Grade Histopatologis TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2.2. Kombinasi TNM ke dalam Stage Grouping Giuliano, 2008. Stage Grouping Stage 0 Tis N0 M0 Stage I T1 3 N0 M0 Stage IIA T0 N1 M0 T1 3 N1 M0 T2 N0 M0 Stage IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0 Stage IIIA T0 N2 M0 T1 3 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 Stage IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 Stage IIIC Any T N3 M0 Stage IV Any T Any N M1

a. Grade Histopatologis

Grade histopatologis merupakan penilaian terhadap 3 karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleiomorfisme inti sel, dan penghitungan mitosis. Metode penilaian grade histopatologis pertama sekali diperkenalkan oleh Patley dan Scarff, yang kemudian di tahun 1957 dimodifikasi oleh Bloom dan Richardson, dan selanjutnya di tahun 1991 mengalami modifikasi kembali oleh Elston dan Ellis Tavassoli and Devilee, 2003. Modifikasi Elston dan Ellis terhadap metode Scarff- Bloom-Richardson yang disebut juga dengan The Nottingham Grading System, menjadikan penilaian grade lebih objektif Elston and Ellis, 1991 dan hingga saat ini secara luas digunakan untuk menilai grade histopatologis kanker payudara Rakha et al, 2008. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3. Metode Penilaian Grading Histopatologis Semikuantitatif pada Kanker Payudara Menurut Elston dan Ellis Tavassoli and Devilee, 2003. Masing-masing komponen dinilai terpisah dan diberi skor 1-3. Kemudian skor dari setiap komponen dijumlahkan sehingga diperoleh skor total 3 –9. Selanjutnya skor total dimasukkan ke dalam kategori grade untuk diketahui potensi keganasannya: a. Grade I derajat keganasan rendah : skor 3-5; b. Grade II derajat keganasan sedang : skor 6-7; c. Grade III derajat keganasan tinggi : skor 8-9. Gambar 2.2. Profil Grade Histopatologis I, II, dan III Kanker Payudara Rakha et al, 2010. Universitas Sumatera Utara Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat korelasi antara grade histopatologis kanker payudara dengan prognosis. Sebagaimana diketahui bahwa penilaian prognosis penting untuk memperkirakan tingkat kelangsungan hidup survival penderita. Hasilnya adalah penderita kanker payudara dengan grade I diferensiasi baik memiliki prognosis yang lebih baik dibanding grade II diferensiasi sedang atau grade III diferensiasi buruk Bloom and Richardson, 1957; Elston and Ellis, 1991; Daglar et al, 2010. Kombinasi grade histopatologis dengan ukuran tumor dan lymph node stage, yang disebut Nottingham Prognostic Index, digunakan untuk pemilihan terapi kanker sesuai kondisi penderita atau per individu Elston and Ellis, 1991; Daglar et al di tahun 2010; Rakha et al, 2010. Sementara itu dalam hal penentuan prognosis menurut Daglar et al di tahun 2010, nilai prognosis dari komponen grade histopatologis lebih tinggi dibanding 2 komponen lain yaitu ukuran tumor dan keterlibatan lymph node Daglar et al, 2010. Meskipun grade histopatologis sering digunakan sebagai parameter prognosis, tetapi pada kenyataannya memiliki keterbatasan yaitu metode penilaian bersifat semikuantitatif dan terdapat masalah reproduksibilitas. Verderio di tahun 2005 menemukan rendahnya kesepakatan dalam hal penentuan grade di antara observer, baik di dalam 1 institusi maupun antar institusi sehingga tingkat reproduksibilitas rendah. Diperlukan kemampuan analisa yang baik untuk dapat menginterpretasi perubahan yang terjadi pada sampel jaringan. Oleh karenanya dibutuhkan parameter Universitas Sumatera Utara lain dalam menilai prognosis yang bersifat kuantitatif dan memiliki reproduksibilitas cukup tinggi sehingga dapat melengkapi pemeriksaan grade histopatologis. Berbagai penelitian saat ini mengenai mekanisme molekular yang mendasari atau mempengaruhi terjadinya kanker payudara, telah memberikan petunjuk adanya molekular baru yang mungkin berpotensi sebagai biomarker baik untuk diagnosis awal, prognosis, maupun untuk target terapi Heneghan, 2012. Fokus penelitian semakin berkembang mengarah pada RNA non coding, sebagai regulator utama genom manusia dan berperan di banyak jenis penyakit pada manusia Ardekani and Naeini, 2010. Salah satu jenis RNA non coding adalah miRNA.

2.2 MicroRNA MiRNA