomo (2012) penggunaan NaOH 12% merupakan pelarut yang baik untuk mengekstraksi selulosa dari pod husk kakao daripada penggunaan NaOH 16%. Hal ini menandakan bahwa kadar NaOH yang terlalu tinggi pada proses delignifikasi akan mengakibatkan selulosa mudah mengalami degradasi sehingga mengurangi rendemen hasil ekstraksi selulosa yang diperoleh.

Selanjutnya adsorben kulit salak dimodifikasi dengan larutan asam yaitu larutan H2SO4 1 M. Tujuan dari modifikasi asam ini adalah untuk meningkatkan


(53)

37

kemampuan adsorpsi logam pada adsorben (C. Sirilamduan. 2011).Hal ini sesuai dengan Nguyen Dinh Thanh dan Ha Lam Nhung (2009), selulosa yang telah ditreatmentdengan asam sitrat, menjadi kaya dengan gugus alkohol primer bebas dan berikatan dengan beberapa gugus karboksil lainnya.Aliya (2012) juga melaporkan bahwa aktivasi kulit pisang dengan formalin lebih baik dari pada NaOH. Formalin secara alami menghasilkan gugus karboksil sehingga lebih asam dari pada NaOH, akibatnya permukaan mempunyai muatan yang lebih negatif dan menjadikan interaksi antara Cu(II) dalam larutan lebih mudah. Dengan demikian treatment ini meningkatkan kemampuan selulosa mengikat kation.Selanjutnya, modifikasi asam jauh lebih efektif meningkatkan daya pertukaran kation bila dilakukan setelah delignifikasi dengan basa.

2. Karakterisasi Adsorben Kulit Salak

Hasil analisis dan karakterisasi EDS adsorben kulit salak yang telah didelignifikasi menggunakan NaOH 1M dan selanjutnya dimodifikasi dengan HCl 1 M ditunjukkan pada Gambar 14. Dari hasil analisis dengan EDS tersebut, unsur yang terdapat dalam adsorben kulit salak adalah C, O dan Si.

Gambar 14. Spektrum EDS Sebelum Adsorpsi Si

O


(54)

38

Karakterisasi selanjutnya adalah menggunakan FTIR.Karakterisasi menggunakan FTIR berfungsi untuk mengetahui gugus-gugus yang terdapat dalam adsorben kulit salak sebelum dan setelah digunakan adsorpsi. Berdasarkan Gambar 11 dan Gambar 12 maka dapat diintrepetasikan gugus fungsi yang terdapat dalam adsorben, seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Intepretasi Gugus Fungsi

Adsorben sebelum adsorpsi Adsorben setelah adsorpsi v (cm-1) Gugus fungsi v (cm-1) Gugus fungsi

3449,32 Regangan –OH 3471,19 Regangan –OH

2921,23 Vibrasi C-H gugus alkil - Vibrasi C-H gugus alkil 1644,16 Gugus alkil C-C 1638,04 Gugus alkil C-C

1065,15 C-O-C (eter) 1163,43 C-O-C

Berdasarkan Tabel 5 pada kolom adsorben sebelum adsorpsi, terdapat puncak melebar pada bilangan gelombang 3328,25 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus –OH. Adanya gugus C-H alkil dibuktikan dengan serapan yang muncul pada 2921,23 cm-1, puncak / peak ini tertutup karena melebarnya puncak dari gugus –OH. Pada 1644,16 cm-1 merupakan gugus alkil C-C, dan serapan pada 1065,15 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur pada daerah sidik jari dari gugus eter (C-O). C-O merupakan penghubung rantai karbon dalam senyawa selulosa.

Hasil spektra pada adsorben setelah adsorpsi menunjukkan adanya serapan gugus –OH pada bilangan gelombang 3471,19 cm-1 yang artinya mengalami pergeseran bilangan gelombang dari spektra pada adsorben sebelum adsorpsi. Hal ini dimungkinkan karena telah terjadi pengikatan Cu pada gugus –OH pada saat proses adsorpsi.Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi ion Cu(II) mengkuti mekanisme pertukaran ion berikut,


(55)

39

Gambar 15. Interaksi gugus –OH dalam selulosa dengan Cu(II)

Pada proses adsorpsi ini merupakan mekanisme pertukaran ion, pelepasan H+ didukung dengan data perubahan pH sebelum dan sesudah adsorpsi yang cenderung menjadi lebih rendah yaitu dari pH 5,6 menjadi 4,1. Hal ini sesuai dengan Terada yang mengemukakan bahwa ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada molekul organik dengan ion logam dapat dijelaskan sebagai perilaku interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan kompleks pada permukaan padatan.

[GH] + Mz+ [GM(z-1)] + H+

2[GH] + Mz+ [G2M(z-2)] + 2H+ (AmunAmri, 2004) GH adalah gugus fungsional yang terdapat dalam molekul organik, dan M adalah ion logam bervalensi z.

Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam juga dapat terjadi melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen (O) pada gugus –OH mempunyai pasangan elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong (Indah N dan Joko S., 2013). Pasangan elektron bebas tersebut akanmenempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks.


(56)

40

3. Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Daya Adsorpsi Ion Tembaga(II) Waktu merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi proses adsorpsi. Waktu adsorpsi atau waktu kontak adalah waktu yang digunakan adsorben untuk mengadsorpsi adsorbat dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.Gambar 16 menunjukkan terjadinya kenaikan daya adsorpsi seiring bertambahnya waktu kontak.Daya adsorpsi dari menit ke-1 setelah 5 menit pengadukan menunjukkan perubahan signifikan.Hal ini menunjukkan bahwa adsorben mempunyai efisiensi adsorpsi yang tinggi sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk mencapai kesetimbangan.

Gambar 16. Kurva Hubungan Waktu Kontak Dengan Daya Adsorpsi Ion Tembaga(II)

Nilai daya adsorpsi yang diperoleh cenderung konstan meskipun terdapat penurunan daya adsorpsi pada beberapa waktu.Daya adsorpsi hanya turun sedikit pada menit 60 namun setelah itudaya adsorpsinya naik kembali pada menit ke-90 dan selanjutnya cenderung konstan.Pada menit ke-10 hingga ke-150daya adsorpsi cenderung konstan setelah menit ke-90.Keadaan ini disebabkan adsorben

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 50 100 150 200

x/m (mg/g)


(57)

41

yang sudah dalam keadaan jenuh dan tidak memiliki situs aktif yang kosong (Idris et al., 2011).Kondisi tersebut menggambarkan adsorpsi telah mencapai kesetimbangan antara konsentrasi tembaga dengan lingkungannya. Hal ini menyebabkan daya adsorpsi yang dihasilkan pada menit 10 hingga menit ke-150 hampir sama yaitu 0,594 mg/g adsorben, 0,602 mg/g adsorben dan 0,610 mg/g adsorben, 0,615 mg/g adsorben, dan 0,622 mg/g adsorben.Dengan demikian waktu kesetimbangan untuk proses adsorpsi tembaga dengan adsorben kulit salak ini adalah 60 menit, yaitu waktu yang dianggap telah terjadi kondisi kesetimbangan.

Dari Gambar 16, dapat diketahui bahwa adsorpsi ion tembaga(II) pada variasi waktu kontak yang dilakukan sesuai dengan Raghuvanshi, et.al., (2004), bahwa daya adsorpsi akan meningkat seiring dengan peningkatan waktu adsorpsi sampai pada titik tertentu kemudian mengalami penurunan setelah melewati titik tersebut. Hal ini disebabkan sisi aktif adsorben telah terisi penuh oleh adsorbat sehingga ketika waktu optimal adsorpsi tercapai maka akan terjadi penurunan daya adsorpsi.

4. Pengaruh Konsentrasi Awal Cu(II) Terhadap Daya Adsorpsi

Adsorpsi pada variasi konsentrasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ion logam dalam larutan terhadap daya adsorpsi pada adsorben kulit salak termodifikasi.Adsorpsi dilakukan dengan waktu kontak 60 menit dengan massa adsorben 1:100 b/v larutan Cu(II) pada konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan 25


(58)

42

ppm. Hasil adsorpsi dengan variasi konsentrasi tersebut disajikan Tabel 2 dan Gambar 17.

Pengaruh konsentrasi awal Cu terhadap daya adsorpsi ditunjukkan pada Gambar 17.Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ion tembaga maka daya adsorpsinya semakin besar.Andriani (2013) melaporkan hal ini terjadi karena permukaan adsorben yang bersifat heterogen sehingga terdapat beberapa situs atau gugus adsorpsi yang memiliki afinitas tinggi dan terdapat situs-situs dengan afinitas rendah. Sehingga pada konsentrasi awal larutan tembaga akan mengisi situs adsorben dengan afinitas tinggi terlebih dahulu. Kemudian pada konsentrasi tinggi tampak pada Gambar 17, daya adsorpsinya cenderung konstan hal ini karena situs aktif yang ada mulai penuh.

Gambar 17.Kurva hubungan konsentrasi awal Cu terhadap daya adsorpsi

Hal ini sesuai dengan Saeed yang mengemukakan bahwa pada konsentrasi rendah logam berat teradsorpsi oleh situs spesifik, peningkatan konsentrasi logam akan mengakibatkan situs spesifik menjadi jenuh dan situs pertukaran (exchange

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

0.0 5.0 10.0 15.0

x/m (mg/g)


(59)

43

sites)akan terisi penuh (Tyagita S., 2009). Vincent Liem (2015) juga menyatakan bahwa pada proses adsorpsi perbedaan konsentrasi antara adsorbat pada fasa larutan dan pada permukaan adsorben akanterus berlangsung hingga permukaan adsorben jenuh dan tidak ada lagi adsorbat yang dapat terikat pada adsorben.

5. Pola Isoterm Adsorpsi

Pola isoterm adsorpsi diperoleh dari data adsorpsi pada berbagai variasi konsentrasi awal Cu pada suhu konstan.Isotermadsorpsi menggambarkan bagaimana distribusi molekul antara fasa cair (adsorbat) dan fasa padat (adsorben) saat proses adsorpsi pada kesetimbangan (Rasmiah, 2013). Kondisi yang sering terjadi adalah jumlah adsorbat yang teradsorp per satuan massa adsorben meningkat seiring naiknya konsentrasi (Kusmiyati dkk, 2012).

Isoterm Langmuir menggambarkan bahwa pada permukaan adsorben terdapat sejumlah situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan dan setiap situs aktif hanya dapat mengadsorp satu molekul (Siti Sulasridkk., 2014). Pola isoterm Langmuir diperoleh dengan mengalurkan Ca(konsentrasi akhi) terhadap (daya adsorpsi) kemudian daya adsoprsi maksimal(atau α) diperoleh dari kemiringan kurva dan konstanta (atau β) diperoleh dari intersep kurva.Berikut adalah Kurva Isoterm Langmuir dan Isoterm Freundlich berdasarkan data pada Tabel 3 dan 4.


(60)

44

Gambar 18. Kurva Isoterm Langmuir

Sementara itu isoterm Freundlich mengasumsikan bahwa proses adsorpsi pada permukaan adsorben yang heterogen. Kurva diperoleh dengan mengalurkan log C0 dengan log . Kemudian konstanta (k) diperoleh dari intersep dan harga

1

diperoleh dari kemiringan kurva.

Gambar 19.Kurva Isoterm Freundlich

Persamaan garis yang diperoleh pada Gambar 18 dan 19 lalu diintepretasikan pada masing-masing persamaan, sehingga diperoleh parameter isoterm seperti yang tersaji dalam Tabel 6.

y = 0.993x + 0.326 R² = 0.999

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

x

/m

Ca(ppm)

y = 0.506x - 0.235 R² = 0.641

-0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0

-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6

log x/m

log C0


(61)

45 Tabel 6. Parameter Isoterm Adsorpsi

Parameter Isoterm Isoterm Langmuir Isoterm Freundlich

 1,00704 -

 3,046 -

n - 1.976

k - 0,6289

R2 0,999 0,641

Dari Tabel 6 diketahui bahwa nilai α yang merupakan daya adsorpsi maksimum yang diperoleh dari persamaan Langmuir adalah 1,00704 mg/g lebih besar dari hasil percobaan saat kesetimbangan. Selain itu nilai β atau konstanta Langmuir pada penelitian ini nilainya positif, yaitu sebesar 3,046. Nilai ini menunjukkan kesesuaian proses adsorpsi dengan pola isoterm Langmuir. Nilai β yang negatif menunjukkan bahwa proses adsorpsi tidak sesuai dengan pola isoterm Langmuir (Rasmiah, 2013). Nilai k pada isoterm Freundlich merupakan daya adsorpsi adsorbenkulit salak termodifikasi terhadap ion Cu(II) yaitu sebesar 0,6289 L/g, dan nilai n sebesar 1,976 yang merupakan konstanta Freundlich (Siti Sulastri dkk., 2014). Menurut Rasmiah (2013), nilai n menunjukkan karakteristik adsorpsi. Kesesuaian sangat baik apabila nilainya 2-10, cukup apabila nilainya 1-2 dan buruk apabila nilainya <1 (Rasmiah, 2013). Nilai n pada penelitian ini adalah 1,976 nilai ini kurang dari 2 dan mengindikasikan bahwa proses adsorpsinya cukup sulit.

Harga koefisien korelasi (R2) pada isoterm Langmuir lebih besar dari pada harga R2 isoterm Freundlich yaitu sebesar 0,999.Oleh karena itu pola adsorpsi pada penelitian ini mengikuti pola isoterm Langmuir yang mengasumsikan bahwa adsorbat teradsorp pada permukaan adsorben adalah homogen monolayer.


(62)

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan :

1. Waktu kontak saat kesetimbangan tercapai pada adsorpsi oleh adsorben kulit salak termodifikasi terhadap ion tembaga(II) adalah 60 menit dengan dayaadsorpsi sebesar 0,592 mg/g.

2. Konsentrasi awal iontembaga(II) optimum yang dapat diadsorpsi oleh adsorben kulit salaktermodifikasi pada saat setimbang pada 20 ppm dengan daya adsorpsi sebesar 0,880 mg/g.

3. Pola Isoterm adsorpsi Cu dengan adsorben kulit salak termodifikasi pada suhu 310C mengikuti Isoterm Langmuir dengan daya adsorpsi maksimum () = 1,00704 mg/g, Konstanta Langmuir () = 3,046 .

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Pengujian daya adsorpsi untuk variasi konsentrasi diatas 25 ppm sehingga diperoleh konsentrasi optimum larutan Cu(II)

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ΔH0, ΔS0 dan ΔG0 untuk mengetahui secara pasti proses adsorpsi yang terjadi termasuk dalam kemisorpsi atau fisisorpsi.


(63)

47

DAFTAR PUSTAKA

Adhitama, G. Prasetya 7 Deny Willy. (2007). Laporan Penelitian Tahap III Pemanfaatan Batang Salak untuk Produk Aksesoris Interior: Pemberdayaan Ekonomi Petani Salak, Desa Cineam, Tasikmalaya. Program IPTEKDA IX-LIPI.

Afrizal. 2008. Selulosa Bakterial Nata De Coco Sebagai Adsorben Pada Proses Adsorpsi Logan Cr(III). Jurnal Gradien Vol 4 No. 1: 308-313.

Aji B. K., Kurniawan F. (2012). Pemanfaatan Serbuk Biji Salak (Salacca zalacca) Sebagai Adsorben Cr(VI) Dengan Metode Batch Dan Kolom. Jurnal Sains Pomits. Vol. 1 Hlm. 1-6.

Aliya N. H., Fani R., Driyanti R. (2012). Banana Peels And Stem (Musa x paradisiaca Linn.) As Bioadsorbent of Copper inn Textile Industry Wastewater. RJPBCS Vol. 3 Issue 3 Page : 1171-1178.

Amun Amri, Supranoto, dan M. Fahrurozi. (2004). Kesetimbangan Adsorpsi Optional Campuran Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolite Alam Terimpregnasi Z-Merkapto Benzotiazol. Jurnal Natur Indonesia.Vol. 6. No. 2 Hlm. 111-117. ISSN: 1410-9379.

Andriani A., Nurlisa H., Risfidian M., Aldes L. (2013). Studi Adsorpsi desorpsi Kation Besi (II) dengan Selulosa Hasil Pemisahan Dari Serbuk Kayu. Majalah Ilmiah Sriwijaya, Vol. XXIV, No. 17, ISSN : 0126-4680, hlm. 50-62.

Aprilia Susanti. (2009). Potensi Kulit Kacang Tanah Sebagai Adsorben Zat Warna Reaktif Cibacron Red.Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Atkins P. W. 1996. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.

Bhatnagar, Amit dan A. K. Minocha.(2006) Conventional and Non Conventional Adsorbents for Removal of Pollutan from Water – A Review.Indian Journal of Chemical Technology. 13. Hlm. 203-217.

Bird,Tony. 1987. Kimia Fisik untuk Universitas.(Alih Bahasa Kwee Ie Tjien). Jakarta : Gramedia.

Chadrudee Sirilamduan, Chakkrit Umpuch, Pairat kaewarsn. 2011. Removal of copper from aqueous sotution by adsorption using modify Zalacca edulis peel modify. Songklanakarin Journal of Science And Technology 725-732. Day, R.A. & Underwood A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam.


(64)

48

Dian Kresnadipayana. (2012). Pemanfaatan Zeolit Alam dan Limbah Kayu Aren (Arenga pinnata) Untuk Menurunkan Logam Cr(VI) Pada Limbah Cair Plastk. Tesis. Program Pascasarjana UNS.

Endah S., Arum S. & Rafiqah H.C..2012. Dekolorisasi Crude Rice Bran Oil Menggunakan Bentonit.Spektrum Industri. 2012. Vol. 10 N0. 1 1-107 Fessenden&Fessenden. 1986. Organic Chemistry. Wadsworth, Inc. California. Herwin Suskendriyati, Arta Wijayati, Nur Hidayah, dan Dewi Cahyuningdari.

(2000). Studi Morfologi dan Hubungan Kekerabatan Varietas Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaert.)Voss.)di Dataran Tinggi Sleman.

Biodiversitas.1(2). Hlm. 59-64. ISSN: 1412-033X

Hossain, M.A., H. Hao Ngo, W.S. Guo and T.V. Nguyen.(2012). Removal of Copper from Water by Adsorption onto Banana Peel as Bioadsorbent.International Journal of Geomate.Vol. 2 No. 2. Hlm. 227-234.

Hutomo, G. S. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Turunan Selulosa dari Pod Husk Kakao (Theobroma cacao L.).Desertasi. Ilmu Pangan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

I Dewa Gede Dwi Prabhasastra kusuma, Ni Made Wiratini, dan I Gusti Lanang Wiratma, 2014. Isoterm Adsorpsi Cu2+ Oleh Biomassa Rumput Laut Eucheuma Spinosum.e-Journal Kimia Visvitalis Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, indonesia. Vol. 2 No.1 Hlm. 1-10.

Idris S., Y.A. Iyaka, M., M. Ndamitso, E. B. Mohammed, M. T. Umar. (2011). Evaluation of Kinetic Models of Copper and Lead Uptake from Dye Wastewater by Activated Pride of Barbados Shell. Americaan Journal of Chemistry. 1(2): 47-51.

Indah Nurhayati dan Joko Sutrisno.(2013). Limbah Ampas Tebu Sebagai Penyerap Logam Berat Pb. Prosiding.Seminar Nasional Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Hal: 59-70.

Ismail F. H., Edward T. & Hamidah H. (2012).Pemanfaatan Limbah Lateks Karet Alam dengan Pengisi Bubuk Pelepah Pisang sebagai Adsorben Minyak.Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 1 No. 2 hlm.39-44.

Jindrayani Noyo Putro. (2014). Kulit Kacang Sebagai Sumber Bahan Baru Untuk Produksi Intermediate Bahan Bakar Bio-jet.Inovasi. Vol 22 No 1 Hlm : 13-17.

Jundu R. (2012). Termodinamika Adsorpsi Simultan Mg(II) Dan Ca(II) Yang Dipengaruhi Logam Berat Pada Silica Gel Termodifikasi Ditizon. Seminar 07 Desember 2012.


(65)

49

Khopkar, S.M. 2008.Konsep Dasar kimia Analitik.Jakarta: UI-Press.

Kusmiyati, Puspita Adi Lystanto, Kunti Pratiwi. (2012). Pemanfaatan Karbon Aktif Arang Batubara (KAAB) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu2+ dan Ag+ Pada Limbah Cair Industri. Reaktor, Vol. 14, No. 1, Hlm: 51-60.

Lahuddin. 2007. Aspek Unsur Mikro Dalam Kesuburan Tanah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatra Utara.

Laksono, E.W., 2002. “Analisis Daya Adsorpsi Suatu Adsorben”, http://staff.uny.ac.id

Meri Suhartini. 2012. Modifikasi Limbah Kulit Pisang Untuk Adsorben Ion Logam Mn(II) dan Cr(VI). Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 14 No. 2 hlm.229-234.

Mufrodi, Z. Widiastuti, N. Dan Kardika, R. C. 2008. Adsorpsi Zat Warna Tekstil dengan Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) untuk Variasi Massa Adsorben dan Suhu Operasi.Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Nasir L.H., Muhammad Z. & Prastawa B. (2015).Desilikasi Karbon Aktif Sekam Padi Sebagai Adsorben Hg Pada Limbah Pengolahan Emas di KabupatenBuru Propinsi Maluku.Indonesia Chimica Acta, Vol & No. 2, Desember 2015.Hlm.2-11.

Nguyen Dinh Thanh & Ha Lam Nhung. (2009). Cellulose Modified With Citric Acid and Its Absorption of Pb2+ and Cd2+ ions. Proceding 13rd International Electronic Conference on Synthetic Organic Chemistry(ECSOC-13).

Novita S., Bardi M. & Sunarto.(2015). Dampak Logam Berat Cu (Tembaga) da Ag (Perak) Pada Limbah Cair Industri Perak Terhadap Kualitas Air Sumur dan Kesehatan Masyarakat Serta Upaya Pengendaliannya di Kotagede Yogyakarta.Jurnal Ekosains. Vol. III No. 1.

Nurhasni, Hendrawati & Nubzah Saniyyah. (2014). Sekam Padi untuk Menyerap Ion Logam Tembaga dan Timbal dalam Air Limbah. Valensi Vol. 4 No. 1 hlm. 36-44). ISSN : 1978-8193.

Palar, H. 1994.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Raghuvanshi S. P., R. Singh, C. P. Kaushik. (2004). Kinetics Study of Methylene

Blue Dye Bioadsorption on Baggase.Appl Ecol and Environ Res, 2(7): 35-43

Rasmiah Almufarij. 2013. Removal of Crystal Violet dye from aqueous solutions onto date palm leaf without the sharo spines: Adsorption and kinetic


(66)

50

studies. Journal of American Science 2013; 9(3):311-351(ISSN: 1545-1003).

Risfidian Mohadi,Nurlisa Hidayati & Aldes Lesbani. (2014). Adsorption Desorption of Chromium (III) Ion on Cellulose From Wood Powder. IJSE

Vol. 7 (1) : 77-80.

Rizki A., Harlanto P., Purwanto. (2013). Pembuatan Dan Karakterisasi Katalis Karbon Aktif Tersulfonasi Sebagai Katalis Ramah Lingkungan Pada Proses Hidrolisis Biomassa.Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2 No. 4 Hlm. 146-156.

Rizky Dirga H. P. 2012. Ekstraksi Serat Selulosa dari Tanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes) dengan Variasi Pelarut.Skripsi. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta

Saragih, Sehat Abdi. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara Riau sebagai Adsorben.Tesis. Program Studi Teknik Mesin, Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Jakarta.

Setiwan, H. A., Wiloso, E. I., Soleha V., Barliati I.F., Anggraeni. (2004). Peningkatan Kemampuan Daya Serap Sorben Serbuk Gergaji Kayu Albiziz dengan Pengsulfonasi dan Pengujiannya dengan Zat Warna Tekstil Kationik.Alchemy 3, 10-15

Siti Sulastri, Nuryono, Indriana Kartini, Eko Sri Kurniati. (2014). Kinetika dan Keseimbangan Adsorpsi Ion Kromium (III) Dalam Larutan Pada Senyawa Silika dan Modifikasi Silika Hasil Sintesis Dari Abu Sekam Padi.Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 19, Nomor 2.

Skoog, D. A., Holler, F.J. Holler, Stanley R. Crounch. 2007. Principels of Instrumental Analysis sixth Edition. Canada : Thomson Brodly Cole.

Solecha, D. I. dan Kuswandi, B. 2002. Penentuan Ion Cu(II) dalam Sampel Air secara Spektrofotometri Berbasis Reagen Kering TAR/PVC. Jurnal ILMU DASAR Vol. 3 No. 2, 2002: 86-91.

Sudjadi. 1986. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan

Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganism: A literature Study). Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21 (1-14 Februari 2001) Sinergy Forum – PPI Tokyo Institute of Technology.

Tyagita S. dan Sukandar.Pemanfaatan Biomassa Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Sebagai Sorben Untuk Aplikasi Pengolahan Limbah.http://www.publikasi.ftsl.itb.ac.id. Diakses pada : 1 Juni 2016


(67)

51

Vincent Liem, Aditya Putranto & Arenst Andreas.(2015). Sintesis Karbon Aktif dari Kulit Salak Aktivasi Kimia-Senyawa KOH sebagai Adsorben Proses Adsorpsi Zat Warna Metilen Biru.Prosiding. Seminar Nasional Teknik Kimia „Kejuangan‟, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN 1693-4396.

Widayanti, Isa I. & Aman L.(2012). Studi Daya Aktivasi Arang Sekam Padi pada Proses Adsorpsi Logam Cd. Jurnal, 6(5): 1-7.

Wiwid P. P., Azlan K., Siti N. N. M. Y., Che F. I., Azmi M., Norhayati H., Illyas Md Is. (2014). Biosorption of Cu(II), Pb(II) and Zn(II) Ions from Aquoeous Solutions Using Selected Waste Materials: Adsorption and Characterisation Studies. Journal of Encapsulation and Adsorption Sciences, 2014, 4, 25-35.

Yantri Ni Ketut. (1998). Pemanfatan Jerami Padi (Oryza Sativa) sebagai Bahan Penyerap Ion Cu2+, Cd2+, dan Pb2+ Pada Limbah Pencelupan Perusahaan Garmen.Skripsi.PSP Kimia Jurusan MIPA.STKIP Negeri Singaraja.

Yusuf A.M. & Tjahjani S. (2013).Adsorpsi Ion Cr (IV) oleh Arang Aktif Sekam Padi.Unesa Journal of Chemistry, 2(1): 84-88.

Zulfi Hendri dan Retno Arianingrum.(2009). Penerapan Teknologi Kulit Salak Pada Produk Keramik Guna Peningkatan Usaha Kerajinan Keramik Di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul.Jurnal Inotek UNY.


(68)

52 LAMPIRAN I

Pembuatan Larutan Tembaga(II) Sulfat A. Larutan Induk Tembaga(II)Sulfat 1000 ppm

Pembuatan larutan induk tembaga(II) Sulfat dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu dengan menimbang 0,982 gram tembaga sulfat (CuSO4.5H2O) kemudian dilarutkan ke dalam akuades sampai tanda batas dengan menggunakan labu takar 250 mL dan dihomogenkan.Perhitungan yang digunakan:

Massa CuSO4.. 5H2O =

V mL × Mr CuSO4.. 5H2O (g mol) × C(ppm) n × Ar Cu(g mol) × 1000

= 250 mL × 249,5 g

mol× 1000ppm 1 × 63,5g mol× 1000 Massa CuSO4.. 5H2O = 0,982 g

B. Larutan Standar Tembaga(II) Sulfat

Larutan standar tembaga(II) sulfat dibuat dari pengenceran larutan induk tembaga 1000 ppm dengan menggunakan perhitungan pengenceran:

1�1 = 2 �2

Dengan: M1 = Konsentrasi larutan sebelum pengenceran V1 = Volume larutan sebelum pengenceran M2 = Konsentrasi larutan setelah pengenceran V2 = Volume larutan setelah pengenceran


(69)

53

Untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 ppm maka larutan induk Cu(II) 1000 ppm diencerkan terlebih dahulu menjadi 100 ppm agar volume yang diambil tidak terlalu sedikit.

1. Pengenceran Larutan induk 1000 ppm menjadi 100 ppm 1�1 = 2 �2

1000 × �1 = 100 × 50

�1 = 5

2. Larutan standar Cu(II) 1 ppm 1�1 = 2 �2

100 × �1 = 1 × 100

�1 = 1

3. Larutan standar Cu(II) 2 ppm

100 × �1 = 2 × 100

�1 = 2

4. Larutan standar Cu(II) 3 ppm

100 × �1 = 3 × 100

�1 = 3

5. Larutan standar Cu(II) 4 ppm

100 × �1 = 4 × 100

�1 = 4

6. Larutan standar Cu(II) 5 ppm

100 × �1 = 5 × 100


(70)

54 LAMPIRAN 2

Data Absorbansi dan Kurva Larutan Standar

Kurva larutan standar Cu(II) ditentukan dengan membuat larutan standar Cu(II) konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 ppm, diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 324,72 nm.

Data absorbansi larutan standar Cu(II)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0 0,0007

1 0,1782

2 0,3751

3 0,5541

4 0,6994

5 0,8828

Kurva Standar Cu(II)

y = 0.175x + 0.008 R² = 0.998

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

0 2 4 6

A b so rb a n si ppm


(71)

55 LAMPIRAN 3

Data dan Penghitungan Daya Adsorpsi Larutan Cu(II) oleh Adsorben Kulit Salak Termodifikasi dengan Variasi Waktu Kontak Adsorpsi

Penentuan daya adsorpsi dengan variasi waktu kontak dilakukan pada waktu kontak 0, 1, 3, 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120 dan 150menit.Di bawah ini disajikan contoh perhitungan untuk menentukan daya adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap larutan Cu(II) pada waktu kontak 1 menit setelah 5 menit pengadukan.

Contoh perhitungan untuk waktu kontak 1 menit.

Konsentrasi awal larutan Cu(II) = 7,340 ppm

Volume awal = 0,05 L

Konsentrasi setelah adsorpsi = 2,707 ppm

Massa Adsorben = 0,5 gram

 Perhitungan daya adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap larutan Cu(II)

Banyaknya Cu(II) yang dapat diadsorp oleh adsorben kulit salak termodifikasi dinyatakan sebagai daya adsorpsi yang dihitung dengan rumus:

=(�0− ��)×�

Keterangan:

= daya adsorpsi (mg/g)

C0 = konsentrasi sampel sebelum diadsorpssi (ppm = mg/L) Ct = konsentrasi sampel pada saat waktu t (ppm = mg/L) w = massa adsorben (g)


(72)

56 V = Volume larutan (L)

Sehingga daya adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap larutan Cu(II) pada waktu kontak 1 menit adalah sebagai berikut:

= 7,340−2,707 �/

0,5 � × 0,05 = 0,463 �/�

Data daya adsorpsi larutan Cu(II) oleh adsorben kulit salak termodifikasi pada variasi waktu kontak adsorpsi.

Menit ke- C0 (ppm) Ct (ppm) Volume (L) Massa (g) (mg/g)

0 7,340 7,340 0,05 0,5 0,000

1 7,340 2,707 0,05 0,5 0,463

3 7,340 1,560 0,05 0,5 0,578

5 7,340 1,521 0,05 0,5 0,582

10 7,340 1,396 0,05 0,5 0,594

15 7,340 1,320 0,05 0,5 0,602

20 7,340 1,240 0,05 0,5 0,610

30 7,340 1,277 0,05 0,5 0,606

45 7,340 1,188 0,05 0,5 0,615

60 7,340 1,421 0,05 0,5 0,592

90 7,340 1,150 0,05 0,5 0,619

120 7,340 1,124 0,05 0,5 0,622


(73)

57 LAMPIRAN 4

Data dan Penghitungan Daya Adsorpsi Larutan Cu(II) oleh Adsorben Kulit Salak Termodifikasi dengan Variasi Konsentrasi Awal Adsorpsi

Penentuan daya adsorpsi dengan variasi konsentrasi awal larutan Cu(II) dilakukan pada konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm. Di bawah ini disajikan contoh perhitungan untuk menentukan daya adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap larutan Cu(II) pada konsentrasi awal 5 ppm.

Contoh perhitungan pada konsentrasi awal 5 ppm. Konsentrasi awal larutan Cu(II) = 4,971ppm

Volume awal = 0,01 L

Konsentrasi setelah adsorpsi = 0,855 ppm

Massa Adsorben = 0,1 gram

 Perhitungan daya adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap larutan Cu(II)

Banyaknya Cu(II) yang dapat diadsorp oleh adsorben kulit salak termodifikasi dinyatakan sebagai daya adsorpsi yang dihitung dengan rumus:

= (�0− ��)×�

Keterangan:

= daya adsorpsi (mg/g)

C0 = konsentrasi sampel sebelum diadsorpssi (ppm = mg/L) Ca = konsentrasi sampel pada saat kesetimbangan (ppm = mg/L) w = massa adsorben (g)


(74)

58

Sehingga daya adsorpsi adsorben kulit salak termodifikasi terhadap larutan Cu(II) pada konsentrasi awal 5 ppm adalah sebagai berikut:

= 4,971−0,855 �/

0,1 � × 0,01 = 0,412 �/�

Data daya adsorpsi Cu(II) oleh adsorben kulit salak termodifikasi pada variasi konsentrasiawal Cu(II)

No C0 (ppm) Ca (ppm) Volume (L)

Massa

(g) (mg/g)

1 4,971 0,855 0,01 0,1 0,412

2 8,428 0,972 0,01 0,1 0,746

3 10,381 1,771 0,01 0,1 0,861

4 11,229 2,427 0,01 0,1 0,880


(75)

59 LAMPIRAN 5 Pola Isoterm Adsorpsi

Pola isoterm adsorpsi ditentukan dari data daya adsorpsi pada variasi konsentrasi awal larutan Cu(II) oleh adsorben kulit salak termodifikasi yang tercantum pada Tabel daya adsorpsi Cu(II) oleh adsorben kulit salak termodifikasi pada variasi konsentrasi awal Cu(II) di Lampiran 4. Pola Isoterm adsorpsi yang ditentukan pada penelitian ini adalah pola isoterm Langmuir dan pola isoterm Freundlich.

A. Isoterm Langmuir

Model isoterm Langmuir ditentukan dengan membuat grafik antara konsentrasi pada saat kesetimbangan (�) sebagai sumbu X dan �� sebagai sumbu Y. Banyaknya zat yang teradsorp pada saat kesetimbangan dilambangkan dengan .Data untuk menentukan model isoterm Langmuir dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 12. Data Adsorpsi Isoterm Langmuir

Ca (ppm) (mg/g) ��

0,855 0,412 2,076

0,972 0,746 1,304

1,771 0,861 2,058

2,427 0,880 2,757

2,670 0,898 2,973


(76)

60

Gambar 19. Kurva Isoterm Langmuir

Persamaan garis yang diperoleh pada Kurva isoterm Langmuir adalah

Y = 0,993x + 0,326. Persamaan garis tersebut digunakan untuk menentukan nilai konstanta Langmuir (β) dan dayaadsorpsi maksimum pada lapisan tunggal qmax(α)denganperhitungan sebagai berikut:

��

= 1

. +

��

= 0,993 + 0,326

= 1

0,993= 1,00704

= 1

1,00704 × 0,326= 3,046

y = 0.993x + 0.326 R² = 0.999

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

x

/m


(1)

71


(2)

(3)

73 LAMPIRAN 9 Hasil Karakterisasi FTIR Adsorben Setelah Aktivasi


(4)

74


(5)

75

LAMPIRAN 11


(6)

76