commit to user 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan baik bagi pihak intern perusahaan
maupun pihak ekstern. Bagi manajemen, laporan keuangan akan digunakan untuk berbagai keputusan dalam rangka pengelolaan perusahaan yang sekaligus
merupakan pertanggungjawaban atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya, pihak ekstern akan menilai pertanggungjawaban manajemen sehingga
bisa membuat berbagai keputusan ekonomi. Adanya berbagai pihak yang menggunakan laporan keuangan bisa
menimbulkan konflik kepentingan. Untuk meminimalkan konflik kepentingan atas laporan keuangan maka perlu adanya suatu standar untuk penyusunannya.
Dengan adanya
standar tersebut
diharapkan laporan
keuangan bisa
diinterpretasikan secara sama oleh para pemakai. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan sudah disusun sesuai dengan standar, diperlukan pihak ketiga yang
netral yang tidak berkepentingan terhadap laporan keuangan yaitu akuntan publik. “Akuntan publik merupakan akuntan yang berpraktek dalam kantor
akuntan publik yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.“ Mulyadi, 1998:46. Menurut SPAP, berbagai jasa
yang diberikan akuntan publik yaitu audit atas laporan keuangan historis, atestasi, akuntansi dan
review
dan jasa konsultasi.
commit to user 2
2 Sebagai profesi yang memberikan jasa kepada masyarakat, akuntan publik
harus mendapat kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Tanpa kepercayaan tersebut, jasa yang diberikan oleh akuntan publik menjadi tidak
efektif. Untuk mendapatkan kepercayaan tersebut, akuntan publik hendaknya senantiasa memperhatikan mutu atas pelaksanaan pekerjaannya. Dalam rangka
meningkatkan mutu atas jasa yang diberikan, akuntan publik terikat dengan suatu aturan atau standar. Salah satu standar yang mengikat akuntan publik dalam
melaksanakan pekerjaannya yaitu standar etika profesi. Etika profesi mengatur tentang sikap dan tindakan etis dari pelaksana
profesi. Di Indonesia, etika profesi bagi akuntan publik diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standar etika bagi profesi, Kode Etik ini bersifat
mengikat, yang harus dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Oleh karena itu, maka setiap anggota hendaknya mempunyai pemahaman yang sama atas standar etika
tersebut. Meskipun standar etika bagi akuntan publik ini sudah dibakukan, dalam
pelaksanaan di lapangan akuntan dihadapkan oleh berbagai kendala. Beberapa penelitian berkaitan dengan masalah etika sudah banyak dilakukan seperti oleh
Desriani 1993, Sihwahjoeni dan Gudono 2000, Ludigdo 1998, Cohen et al. 1995 dan Cohen et al. 1996. Berbagai penelitian tersebut kebanyakan meneliti
persepsi berbagai kelompok subyek atas suatu etika tanpa memperhatikan berbagai dimensi yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan etika,
kecuali penelitian Cohen et al. 1996. Penelitian ini merupakan pengembangan atas penelitian yang telah
dilakukan oleh Cohen et al. 1996 tentang pengukuran kesadaran dan orientasi
commit to user 3
3 etika. Dalam penelitian tersebut yang telah direplikasi Sutopo 1997, serta
Triatmoko 2006, sama-sama menggunakan metodologi
multidimensional ethics scale
MES yang dikaitkan dengan model empat-komponen pengambilan keputusan etika dari Rest 1986, yaitu komponen pertama berupa kesadaran
moral dan komponen kedua membuat pertimbangan moral. Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Cohen, Sutopo maupun Triatmoko tersebut meneliti berbagai
dimensi yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan etika. Dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa dimensi etika terdiri dari dimensi
moral equity, relativism, contractualism
dan
utilitarian egoism.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Cohen 1996 dan direplikasi
oleh Sutopo 1997 dan Triatmoko 2006 terletak pada
vignette
, dan sampel yang digunakan.
Berikut adalah perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya: 1. Baik Cohen 1996 maupun Sutopo 1997 menggunakan
vignette
etika bisnis secara umum, sedangkan Triatmoko 2006 menggunakan
vignette
etika dalam profesi akuntan publik yang digunakan oleh Cohen et al. 1995, dengan
menggunakan satu
vignette
. Sama halnya dengan Triatmoko 2006, penelitian ini juga menggunakan
vignette
etika dalam profesi akuntan publik, hal ini dikarenakan obyek penelitian ini berhubungan dengan kode etik akuntan
publik, sehingga
vignette
yang dipilih bukan
vignette
etika bisnis secara umum. Hanya saja berbeda dengan Triatmoko 2006, dalam penelitian ini peneliti
tidak hanya menggunakan satu
vignette
saja, namun peneliti menggunakan dua
vignette
agar hasil dari penelitian ini akan lebih bervariasi daripada manggunakan hanya satu
vignette
, dalam menentukan
vignette
yang akan
commit to user 4
4 dipilih, peneliti tentu saja memilih
vignette
dengan pertimbangan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang berlaku di Indonesia saat ini.
2. Sampel dalam penelitian Cohen 1996 adalah auditor profesional Kanada sedangkan sampel dalam penelitian yang digunakan Sutopo 1997 yaitu
mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, serupa dengan Sutopo, Triatmoko 2006 juga menggunakan sampel yaitu mahasiswa Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, yang telah menempuh mata kuliah Audit 1, sedangkan pada penelitian kali ini, peneliti mengembangkan sampel sesuai
dengan judul dari penelitian yaitu dengan meggunakan sampel mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh mata kuliah Audit I dan II,
auditor, dan dosen akuntansi, dengan tujuan untuk membandingkan bagaimanakah kesadaran dan orientasi etika dari masing-masing sampel,
dimana masing-masing sampel tersebut sangat berperan penting dalam penerapan Kode Etik akuntan publik, karena baik mahasiswa akuntansi,
auditor, maupun dosen akuntansi, mereka mempunyai andil besar sebagai agen moral dalam meningkatkan kualitas etis seorang akuntan.
B. Perumusan Masalah