Pragmatik Implikatur Landasan Teori

menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio perwakilan Jepang dan R.P. Soeroso.

2.1.4 Pragmatik

Pragmatik menurut levinson dalam Siregar, 1997:23 adalah penelitian di dalam bidang deiksis, implikatur, praanggapan, pertuturan tindak ujar dan struktur wacana. Leech 1974:22 berpendapat bahwa pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi ujar.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pragmatik

Teori pragmatik merupakan disiplin ilmu yang relevan untuk penelitian ini. Istilah pragmatik lahir dari pemikiran seorang filosof yang bernama Charles Morris 1983 yang mengolah kembali pemikiran filosof-filosof pendahulunya Locke dan Pierce mengenai semiotik. Oleh Morris, semiotik dibedakan menjadi sintaksis, pragmatik, dan semantik. Kajian mengenai hubungan antartanda disebut dengan sintaksis; telaah mengenai hubungan antara tanda-tanda dengan denotatanya disebut semantik; dan telaah mengenai hubungan antara tanda dengan pemakai tanda disebut pragmatik Siregar 1997: 3. Di dalam “Kamus Linguistik” Harimurti Kridaklaksana 1982 disebutkan, pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; pragmatika adalah 1. Cabang semiotika yang mempelajari asal- usul, pemakaian dan akibat lambang dan tanda; 2. Ilmu yang menyelidiki pertuturan konteksnya dan maknanya Siregar 1997: 5. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur dan tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan.

2.2.2 Implikatur

Menurut Gunpers dalam Lubis 1991:68, inferensi implikatur adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar. Hal yang memungkinkan berlangsungnya situasi percakapan seperti di atas dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik umum yang menurut H. Paul Grice 1967 dalam Soemarmo 1988:171 disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini terdiri dari dua pokok, yaitu: 1 prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” 2 empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya seseorang harus mengatakan bahwa Jakarta adalah ibukota Indonesia, bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Contoh: 4 Tetangga saya hamil. 5 Tetangga saya yang perempuan hamil. Ujaran 4 di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpang nilai kebenarannya truth value. Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan 5 sifatnya berlebihan. Kata hamil dalam 4 sudah menjelaskan tuturan itu. Kehadiran yang perempuan dalam 5 justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Contoh: 6 + Ani, ada telepon untuk kamu. - Saya lagi di belakang, Bu Jawaban - pada 6 di atas sepintas tidak berhubungan, tetapi bila diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban - pada 6 mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu. Fenomena 6 mengisyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ujar peserta yang kontribusinya tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu. Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak takabur, tidak taksa, dan tidak belebihan serta runtut. Contoh: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7 + let’s stop and get something to eat - Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S Dalam 7 tokoh - menjawab ajakan + secara langsung, yakni dengan mengeja satu per satu kata Mc Donalds. Penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya. Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaraanya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti maka ucapan itu mempunyai implikatur Siregar 1997:30 Contoh: A. Nasinya sudah masak. Implikaturnya adalah silakan dimakan. B. Saya punya sepeda. Implikaturnya adalah sepeda saya boleh Anda pakai. Kalimat-kalimat di atas mempunyai implikatur karena keduanya tidak sesuai dengan maksim kuantitas sesuatu yang jelas masih dinyatakan. Jadi, pendengarnya harus memutuskan bahwa ada makna lain di balik ucapan itu dan karena pada setiap percakapan kita harus menganggap bahwa prinsip kooperatifnya selalu diikuti maka tugas pendengarnya adalah menetapkan atau mengolah ucapan itu untuk menentukan makna di baliknya dengan mempergunakan kaidah-kaidah yang ada.

2.2.3 Tindak Tutur