Ekspresi Imunohistokimia Ki-67 pada Tumor Payudara tikus Wistar yang Diinokulasi Kanker Terinduksi Benzo(α)pyrene dengan Pemberian Ekstrak Benalu Teh

(1)

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA Ki-67 PADA TUMOR PAYUDARA TIKUS WISTAR YANG DIINOKULASI KANKER TERINDUKSI

BENZO(α)PYRENE DENGAN DENGAN PEMBERIAN

EKSTRAK BENALU TEH

TESIS

DWI RITA ANGGRAINI NIM. 087108012

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA Ki-67 PADA TUMOR PAYUDARA TIKUS WISTAR YANG DIINOKULASI KANKER TERINDUKSI

BENZO(α)PYRENE DENGAN DENGAN PEMBERIAN

EKSTRAK BENALU TEH

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Patologi Anatomi Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis I Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

DWI RITA ANGGRAINI NIM. 087108012

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

(4)

PERNYATAAN

EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA Ki-67 PADA TUMOR PAYUDARA TIKUS WISTAR YANG DIINOKULASI KANKER TERINDUKSI BENZO(α)PYRENE DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK BENALU TEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 15 Oktober 2012


(5)

LEMBAR PANITIA UJIAN

Judul Tesis : Ekspresi Imunohistokimia Ki-67 pada Tumor Payudara Tikus Wistar yang Diinokulasi Kanker Terinduksi Benzo(α)pyrene dengan Pemberian Ekstrak Benalu Teh

Telah diuji pada

Hari/Tanggal : Selasa, 25 September 2012

Pembimbing : dr. H. Delyuzar, M.Ked.(PA), Sp.PA(K) Pof.Dr.Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed

Penguji : Prof.Dr.H.M.Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K) dr.T.Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA), Sp.PA, D.Bioet


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul "Ekspresi Imunohistokimia Ki-67 pada Tumor Payudara tikus Wistar yang Diinokulasi Kanker

Terinduksi Benzo(α)pyrene dengan Pemberian Ekstrak Benalu Teh”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan Penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar keahlian dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc.(C.T.M), Sp.A(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada Penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, SpA(K) selaku rektor pada periode sebelumnya dan Pembina TKP PPDS dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada Penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(7)

Dekan Fakultas Kedokteran USU, Prof. Dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya Penulis sampaikan kepada dr.H.Delyuzar, M.Ked(PA),Sp.PA(K) (pembimbing I) dan Prof.Dr.Drs.Syafruddin Ilyas, M.Biomed (pembimbing II) yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada Penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

Komisi Penguji, Prof.Dr.H.M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K), dr.T.Ibnu Alferraly, M.Ked(PA),Sp.PA,D.Bioet, yang telah bersedia dengan sabar membantu Penulis dalam menyempurnakan, menguji, dan menilai tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. T.Ibnu Alferraly, M.Ked(PA) Sp.PA,D.Bioet selaku Kepala Departemen Patologi Anatomi atas segala bimbingannya selama Penulis menjalankan pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Patologi Anatomi FK-USU. Rasa hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya tak lupa Penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Gani W. Tambunan, Sp.PA(K); Prof.Dr.H.M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K); dr.H.Soekimin, Sp.PA; dr.H.Joko S. Lukito, Sp.PA(K); dr.H.Delyuzar, M.Ked(PA),Sp.PA(K); dr.Betty, M.Ked(PA),


(8)

Sp.PA, dr,Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA),Sp.PA; dr.Hj.Kemala Intan, M.Pd;

dr.Jessy Christella, M.Ked(PA),Sp.PA; dr.Sumondang Pardede, Sp.PA; dr.Jamaluddin Pane, Sp.PA; dan dr.Stephen Udjung, Sp.PA; yang telah membimbing

Penulis selama menjalankan pendidikan di Departemen Patologi Anatomi FK-USU dan RSUP H.Adam malik Medan, serta seluruh staf di Departemen Patologi Anatomi yang telah membantu Penulis selama ini.

Persembahan terima kasih tulus, rasa hormat dan sembah sujud kepada ayahanda dan ibunda tercinta (alm.dr. Soedarno dan Hj. Sudarmi), yang telah membesarkan dengan susah payah dengan penuh kasih sayang dan dengan jasa mereka inilah Penulis dapat menjalani pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Patologi Anatomi FK-USU. Semoga Allah SWT mengampuni dan selalu merahmati kedua ayahanda dan ibunda ini.

Kepada ayah dan ibu mertua (H. Basyaruddin Lubis dan Hj. Sitinur Anwari Nasution), suamiku tercinta Parlindungan Lubis, S.SiT, ananda tersayang M. Adlin Azis Lubis, dan Khalisa Rianda Lubis, tiada kata yang setara untuk mengutarakan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta do’a yang diberikan kepada Penulis.

Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada sahabat-sahabatku tercinta, dr.Alya Amila Fitrie, M.Kes, dr.Mega Sari Sitorus, M.Kes, atas kerjasama, kesetiaan,


(9)

kesabaran dan pengorbanan yang telah terjalin selama ini, sehingga tesis ini dapat selesai, dan semoga persahabatan ini diberi keberkahan, serta kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, Penulis ucapkan terima kasih.

Akhirnya, Penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 15 Oktober 2012

Penulis,

Dwi Rita Anggraini NIM.087108012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN TESIS ………... LEMBAR PERNYATAAN………... LEMBAR PANITIA PENGUJI………..………... UCAPAN TERIMA KASIH.………...

DAFTAR ISI……….……….

DAFTAR TABEL………...

DAFTAR GAMBAR………..

DAFTAR LAMPIRAN..………

DAFTAR SINGKATAN..………..….………...

ABSTRAK………..

ABSTRACT...

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……….……..…………..…... 1.2. Rumusan Masalah………….…..…...…….…... 1.3. Hipotesis ... 1.4. Tujuan Penelitian...…………..………...

1.4.1.Tujuan Umum …..………... 1.4.2. Tujuan Kusus ..……….………….…... 1.5. Manfaat Penelitian .………..……...

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Payudara………...……….. 2.2. Pertumbuhan Tumor Payudara……….. 2.3. Kanker Payudara………...………...

2.3.1. Etiologi dan Patogenesis……….. i ii iii iv viii xii xiii xix xv xvi xvii 1 5 6 6 6 6 7 8 9 11 11


(11)

2.3.3. Penatalaksanaan dan Prognosa…..………... 2.4. Potensi Benzoalphapyrene terhadap Karsinogenesis…….... 2.5. Mekanisme Karsinogenesis……..…..………... 2.6. Potensi Scurrula atropurpurea sebagai Anti Karsinogenesis 2.7. Deteksi Proliferasi Sel dengan Pewarnaan Ki-67………..…

2.8. Kerangka Teori………..

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian…... 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.3. Rancangan Penelitian... 3.4. Populasi dan Sampel Penelitian……..………...

3.4.1. Populasi Penelitian….………... 3.4.2. Besar Sampel… ………...

3.4.3. Cara Pengambilan Sampel... 3.5. Variabel Penelitian………... 3.5.1. Variabel Independen……... 3.5.2. Variabel Dependen…... 3.6. Bahan dan Alat Penelitian ... 3.6.1. Bahan untuk perlakuan……….………. 3.6.2. Bahan transplantasi jaringan tumor pada tikus... 3.6.3. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi rutin... 3.6 4. Alat transplantasi jaringan tumor pada tikus……... 3.6.5. Alat pembuatan sediaan HE dan imunohistokimia... 3.7. Kerangka Operasional ... 3.8. Defenisi Operasional.…..……….

3.9. Pemeliharaan Tikus Wistar…... 3.10. Persiapan Hewan Percobaan…….………...

13 13 17 18 23 25 26 26 26 27 27 27 27 28 28 28 28 28 29 29 29 29 30 31 32 32


(12)

3.11. Prosedur Kerja………. 3.11.1. Induksi sel kanker payudara tikus Wistar…..….... 3.11.2. Prosedur transplantasi (inokulasi) tumor………. 3.11.3. Pengamatan morfologi benjolan, perubahan berat badan……… 3.11.4. Pembuatan ekstrak Scurrulla atropurpurea…….. 3.11.5. Prosedur pembuatan preparat histopatologi.…….. 3.11.6. Prosedur imunohistokimia……… 3.12 Analisa Data.…….……….

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN... 4.1.1. Induksi kanker payudara dengan benzoalphapyrene pada tikus donor... 4.1.2. Rata-rata perubahan berat badan tikus selama penelitian……… 4.1.3. Makroskopis massa di payudara tikus……..……… 4.1.4. Histopatologi massa di payudara tikus……….…… 4.1.5. Ekspresi immunohistokimia Ki-67 pada tumor kelenjar di payudara tikus ………..………. 4.2. PEMBAHASAN....………... 4.2.1. Perubahan berat badan tikus selama penelitian…… 4.2.2. Kejadian timbulnya massa di payudara tikus….….. 4.2.3. Perubahan berat massa tumor…..……….. 4.2.4. Gambaran mikroskopis tumor payudara tikus ….… 4.2.5. Ekspresi Ki-67 pada tumor kelenjar payudara tikus

33 33 33 34 35 35 36 38 39 39 40 40 42 42 44 44 45 45 46 46


(13)

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN….………. 5.2. SARAN..………

DAFTAR RUJUKAN………

LAMPIRAN.………..………

49 49

50 54


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Rata-rata pertambahan berat badan tikus tiap kelompok………… 40 Tabel 4.2. Berat massa pada payudara tikus dan reratanya……….. 41 Tabel 4.3. Ekspresi indeks pelabelan Ki-67 pada tumor kelenjar payudara tikus 43


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar.2.1. Anatomi payudara normal……… ... 9 Gambar.2.2. Mekanisme pertumbuhan neoplasma………... 10 Gambar 2.3. Struktur molekul benzoalphapyrene……… 14 Gambar 2.4. Ilustrasi sifat karsinogenesis senyawa PAH……….16 Gambar 2.5. Mekanisme kerja quercetin pada perkembangan kanker…………. 19 Gambar 2.6. Skema kerangka teori penelitian………. 25 Gambar.3.1. Gambar kerangka operasional………... 30 Gambar 4.1. Induksi benzoalphapyrene pada tikus donor……….. 39 Gambar 4.2. A. Massa di payudara tikus B.Massa yang sudah diangkat….…… 40 Gambar 4.3. Gambaran mikroskopis tumor payudara tikus……….……… 42 Gambar 4.4. Ekspresi Ki-67 pada tumor payudara tikus……..……… 44


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ethical Clearance……….. 54

Lampiran 2. Karakterisasi benalu Teh...………. 55

Lampiran 3. Data baku penelitian……… 56


(17)

DAFTAR SINGKATAN

ATSDR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry BRCA : Breast Cancer Antigen 1

DAB : Diaminobenzidine

DNA : Deoxyribonucleic acid

ER : Estrogen Reseptor

G0 : Gap 0

G1 : Gap 1

HE : Hematoksilin-Eosin

HER2/NEU : Human Epidermal growth factor Receptor 2 IAPI : Ikatan Ahli Patologi Indonesia

LOH : Loss of Heterozygosity

MIB : MindBomb Homolog 1

MM1 : Melanoma Malignan-1

MRL : Minimal Risk Level

MYC : Gen MYC

OSHA : The Occupational Safety and Health Administration PAH : Polisiklik Aromatik Hidrokarbon

RAS : Gen RAS

RB1 : Gen Retinoblastoma 1

RNA : Ribonucleic acid

S : Sintesis

SHBG : Sex hormone-binding globulin

TP53 : Protein p53


(18)

ABSTRAK

Latar belakang. Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker paru yang menyebabkan kematian pada wanita. Data WHO menunjukkan 1,2 juta orang telah didiagnosis menderita kanker payudara. Data nasional dari Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker servik. Terapi kanker payudara meliputi pembedahan, radiasi, hormonal dan kemoterapi, kesuksesannya belum memuaskan tergantung pada stadium penyakit. Terapi tersebut sering tidak terjangkau oleh masyarakat, maka dicari obat tradisional untuk pengobatan kanker. Ada beberapa kelebihan penggunaan obat tradisional, harganya lebih murah karena dapat dibudidayakan, mudah didapat dan diharapkan efek samping lebih minimal dibanding obat antikanker sintetik. Benalu teh dari spesies Scurrula atropurpurea sejak zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah berbagai penyakit. Efek benalu teh (Scurrula atropurpurea) sebagai anti kanker telah banyak dibuktikan hingga tingkat molekuler, namun sebagian besar dilakukan secara in vitro.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktivitas proliferasi sel kanker payudara tikus Wistar yang diinokulasi kanker terinduksi benzoalphapyrene dengan pemberian ekstrak Scurrula atropurpurea.

Metode. Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan post test only control group design. Tikus Wistar digunakan pada penelitian ini dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok. Senyawa benzoalphapyrene digunakan untuk induksi terjadinya kanker payudara pada tikus. Ekstrak Scurrula atropurpurea diberikan saat inokulasi dosis 1,5g/kgBB/hari selama 3 minggu dan setelah timbulnya tumor dengan 2 dosis bertingkat, yakni 1,5g/kgBB/hari dan 3g/kgBB/hari selama 3 minggu. Timbulnya tumor diamati dengan palpasi dan diamati dibawah mikroskop, serta diwarnai dengan pewarnaan HE dan Ki-67. Data yang diperoleh dari semua kelompok diolah dengan program SPSS 10.0 dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney.

Hasil. Terjadi penurunan ekspresi Ki-67 antara kelompok kontrol dengan perlakuan. Ekstrak benalu teh mampu menurunkan aktivitas proliferasi sel tumor jika diberi saat inokulasi maupun setelah inokulasi kanker, walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,343) dan (p=0.330).

Kesimpulan. Efek inhibisi aktivitas proliferasi sel tumor dengan ekstrak benalu teh yang diberikan setelah inokulasi lebih baik pada dosis bertingkat dibandingkan dosis rendah.


(19)

ABSTRACT

Background. Breast cancer is the second largest cause of deaths after lung cancer in women. The WHO data shows 1.2 million people have been diagnosed with breast cancer. The data from the National Cancer Registration Board Association of Physician Specialists Pathology Indonesia, breast cancer was second ranks to cervical cancer. Breast cancer therapies include surgery, radiation, hormonal and chemotherapy, has not been satisfactory success depends on the stage of the disease. Therapy is often not affordable by the community, then looking for a traditional medicine for the treatment of cancer. There are several advantages of the use of traditional medicine, the price is cheaper because it can be cultivated, easily available and are expected to more minimal side effects than synthetic anticancer drug. Parasite tea species Scurrula atropurpurea since ancient times has been used to prevent various diseases. Effects parasite tea (Scurrula atropurpurea) as an anti-cancer has been widely proven to the molecular level, but the majority done in vitro.

Objective. This study aims to prove the proliferative activity of breast cancer cells were inoculated Wistar rats induced cancer by administering extracts benzoalphapyrene Scurrula atropurpurea.

Methods. This study is purely experimental with post-test only control group design. Wistar rats used in this study was divided into 5 (five) groups. Benzoalphapyrene compound used to induce breast cancer in rat. Extract Scurrula atropurpurea inoculations given at a dose of 1.5g/kg body weight/day for 3 weeks and after the onset of tumors with 2 doses storied as 1.5g/kg body weight/day for 3 weeks and 3g/kg body weight/day for 3 weeks. Tumor onset observed with palpation and observed under a microscope, and stained with HE and Ki-67 staining. Data were obtained from all groups treated with the SPSS 10.0 statistical test performed non-parametric Kruskal Wallis test followed by Mann-Whitney.

Results. There was a decrease of Ki-67 expression between the control group with the treatment. Parasite tea extracts can reduce tumor cell proliferation activity if given the time of inoculation or after inoculation of cancer, although statistically not show significant difference (p = 0.343) and (p = 0330).

Conclusion. Effect of inhibition of tumor cell proliferation activity by a given parasite tea extract after inoculation better than low-dose graded doses.


(20)

ABSTRAK

Latar belakang. Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker paru yang menyebabkan kematian pada wanita. Data WHO menunjukkan 1,2 juta orang telah didiagnosis menderita kanker payudara. Data nasional dari Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker servik. Terapi kanker payudara meliputi pembedahan, radiasi, hormonal dan kemoterapi, kesuksesannya belum memuaskan tergantung pada stadium penyakit. Terapi tersebut sering tidak terjangkau oleh masyarakat, maka dicari obat tradisional untuk pengobatan kanker. Ada beberapa kelebihan penggunaan obat tradisional, harganya lebih murah karena dapat dibudidayakan, mudah didapat dan diharapkan efek samping lebih minimal dibanding obat antikanker sintetik. Benalu teh dari spesies Scurrula atropurpurea sejak zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah berbagai penyakit. Efek benalu teh (Scurrula atropurpurea) sebagai anti kanker telah banyak dibuktikan hingga tingkat molekuler, namun sebagian besar dilakukan secara in vitro.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan aktivitas proliferasi sel kanker payudara tikus Wistar yang diinokulasi kanker terinduksi benzoalphapyrene dengan pemberian ekstrak Scurrula atropurpurea.

Metode. Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan post test only control group design. Tikus Wistar digunakan pada penelitian ini dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok. Senyawa benzoalphapyrene digunakan untuk induksi terjadinya kanker payudara pada tikus. Ekstrak Scurrula atropurpurea diberikan saat inokulasi dosis 1,5g/kgBB/hari selama 3 minggu dan setelah timbulnya tumor dengan 2 dosis bertingkat, yakni 1,5g/kgBB/hari dan 3g/kgBB/hari selama 3 minggu. Timbulnya tumor diamati dengan palpasi dan diamati dibawah mikroskop, serta diwarnai dengan pewarnaan HE dan Ki-67. Data yang diperoleh dari semua kelompok diolah dengan program SPSS 10.0 dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney.

Hasil. Terjadi penurunan ekspresi Ki-67 antara kelompok kontrol dengan perlakuan. Ekstrak benalu teh mampu menurunkan aktivitas proliferasi sel tumor jika diberi saat inokulasi maupun setelah inokulasi kanker, walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,343) dan (p=0.330).

Kesimpulan. Efek inhibisi aktivitas proliferasi sel tumor dengan ekstrak benalu teh yang diberikan setelah inokulasi lebih baik pada dosis bertingkat dibandingkan dosis rendah.


(21)

ABSTRACT

Background. Breast cancer is the second largest cause of deaths after lung cancer in women. The WHO data shows 1.2 million people have been diagnosed with breast cancer. The data from the National Cancer Registration Board Association of Physician Specialists Pathology Indonesia, breast cancer was second ranks to cervical cancer. Breast cancer therapies include surgery, radiation, hormonal and chemotherapy, has not been satisfactory success depends on the stage of the disease. Therapy is often not affordable by the community, then looking for a traditional medicine for the treatment of cancer. There are several advantages of the use of traditional medicine, the price is cheaper because it can be cultivated, easily available and are expected to more minimal side effects than synthetic anticancer drug. Parasite tea species Scurrula atropurpurea since ancient times has been used to prevent various diseases. Effects parasite tea (Scurrula atropurpurea) as an anti-cancer has been widely proven to the molecular level, but the majority done in vitro.

Objective. This study aims to prove the proliferative activity of breast cancer cells were inoculated Wistar rats induced cancer by administering extracts benzoalphapyrene Scurrula atropurpurea.

Methods. This study is purely experimental with post-test only control group design. Wistar rats used in this study was divided into 5 (five) groups. Benzoalphapyrene compound used to induce breast cancer in rat. Extract Scurrula atropurpurea inoculations given at a dose of 1.5g/kg body weight/day for 3 weeks and after the onset of tumors with 2 doses storied as 1.5g/kg body weight/day for 3 weeks and 3g/kg body weight/day for 3 weeks. Tumor onset observed with palpation and observed under a microscope, and stained with HE and Ki-67 staining. Data were obtained from all groups treated with the SPSS 10.0 statistical test performed non-parametric Kruskal Wallis test followed by Mann-Whitney.

Results. There was a decrease of Ki-67 expression between the control group with the treatment. Parasite tea extracts can reduce tumor cell proliferation activity if given the time of inoculation or after inoculation of cancer, although statistically not show significant difference (p = 0.343) and (p = 0330).

Conclusion. Effect of inhibition of tumor cell proliferation activity by a given parasite tea extract after inoculation better than low-dose graded doses.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Saat ini kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua yang menyebabkan kematian setelah kanker paru-paru dan merupakan kanker terbanyak pada wanita.1 Menurut WHO lebih dari 1,2 juta orang didiagnosis menderita kanker payudara. The American Cancer Society memperkirakan bahwa pada tahun 2005 lebih kurang 200.000 wanita di Amerika Serikat didiagnosis menderita kanker payudara dan menyebabkan kematian 41.000 pertahun.2 Kesempatan untuk mendapatkan kanker payudara invasif selama kehidupan lebih kurang 13.4%.3

Terjadinya suatu karsinoma payudara biasanya melalui berbagai tahapan, termasuk perubahan morfologi pada payudara yang berhubungan dengan peningkatan jumlah sel-sel epitel (proliferasi yang tak terkontrol). Perubahan awal berhubungan dengan hilangnya signal penghambat pertumbuhan, signal apoptosis, dan menghasilkan signal pertumbuhan sendiri. Ketidakstabilan genetik dalam bentuk loss of heterozygosity (LOH) muncul sebagai tahap selanjutnya.4,5

Proliferasi sel adalah pembelahan sel dan pertumbuhan sel. Siklus sel yang mendasari mekanisme dan pengaturan proliferasi sel.6 Ki-67 digunakan untuk mendeteksi atau mengevaluasi faktor pertumbuhan dari jaringan neoplasma. Ki-67 merupakan nonhistone nuclear protein yang berhubungan dengan siklus sel, yang diekspresikan


(23)

pada sel yang berproliferasi selama pertengahan fase G1, meningkat pada saat memasuki fase S dan G2, dan mencapai puncak pada fase M pada siklus sel serta dikatabolisme dengan cepat pada akhir fase M dan tak terdeteksi pada fase G0 dan awal G1. Ki-67 dihubungkan dengan penanda proliferasi sel dan pada karsinoma payudara invasif digunakan untuk menentukan grading yang berhubungan dengan prognosa pasien.7

Penyebab dari kanker payudara adalah multifaktorial yang meliputi faktor reproduksi dan berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon, genetik, nutrisi, konsumsi alkohol, merokok dan pemaparan kumulatif dalam jangka waktu lama terhadap kontaminan seperti heterosiklik amina maupun pestisida.8 Benzo(α)pyrene, telah diidentifikasi sebagai golongan senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang memiliki sifat karsinogenik tinggi, karena dapat membentuk kompleks dengan DNA secara permanen dan menyebabkan mutasi pada gen. Molekul-molekul PAH di udara akan bergabung dengan partikel debu dan masuk ke dalam air, tanah maupun tanaman untuk kemudian berinteraksi dengan manusia.9 Telah terbukti bahwa kandungan senyawa PAH karsinogenik pada makanan yang dipanggang cukup tinggi, terutama pada produk hasil pemanggangan dengan kayu atau arang. Agency for Toxic Subtances and Disease Registry (ATSDR) merekomendasikan nilai Minimal Risk Level (MRL) benzo(α)pyrene pada manusia sebesar 0,01ppm/kgBB/hari.10 ,11

Secara in vivo, benzo(α)pyrene telah terbukti dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan percobaan, baik melalui jalur makanan, pernapasan, maupun kontak pada permukaan kulit. Inisiasi proses karsinogenik dari benzo(α)pyrene bahkan dapat


(24)

terjadi pada bagian jaringan yang jauh dari titik asal paparannya. Penelitian Juliyarsi dan Melia menunjukkan bahwa pemberian benzo(α)pyrene dosis 0.3mg/20gBB/hari selama 10 hari yang diberikan secara sub-kutan dapat menginduksi terjadinya kanker payudara pada mencit.12 Pada tikus percobaan, konsumsi benzo(α)pyrene dengan dosis 120ppm/kgBB/hari dapat menyebabkan kematian dengan lama konsumsi kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, konsumsi benzo(α)pyrene dengan dosis sebesar 10ppm/kgBB/hari akan menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada induk hewan dan gangguan pertumbuhan pada anak yang dilahirkan. Karena itulah benzo(α)pyrene dikategorikan sebagai senyawa genotik karsinogen, dan digunakan sebagai senyawa acuan dalam menentukan faktor potensi relatif senyawa-senyawa PAH lainnya sebagai penyebab kanker.11

Kanker payudara memiliki gambaran klinik dan gambaran histopatologi yang heterogen sehingga klasifikasi penyakit, stadium klinik dan derajat histopatologi sangat diperlukan untuk menentukan prognosis. Terapi kanker payudara meliputi pembedahan, radiasi, hormonal dan kemoterapi tetapi kesuksesannya belum memuaskan tergantung pada stadium penyakit.13 Terapi tersebut sering tidak terjangkau oleh masyarakat, maka dicari obat tradisional untuk pengobatan kanker. Ada beberapa kelebihan penggunaan obat tradisional, harganya lebih murah karena dapat dibudidayakan, mudah didapat dan diharapkan efek samping lebih minimal dibanding obat antikanker sintetik.14

Pada saat ini pengembangan obat anti kanker yang berasal dari tanaman banyak digalakkan, mengingat bahwa obat asal tanaman tersebut banyak terdapat di


(25)

Indonesia. Salah satu bahan obat asal tanaman tersebut adalah Scurrulla atropurpurea (BL) Danser yang biasanya dikenal dengan nama benalu teh. Scurrulla atropurpurea telah dikenal berfungsi sebagai anti viral, anti mikroba, anti hipertensi, dan anti kanker. Suatu studi melaporkan bahwa penderita kanker yang diberi ekstrak Scurrulla atropurpurea dari spesies Viscum album menujukkan perbaikan pada DNA dalam limfosit dan sel kekebalan tubuh lain (immunoglobulin, sitokin). Banyak penelitian telah membuktikan efek Scurrulla atropurpurea sebagai anti kanker hingga tingkat molekuler, namun sebagian besar percobaan tersebut dilakukan secara in vitro. Sebagian besar penelitian tersebut membuktikan bahwa Scurrulla atropurpurea tidak membunuh kanker namun menghambat invasi kanker sehingga tidak terjadi metastasis.15

Daun dan batang Scurrulla atropurpurea mengandung berbagai senyawa aktif yang diduga berpotensi sebagai bahan anti kanker. Daun dan batang Scurrulla atropurpurea mengandung bermacam senyawa aktif yaitu: enam senyawa asam lemak tak jenuh ((Z)-9-octadecenoic acid, (Z,Z)-octadeca-9,12-dienoic acid, (Z,Z,Z) -octadeca-9,12,15-trienoic acid, octadeca-8,10-diynoic acid, (Z)-octadec-12-ene-8,10-diynoic acid, octadeca-8,10,12-trynoic acid), dua senyawa xantin (theobromine dan caffeine), dua senyawa flavonol glikosida (quercetin dan rutin), flavon (+)-catechin, (-)-epicatechin, (-)-epicatechin-3-O-gallate, (-)-epi-gallocatechin-3-O-gallate, (+)-gallocatechin, (-)-epigallo-catechin, dan satu senyawa lignan glikosida (aviculin), dan satu senyawa monoterpene glukosida (Icariside B).15,16


(26)

Ohashi et al. menunjukkan efek anti invasif sebesar 99,4% pada konsentrasi 10mg/ml dan pengaruh epigallocathecin-3-O-gallate sebesar 72,8% terhadap invasi melanoma maligna pada tikus.15 Epigallocathecin-3-gallate juga merupakan angiogenesis inhibitor oral dan imunomodulator yang dapat meningkatkan sitokin IL-2 dan sitokin TNF-α.16 Scurrulla atropurpurea memiliki aktivitas anti oksidan dan anti karsinogen karena kandungan selenium.17 Suplementasi lignan selama tujuh minggu setelah 13 minggu induksi kanker, menurunkan 50% volume tumor.18 Penelitian Sulistyo (2008) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Scurrulla atropurpurea pada mencit dengan dosis 1,5g/kgBB/hari selama 3 minggu memberikan efek profilaksis maupun kuratif terhadap karsinogenesis nasofaring pada mencit C3H.19 Leksomono et al. (2006) yang dikutip oleh Sulistyo, juga pernah meneliti efek ekstrak Scurrulla atropurpurea terhadap adenocarcinoma mammae mencit C3H dengan menilai perubahan histopatologi, sebukan sel mononuklear di sekitar jaringan kanker, dan proliferasi limfosit di lien.19

Penelitian ini untuk membuktikan inhibisi aktivitas proliferasi tumor payudara tikus Wistar yang diinokulasi kanker terinduksi benzo(α)pyrene dengan pemberian ekstrak Scurrula atropurpurea.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana efek ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea) terhadap aktivitas proliferasi tumor payudara tikus Wistar yang diinokulasi kanker terinduksi benzo(α)pyrene dengan dosis bertingkat?


(27)

1.3. Hipotesis

1 Ekstrak Scurrulla atropurpurea mampu menekan proliferasi sel tumor payudara tikus Wistar

2 Ada perbedaan aktivitas proliferasi sel tumor payudara tikus Wistar dengan pemberian ekstrak Scurrulla atropurpurea pada saat dan sesudah inokulasi kanker.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan inhibisi aktivitas proliferasi sel tumor payudara tikus Wistar yang diinokulasi kanker terinduksi benzo(α)pyrene dengan pemberian ekstrak benalu teh (Scurrula atropurpurea).

1.4.2. Tujuan Khusus

1 Menghitung skor aktivitas proliferasi pada sel tumor payudara tikus Wistar yang tidak diberi ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea)

2 Menghitung skor aktivitas proliferasi pada sel tumor payudara tikus Wistar yang diberi ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea) dosis 1,5g/kgBB/hari selama 3 minggu yang diberikan pada saat inokulasi.

3 Menghitung skor aktivitas proliferasi pada sel tumor payudara tikus Wistar yang diberi ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea) dosis 1,5g/kgBB/hari dan 3g/kgBB/hari selama 3 minggu yang diberikan sesudah inokulasi.


(28)

4 Mengevaluasi perbedaan efek ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea) terhadap aktivitas proliferasi sel tumor payudara tikus Wistar pada saat dan sesudah inokulasi.

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi tentang potensi Scurrulla atropurpurea dalam karsinogenesis kanker payudara.

2. Sebagai dasar pengembangan alternatif penanganan kanker payudara. 3. Memperkuat penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Payudara

Jaringan payudara pada manusia terdiri dari jaringan ikat dan lemak. Setiap payudara terdiri dari 12 sampai 20 lobulus kelenjar tubuloalveolar yang masing-masing mempunyai saluran ke puting susu yang disebut duktus laktiferus. Diantara lobulus terdapat ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Setiap lobulus terdiri dari sel-sel asini yang terdiri dari sel epitel kubus dan mioepitel yang mengelilingi lumen. Sel epitel mengarah ke lumen, sedangkan sel mioepitel terletak diantara sel epitel dan membran basalis. Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang a. perforantes anterior dari a.mammaria interna. Persarafan kulit payudara oleh cabang pleksus servikalis dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik. Aliran limfe dari payudara sekitar 75% menuju ke aksila, sisanya ke kelenjar parasternal dan interpektoralis. Hal ini penting karena kanker payudara pada umumnya menyebar melalui sistem limfatik dan penyebaran penyakit biasanya sering ditemukan pada daerah nodus limfatik pada saat diagnosis.13,20


(30)

Gambar 2.1 Anatomi payudara normal.13

Jaringan payudara wanita dan kelenjar mulai tumbuh pada masa pubertas, yang disebabkan oleh pengaruh dan interaksi dari hormon-hormon reproduksi, tetapi jumlah pertumbuhan payudara yang terjadi pada saat pubertas terbatas dan kebanyakan terjadi selama kehamilan pertama. Jumlah estrogen dan progesteron diproduksi dalam jumlah yang banyak oleh ovarium selama kehamilan yang menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi akhir dari jaringan payudara yang belum matang secara cepat. 20

2.2 Pertumbuhan Tumor Payudara

Pertumbuhan tumor payudara terjadi ketika sel payudara kehilangan kontrol diferensiasi dan proliferasi normal. Proliferasi dari sel yang abnormal ini atau sel tumor dipengaruhi oleh berbagai jenis hormon, onkogen dan faktor-faktor pertumbuhan. Terdapat bukti kuat untuk menyatakan bahwa estrogen secara langsung dan tidak langsung menstimulasi pertumbuhan sel tumor. Selanjutnya, banyak sekali faktor-faktor pertumbuhan yang juga memegang peranan penting pada pertumbuhan


(31)

tumor yang disekresi oleh sel kanker payudara itu sendiri. Proliferasi sel tumor yang tidak terkontrol selanjutnya akan mengarah kepada proses keganasan (maligna). Perkembangan tumor payudara terjadi dalam 3 tahap yaitu: (1). Modifikasi DNA dari sel epitel payudara yang disebabkan perubahan genetik, faktor lingkungan, atau interaksi keduanya. Proses inisiasi perubahan dalam DNA dapat terjadi pada usia dini sebelum diferensiasi dari jaringan payudara terjadi secara lengkap; (2). Perubahan meliputi perubahan kromosom, mutasi gen, dan penekanan apoptosis. Sebagai tambahan, faktor pertumbuhan meningkatkan kecepatan pertumbuhan dari pre-maligna menjadi pre-maligna yang genetiknya tidak stabil. Salah satu faktor pertumbuhan ini adalah estrogen dan mungkin juga progesteron; (3). Modifikasi progresif dari onkogen spesifik atau kehilangan supresor gen spesifik yang memulai penyakit pada tahap metastasis.20


(32)

2.3. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada payudara yaitu sel-sel pada duktus, beberapa diantaranya berasal dari lobulus dan jaringan lainnya.13,21 Saat ini kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua yang menyebabkan kematian setelah kanker paru-paru dan merupakan kanker terbanyak pada wanita. Menurut WHO lebih dari 1,2 juta orang didiagnosa menderita kanker payudara. The American Cancer Society memperkirakan bahwa pada tahun 2005 lebih kurang 200.000 wanita di Amerika Serikat didiagnosa menderita kanker payudara dan menyebabkan kematian 41.000 pertahun.2 Kesempatan untuk mendapatkan kanker payudara invasif selama kehidupan sekitar 13.4%.3

Data nasional dari Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker servik. Data dari Badan Registrasi Kanker IAPI menyebutkan bahwa insiden kanker payudara di Indonesia terus meningkat dari 16,53% pada tahun 1994, 19,18% pada tahun 1999 dan 19,88% pada tahun 2001.1

2.3.1. Etiologi dan Patogenesis

Faktor resiko utama terjadinya kanker payudara adalah faktor hormonal dan genetik. Kanker payudara dapat dibagi ke dalam kasus sporadik, biasanya berhubungan dengan paparan hormonal dan kasus herediter yang berhubungan dengan riwayat keluarga atau mutasi germ line.4,6 Terjadinya suatu karsinoma payudara biasanya melalui berbagai tahapan, termasuk perubahan morfologi pada payudara yang berhubungan dengan peningkatan jumlah sel-sel epitel (perubahan proliferasi).


(33)

Perubahan awal berhubungan dengan hilangnya signal penghambat pertumbuhan, signal apoptosis dan menghasilkan signal pertumbuhan sendiri. Ketidakstabilan genetik dalam bentuk loss of heterozygosity (LOH) muncul sebagai tahap selanjutnya.4,5

Herediter. Adanya riwayat kanker payudara pada keluarga menjadi penyebab peringkat pertama, didapatkan pada 13% wanita dengan kanker payudara. Hanya 1% yang disebabkan jalur mutasi genetik. Sekitar 25% familial kanker (sekitar 3% dari seluruh kanker payudara) disebabkan penekanan autosomal-dominant genes: BRCA1 dan BRCA2. Mutasi yang mempengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara berbagai mutasi tersebut yang paling banyak dipelajari adalah ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang diketahui mengalami amplifikasi pada hampir 30% kanker payudara. Gen ini adalah anggota dari famili reseptor faktor pertumbuhan epidermis, dan ekspresi berlebihannya berkaitan dengan prognosis yang buruk. Secara analog, amplifikasi gen RAS dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara manusia. Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan. Dalam transformasi berangkai sel epitel normal menjadi sel kanker, kemungkinan besar terjadi banyak mutasi didapat.8

Sporadik. Disebabkan karena paparan hormon, dihubungkan dengan usia menarke dan menopause, riwayat reproduksi, riwayat menyusui, estrogen eksogen. Banyak terjadi pada post-menopause dan overekspresi ER (Estrogen Reseptor). Estrogen merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan


(34)

oleh sel kanker. Diduga bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor α (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-derived growth-factor dan faktor pertumbuhan fibroblast yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor. 8,13

Faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan diisyaratkan oleh insiden kanker payudara yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis homogen dan perbedaan geografik dalam prevalensi. Faktor lingkungan lain yang penting adalah estrogen eksogen, iradiasi, nutrisi, konsumsi alkohol, merokok dan pemaparan kumulatif dalam jangka waktu lama terhadap kontaminan seperti heterosiklik amina maupun pestisida.8

2.3.2. Penatalaksanaan dan Prognosa

Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi imunologi (antibodi).13 Prognosis pada setiap kanker payudara berdasarkan stadium penderita dimana angka ketahanan hidup lima tahun pada stadium I sebesar 87 %, stadium II 75 %, stadium III 75% dan pada stadium IV sebesar 1,3 %.22

2.4. Potensi Benzo(α)pyrene terhadap Karsinogenesis

Benzopyrene adalah senyawa organik dengan rumus C20H12. Secara struktural merupakan pentasiklik hidrokarbon bewarna yang berkaitan dengan pyrene oleh fusi


(35)

dari kelompok phenylene. Dua spesies isomerik adalah benzo[α]pyrene dan benzo[e] pyrene. Senyawa terkait termasuk cyclopentapyrene, dibenzopyrene, indenopyrene dan naphthopyrene. Benzopyrene berbahaya karena interkalasi ke dalam DNA, mengganggu proses transkripsi.23

Gambar.2.3. Struktur molekul benzoalphapyrene.23

Benzo(α)pyrene dijumpai pada asap kendaraan bermotor, asap pabrik, asap rokok, asap pembakaran arang, asap hasil kebakaran hutan, asap minyak goreng, aspal petroleum, beberapa pelarut komersial, creosote (bahan pengawet kayu), dan juga hasil pirolisis karbohidrat, asam amino, serta asam lemak.9,24 Benzo(α)pyrene yang terdapat pada makanan terjadi akibat adanya proses pengolahan (teknologi) yang menggunakan suhu tinggi seperti pemanggangan dan penggorengan, maupun akibat kontaminasi atau polusi dari udara.9 Pada daging panggang (babi dan sapi) terkandung benzo(α)pyrene sebesar 1,4 - 4,5ppb, sate kambing 23ppb, ikan asap Jepang 37 ppm dan pada minyak goreng bekas 1,4 - 4,5ppb. Proses pemanggangan dengan oven menghasilkan produk olahan dengan kandungan senyawa PAH yang terendah, sedangkan pemasakan dengan microwave tidak menghasilkan senyawa PAH yang karsinogenik.11 Hingga saat ini belum ada informasi ilmiah tentang batasan tingkat kontaminasi senyawa PAH atau benzo(α)pyrene yang membahayakan


(36)

manusia. Anjuran batas kandungan PAH oleh The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) membatasi 0,2mg/m3 PAH. OSHA Permissible Exposure Limit (PEL) 5mg/m3 PAH untuk mineral oil, sedangkan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menganjurkan jumlah PAH maksimal 0,1 mg/m3 udara untuk daerah tempat kerja dengan waktu kerja 10 jam/hari dan 40 jam/minggu.25 Agency for Toxic Subtancesand Disease Registry (ATSDR) merekomendasikan nilai MRL benzo(α)pyrene pada manusia sebesar 0,01ppm/kgBB/hari.10

Secara in vivo, benzo(α)pyrene telah terbukti dapat menyebabkan tumor pada setiap model hewan percobaan, baik melalui jalur makanan, pernapasan, maupun kontak pada permukaan kulit. Inisiasi proses karsinogenik dari benzo(αpyrene bahkan dapat terjadi pada bagian jaringan yang jauh dari titik asal paparannya.9 Benzo(α)pyrene merupakan karsinogen komplet mengandung inisiator dan promotor tetapi lebih aktif sebagai inisiator tumor.10 Benzo(α)pyrene telah digunakan sebagai kontrol positif untuk berbagai karsinogenisitas dan mutagenisitas bioassay.23

Banyak senyawa-senyawa aromatik termasuk PAH dan benzo(α)pyrene yang bersifat karsinogenik. Hal ini berdasarkan sifatnya yang hidrofobik dan tidak memiliki gugus metil atau gugus reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi pada jaringan hati, ginjal, maupun adiposa atau lemak tubuh. Dengan struktur molekul yang menyerupai basa nukleat (adenosin, timin, guanin, dan sitosin), molekul PAH dapat dengan mudah menyisipkan diri pada untaian DNA. Akibatnya


(37)

fungsi DNA akan terganggu dan apabila kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dalam sel, maka akan menimbulkan penyakit kanker .11

Gambar 2.4. Ilustrasi sifat karsinogenesis senyawa PAH.11

Pada tikus percobaan, konsumsi benzo(α)pyrene dengan dosis 120ppm/kgBB/hari dapat menyebabkan kematian dengan lama konsumsi kurang dari 14 hari. Lebih lanjut, konsumsi benzo(α)pyrene sebesar 10ppm/kgBB/hari akan menyebabkan gangguan sistem reproduksi pada induk hewan dan gangguan pertumbuhan pada anak yang dilahirkan. Karena itulah benzo(α)pyrene dikategorikan sebagai senyawa genotik karsinogen dan digunakan sebagai senyawa acuan dalam menentukan faktor potensi relatif senyawa-senyawa PAH lainnya sebagai penyebab kanker. Di dalam tubuh, benzo(α)pyrene juga dapat berinteraksi dengan hemoglobin (Hb), yang merupakan protein pengangkut oksigen pada sel darah merah. Karena itu keberadaan benzo(α)pyrene dalam tubuh dapat dideteksi melalui darah atau urin. 10,11


(38)

2.5. Mekanisme Karsinogenesis

Sejumlah studi mekanisme seluler dan molekuler karsinogenesis pada beberapa tahun terakhir telah memperjelas proses banyak tahap karsinogenesis yang kompleks dan variasinya di antara jenis kanker. Perkembangan kanker secara umum dipandang sebagai proses klonal banyak tahap pada evolusi sel yang dibagi dalam sejumlah tahap yang saling tumpang tindih, yaitu:

1. Inisiasi kanker, yang menggambarkan perubahan genetik dalam sebuah sel somatik normal tunggal via mutasi dan masuk ke dalam jalur/mekanisme perkembangan abnormal yang berpotensi neoplastik. Sel target proses ini umumnya mempunyai karakteristik sel seperti sel stem dan terjadi dalam waktu singkat. Sel terinisiasi antara lain karena mutasi titik pada DNA atau kerusakan yang lebih besar pada kromosom seperti delesi, duplikasi, translokasi atau aneuploidi.

2. Promosi kanker yang merupakan perkembangan awal sel yang terinisiasi membentuk klon melalui pembelahan; berinteraksi melalui komunikasi sel ke sel; stimulasi mitogenik, faktor diferensiasi sel, dan proses mutasi dan non mutasi (epigenetik) yang semuanya mungkin berperan dalam tahap awal pertumbuhan pra-neoplastik. Pada tahap ini sel mengalami sejumlah perubahan tambahan dalam genom yang berpotensi mengakselerasi ketidakstabilan genom sel. Promosi membutuhkan waktu beberapa tahun.

3. Transformasi malignansi yang menggambarkan perubahan genomik yang cepat dimana populasi klonal sel yang berevolusi akan mengarah pada perkembangan malignansi/keganasan jika tidak dihambat oleh lingkungan mikro dalam sel.


(39)

4. Progresi malignansi sebagai fase karsinogenik dengan perbanyakan sel yang telah mengalami transformasi yang relatif tertunda sampai mengalami peningkatan keganasan dan mampu untuk bermigrasi ke jaringan normal di sekitarnya dan yang lebih jauh (metastasis). Kanker yang dapat dideteksi secara klinis membutuhkan waktu beberapa tahun bergantung pada perkembangan vaskularisasi kanker, proses inflamasi dan interaksi dengan lingkungan mikro dan komunitas seluler di sekitar sel transforman berada. Progresi adalah tahap karsinogenesis yang paling dekat dengan data klinis. 25

Secara keseluruhan, hanya sebagian kecil sel yang masuk ke dalam jalur karsinogenik melalui semua urutan di atas yang pada akhirnya memberikan hasil berupa sel kanker dan semua proses membutuhkan waktu beberapa tahun. 26

2.6. Potensi Scurrula atropurpurea sebagai Anti Karsinogenesis

Scurrulla atropurpurea sebagai anti kanker memiliki berbagai mekanisme dalam menghambat kanker karena bermacam-macam kandungan zat aktifnya. Daun dan batang Scurrulla atropurpurea mengandung bermacam-macam senyawa aktif yaitu: enam senyawa asam lemak tak jenuh ((Z)-9-octadecenoic acid, (Z,Z)-octadeca-9,12- dienoicacid, (Z,Z,Z)-octadeca-9,12,15-trienoic acid, octadeca-8,10-diynoic acid, (Z)-octadec-12-ene-8,10-diynoic acid, octadeca-8,10,12-trynoic acid), dua senyawa xantin (theobromine dan caffeine), dua senyawa flavonol glikosida (quercetin dan rutin), flavon ((+)-catechin, (-)-epicatechin, (-)-epicatechin-3-O-gallate, (-)-epi-gallocatechin-3-Ogallate, (+)-gallocatechin, (-)-epigallo-catechin, dan satu senyawa lignan glikosida (aviculin), dan satu senyawa monoterpene glukosida (Icariside B).15


(40)

Quercetin merupakan salah satu mutagenik yang berbahaya dari golongan flavonoid.

Hal ini diperlihatkan pada Ames test pada kultur sel dan DNA manusia. Urin dan

feces tikus percobaan yang diberikan quercetin secara oral atau intraperitoneal

menunjukkan aktivitas mutagenik. Efek mutagenik quercetin dapat ditimbulkan

melalui berbagai cara yaitu: (1). Down regulation protein p53 mutan; (2). Inhibisi

tyrosine kinase; (3). Estrogen reseptor binding capacity; (4). Inhibisi heat shock

protein; dan (5). Inhibisi ekspresi p-21 ras protein (Gambar 2.3).28

Gambar 2.5. Mekanisme kerja quercetin pada perkembangan kanker.28

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa banyak sel kanker yang mengandung infiltrasi sel mononuklear dimana pada beberapa tumor dapat mengalami regresi spontan. Zee Cheng yang meneliti ekstrak Scurrulla atropurpurea dari spesies Viscum album menunjukkan perbaikan pada DNA limfosit dan sistem kekebalan


(41)

tubuh. Fernandez meneliti benalu dari spesies Ligaria cuneifolia menunjukkan efek imunomodulator lewat penghambatan proliferasi dari murine-mitogen activated lymphocytes, leukemia limfosit dan kanker payudara.29 Penelitian Hargono menunjukkan pola perkembangan Ig G yang meningkat setiap minggu pada pemberian 150mg/100grBB Scurrulla atropurpurea.30 Efek sitotoksik Scurrulla atropurpurea pada konsentrasi tertentu diketahui spesifik terhadap sel kanker tanpa mempengaruhi sel normal. Hal ini dibuktikan oleh Muwarni dengan meneliti pengaruh ekstrak batang terhadap fibrosarcoma WEHI-164.16 Studi tersebut membuktikan bahwa ekstrak Scurrulla atropurpurea bersifat sitotoksik terhadap WEHI-164 dan meningkatkan sensitivitas sel tumor terhadap TNF-α, suatu molekul yang digunakan sistem kekebalan tubuh untuk membunuh sel tumor, dan bersifat sitotoksik terhadap sejumlah sel yang mengalami transformasi.12 Devehat, et al. membuktikan bahwa quercetin (golongan glikosida flavonol) dari Scurrulla ferruginea (famili Loranthus) memiliki efek sitotoksik pada empat lini kanker manusia.31

Scurrulla atropurpurea mengandung selenium (Se), yang merupakan unsur toksik dan esensial sebagai komponen dan aktivator beberapa enzim penting, serta memiliki aktivitas anti oksidan dan anti karsinogen. Menurut Rayman yang dikutip oleh Sulistyo, peran Se sebagai antioksidan berhubungan dengan glutathione peroksidase, suatu enzim yang mengandung empat atom Se, sehingga enzim ini menjadi komponen penting dalam ketahanan tubuh melawan proses degeneratif.19


(42)

Penelitian Oashi et al. menunjukkan Scurrulla atropurpurea tidak secara cepat mematikan sel-sel tumor, tetapi dapat membantu mencegah meluasnya sel-sel tumor dan diantara senyawa aktif yang dikandung, terdapat dua senyawa yang menunjukkan efek hambatan terhadap invasi sel kanker Melanoma maligna-1 (MM1) yang diisolasi dari sel Ascites Hepatoma (AH 130), yaitu senyawa Octadeca-8,10,12-triynoic-acid yang mampu menghambat invasi sel kanker sebesar 99,4% pada konsentrasi 10mg/ml, dan senyawa Epigallocathecin-3-O-gallate sebesar 72,8%. Epigallocathecin-3-gallate juga merupakan angiogenesis inhibitor oral dan imunomodulator yang dapat meningkatkan sitokin IL-2 dan sitokin TNF-α.16 IL-1 berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi limfosit serta memacu produksi IL-2. IL-2 sangat mempengaruhi kerja sel NK antara lain sebagai faktor pertumbuhan, meningkatkan produksi sitokin, sitotoksisitas dan migrasi sel NK.32 Cara kerja TNF dalam pertahanan melawan kanker terjadi melalui 2 mekanisme: secara langsung, pengikatan TNF ke reseptor yang ada di sel tumor mengaktivasi jalur sinyal yang mengakibatkan apoptosis sel tumor dan secara tidak langsung dengan menginduksi trombosis di pembuluh darah yang menyediakan nutrisi bagi jaringan tumor.33 Octadeca-8,10,12-triynoic-acid merupakan zat aktif anti kanker yang terkandung dalam Scurrulla atropurpurea. Namun, baik dengan metode pengujian in vitro maupun in vivo yang dikembangkan, diketahui bahwa zat ini tidak membunuh sel kanker, melainkan menghambat invasi sel kanker, sehingga sel tidak mengalami metastasis. Sampai saat ini belum ada obat anti kanker yang bekerjanya menghambat invasi sel, sehingga penemuan senyawa Octadeca-8,10,12-triynoic-acid dalam Scurrulla atropurpurea yang struktur kimianya relatif sederhana,


(43)

menjadi harapan akan dilakukannya sintesis senyawa anti kanker baru yang murah dan sangat dibutuhkan oleh penderita kanker di Indonesia.15

Di antara berbagai potensi Scurrulla atropurpurea, efek anti estrogen dan aromatase inhibitor Scurrulla atropurpurea mungkin merupakan efek paling poten dan terkait erat untuk terapi maupun profilaksis kanker yang pertumbuhannya dipengaruhi faktor hormonal. Kandungan lignan diduga mampu mengendalikan multiplikasi sel yang normal dan mengurangi risiko kanker, serta meminimalkan metastasis kanker. Diet lignan dari flax sebagai profilaksis kanker merupakan hal yang menjanjikan. Efek proteksi lignan tampak pada fase promosi di mana kanker belum cukup terbentuk. Suplementasi lignan selama 7 minggu setelah 13 minggu induksi kanker juga mampu menurunkan 50% volume tumor pada kelompok perlakuan dan tidak ada perubahan pada kelompok plasebo. Lignan merupakan faktor proteksi bagi hormone sensitive cancer. Lignan dapat menstimulasi hepatic synthesis of sex hormone (SHBG), yang akan meningkatkan clearance estrogen dari sirkulasi, lebih jauh lagi SHBG akan

mencegah estrogen menempati reseptor estrogen. Senyawa aktif lain yaitu (+)-catechin, (+)-gallocatechin dan quercetin memiliki efek inhibitor terhadap enzim

COX-2. Enzim COX-2menyebabkan agresifitas potensi tumbuh cepat dan metastasis kanker. Senyawa Octadeca-8,10,12-triynoic-acid, merupakan salah satu asetilen baru yang diisolasi dari kulit pohon Heisteria acuminata, ternyata merupakan inhibitor COX yang cukup poten. Angiogenesis berperan penting bagi kelangsungan pertumbuhan sel kanker karena pembuluh darah adalah penyuplai nutrisi. Apabila neovaskularisasi sel kanker dihambat, tentu saja lambat laun sel kanker akan mati


(44)

karena tidak tercukupinya bahan-bahan esensial yang dibutuhkan sel untuk terus tumbuh dan membelah. Epigallocathecin-3-gallate yang terkandung dalam teh hijau dan juga dapat ditemukan pada konsentrasi yang lebih rendah dalam Scurrulla atropurpurea adalah angiogenesis inhibitor oral dan digunakan sebagai prevensi dan terapi dari penyakit/gangguan angiogenesis.29,34

2.7. Deteksi Proliferasi Sel dengan Pewarnaan Ki-67

Ki-67 digunakan untuk mendeteksi atau mengevaluasi faktor pertumbuhan dari jaringan neoplasma. Ki-67 protein dikenal sebagai monoklonal antibodi Ki-67 atau MK167. Ki-67 antigen merupakan protein nuklear yang dikaitkan dengan proliferasi. Lebih jauh lagi juga dikaitkan dengan transkripsi RNA ribosom. Inaktivasi Ki-67 antigen menyebabkan inhibisi sintesa RNA ribosom.35

Ki-67 adalah protein nuklear nonhiston yang berhubungan dengan siklus sel, yang diekspresikan pada sel yang berproliferasi selama pertengahan fase G1, meningkat pada saat memasuki fase S dan G2, dan mencapai puncak pada fase M pada siklus sel dan dikatabolisme dengan cepat pada akhir fase M dan tidak terdeteksi pada fase G0 dan awal G1. Ekspresi Ki-67 sangat berhubungan dengan pertumbuhan (growth fraction) dan tidak nampak selama proses perbaikan DNA. Ki-67 dihubungkan dengan petanda proliferasi sel dan pada karsinoma payudara invasif digunakan untuk menentukan grading yang berhubungan dengan prognosa pasien.7

Pada interfase Ki-67 antigen dapat dideteksi melalui nukleus, pada saat terjadinya mitosis banyak protein dilokasikan dipermukaan kromosom. Ki-67 adalah


(45)

monoklonal antibodi yang dihasilkan dengan mengimunisasi mencit dengan nukleus hodgkin lymphoma cell line L 428. Penamaan berasal dari nama kota asal yaitu Kiel dan penomoran dari original clone pada 96-well plate. MIB-1 yang digunakan adalah monoklonal antibodi yang mendeteksi Ki-67 antigen. Ki-67 labelling index digunakan setelah jaringan diprosesing dengan formalin, parafin dan embeding dan setelah dipanaskan dengan perantaraan antigen retrieval.38,39


(46)

2.8. Kerangka Teori

Gambar 2.6. Skema kerangka teori penelitian Benzo(α)pyrene

(karsinogenik) Payudara Tikus Wistar

Scurrulla atropurpurea

Reaksi detoksikasi, epoksidasi & hidroksilasi DNA, RNA dan protein tubuh

Mutasi DNA

Inisiasi

Promosi

Progresi

Aktivitas proliferasi sel (Ki67)

Transformasi

Keterangan :

: Pengaruh karsinogenik

: Pengaruh ekstrak S. atropurpurea : efek menghambat


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan post test only control group design yang menggunakan tikus Wistar sebagai hewan percobaan.37

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, laboratorium Biologi Fakultas FMIPA USU Medan, serta laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan Instalasi Patologi Anatomi RS. H. Adam Malik Medan dalam waktu 6 bulan (Agustus 2011 – Februari 2012).

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jumlah sampel 25 ekor tikus Wistar betina yang telah diinokulasi kanker terinduksi benzo(α)pyrene yang dibagi dalam 5 kelompok, masing-masing 5 ekor tiap kelompok dengan nama kelompok K1, K2, P1, P2,dan P3.

1.K1 = diberi diet standar, setelah timbul massa tumor (3 minggu), tidak diberi ekstrak Scurrulla atropurpurea, dan diterminasi pada minggu ke-3 (kontrol positif pertama).

2.K2 = diberi diet standar, setelah timbul massa tumor (3 minggu), tidak diberi ekstrak Scurrulla atropurpurea dan diterminasi pada minggu ke-6 (kontrol positif kedua).


(48)

3.P1 = diinokulasi sel kanker bersamaan dengan pemberian ekstrak Scurrulla atropurpurea 1,5g/kgBB/hari selama 3 minggu

4.P2 = diberi diet standar, setelah timbul massa tumor (3 minggu), diberikan ekstrak Scurrulla atropurpurea 1,5g/kgBB/hari selama 3 minggu

5.P3 = diberi diet standar, setelah timbul massa tumor (3 minggu), diberikan ekstrak Scurrulla atropurpurea 3g/kgBB/hari selama 3 minggu

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah tikus Wistar betina yang diperoleh dari Laboratorium Biologi Universitas Sumatera Utara.

3.4.2. Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan rumus Federer (1963): 38

 t = kelompok perlakuan (5 kelompok)  n = jumlah sampel tiap kelompok

Banyaknya sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : (t-1) (n-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15 n ≥ 5

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor tikus Wistar.

3.4.3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diperoleh dari populasi secara simple random sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi, sebagai berikut:


(49)

Kriteria inklusi :

 tikus putih betina strain Wistar

 umur 8-12 minggu

 berat badan 200-250g

 selama observasi 7 hari sebelum perlakuan tidak sakit, aktivitas dan tingkah laku normal.

Kriteria eksklusi :

 tidak tumbuh tumor payudara setelah dilakukan inokulasi

 tikus tampak sakit (gerakan tidak aktif)

 tikus mati setelah perlakuan berlangsung (drop out)

3.5. Varibel Penelitian

3.5.1. Variabel independen: Dosis ekstrak Scurrula atropurpurea 3.5.2. Variabel dependen: Pewarnaan imunihistokimia Ki-67

3.6. Bahan dan Alat Penelitian 3.6.1. Bahan untuk perlakuan

Hewan coba adalah tikus Wistar umur 8-12 minggu dan berat 200-250g. Tikus diperoleh dari laboratorium Biologi Fakultas FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan. Kanker diperoleh dari tikus donor yang diinduksi benzo(α)pyrene. Tumor yang mengandung sel kanker dari tikus donor akan ditransplantasikan ke tikus resipien. Sebelum ditransplantasikan, tumor dari tikus donor akan diinsisi biopsi dan dilakukan pemeriksaan histologi untuk mengkonfirmasi jenis tumornya.


(50)

Dosis ekstrak Scurrulla atropurpurea yang dimaksud adalah ekstrak daun dan batang Scurrulla atropurpurea yang dikeringkan dengan panas matahari dan kemudian dibuat ekstrak dengan dosis 1.5g/kgBB dan 3g/kgBB, sesuai prosedur standar laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.6.2. Bahan transplantasi jaringan tumor pada tikus

Alkohol 70%, larutan garam fisiologik, es batu, tikus donor yang menderita tumor dan tikus resipien.

3.6.3. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi rutin

Formalin buffer 10%, alkohol 50%, 70%, 80%, 96%, absolut, xylol, paraffin cair, bahan pengecatan Hematoksilin-Eosin (HE) dan Canada balsem dan entelan.

3.6.4. Alat transplantasi jaringan tumor pada tikus

Cawan petri ukuran, 6cm, 15cm, cawan ukuran 10 cm, spuit 1cc, jarum suntik trocar, gunting lurus 10cm, gunting bengkok 10cm, pinset anatomi 10cm dan alas fiksasi. 3.6.5. Alat untuk pembuatan sediaan dengan pewarnaan HE dan imunohistokimia

Mikrotom, waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca, kaca objek, rak inkubasi, pap pen, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, gelas Erlenmeyer, gelas beker, tabung sentrifuge, microwave, thermolyte stirrer, entelan dan mikroskop cahaya.


(51)

3.7. Kerangka Operasional

Induksi benzo(α)pyrene dosis 0.3mg/20gBB

K1 P1 P2 P3

Timbul kanker payudara tikus donor

Timbul massa tumor

Ekstrak benalu teh 1,5g/kgBB

Ekstrak benalu teh 3g/kgBB + ekstrak

benalu teh 1,5g/kgBB

Inokulasi sel tumor ke payudara tikus resipien

Terminasi

Jaringan tumor

Blok parafin

Imunohistokimia Ki-67 Terminasi

3 mgg

3 mgg K2

Gambar.3.1. Gambar kerangka operasional Indeks proliferasi


(52)

3.8. Definisi Operasional

1 Tikus donor adalah tikus Wistar yang diinduksi kanker dengan benzo(α)pyrene dosis 0,3mg/20gBB.

2 Tikus resipien adalah tikus perlakuan yang diinokulasi sel kanker oleh tikus donor yang terinduksi benzo(α)pyrene.

3 Inokulasi kanker payudara adalah implantasi sel kanker yang diambil dari jaringan payudara tikus yang menderita kanker payudara yang sebelumnya diinduksi dengan benzo(α)pyrene.12

4 Pemberian ekstrak Scurrulla atropurpurea yang dimaksud adalah pemberian ekstrak daun dan batang Scurrulla atropurpurea yang telah dibuat sesuai prosedur standar laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU Medan. 5 Hasil pulasan imunohistokimia Ki-67 adalah tampilan pulasan warna coklat

pada inti sel epitel yang dinyatakan dengan:

Negatif: bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen DAB.

Positif: bila terlihat tampilan pulasan warna coklat pada inti sel epitel dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x pada 5 lokasi lapangan pandang dan pada saat yang sama kontrol (+) juga menampilkan warna yang sama.


(53)

Penilaian pada jaringan berdasarkan Ki-67 labelling index (indeks pelabelan Ki-67) yaitu:39

 Low : ≤ 15% sel terekspresi Ki-67  Intermediate : 16% - 30% sel terekspresi Ki-67  High : > 30% sel terekspresi Ki-67

3.9. Pemeliharaan Tikus Wistar

Tikus dipelihara dalam kandang berukuran 30 x 20 x 10cm, yang dilapisi sekam padi 1-2cm serta ditutup dengan kawat ayam. Kandang dibersihkan dan sekam padi ditukar 2 hari sekali untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat kotoran tikus tersebut. Kandang ditempatkan dalam suhu kamar dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung. Makanan tikus Wistar diberikan berupa pellet. Makanan dan minuman diberikan secukupnya dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. Setiap minggu dilakukan pengukuran berat badan tikus.

3.10. Persiapan Hewan Percobaan

Masing-masing kelompok hewan percobaan dipersiapkan dalam kandang yang terpisah. Tikus Wistar dipilih dan dipisahkan secara random dalam keadaan baik, disiapkan untuk beradaptasi selama 1 minggu sebelum dilakukan penelitian. Sebelum perlakuan, terhadap setiap tikus ditimbang berat badannya dan diamati kesehatannya secara fisik (gerakannya, berat badan, makan dan minum). Jika ada tikus yang sakit pada saat adaptasi ini, maka diganti dengan tikus yang baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara acak.


(54)

3.11. Prosedur Kerja

Dua puluh lima ekor tikus betina strain Wistar dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif pertama (K1), kontrol positif kedua (K2), perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2) dan perlakuan 3 (P3). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus Wistar, kemudian dikandangkan sesuai kelompok dan pada tiap tikus diberi penomoran dengan memberi tanda pada telinga tiap tikus. Masing-masing kelompok diberi perlakuan seperti pada kerangka operasional.

3.11.1. Induksi sel kanker payudara tikus Wistar

Sel kanker payudara tikus Wistar diinduki oleh benzo(α)pyrene dosis 0.3mg/20gBB dalam oleum olivarium diberikan secara sub kutan dengan volume pemberian 0,1ml/20grBB selama 10 hari.12 Setelah muncul kanker (1-3 minggu), dilakukan inokulasi sel kanker payudara pada payudara tikus resipien, kemudian diamati timbulnya massa tumor pada payudara tikus resipien dengan cara palpasi (3 minggu). 3.11.2. Prosedur transplantasi (inokulasi) tumor

a. Tikus donor dimatikan dengan dekapitasi servikalis, kemudian diletakkan terlentang pada tatakan/alas fiksasi dan keempat kakinya difiksasi dengan jarum. b. Kulit dibagian yang bertumor diusap dengan alkohol 70%, kemudian dibuat

sayatan dengan gunting lurus, untuk mengeluarkan tumor.

c. Tumor diletakkan di cawan petri kecil yang telah terlebih dahulu dicuci dengan larutan garam fisiologis dan diletakkan di atas es.

d. Amati bentuk dan keadaan tumor, kemudian ambil/potong jaringan tumor yang masih baik yaitu bagian yang tanpa nekrosis (biasanya di daerah tepi jika tumor besar) sebanyak kira-kira yang dapat menghasilkan bubur tumor paling sedikit 1


(55)

ml dan taruh dicawan petri kecil lainnya. Bersihkan dari jaringan ikat (simpai), jaringan nekrotik dan darah, kemudian cacah/potong-potong sampai halus dengan gunting hingga akhirnya terbentuk “bubur tumor” yang partikelnya dapat melewati jarum trokar. Tambahkan garam fisiologis lebih kurang sama banyak dengan volume tumor.

e. Bubur tumor disuntikkan sub kutan di payudara tikus dengan dosis 0.2ml menggunakan spuit insulin dengan ketepatan 10-1.

f. Sisa tumor yang padat dimasukkan ke dalam botol formalin untuk dibuat sediaan mikroskopik.

g. Masing-masing mencit diberi nomor di telinganya dan dimasukkan ke dalam kandang berbeda yang diberi label berisi: jenis kelompok perlakuan, tanggal transplantasi.

3.11.3. Pengamatan morfologi benjolan, perubahan berat badan tikus

Pengamatan dilakukan dengan menghitung volume benjolan yang terjadi di payudara tikus. Benjolan yang terbentuk diukur luas dan tingginya. Luas benjolan diukur dengan jangka sorong sedangkan tinggi benjolan ditentukan dengan bantuan pengaris/rol. Kemudian ditentukan volume benjolan dengan memakai rumus kerucut. Volume benjolan = 1/3 luas benjolan x tinggi benjolan

Sedangkan perubahan berat badan ditentukan dengan menimbang berat badan tikus sekali dalam 1 minggu.


(56)

3.11.4. Pembuatan ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea)

Pembuatan ekstrak benalu teh (Scurrulla atropurpurea) yang dimaksud adalah ekstrak daun dan batang Scurrulla atropurpurea yang berasal dari gunung Pangrango (Bogor) yang dikeringkan dengan panas matahari dan kemudian dibuat ekstrak dengan dosis 1.5g/kgBB dan 3g/kgBB, sesuai prosedur standar laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Suspensi ekstrak benalu teh dibuat per 3 hari, dengan menggunakan pelarut carboxyl methyl celulosa (CMC) dengan konsentrasi 0.5% yang ditambahkan aquadest sampai volume yang telah ditentukan. Suspensi yang dihasilkan berupa larutan kental bewarna kehitaman. 3.11.5. Prosedur pembuatan preparat histopatologi

a. Fiksasi

Potongan kanker dimasukkan dalam larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam buffer Natrium asetat sampai mencapai pH 7. Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam untuk proses penghilangan larutan fiksasi.

b. Dehidrasi

Potongan kanker dimasukkan dalam alkohol konsentrasi bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Jaringan kemudian dimasukkan dalam alkohol-xylol selama 1 jam dan kemudian larutan xylol murni selama 2x2 jam.

c. Impregnasi

Jaringan dimasukkan dalam paraffin cair selama 2x2 jam. c. Embedding


(57)

Jaringan ditanam dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur 56-58oC, ditunggu sampai parafin dipotong setebal 4 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada kaca objek yang sebelumnya telah diolesi polilisin sebagai perekat. Jaringan pada kaca objek dipanakan dalam inkubator suhu 56-58oC sampai parafin mencair.

d. Pewarnaan jaringan dengan Hematoksilin-Eosin

Secara berurutan jaringan pada kaca objek dimasukkan dalam :

1 Xylol 1 menit 9 Air 1 menit

2 Xylol 2 menit 10 Eosin 0,5%-alkohol-asam asetat

1 menit

3 Xylol 2 menit 11 Air 15 detik

4 Alkohol 100% 2 menit 12 Alkohol 80% 15 detik 5 Alkohol 96% 2 menit 13 Alkohol 96% 30 detik 6 Alkohol 80% 2 menit 14 Alkohol 100% 45 detik

7 Air 1 menit 15 Xylol 1 menit

8 Haematoksilin 7,5 menit 16 Xylol 1 menit 3.11.6. Prosedur imunohistokimia

Sampel blok parafin yang sudah dipotong tipis (4 µm) ditempelkan pada kaca objek. Pada pulasan imunohistokimia Ki-67 digunakan kaca objek yang telah di-coating dengan poly-L-lysine atau Silanized slide agar jaringan dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan imunohistokimia. Prosedur pulasan immunohistokimia KI67 sesuai protokol Dako:

1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4 µm yang sudah ditempelkan pada kaca objek silanized.

2. Preparat dimasukkan dalam inkubator 1 malam, suhu 37⁰C.

3. Deparafinisasi dengan meletakkan slide di hot-plate selama 60 menit, kemudian mencelupkan slide ke dalam cairan xylol sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.


(58)

4. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 98% sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit, kemudian alkohol 90%, 80% dan 70% masing-masing selama 5 menit.

5. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit. 6. Berikan antigen retrieval

7. Bilas dengan air selama 2-3 menit.

8. Netralisasi peroksidase endogen menggunakan peroxidase block selama 5 menit. 9. Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

10.Inkubasi dengan protein block selama 5 menit. 11.Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

12.Inkubasi dengan antibodi primer yang telah didilusi secara optimal selama 60 menit.

13.Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

14.Inkubasi dengan post primary block selama 30 menit. 15.Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit.

16.Inkubasi dengan Novolink Polymer selama 30 menit.

17.Bilas dengan TBS selama 2 x 5 menit dengan kocokan lembut. 18.Amati aktivitas peroksidase dengan DAB working solution. 19.Bilas slide dengan air mengalir.

20.Beri counterstain hematoksilin

21.Bilas slide dengan air mengalir selama 5 menit 22.Dehidrasi dengan alkohol kemudian bersihkan


(59)

3.12. Analisis Data

Data yang diperoleh dari semua kelompok sampel diolah dengan program komputer SPSS 13.0. dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis, dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.40,41


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Induksi Kanker Payudara dengan Benzo(α)piren pada Tikus Donor

Tikus donor yang telah diinduksi dengan benzo(α)piren selama 32 hari, diterminasi dan diambil massa yang tumbuh di daerah payudaranya. Kemudian dijadikan bubur tumor dan diperiksa sitologinya dengan pewarnaan Giemsa. Pada pemeriksaan sitologi, didapati gambaran apusan berupa kelompokan sel-sel yang atipik dengan kohesi yang longgar. Sel berbentuk pleomorfik, membran inti sebagian ireguler, kromatin kasar, sitoplasma sedikit eosinofilik (Gambar 4.1).

Gambar. 4.1. Induksi benzoalphapyrene pada tikus donor A. Bubur tumor tikus donor B. C. Sitologi sel-sel tumor payudara yang diinduksi dengan benzo(α)pyrene tampak kelompokan sel dengan kohesi yang longgar D. Sel dengan membran inti ireguler. (Giemsa 400x).

A B


(61)

4.1.2. Rata-rata perubahan berat badan tikus selama penelitian.

Pertambahan berat badan tikus pada kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kelompok kontrol, baik pada kelompok perlakuan dalam waktu 3 minggu maupun 6 minggu. Ini bisa dilihat pada rata-rata pertambahan berat badan tikus pada tabel 4.1. di bawah ini.

Tabel 4.1. Rata-rata pertambahan berat badan tikus dalam tiap kelompok

Kelompok Lama perlakuan

(minggu)

Total pertambahan berat badan (gr)

Persentase (%) pertambahan berat badan

K1 3 17,8 11,50

P1 3 19,8 14,27

K2 6 14 10,25

P2 6 23,2 15,74

P3 6 21,8 15,01

4.1.3. Makroskopis massa di payudara tikus

Setelah tikus diterminasi, kemudian diperiksa massa pada daerah payudaranya. Pengamatan visual dilakukan namun karena gambaran makroskopisnya hampir sama, maka tidak dijadikan sebagai suatu variabel yang diamati (Gambar 4.2). Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada massa yaitu berupa pengukuran berat massa pada payudara yang bisa diamati pada tabel 4.2.

Gambar 4.2. A. Massa di payudara tikus B. Massa yang sudah diangkat.


(62)

Tabel 4.2. Berat massa pada payudara tikus dan reratanya

Kelompok Kode

Sampel

Berat massa (g) Rerata berat massa pada tiap kelompok (g)

K1-M1 1.37

K1-M2 3.09

K1 K1-M3 0.76 1,148

K1-H1 0.10

K1-H2 0.42

P1-M1 0.22

P1-M2 0.55

P1 P1-M3 0.09 0,316

P1-H1 0.38

P1-H2 0.34

K2-M1 0.68

K2-M2 0.26

K2 K2-H1 0.37 0,384

K2-H2 0.29

K2-H3 0.32

P2-M1 0.31

P2-M2 0.21

P2 P2-M3 0.64 0,358

P2-M4 0.26

P2-H3 0.37

P3-M1 0.32

P3-M2 0.15

P3 P3-M3 0.24 0,202

P3-H1 0.14

P3-H3 0.16

Dari tabel di atas didapati bahwa rerata massa terbesar dijumpai pada kelompok kontrol pertama (K1), dimana tikus diinokulasikan kanker payudara terinduksi benzo(a)piren tanpa pemberian ekstrak benalu teh dan diterminasi pada minggu ke 3 dengan rata-rata sebesar 1,148g. Sedangkan rerata massa terkecil didapati pada kelompok perlakuan 3 (P3), dimana tikus diinokulasikan kanker payudara terinduksi benzo(a)piren setelah timbul massa tumor kemudian diberi ekstrak benalu teh dosis 3g/kgBB dan diterminasi pada minggu ke 6 dengan rata-rata sebesar 0,202g. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada


(63)

perbedaan yang signifikan rata-rata berat massa tumor pada semua kelompok perlakuan (p=0,68).

4.1.3. Histopatologi massa di payudara tikus

Gambaran histopatologi tumor payudara tikus secara umum memperlihatkan gambaran hiperplasia atipik.

Gambar 4.3. A.B.C.D. Gambaran mikroskopis tumor payudara tikus, tampak proliferasi sel-sel kelenjar, dengan sel-sel-sel-sel atipik, inti membesar, hiperkromatik, sitoplasma eosinofilik.

(HE,100x)

4.1.4 Ekspresi immunohistokimia Ki-67 pada tumor di payudara tikus.

Pada penelitian ini skor yang digunakan untuk menilai ekspresi Ki-67 adalah Ki-67 labelling index (indeks pelabelan Ki-67) dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x pada 5 lokasi lapangan pandang.

A B


(64)

Tabel 4.3. Ekspresi indeks pelabelan K1-67 pada tumor kelenjar payudara tikus

Kelompok

Indeks Pelabelan Ki-67 (jumlah, %)

Total (%)

0 Lemah Sedang Kuat

K1 - 4 (80) - 1 (20) 5 (100)

P1 2 (40) 2 (40) - 1 (20) 5 (100)

K2 1 (20) 3 (60) - 1 (20) 5 (100)

P2 2 (40) 3 (60) - - 5 (100)

P3 3 (60) 2 (40) - - 5 (100)

Keterangan :

 0 : tidak ada ekspresi Ki-67 pada tumor payudara  Lemah : ekspresi Ki-67 ≤ 15% pada tumor payudara  Sedang : ekspresi Ki-67 16% - 30% pada tumor payudara  Kuat : ekspresi Ki-67 > 30% pada tumor payudara

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terjadi perubahan ekspresi Ki-67 pada kelenjar tumor payudara tikus antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Umumnya terjadi penurunan ekspresi Ki-67 antara kelompok K1 dengan P1 maupun kelompok K2 dengan P2 dan P3 seperti tertera pada tabel di atas.

Gambaran histopatologi ekspresi Ki-67 pada kelenjar tumor payudara tikus baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.4 di bawah ini.


(65)

Gambar 4.4. Ekspresi Ki-67 pada tumor payudara tikus A.B. Ekspresi Ki-67 > 30% pada K1 (40x dan 100x), C. Ekspresi Ki-67 ≤ 15% pada P1 (400x), D. Ekspresi Ki-67 >30% pada K2 (400x),

E. Ekspresi Ki-67 ≤ 15% pada P2 (100x) serta F. Ekspresi Ki-67 ≤ 15% pada P3 (40x).

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Perubahan berat badan tikus selama penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat badan tikus mengalami peningkatan seiring dengan lamanya perlakuan setelah diinokulasi dengan benzo(α)pyrene (tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan telah terjadi perubahan pada tikus

A B

C D


(1)

Test Statisticsb

Ki67baru Mann-Whitney U 6.500

Wilcoxon W 21.500

Z -1.386

Asymp. Sig. (2-tailed) .166 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

NPar Tests

Notes

Output Created 10-Sep-2012 09:51:28

Comments

Input Data D:\dwi dkk\spss dwi.sav Active Dataset DataSet1

Filter <none> Weight <none> Split File <none>

N of Rows in Working Data File 25 Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.

Syntax NPAR TESTS

/M-W= Ki67baru BY Kelompok(3 4) /MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Timea 00:00:00.062

Elapsed Time 00:00:00.031

Number of Cases Allowed 112347 a. Based on availability of workspace memory.


(2)

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Ki67baru 6 minggu tanpa intervensi 5 6.30 31.50

6mg,3mg benalu teh 1,5 5 4.70 23.50

Total 10

Test Statisticsb

Ki67baru Mann-Whitney U 8.500

Wilcoxon W 23.500

Z -.956

Asymp. Sig. (2-tailed) .339 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

NPar Tests

Notes

Output Created 10-Sep-2012 09:50:57

Comments

Input Data D:\dwi dkk\spss dwi.sav Active Dataset DataSet1

Filter <none> Weight <none> Split File <none>

N of Rows in Working Data File 25 Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.


(3)

Syntax NPAR TESTS

/M-W= Ki67baru BY Kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Timea 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.015

Number of Cases Allowed 112347 a. Based on availability of workspace memory.

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Ki67baru 3 minggu tanpa intervensi 5 6.30 31.50

3 minggu benalu teh 1,5g 5 4.70 23.50

Total 10

Test Statisticsb

Ki67baru Mann-Whitney U 8.500

Wilcoxon W 23.500

Z -.949

Asymp. Sig. (2-tailed) .343 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

NPar Tests

Notes

Output Created 10-Sep-2012 09:50:27

Comments

Input Data D:\dwi dkk\spss dwi.sav Active Dataset DataSet1

Filter <none> Weight <none> Split File <none>


(4)

N of Rows in Working Data File 25 Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.

Syntax NPAR TESTS

/K-W=Ki67baru BY Kelompok(3 5) /MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Timea 00:00:00.047

Elapsed Time 00:00:00.032

Number of Cases Allowed 112347 a. Based on availability of workspace memory.

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank

Ki67baru 6 minggu tanpa intervensi 5 10.00 6mg,3mg benalu teh 1,5 5 7.70 6mg,3mg benalu teh 3gr 5 6.30

Total 15

Test Statisticsa,b

Ki67baru Chi-Square 2.216

df 2

Asymp. Sig. .330 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok


(5)

NPar Tests

Notes

Output Created 10-Sep-2012 09:50:00

Comments

Input Data D:\dwi dkk\spss dwi.sav Active Dataset DataSet1

Filter <none> Weight <none> Split File <none>

N of Rows in Working Data File 25 Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.

Syntax NPAR TESTS

/K-W=Ki67baru BY Kelompok(1 5) /MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Timea 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.015

Number of Cases Allowed 112347 a. Based on availability of workspace memory.


(6)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank

Ki67baru 3 minggu tanpa intervensi 5 17.20 3 minggu benalu teh 1,5g 5 12.80 6 minggu tanpa intervensi 5 15.00 6mg,3mg benalu teh 1,5 5 11.10 6mg,3mg benalu teh 3gr 5 8.90

Total 25

Test Statisticsa,b

Ki67baru Chi-Square 4.912

df 4

Asymp. Sig. .296 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok