Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Officinale) Dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Amarum) Menggunakan Alat Stahl
PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL
TUGAS AKHIR
OLEH:
YUDHI PERMANA NIM 092410019
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL”. Tugas akhir ini di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Selama menyusun Tugas Akhir ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ayahanda Irawan dan Ibunda Zulina dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu dan motivasi sehingga Tugas Akhir ini selesai.
Penulis juga banyak mendapat bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
(4)
3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing. yang telah membimbing dan memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.
4. Seluruh dosen/staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Ir. Novira Dwi Santi Artsiwi selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis
Daerah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPTD. BPSMB) Medan.
6. Ibu Dra. Lisni dan Ibu Darmawati selaku penyelia laboratorium, Bapak Ferry Harryanto, S.T., selaku analis dan koordinator praktek kerja lapangan yang banyak membantu dalam pengerjaan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah-rempah di UPTD. BPSMB Medan.
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Medan, Mei 2012 Penulis,
Yudhi Permana NIM 092410019
(5)
PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL
Abstrak
Jahe merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat. Minyak atsiri merupakan salah satu komponen utama minyak jahe yang memiliki banyak khasiat sebagai obat batuk, peluruh angin, dan antiemetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kadar minyak atsiri pada jahe gajah dengan jahe merah dan mengetahui mutu dari minyak tersebut.
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan menggunakan metode destilasi air menggunakan alat Stahl, sedangkan pengujian mutu minyak jahe dilakukan mengunakan alat piknometer untuk bobot jenis, refraktometer untuk indeks bias, dan polarimeter untuk nilai putaran optik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jahe gajah mengandung minyak atsiri 1,7242 %, bobot jenis 0,8726, indeks bias 1,4856, dan nilai putaran optik -17°. Hasil untuk jahe merah mengandung minyak atsiri 2,2056 %, bobot jenis 0,8859, indeks bias 1,4869, dan nilai putaran optik -21°. Dari kedua hasil yang diperoleh untuk kadar minyak atsiri, bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik semuanya berada pada rentang yang memenuhi persyaratan SNI 06-1312-1998 untuk minyak jahe.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ……….. i
LEMBAR PENGESAHAN ……….. ii
KATA PENGANTAR ………. ... iii
ABSTRAK …….. ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ……… . ix
DAFTAR LAMPIRAN……… .. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Dan Manfaat ... 3
1.2.1 Tujuan ... 3
1.2.2 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jahe……… 4
2.1.1 Habitat ………. . 4
2.1.2 Morfologi ... 4
2.1.3 Jenis-Jenis Tanaman Jahe ... 6
2.1.4 Budidaya Tanaman Jahe ……… .. 8
2.1.5 Sistem Panen Tanaman Jahe ……… 9
2.1.6 Kandungan Kimia Jahe ……… ... 10
2.1.7 Manfaat Jahe ……… 10
2.2 Minyak Atsiri ... 11
2.2.1 Sifat-Sifat Minyak Atsiri ... 11
2.2.2 Fungsi Minyak Atsiri ... 12
2.2.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri ………... 13
2.2.4 Penggolongan Minyak Atsiri ……….. . 16
(7)
2.3.1 Bobot Jenis ... 18
2.3.2 Indeks Bias ... 18
2.3.3 Putaran Optik ... 19
2.3.4 Spesifikasi Kadar Minyak Atsiri dan Mutu Minyak Jahe ... 19
BAB III METODE 3.1 Tempat Pengujian ……… 21
3.2 Alat dan Bahan ………. ... 21
3.2.1 Alat ... 21
3.2.2 Bahan ... 21
3.3 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Menurut SNI ... 22
3.3.1 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah ... 22
3.3.2 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah ... 22
3.4 Penetapan Indeks Bias Menurut SNI ... 22
3.4.1 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Gajah… ... 22
3.4.2 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Merah……….. 23
3.5 Penetapan Bobot Jenis Menurut SNI ……… 23
3.5.1 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Gajah……… 23
3.5.2 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Merah……….. 24
3.6 Penetapan Nilai Putaran Optik Menurut SNI ……… 24
3.6.1 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Gajah ……….. 24
3.6.2 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Merah ………. 24
(8)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil……… . 25 4.2 Pembahasan ……… . 25 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 27 5.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA ... 28
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Jahe Menurut SNI ... 19 Tabel 2. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Gajah Selama 3 hari
Secara Duplo ... 29 Tabel 3. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Merah Selama 3 hari
Secara Duplo. ... 30 Tabel 4. Data Hasil Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah…… 31 Tabel 5. Data Hasil Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah …. 33 Tabel 6. Data Hasil Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah … 34 Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Jahe Gajah dan Jahe merah …. 25
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah…… 29 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah ……. 30 Lampiran 2. Penetapan Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Jahe
Merah... 31 Lampiran 3. Penetapan Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Jahe
Merah………. 32 Lampiran 4. Penetapan Nilai Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan
(11)
PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL
Abstrak
Jahe merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat. Minyak atsiri merupakan salah satu komponen utama minyak jahe yang memiliki banyak khasiat sebagai obat batuk, peluruh angin, dan antiemetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kadar minyak atsiri pada jahe gajah dengan jahe merah dan mengetahui mutu dari minyak tersebut.
Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan menggunakan metode destilasi air menggunakan alat Stahl, sedangkan pengujian mutu minyak jahe dilakukan mengunakan alat piknometer untuk bobot jenis, refraktometer untuk indeks bias, dan polarimeter untuk nilai putaran optik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jahe gajah mengandung minyak atsiri 1,7242 %, bobot jenis 0,8726, indeks bias 1,4856, dan nilai putaran optik -17°. Hasil untuk jahe merah mengandung minyak atsiri 2,2056 %, bobot jenis 0,8859, indeks bias 1,4869, dan nilai putaran optik -21°. Dari kedua hasil yang diperoleh untuk kadar minyak atsiri, bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik semuanya berada pada rentang yang memenuhi persyaratan SNI 06-1312-1998 untuk minyak jahe.
(12)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat dan berupa tumbuhan rumpun berbatang lunak yang berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Maka dari itu bangsa Cina dan India disebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai minuman, bumbu masak, dan obat tradisional (Hapsoh, 2010).
Tanaman Jahe di dunia tersebar di daerah tropis, di benua Asia dan Kepulauan Pasifik. Akhir-akhir ini jahe dikembangkan di Jamaica, Brazil, Hawai, Afrika, India, China, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Thailand, dan Indonesia. Jahe tumbuh di Indonesia ditemukan di semua wilayah Indonesia yang ditanam secara monokultur dan Polikultur (Hapsoh, 2010).
Daerah utama produsen Jahe di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Subang), Banten (Lebak, dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa Timur (Malang, Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu dan lain-lain (Hapsoh, 2010).
Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk menambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan. Hal ini dimungkinkan karena terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh minyak asiri yang dikeluarkan rimpang jahe. Minyak jahe berisi gingerol
(13)
yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, serta membantu fungsi jantung (Hapsoh, 2010).
Di pasaran terjadi perbedaan harga jual terhadap rimpang jahe gajah dengan rimpang jahe merah, perbedaan harganya hampir mencapai dua kali lipat antara harga jual rimpang jahe gajah dengan jahe merah. Maka penulis berniat untuk membuktikan bahwa kandungan minyak atsiri yang ada pada jahe merah lebih tinggi dari jahe gajah sehingga memang layak jika harga jualnya lebih tinggi dari jahe gajah.
Minyak atsiri pada jahe dapat ditetapkan kadarnya menggunakan beberapa metode, Namun penulis menggunakan metode destilasi air karena pengerjaannya harus disesuaikan dengan prosedur Standar Nasional Indonesia dan prosedur tersebut lebih familiar sehingga mudah dilakukan.
(14)
1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan
Tujuan Tugas Akhir ini adalah:
a. Untuk mengetahui kadar minyak atsiri pada rimpang jahe gajah dan rimpang jahe merah.
b. Untuk mengetahui mutu minyak atsiri pada rimpang jahe gajah dan rimpang jahe merah.
1.2.2. Manfaat
Manfaat Tugas Akhir ini adalah:
a Minyak jahe dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional untuk industri farmasi.
b Minyak jahe yang diperoleh dari rimpang jahe gajah dan jahe merah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia.
(15)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jahe 2.1.1 Habitat
Jahe dapat tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 0-1,700 m di atas permukaan laut. Jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup saat masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang ideal yaitu antara 25-30°C. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan gembur sehingga member kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga irigasinya harus selalu diperhatikan (Hapsoh, 2011).
2.1.2 Morfologi a. Rimpang/akar
Rimpang bercabang tidak teratur umumnya kearah vertikal, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning coklat sampai merah tergantung dari jenisnya. Daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatis, mengandung metabolit sekunder (Syukur, 2001).
b. Batang
Batang tanaman merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang itu terdiri dari seludang-seludang daun tanaman dan pelepah-pelepah daun yang menutupi batang. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna
(16)
hijau tua. Batang biasanya basah dan banyak mengandung air, sehingga tergolong tanaman herba (Paimin, 2000).
c. Daun
Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput-rumputan besar. Daun itu berselingan dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau gundul dengan panjang 5-25 cm dan lebar 1-3 cm. Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun mati maka pangkal tangkai tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas dan menjadi rimpang akar baru (Tjitrosoepomo, 1994).
d. Bunga
Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan panjang 5-7 cm dan bergaris tengah 2-2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang keluar dari akar rimpang dengan panjang 15-25 cm. Tangkai bulir dikelilingi daun pelindung yang berbentuk lonjong, runcing, dengan tepi berwarna merah, ungu, atau hijau kekuningan. Bunga terletak pada ketiak daun pelindung dengan beberapa bentuk, yakni panjang, bulat telur, lonjong, runcing, atau tumpul. Daun kelopak dan daun bunga masing-masing tiga buah yang sebagian bertautan (Paimin, 2000). Pada bunga jahe, benang sari berupa staminodia, berjumlah 6 tersusun dalaam 2 lingkaran. Yang 3 diluar tertanam pada mahkota, dari yang sebelah dalam 2 menyerupai tanduk dan 1 lagi menyerupai daun mahkota,
(17)
berwarna lembayung berbintik-bintik berlekuk 3, bakal buah tenggelam, beruang 3 yang dapat dibuahi hanya sebuah sedangkan sebuah benang sari lain telah berubah bentuk menjadi daun (Tjitrosoepomo, 1994).
Taksonomi Tanaman Jahe
Menurut Paimin, (2000), Taksonomi tanaman jahe sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roscoe
Ciri morfologis famili ini merupakan herba aromatik dengan rimpang tebal yang sangat menonjol. Rimpang ini kaya akan minyak atsiri, tersimpan dalam sel khas. Daun tersusun spiral atau berseling dengan pelepah di sekeliling batang. pelepah ini tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk struktur mirip batang yang mendukung batang asli yang agak lemah (Heinrich dkk., 2010).
2.1.3 Jenis-jenis Tanaman Jahe
Jahe mempunyai beberapa varietas yang dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya. Varietas yang banyak ditanam ada tiga macam yaitu jahe gajah (Z. officinale var. officinale), jahe emprit (Z. officinale var. rubrum), dan jahe merah (Z.officinale var. amarum) (Syukur, 2001).
(18)
1. Jahe putih besar/Jahe gajah/Jahe Badak (Zingiber officinale var. officinale) Varietas jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama
Zingiber officinale var. officinale. Batang jahe gajah berbentuk bulat, berwarna hijau muda, diselubungi pelepah daun, sehingga agak keras. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18-1,04 kg. Jenis jahe ini bisa di konsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan (Hapsoh, 2010).
Akar jahe gajah ini memiliki serat yang sedikit lembut dengan kisaran panjang akar 4,53-6,30 cm dan diameter mencapai kisaran 4,53-6,30 mm. Rimpang memiliki aroma yang tajam dan rasanya kurang pedas. Kandungan minyak atsiri pada jahe gajah 0,82-1,66% (Hapsoh, 2010).
2. Jahe Putih/Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubrum)
Dikenal dengan nama latin Zingiber officinale var. rubrum, memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0,5-0,7 kg/rumpun. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang anatara 6-30 cm dan diameter antara 3,27-4,05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Tinggi tanaman jika diukur dari permukaan tanah sekitar 40-60 cm sedikit lebih pendek dari jahe gajah. Bentuk batang bulat dan warna batang hijau muda hampir sama dengan jahe gajah, hanya penampilannya lebih ramping dan jumlah batangnya lebih banyak. Kedudukan daunnya berselang-seling dengan teratur. Warna daun hijau muda dan berbntuk lancet. Jumlah daun dalam satu batang 20-30 helai. Panjang daun
(19)
dapat mencapai 20 cm dengan lebar daun rata-rata 25 cm. Kandungan minyak atsiri 1,5-3,5%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas (Hapsoh, 2010).
3. Jahe Merah atau Jahe Sunti (Zingiber officinale var. amarum)
Jahe merah mempunyai nama latin Zingiber officinale var. amarum, memiliki rimpang dengan bobot antara 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna merah jingga sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe emprit. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm daan tingginya antara 5,26-10,40 cm. Susunan daun terletak berselang-seling teratur, berbentuk lancet dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Panjang daun dapat mencapai 25 cm dengan lebar antara 27-31 cm. Kandungan minyak atsiri sebesar 2,58-3,90%. Jahe merah mempunyai kegunaan yang paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain yang merupakan bahan penting dalam industri jamu tradisional (Hapsoh, 2010).
2.1.4 Budidaya Tanaman Jahe
Menurut Hapsoh, (2011), cara budidaya Tanaman Jahe sebagai berikut: a) Penyiapan Lahan
Jahe cocok dibudidayakan di lahan kering karena bebas genangan air dan bisa juga menggunakan lahan sawah, dengan syarat dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah sawah umumnya liat dan padat ketika kering, oleh karena itu dalam pengolahannya perlu memasukkan pupuk organik atau pupuk kandang dan kapur yang banyak.
(20)
b) Penyiapan Benih
Untuk benih digunakan rimpang yang berasal dari tanaman cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat benih dipotong-potong. Ukuran rimpang untuk bibit antara 50-80 gram. Untuk menjaga agar bekas potongan tidak busuk maka pada bekas sayatan ditaburi abu gosok. Selanjutnya rimpang ditunaskan selama 1-3 minggu pada media tumpukan jerami padi. Media jerami disiram rutin dan jangan dibiarkan sampai kering.
c) Penanaman
Potongan rimpang yang sudah bertunas dimasukkan kedalam lubang tanam yang telah disiapkan dengan mata tunas dihadapkan ke atas kemudian ditutup dengan tanah halus. Setelah itu permukaan ditutup dengan jerami agar pertumbuhan gulma terhambat dan permukaan tanah tetap terjaga kelembabannya.
2.1.5 Sistem Panen Tanaman Jahe
Waktu panen jahe akan mempengaruhi kadar minyak atsiri dan serat dari jahe yang dihasilkan. Kadar minyak atsiri jahe akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya umur tanaman. Waktu panen ditentukan oleh tujuan produk akhir yang dituju, apakah untuk bumbu masak atau ekstraksi minyak atsirinya. Pemanenan jahe yang akan digunakan sebagai bumbu masak dilakukan pada umur kurang lebih 4 bulan. Sebagai bahan obat, rimpang jahe dipanen setelah tua yaitu umur 9-12 bulan setelah tanam. Pemanenan jahe sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan karena jika dilakukan pada musim hujan
(21)
menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena tingginya kadar air (Hapsoh, 2011).
2.1.6 Kandungan Kimia Jahe
Rimpang jahe mengandung 1-3% minyak atsiri, yang kandungan kimia utamanya adalah Zingiberen dan β-bisabolen. Rasa pedas dan tajam dihasilkan oleh campuran senyawa fenolat yang disebut gingerol, gingerdiol, gingerdion, dihidrogingerdion, dan shogaol. Shogaol dihasilkan dari proses dehidrasi dan degradasi gingerol serta terbentuk selama pengeringan dan ekstraksi. Shogaol lebih pedas dan tajam daripada gingerol, yang faktanya bahwa jahe kering lebih pedas dari jahe segar (Heinrich dkk., 2010).
2.1.7 Manfaat Jahe
Jahe terkenal menghasilkan efek menghangatkan jika dimakan, dan sifat dasarnya yang berbau tajam merangsang reseptor-reseptor termogenik. Efek farmakologis paling pentingnya yaitu penggunaannya untuk mencegah gejala gejala gastrointestinal pada mabuk perjalanan dan mual pascaoperasi, serta vertigo dan mual pagi hari pada kehamilan, dan terdapat bukti klinis khasiat jahe pada kondisi ini. Konsumsi jahe juga telah dilaporkan memiliki efek bermanfaat meringankan nyeri dan frekuensi sakit kepala migrain (Heinrich dkk., 2010).
Sudah sejak lama jahe digunakan sebagai bumbu dapur. Aroma dan rasanya yang khas menyebabkan penggunaan jahe untuk bumbu dapur lebih memasyarakat. Penggunaan jahe kedua terbanyak yaitu sebagai obat tradisional. Jahe yang mengandung gingerol dapat dimanfaatkan sebagai obat Anti Inflamasi,
(22)
obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonikum, serta obat batuk (Syukur, 2001).
Gingerol pada jahe bersifat sebagai antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah sehingga dapat mencegah tersumbatnya pembuluh darah yang menjadi penyebab utama penyakit Stroke, dan serangan jantung (Hapsoh, 2010).
Jahe juga dapat menurunkan tekanan darah dengan cara merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar serta memperingan kerja jantung dalam memompa darah (Hapsoh, 2010).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap pada suhu kamar di udara terbuka, minyak eteris, atau minyak essensial yang mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan dkk., 2004), dan merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam (Sastrohamidjojo, 2004).
2.2.1 Sifat-sifat Minyak Atsiri
Menurut Gunawan, (2004), Adapun sifat-sifat dari minyak atsiri ialah : 1. Tersusun dari bermacam-macam komponen senyawa.
2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau ninyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya.
(23)
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
4. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari, dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
5. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air. 6. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
2.2.2 Fungsi Minyak Atsiri
a. Fungsi Minyak Atsiri bagi Tanaman
Dalam jumlah yang relatif besar minyak atsiri disimpan dalam tanaman, karena tidak ditransfer ke batang atau daun sebelum daun itu gugur sehingga timbul asumsi kuat bahwa minyak atsiri merupakan sumber energi yang terpenting. Minyak ini dapat menolak kehadiran binatang akan tetapi bagi tanaman tertentu, minyak atsiri dapat menarik serangga sehingga penyerbukan lebih efektif. Di lain pihak tercipta sejenis daya tahan tanaman terhadap kerusakan oleh binatang maupun tanaman parasit dengan dihasilkan minyak dengan bau yang merangsang. Minyak berfungsi sebagai penutup bagian kayu yang terluka atau berfungsi sebagai vernis untuk mencegah penguapan air (cairan sel) yang berlebihan sehingga berfungsi sebagai penghambat penguapan air (Guenther, 1987).
(24)
b. Fungsi Minyak Atsiri bagi Manusia
Minyak atsiri sebagai bahan pewangi dan penyedap, antiseptik internal atau eksternal, dan sebagai bahan analgesik. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, dan merangsang. Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing. Minyak atsiri juga membantu pencernaan dengan merangsang saraf sekresi sehingga dengan mencium bau-bauan tertentu, maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Kegunaan lain dari minyak atsiri adalah sebagai bahan pewangi kosmetik (Guenther, 1987).
2.2.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi atau penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).
Metode Isolasi Minyak Atsiri
Menurut Gunawan, (2004), Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut :
1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.
2. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok. Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan kelarutan. Minyak atsiri sangat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
(25)
3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya habis dalam proses pemerasan. 4. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage).
Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen.
1. Metode Destilasi
Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim digunakan adalah metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut :
a. Metode destilasi uap (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan),
b. Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan, kemudian dimasukkan kedalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan, yaitu :
(26)
1. Bahan tanaman langsung direbus dalam air.
2. Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tiak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas.
3. Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang.
4. Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana.
2. Metode Penyarian
Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut nonpolar.
3. Metode Pengepresan atau Pemerasan
Metode pemerasan/pengeprasan dilakukan terutama untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif besar.
4. Metode Enfleurage
Metode enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada
(27)
beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati, Jasminum sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung (Gunawan dkk., 2004). 2.2.4 Penggolongan Minyak Atsiri
Menurut Gunawan, (2004), Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Demikian pula peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut :
1. Minyak atsiri Hidrokarbon Contohnya :
a) Minyak terpentin dari tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae) antara lain Pinus palustris Miller, Pinus maritima Lamarck, Pinus longifolia Roxb, Pinus merkusii L.
b) Minyak cubebae dari hasil penyulingan buah Piper cubeba Linn. (Kemukus, famili Piperaceae).
Kegunaannya sebagai peluruh air seni, asma, karminatif, ekspektoran, dan stimulan.
2. Minyak atsiri Alkohol
Contohnya : Minyak pipermen yang diperoleh dari daun tanaman Mentha piperita Linn. (Poko, famili Labiatae).
(28)
Kegunaannya sebagai Bahan pewangi (corrigen odoris), kolagoga dan ekspektoransia.
3. Minyak atsiri Fenol
Contohnya : Minyak cengkeh yang diperoleh dari bunga dan daun tanaman Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae).
Kegunaannya sebagai antiseptik, obat mulas, menghilangkan rasa mual dan muntah.
4. Minyak atsiri Eter Fenol
Contohnya : Minyak adas yang berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau Foeniculum vulgare (famili Apiaceae atau Umbelliferae).
Kegunaannya sebagai pelengkap sediaan obat batuk, bahan parfum, serta menutupi bau tidak enak pada sediaan farmasi (korigen odoris).
5. Minyak atsiri Oksida
Contohnya : Minyak kayu putih yang diperoleh dari isolasi daun Melaleuca Leucadendron L. (famili Myrtaceae).
Kegunaannya sebagai obat gosok, meredakan kembung (Karminativum), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk perjalanan.
6. Minyak atsiri Ester
Contohnya : Minyak gandapura yang diperoleh dari isolasi daun dan batang tanaman Gaultheria procumbens L. (famili Erycaceae).
(29)
Kegunaannya sebagai korigen odoris, bahan pewangi, bahan parfum, dalam sediaan farmasi, industri permen dan minuman.
2.3 Parameter Mutu Minyak Atsiri 2.3.1 Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri . Dari seluruh sifat fisika- kimia, nilai bobot jenis sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 pada 15°C. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang praktis dan tepat digunakan. Bentuk kerucut piknometer bervolume sekitar 10 ml, dilengkapi dengan sebuah termometer dan sebuah kapiler dengan gelas penutup (Guenther, 1987).
2.3.2 Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan sudut sinar datang dengan sudut sinar pantul. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau “membias” dari garis normal. Jika e adalah sudut sinar pantul, dan i sudut sinar datang, maka menurut hukum pembiasan. Dimana n adalah indeks bias media kurang padat, dan N, indeks bias media lebih padat. Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Dari beberapa tipe refraktometer maka yang dianggap paling baik adalah refraktometer pulfrich dan Abbe (Guenther,1987).
2.3.3 Putaran Optik
Putaran optik merupakan salah satu penentu mutu minyak atsiri yang ditentukan dengan alat polarimetri berdasarkan sifat optis aktif minyak atsiri
(30)
tersebut. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotatory) atau ke kiri (laevorotatory). Sifat optis aktif suatu minyak ditentukan dengan polarimeter, dan nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi. Banyak tipe polarimeter yang dapat digunakan dan yang paling sering digunakan untuk mengukur putaran optik minyak atsiri adalah half-shadow instrument, tipe l Lippich. Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan dan suhu. Arah perputaran bidang polarisasi (rotasi) biasanya menggunakan tanda (+) untuk menunjukkan dextrorotation (rotasi ke arah kanan, sesuai dengan perputaran jarum jam), dan tanda (-) untuk levorotation (rotasi ke kiri,yaitu berlawanan dengan arah jarum jam) (Guenther, 1987).
2.3.4 Spesifikasi Kadar Minyak Atsiri dan Syarat Mutu Minyak Jahe Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Jahe Menurut SNI 06-1312-1998
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Warna
Bobot jenis 25C /25C Indeks bias 25°C Putaran optik
Kadar Minyak atsiri, min Bilangan asam Bilangan ester Minyak Lemak - - - ° % Mg KOH/g Mg KOH/g -
Kuning muda sampai oranye
0,8720-0,8890 1,4853-1,4920 (-32°)-(-14°) 1,5 % Maks. 2 Maks. 15 Negatif
(31)
BAB III METODE
3.1 Tempat Pengujian
Pengujian dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan, Jalan STM Nomor 17.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah neraca analitik kalibrasi (AND GR-202) , labu alas bulat (Duran Schott) kapasitas 1000 ml, alat Stahl (Duran Schott), heating mantle (Barnstead Electrothermal), pendingin balik, refraktometer (Carlzeiss Jena), cahaya natrium / lampu, penangas air (HAAKE K10) yang dipertahankan pada suhu 25°C ± 0,2°C, piknometer (Duran Schott) 10 ml, termometer yang telah distandarkan, polarimeter (Carlzeiss Jena) dengan Cahaya natrium, dan tabung polarimeter.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah rimpang jahe gajah dan jahe merah yang diperoleh dari Pasar Tavip Kecamatan Binjai Kota Kotamadya Binjai, air suling, natrium klorida 10%, alkohol teknis, etanol, dan dietil eter.
(32)
3.3 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Menurut SNI 01-3395-1994 3.3.1 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah
Ditimbang seksama 40 gram sampel lalu masukkan kedalam labu alas bulat kapasitas 1000 ml secara kuantitatif, bila perlu menggunakan air. Tambahkan 500 ml larutan Natrium Klorida 10%. Ke dalam trap tambahkan dengan air suling. Panaskan labu dengan kecepatan destilasi 30 tetes per menit selama 6 – 7 jam sesudah mendidih. Bila telah terlihat tidak lagi ada penambahan volume minyak, penyulingan dihentikan. Dinginkan labu pada suhu kamar sampai lapisan minyak terlihat dengan jelas. Kemudian dibaca volume minyak sampai ketelitian 0,1 ml. Untuk menghitung kadar minyak atsiri dapat menggunakan rumus berikut:
Kadar minyak atsiri
x 100 = . . . %
(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 30) 3.3.2 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah
Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas.
(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 31) 3.4 Penetapan Indeks Bias Menurut SNI 06-1312-1998
3.4.1 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Gajah
Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu 25°C dimana pembacaan akan dilakukan. Suhu tidak boleh berbeda lebih dari ± 2°C dari suhu referensi dan terus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat. Minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.
(33)
(Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32)
3.4.2 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Merah Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas. (Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32) 3.5 Penetapan Bobot Jenis Menurut SNI 06-1312-1998 3.5.1 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Gajah
Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dicuci berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan disisipkan tutupnya. Piknometer didiamkan dalam lemari timbang selama 30 menit dan timbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 25°C. Sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 25°C ± 0,2°C selama 30 menit dan disisipkan penutupnya piknometer dikeringkan. Piknometer didiamkan dalam lemari timbang selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, kemudian dicuci dengan etanol dan
dietil eter, kemudian dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan sampel minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer ditutup, dan dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 25°C ± 0,2°C selama 30 menit dan disisipkan penutupnya dan keringkan. Biarkan piknometer di dalam lemari timbang selama 30 menit kemudian timbang dengan isinya (m2).
(34)
Bobot jenis
Dimana :
m : massa dalam gram piknometer kosong
m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 25°C
m2 : massa dalam gram piknometer berisi contoh 25°C
(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 33) 3.5.1 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Merah
Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas.
(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 33) 3.6 Penetapan Nilai Putaran Optik Menurut SNI 06-1312-1998 3.6.1 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Gajah
Nyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh kilauan maksimum sebelum alat digunakan. Tentukan titik nol pembacaan skala dengan tabung berisi air suling pada suhu 25°C. Isi tabung polarimeter dengan cairan contoh yang bersuhu 25°C hingga penuh, hindarkan terbentuk gelembung udara didalam tabung. Letakkan tabung yang telah berisi contoh ke dalam alat polarimeter. Baca putaran optik pada cakram skala.
(Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 35)
3.6.2 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Merah Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas.
(35)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil penetapan kadar minyak atsiri dan pemeriksaan mutu minyak Jahe gajah dan minyak Jahe merah yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai di Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah No. Sampel Kadar Minyak
Atsiri
Bobot
Jenis Indeks Bias
Putaran Optik
1 Jahe Gajah 1,7 % 0,8726 1,4856 -17°
2 Jahe Merah 2,2 % 0,8859 1,4869 -21°
4.2 Pembahasan
Dari tabel di atas bobot jenis dari minyak Jahe gajah hasil analisa adalah 0,8726 dan minyak jahe merah hasil analisa adalah 0,8859. Hasil ini memenuhi Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai 0,8720-0,8890 sebagai rentang nilai dari bobot jenis minyak Jahe.
Indeks bias dari sampel minyak Jahe gajah yang di uji adalah sebesar 1,4856 dan minyak jahe merah sebesar 1,4869, dimana hasil ini memenuhi Nilai Standar Nasional Indonesia yang di tetapkan yaitu sebesar 1,4853-1,4920. Sedangkan pada nilai Putaran optik pada sampel minyak Jahe gajah yaitu -17° dan pada sampel minyak Jahe Merah yaitu -21°, hasil yang diperoleh juga memenuhi rentang Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai (-32°)-(-14°).
(36)
Dari tabel juga dapat dilihat kadar minyak atsiri yang ada pada Jahe gajah sebesar 1,7 % dan pada Jahe Merah sebesar 2,2 %, dimana hasil tersebut juga memenuhi nilai Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 1,5%.
Maka dapat disimpulkan bahwa kadar minyak atsiri pada Jahe merah lebih besar daripada jahe gajah, sesuai data peneliti terdahulu yaitu kandungan dalam rimpang jahe gajah antara lain minyak atsiri 1,5-3,5% dan kandungan dalam jahe merah antara lain minyak atsiri 2,25-3,90% (Syukur, 2001).
(37)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kadar minyak atsiri pada Jahe merah lebih besar daripada kadar minyak atsiri Jahe gajah. Kadar minyak atsiri dengan nilai 1,7 % (Jahe gajah) dan 2,2 % (Jahe merah).
Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi mutu minyak Jahe gajah dan Jahe merah adalah memenuhi persyaratan mutu menurut Standar Nasional Indonesia. Dimana hasil yang diperoleh berada di rentang ataupun berada di bawah kadar maksimal yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia. Nilai tersebut meliputi : Bobot Jenis dengan nilai 0,8726 (Jahe gajah) dan 0,8859 (Jahe merah), indeks bias dengan nilai 1,4856 (Jahe gajah) dan 1,4869 (Jahe merah), Putaran optik dengan nilai -17° (Jahe gajah) dan -21° (Jahe merah).
5.2 Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memeriksa kadar minyak atsiri pada rimpang jahe gajah dan jahe merah menggunakan metode destilasi uap untuk memperoleh hasil analisa yang dapat dibandingkan dengan hasil analisa menggunakan metode destilasi air.
(38)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1998). Minyak Jahe SNI 06-1312-1998. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 2-6.
Anonim. (1994). Cassia Indonesia SNI 01-3395-1994. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 8-9.
Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan). Jakarta: Penerbit UI-press. Hal. 132-134.
Gunawan, D., dan Sri, M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 106-112, 114-121, 126.
Hapsoh, dan Hasanah, Y. (2010). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 45-48.
Hapsoh, Hasanah, Y., dan Julianti, E. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 1-5, 14-18, 27,57-59. Heinrich, M., Joanne, B., Simon, G., Elizabeth, M. (2010). Farmakognosi dan
Fitoterapi. Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 49-50, 235-236.
Lutony, T. L. (2002). Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-3, 5-10.
Paimin, F. B. (2000). Budidaya Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 4-8, 10-17.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 1,3,8-10.
Syukur, C. (2001). Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 3-7.
Syukur, C. dan Hernani. (2001). Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 43-48.
Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 421-423.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1998). Minyak Jahe SNI 06-1312-1998. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 2-6.
Anonim. (1994). Cassia Indonesia SNI 01-3395-1994. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 8-9.
Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan). Jakarta: Penerbit UI-press. Hal. 132-134.
Gunawan, D., dan Sri, M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 106-112, 114-121, 126.
Hapsoh, dan Hasanah, Y. (2010). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 45-48.
Hapsoh, Hasanah, Y., dan Julianti, E. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 1-5, 14-18, 27,57-59. Heinrich, M., Joanne, B., Simon, G., Elizabeth, M. (2010). Farmakognosi dan
Fitoterapi. Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 49-50, 235-236.
Lutony, T. L. (2002). Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-3, 5-10.
Paimin, F. B. (2000). Budidaya Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 4-8, 10-17.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 1,3,8-10.
Syukur, C. (2001). Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 3-7.
Syukur, C. dan Hernani. (2001). Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 43-48.
Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 421-423.
(40)
Lampiran 1
Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah: Tabel 2. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Gajah
Sampel Berat sampel Volume minyak terbaca
1 40,2885 g 0,7 ml
2 40,8413 g 0,7 ml
3 40,7211 g 0,7 ml
Perhitungan :
Kadar minyak atsiri
x 100 = . . . %
Sampel I x 100% 1,7374% g
40,2885 ml
0,7
Sampel II x 100% 1,7139% g
40,8413 ml
0,7
Sampel III = x 100% 1,7190% g
40,7211 ml
0,7
Kadar Minyak Atsiri Rata-rata 1,7234%
3
1,7190% %
1,7250
1,7374%
(41)
Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah: Tabel 3. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Merah
Sampel Berat sampel Volume Minyak terbaca
1 40,4902 g 0,9 ml
2 40,5347 g 0,9 ml
3 40,1266 g 0,9 ml
Perhitungan:
Kadar minyak atsiri
x 100 = . . . %
Sampel I x 100% 2,2227% g
40,4902 ml
0,9
Sampel II x 100% 2,2203% g
40,5347 ml
0,9
Sampel III = x 100% 2,2242% g
40,1266 ml
0,9
Kadar Minyak Atsiri rata-rata 2,2283%
3
2,2242% %
2,2203 %
2,2227
(42)
Lampiran 2
Penetapan Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah Tabel 4. Data Hasil Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
No. Sampel Hasil Persyaratan SNI
1 Minyak Jahe Gajah 1,4856 1,4853 – 1,4920 2 Minyak Jahe Merah 1,4869 1,4853 – 1,4920
(43)
Lampiran 3
Penetapan Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah Bobot jenis
Dimana :
m : massa dalam gram piknometer kosong
m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 25°C
m2 : massa dalam gram piknometer berisi contoh 25°C
Data minyak jahe gajah : m : 26,8134 gram
m1 :37,5144 gram
m2 : 36,2113 gram
Bobot jenis Jahe gajah = 0,8726
10,7010 9,3379 26,8134
37,5144
26,8134
36,2113
Data minyak jahe merah : m : 26,8251 gram
m1 : 37,7422 gram
m2 : 36,4967 gram
Bobot jenis jahe merah = 0,8859
10,9171 9,6716 26,8251
37,7422
26,8251
36,4967
(44)
Tabel 5. Data Hasil Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
No. Sampel Hasil Bobot jenis Persyaratan SNI
1 Minyak Jahe Gajah 0,8726 0,8720 – 0,8890
(45)
Lampiran 4
Penetapan Nilai Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah Tabel 6. Data Hasil Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
No. Sampel Pembacaan Hasil Persyaratan SNI
1 Minyak Jahe Gajah 163°- 180° -17° (-32°) – (-14°) 2 Minyak Jahe Merah 159°- 180° -21° (-32°) – (-14°)
(1)
Lampiran 1
Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah: Tabel 2. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Gajah
Sampel Berat sampel Volume minyak terbaca
1 40,2885 g 0,7 ml
2 40,8413 g 0,7 ml
3 40,7211 g 0,7 ml
Perhitungan :
Kadar minyak atsiri
x 100 = . . . %
Sampel I x 100% 1,7374% g
40,2885 ml
0,7
Sampel II x 100% 1,7139% g
40,8413 ml
0,7
Sampel III = x 100% 1,7190% g
40,7211 ml
0,7
Kadar Minyak Atsiri Rata-rata 1,7234%
3
1,7190% %
1,7250
1,7374%
(2)
Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah: Tabel 3. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Merah
Sampel Berat sampel Volume Minyak terbaca
1 40,4902 g 0,9 ml
2 40,5347 g 0,9 ml
3 40,1266 g 0,9 ml
Perhitungan:
Kadar minyak atsiri
x 100 = . . . %
Sampel I x 100% 2,2227% g
40,4902 ml
0,9
Sampel II x 100% 2,2203% g
40,5347 ml
0,9
Sampel III = x 100% 2,2242% g
40,1266 ml
0,9
Kadar Minyak Atsiri rata-rata 2,2283%
3
2,2242% %
2,2203 %
2,2227
(3)
Lampiran 2
Penetapan Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah Tabel 4. Data Hasil Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
No. Sampel Hasil Persyaratan SNI
1 Minyak Jahe Gajah 1,4856 1,4853 – 1,4920 2 Minyak Jahe Merah 1,4869 1,4853 – 1,4920
(4)
Lampiran 3
Penetapan Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah Bobot jenis
Dimana :
m : massa dalam gram piknometer kosong
m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 25°C
m2 : massa dalam gram piknometer berisi contoh 25°C
Data minyak jahe gajah : m : 26,8134 gram
m1 :37,5144 gram
m2 : 36,2113 gram
Bobot jenis Jahe gajah = 0,8726
10,7010 9,3379 26,8134
37,5144
26,8134
36,2113
Data minyak jahe merah : m : 26,8251 gram
m1 : 37,7422 gram
m2 : 36,4967 gram
Bobot jenis jahe merah = 0,8859
10,9171 9,6716 26,8251
37,7422
26,8251
36,4967
(5)
Tabel 5. Data Hasil Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah No. Sampel Hasil Bobot jenis Persyaratan SNI
1 Minyak Jahe Gajah 0,8726 0,8720 – 0,8890 2 Minyak Jahe Merah 0,8859 0,8720 – 0,8890
(6)
Lampiran 4
Penetapan Nilai Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah Tabel 6. Data Hasil Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah No. Sampel Pembacaan Hasil Persyaratan SNI
1 Minyak Jahe Gajah 163°- 180° -17° (-32°) – (-14°) 2 Minyak Jahe Merah 159°- 180° -21° (-32°) – (-14°)