PENGUKURAN KESADARAN ETIKA DAN ORIENTASI ETIKA ANTARA MAHASISWA AKUNTANSI, AUDITOR, DAN DOSEN AKUNTANSI

(1)

PENGUKURAN KESADARAN ETIKA DAN ORIENTASI ETIKA ANTARA MAHASISWA AKUNTANSI, AUDITOR, DAN DOSEN

AKUNTANSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh: JARMIATUN NIM. F0307059

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

(3)

(4)

commit to user MOTTO

Bahwasanya Allah dan malaikat-malaikat serta penghuni langit dan bumi hingga semutpun dan juga ikan di laut semuanya memohon rahmat untuk orang yang

mengajarkan ilmu bagi manusia (Al Hadist)

Apapun yang bisa kita lakukan atau kita impikan bisa kita lakukan dengan ketekunan dan kekuatan hati

(Penulis)

Pemimpin seharusnya lebih kuat, sanggup menguasai topan badai yang bergemuruh dalam hatinya. Orang yang tidak sanggup mengusai hal itu tidak akan

sanggup memimpin dirinya atau orang lain (Penulis)

Orang baik bukannya orang tanpa cela dan tidak berbuat salah, melainkan orang yang selalu berusaha untuk mejadi baik. Orang yang berani bangkit bila jatuh,

karena percaya pada belas kasih Allah (Penulis)


(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecil ini kepada:

♥ Allah SWT

♥ Bapak dan Ibu tercinta

♥ Semua orang yang kusayangi


(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengukuran Kesadaran Etika dan Orientasi Etika antara Mahasiswa Akuntasi, Auditor, dan Dosen Akuntansi”, sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak. selaku pembimbing skripsi atas semua kritik, saran, nasihat dan perhatianya yang sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.

4. Seluruh pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Terimakasih atas ilmu dan kesabaran yang diberikan selama belajar di Fakultas ini. Semoga semua ilmu yang telah diberikan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

5. Seluruh karyawan dan staff Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Terimasih atas bantuan dan kerjasamanya selama penulisan skripsi ini.


(7)

6. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikian ucapan terima kasih yang penulis sampaikan semoga atas bantuan serta kebaikan dari semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis hingga tersusunnya skripsi ini, mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Amiin.

Surakarta, Maret 2011


(8)

commit to user THANKS TO

1. Allah SWT, atas segala anugerah, ilmu, kesempatan dan segala sesuatu yang membuatku ada di dunia ini. Subhanallah, sungguh besar nikmat-Mu untukku. 2. Bapak dan Ibuku tercinta atas kasih sayang, perhatian didikan, bimbingan dan kesempatan yang telah beliau berikan. Terimakasih telah membuatku menjadi seperti sekarang ini. Hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat kuucapkan. Aku sayang kalian.

3. Adiku, Yuli, dan Dian, makasih buat doa dan motivasinya. Belajar yang rajin, jangan kecewakan orang tua kita.

4. Mbah kakung dan mbah putri, terima kasih atas doa dan dukungannya.

5. Anggota geng “Bawah Pohon Blimbing” (Michan, Dinol, Asmara), kebersamaan bersama kalian 4 tahun di FE, begitu banyak kenangan yang tidak bisa diungkapkan, mulai dari awal kuliah sampai saat ini, ayo semangat kawan…... Semangat dalam mengejar cita-cita.

6. Keluarga besar AGEN 007 FE UNS (Erna, andin , diana, ayus, endah, adu, dee, sofi, tia, irma, cuiy, ici, nia, erna, fira, umi, ve, ifa, ira, fajrika, irla, pu3, ratih, fat, hermin, murdiani, aniz, suci, dela, novi, dewilis, mba sri, puspa, dewi indrias, silvy, nani, dewok, ana, meldhan, sari, neesya, made ayu, rina, sanda, asmara, dina, mb opi, ery, ajeng, mike, aninda, eva, rini, ria, bimo, hafid, sepep, rija, yandi, basri, anang, ndok, moyo, fitrah, angga, iwak, mek, timo, andri, tafik, adikur, ragil, dedi, spirtuz, peka, tri, fariz, awang, herman, smuanya.. terima kasih untuk persahabatan yg begitu besar, hahahaha.. ! thx for all!


(9)

7. Temen2 di UNSA, UNB, thx for supportnya….! Aq wes lulus lek…!, Special thx buat mbak Yani di ATMA BAKTI, makasi bantuannya Bu...!semoga segera dikukuhkan sebagai dosen teladan, amiiin….!heheheee.

8. Ari, Jevi, makasih buat bantuannya selama aku di Semarang.

9. Teman-teman di KAP Wartono (mas Mail, mas Wahyu, pak Jat, mbak Wati, mbak Nur, mas Jum, mas Redi, mas Ganung, mas Rahmat Widodo) makasi buat nasihatnya.

10. Teman-teman di KAP Hanung Triatmoko, KAP Bayudiwatu, KAP Yulianti, KAP Ngurah Arya, Terimakasih atas bantuannya, maaf banyak merepotkan selama ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan yang berkelanjutan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Surakarta, April 2011


(10)

commit to user DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI A. Kode Etik Profesi Akuntan Publik ... 9

B. Prinsip-Prinsip Dasar Etika Profesi ... 11


(11)

III. METODE PENELITIAN

A. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data ... 34

B. Kuesioner ... 35

C. Pengujian Instrumen Penelitian ... 37

D. Metode Analisis ... 39

IV. ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 42

B. Analisis Data ... 43

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Keterbatasan Penelitian ... 80

C. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA


(12)

commit to user DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1. Interpretasi Pertanyaan Kuesioner ... 37

2. Pengkodean dalam SPSS ... 43

3. Hasil Uji Reliabilitas dengan Sampel Mahasiswa Akuntansi ... 45

4. Hasil Uji Reliabilitas dengan Sampel Auditor ... 46

5. Hasil Uji Reliabilitas dengan Sampel Dosen Akuntansi... 47

6. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Equity ... 48

7. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Relativism ... 49

8. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Egoism ... 49

9. Hasil Uji Validitas Dimensi Utilitarian ... 50

10. Hasil Uji Validitas Dimensi Contractualism ... 50

11. Hasil Uji Validitas Pertanyaan Orientasi ... 51

12. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Equity... 52

13. Hasil Uji Validitas Dimensi Relativism ... 52

14. Hasil Uji Validitas Dimensi Egoism ... 53

15. Hasil Uji Validitas Dimensi Utilitarian ... 53

16. Hasil Uji Validitas Dimensi Contractualism ... 54

17. Hasil Uji Validitas Pertanyaan Orientasi ... 54

18. Hasil Uji Validitas Dimensi Moral Equity... 55

19. Hasil Uji Validitas Dimensi Relativism ... 55

20. Hasil Uji Validitas Dimensi Egoism ... 56

21. Hasil Uji Validitas Dimensi Utilitarian ... 56


(13)

23. Hasil Uji Validitas Pertanyaan Orientasi ... 57

24. Hasil Uji Analisis Faktor dengan Sampel Mahasiswa Akuntansi ... 59

25. Hasil Pengelompokan Analisis Faktor ... 61

26. Hasil Perhitungan Mean ... 62

27. Hasil Uji Analisis Faktor dengan Sampel Auditor ... 63

28. Hasil Pengelompokan Analisis Faktor ... 64

29. Hasil Perhitungan Mean ... 65

30. Hasil Uji Analisis Faktor dengan Sampel Dosen Akuntansi ... 66

31. Hasil Pengelompokan Analisis Faktor ... 68

32. Hasil Perhitungan Mean ... 69

33. Koefisien Determinasi ... 70

34. Hasil Uji Statistik F ... 71

35. Hasil Uji Statistik t ... 72

36. Koefisien Determinasi ... 73

37. Hasil Uji Statistik F ... 74

38. Hasil Uji Statistik t ... 75

39. Koefisien Determinasi ... 76

40. Hasil Uji Statistik F ... 77


(14)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

1. Daftar Kuesioner ...86

2. Hasil Uji Reliabilitas ...89

3. Hasil Uji Validitas...97

4. Hasil Uji Analisis Faktor ...106

5. Hasil Uji Mean Faktor ...109


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan baik bagi pihak intern perusahaan maupun pihak ekstern. Bagi manajemen, laporan keuangan akan digunakan untuk berbagai keputusan dalam rangka pengelolaan perusahaan yang sekaligus merupakan pertanggungjawaban atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya, pihak ekstern akan menilai pertanggungjawaban manajemen sehingga bisa membuat berbagai keputusan ekonomi.

Adanya berbagai pihak yang menggunakan laporan keuangan bisa menimbulkan konflik kepentingan. Untuk meminimalkan konflik kepentingan atas laporan keuangan maka perlu adanya suatu standar untuk penyusunannya. Dengan adanya standar tersebut diharapkan laporan keuangan bisa diinterpretasikan secara sama oleh para pemakai. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan sudah disusun sesuai dengan standar, diperlukan pihak ketiga yang netral yang tidak berkepentingan terhadap laporan keuangan yaitu akuntan publik.

“Akuntan publik merupakan akuntan yang berpraktek dalam kantor akuntan publik yang menyediakan berbagai jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.“ (Mulyadi, 1998:46). Menurut SPAP, berbagai jasa yang diberikan akuntan publik yaitu audit atas laporan keuangan historis, atestasi, akuntansi dan review dan jasa konsultasi.


(16)

commit to user

Sebagai profesi yang memberikan jasa kepada masyarakat, akuntan publik harus mendapat kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Tanpa kepercayaan tersebut, jasa yang diberikan oleh akuntan publik menjadi tidak efektif. Untuk mendapatkan kepercayaan tersebut, akuntan publik hendaknya senantiasa memperhatikan mutu atas pelaksanaan pekerjaannya. Dalam rangka meningkatkan mutu atas jasa yang diberikan, akuntan publik terikat dengan suatu aturan atau standar. Salah satu standar yang mengikat akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu standar etika profesi.

Etika profesi mengatur tentang sikap dan tindakan etis dari pelaksana profesi. Di Indonesia, etika profesi bagi akuntan publik diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Sebagai standar etika bagi profesi, Kode Etik ini bersifat mengikat, yang harus dilaksanakan oleh setiap anggotanya. Oleh karena itu, maka setiap anggota hendaknya mempunyai pemahaman yang sama atas standar etika tersebut.

Meskipun standar etika bagi akuntan publik ini sudah dibakukan, dalam pelaksanaan di lapangan akuntan dihadapkan oleh berbagai kendala. Beberapa penelitian berkaitan dengan masalah etika sudah banyak dilakukan seperti oleh Desriani (1993), Sihwahjoeni dan Gudono (2000), Ludigdo (1998), Cohen et al. (1995) dan Cohen et al. (1996). Berbagai penelitian tersebut kebanyakan meneliti persepsi berbagai kelompok subyek atas suatu etika tanpa memperhatikan berbagai dimensi yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan etika, kecuali penelitian Cohen et al. (1996).

Penelitian ini merupakan pengembangan atas penelitian yang telah dilakukan oleh Cohen et al. (1996) tentang pengukuran kesadaran dan orientasi


(17)

etika. Dalam penelitian tersebut yang telah direplikasi Sutopo (1997), serta Triatmoko (2006), sama-sama menggunakan metodologi multidimensional ethics

scale (MES) yang dikaitkan dengan model empat-komponen pengambilan

keputusan etika dari Rest (1986), yaitu komponen pertama berupa kesadaran moral dan komponen kedua membuat pertimbangan moral. Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Cohen, Sutopo maupun Triatmoko tersebut meneliti berbagai dimensi yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan etika. Dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan bahwa dimensi etika terdiri dari dimensi moral

equity, relativism, contractualism dan utilitarian (egoism). Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Cohen (1996) dan direplikasi oleh Sutopo (1997) dan Triatmoko (2006) terletak pada vignette, dan sampel yang digunakan.

Berikut adalah perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya:

1. Baik Cohen (1996) maupun Sutopo (1997) menggunakan vignette etika bisnis secara umum, sedangkan Triatmoko (2006) menggunakan vignette etika dalam profesi akuntan publik yang digunakan oleh Cohen et al. (1995), dengan menggunakan satu vignette. Sama halnya dengan Triatmoko (2006), penelitian ini juga menggunakan vignette etika dalam profesi akuntan publik, hal ini dikarenakan obyek penelitian ini berhubungan dengan kode etik akuntan publik, sehingga vignette yang dipilih bukan vignette etika bisnis secara umum. Hanya saja berbeda dengan Triatmoko (2006), dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan satu vignette saja, namun peneliti menggunakan dua


(18)

commit to user

dipilih, peneliti tentu saja memilih vignette dengan pertimbangan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang berlaku di Indonesia saat ini.

2. Sampel dalam penelitian Cohen (1996) adalah auditor profesional Kanada sedangkan sampel dalam penelitian yang digunakan Sutopo (1997) yaitu mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, serupa dengan Sutopo, Triatmoko (2006) juga menggunakan sampel yaitu mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS, yang telah menempuh mata kuliah Audit 1, sedangkan pada penelitian kali ini, peneliti mengembangkan sampel sesuai dengan judul dari penelitian yaitu dengan meggunakan sampel mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh mata kuliah Audit I dan II, auditor, dan dosen akuntansi, dengan tujuan untuk membandingkan bagaimanakah kesadaran dan orientasi etika dari masing-masing sampel, dimana masing-masing sampel tersebut sangat berperan penting dalam penerapan Kode Etik akuntan publik, karena baik mahasiswa akuntansi, auditor, maupun dosen akuntansi, mereka mempunyai andil besar sebagai agen moral dalam meningkatkan kualitas etis seorang akuntan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya dinyatakan bahwa kepercayaan terhadap profesi sangat ditentukan oleh kualitas pelaksanaan profesi. Untuk menjamin pelaksanaan audit yang berkualitas, auditor harus menjaga standar etika profesi. Dalam rangka mempertahankan standar etika tersebut, auditor sering menghadapi suatu situasi dilema. Dalam situasi dilema tersebut,


(19)

auditor harus melakukan keputusan etika untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan yang berkaitan dengan etika.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusan etika. Berdasarkan suatu studi literatur filsafat moral, Reidenbach dan Robin (1988) sebagaimana dikutip oleh Cohen et al. (1996) dan juga dikutip oleh Sutopo (1997), mengidentifikasikan lima normative modes of

moral reasoning yaitu the theory of justice/moral equity,

deontology/contractualism, relativism, utilitarian, dan egoism reasoning.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa pertanyaan penelitian (research question) yang menjadi rumusan masalah.

1. Apakah dimensi egoism termasuk dalam MES?

Peneliti mengajukan pertanyaan ini karena dalam penelitian Cohen et al. (1996) maupun penelitian Flory et al. (1992) menunjukkan bahwa egoism

tidak termasuk dalam MES sedangkan menurut literatur, dimensi ini masuk dalam MES. Flory et al. (1992) mengidentifikasi tiga dimensi yang termasuk dalam multidimensional ethics scale yaitu dimensi moral equity, relativism,

dan contractualism, dimana moral equity merupakan dimensi yang paling

penting (kesadaran etika). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Cohen (1996) yang berhasil mengidentifikasikan empat dimensi yang termasuk dalam MES yaitu dimensi moral equity, contractualism, utilitarian, dan relativism, dimana dimensi relativism merupakan dimensi yang paling penting (kesadaran etika). Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutopo (1997),


(20)

commit to user

yaitu moral equity (concern for caring), contractualism, utilitarian (egoism)

dan relativism, dengan dimensi yang paling penting (kesadaran etika) adalah

utilitarian (egoism). Penelitian yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan

oleh Triatmoko (2006), yang mengidentifikasi terdapat empat dimensi yang termasuk dalam MES yaitu moral equity, relativism, contractualism, dan

utilitarian (egoism), dimana dimensi yang paling penting (kesadaran etika)

adalah dimensi relativism. Peneliti ingin mengetahui apakah hasil dari penelitian terdahulu masih konsisten ataukah sudah tidak konsisten lagi.

2. Dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian etika dari mahasiswa akuntansi?

Pertanyaan ini diajukan peneliti untuk mengetahui konsistensi dengan hasil penelitian sebelumnya, hanya saja dengan sampel yang tersendiri. Hasil penelitian Cohen et al. (1996) dan Sutopo (1997) menunjukkan bahwa dimensi

moral equity mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap penilaian etika

secara keseluruhan (orientasi etika). Sedangkan menurut hasil penelitian dari Triatmoko (2006) menunjukkan bahwa dimensi relativsm mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap penilaian etika secara keseluruhan (orientasi etika).

3. Dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian etika dari auditor?

Pertanyaan ini diajukan peneliti untuk mengetahui dimensi mana yang paling berpengaruh pada penilaian orientasi etika dari auditor.

4. Dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian etika dari dosen akuntansi?


(21)

Pertanyaan ini diajukan peneliti untuk mengetahui dimensi mana yang paling berpengaruh pada penilaian orientasi etika dari dosen akuntansi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, sesuai dengan permasalahan di atas yaitu melakukan konfirmasi hasil penelitian sebelumnya tentang berbagai dimensi yang termasuk dalam dalam multidimensional ethics scale (MES). Dari penelitian Cohen (1996), Sutopo (1997), dan Triatmoko (2006), menunjukkan bahwa dimensi etika terdiri dari dimensi moral equity, relativism, contractualism dan utilitarian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil tersebut masih konsisten, dengan menggunakan tiga sampel yang berbeda yaitu, mahasiswa akuntansi, auditor, dan dosen akuntansi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat:

1. Memberikan kontribusi bukti empirik pada literatur keperilakuan tentang berbagai dimensi yang mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu keputusan etika.

2. Secara khusus, manfaat bagi penulis sendiri adalah untuk memahami lebih dalam mengenai pengukuran kesadaran etika dan orientasi etika.

3. Bagi auditor, diharapkan hasil penelitian ini dapat menggugah para auditor untuk lebih berperan dalam melakukan pengawasan pelaksanaan etika


(22)

commit to user

4. Bagi para pendidik akuntansi untuk lebih memperhatikan masalah etika profesi dalam memberikan kuliah kepada para mahasiswa jurusan akuntasi.

5. Memberikan masukan bagi para praktisi pada KAP dalam pengelolaan tenaga auditornya.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap Akuntan harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik.

Dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesi setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut tentang kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diserahkan oleh profesi yang menyerahkan jasa tersebut setiap profesi yang menyediakan jasa kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Umumnya masyarakat sangat awam mengenai pekejaan yang dilakukan oleh suatu profesi. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Jika masyarakat pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan publik maka layanan profesi tersebut kepada klien menjadi tidak efektif. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika


(24)

commit to user

profesi akuntan publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan oleh anggota profesi tersebut.

Kode etik yang berlaku di Indonesia disusun oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010. Kode Etik Profesi Akuntan Publik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa

assurance dan jasa selain assurance. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh

menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik.

Setiap akuntan publik wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam kode etik, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata lebih ketat dari Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam perundang undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik.


(25)

B. Prinsip-prinsip Dasar Etika Profesi

Kode Etik Profesi Akuntan Publik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi. Berikut adalah prinsip dasar etika profesi yang berlaku di Indonesia saat ini:

1. Prinsip Integritas.

Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainnya yang diyakininya terdapat:

a. Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan;

b. Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati; atau c. Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas

informasi yang seharusnya diungkapkan. 2. Prinsip Objektivitas.

Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.

Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap praktisi harus menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya


(26)

commit to user

3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional

(Profesional Competence and Due Care)

Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasaprofesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mewajibkan setiap praktisi untuk:

a. Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan

b. Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut:

a. Pencapaian kompetensi profesional; dan b. Pemeliharaan kompetensi profesional.


(27)

Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional.

Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan penugasan.

Setiap praktisi harus memastikan tersedianya pelatihan dan penyeliaan yang tepat bagi mereka yang bekerja di bawah wewenangnya dalam kapasitas profesional. Bila dipandang perlu, praktisi harus menjelaskan keterbatasan jasa profesional yang diberikan kepada klien, pemberi kerja, atau pengguna jasa profesional lainnya untuk menghindari terjadinya kesalahtafsiran atas pernyataan pendapat yang terkait dengan jasa profesional yang diberikan.

4. Prinsip Kerahasiaan

Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari


(28)

commit to user

hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.

Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a. Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku; dan b. Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari

hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.

Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya.

Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja.

Setiap praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.

Setiap praktisi harus menerapkan semua prosedur yang dianggap perlu untuk memastikan terlaksananya prinsip kerahasiaan oleh mereka


(29)

yang bekerja di bawah wewenangnya, serta pihak lain yang memberikan saran dan bantuan profesionalnya.

Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut, bahkan setelah berakhirnya hubungan antara praktisi dengan klien atau pemberi kerja. Ketika berpindah kerja atau memperoleh klien baru, praktisi berhak untuk menggunakan pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Namun demikian, praktisi tetap tidak boleh menggunakan atau mengungkapkan setiap informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh sebelumnya dari hubungan profesional atau hubungan bisnis.

Di bawah ini merupakan situasi-situasi yang mungkin mengharuskan praktisi untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut dianggap tepat:

a. Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh klien atau pemberi kerja;

b. Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh:

(1) Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang pengadilan; atau

(2) Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat mengenai suatu pelanggaran hukum; dan

c. Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban profesional untuk mengungkapkan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum:

(1) Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan mutu yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator;


(30)

commit to user

(2) Dalam menjawab pertanyaan atau investigasi yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator;

(3) Dalam melindungi kepentingan profesional praktisi dalam sidang pengadilan; atau

(4) Dalam mematuhi standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.

Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia, setiap praktisi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga,

jika klien atau pemberi kerja mengizinkan pengungkapan informasi oleh Praktisi;

b. Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasi yang relevan. Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung bukti, atau ketika informasi tidak lengkap, pertimbangan profesional harus digunakan untuk menentukan jenis pengungkapan yang harus dilakukan; dan

c. Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju. Setiap praktisi harus memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam komunikasi tersebut.

5. Prinsip Perilaku Profesional

Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan


(31)

memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi.

Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau

b. Membuat pernyataaan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan praktisi lain.

Kode Etik Profesi Akuntan Publik diatas adalah Kode Etik yang berlaku di Indonesia saat ini, sedangkan sebelumnya Kode Etik juga telah ditetapkan, Kode Etik sebelumnya disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (sekarang Institut Akuntan Publik Indonesia). Kode Etik IAI dibagi menjadi empat bagian, yang pertama adalah prinsip etika, yang kedua aturan etika, ketiga interpretasi aturan etika dan yang terakhir tanya dan jawab. Prinsip etika memeberikan rerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika ini disahkan oleh kongres IAI dan berlaku bagi seluruh anggota IAI, Sedangkan aturan etika disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan hanya mengikat anggota kompartemen yang bersangkutan. Interpretasi etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh pengurus kompartemen setelah


(32)

commit to user

lainnya, sebagai panduan penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan membatasi ruang lingkup dan penerapannya. Tanya dan jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interpretasinya. Prinsip etika profesi dalam Kode Etik IAI menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan kepentingan pribadi. Berikut ini adalah prinsip dasar yang digunakan:

1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatakan tradisi profesi.


(33)

2. Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

a. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting dalam masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

b. Profesi akuntan tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.


(34)

commit to user

c. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi hal ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.

d. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani kepentingan publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan inmalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan prinsip etika profesi ini.

e. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

f. Tanggung jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik beratkan pada kepentingan publik, misalnya:

(1) Auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan


(35)

untuk mendukung pemberi pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memeroleh modal;

(2) Eksekusi keuangan bekerja di bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;

(3) Auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar;

(4) Ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan

(5) Konsultan manajemen mempunyai tanggung jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.

3. Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

a. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualiatas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.

b. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima


(36)

commit to user

keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

c. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.

d. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati- hatian profesional.

4. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

a. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berperasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.

b. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka di berbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan


(37)

keuangan sebagai orang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.

c. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor berikut: (1) Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang

memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.

(2) Adakalanya tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan- tekanan mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.

(3) Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari. (4) Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-

orang yang terlibat dalam pemberianjasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.

(5) Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainmen yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau


(38)

commit to user

harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.

5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.

a. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.

b. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya memiliki keandalan dan pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetisi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh prinsip etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah:


(39)

(1) Pencapaian kompetensi profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.

(2) Pemeliharaan kompetensi profesional.

a) Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota. b) Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran

untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk diantaranya pernyatan-pernyataan akuntansi, auditing, dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.

c) Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

c. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam penugasan profesional melebihi kompetensi


(40)

commit to user

penyerahan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman, dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung jawab yang harus dipenuhinya.

d. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis, dan etika yang berlaku. e. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan

dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggu jawabnya.

6. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informai tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. a. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan

informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota digabung dan klien atau pemberi kerja berakhir.


(41)

b. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.

c. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf dibawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasehat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.

d. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota untuk memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlibat menggunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.

e. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui

(anauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku

untuk mengunggkapkan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung jawab anggota berdasarkan standar profesional.

f. Kepentinggan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.


(42)

commit to user

(1) Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga dan kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.

(2) Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh dimana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:

a) Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum, dan

b) Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum atau klien. (3) Ketika kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:

a) Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini;

b) Untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;

c) Untuk menaati penelaahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesional lainnya; dan

d) Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.


(43)

a. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lainnya, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

a. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia,

International Federation of Accountants, badan pengatur, dan

peraturan perundang-undangan yang relevan.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kode Etik di Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perubahan Kode Etik ini memasukkan unsur-unsur tambahan dan merinci kembali berbagai peraturan-peraturan yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Dengan pertimbangan Kode Etik yang berlaku saat ini dan Kode Etik yang berlaku di Indonesia sebelumnya maka delapan vignette dalam profesi akuntan publik yang digunakan dalam penelitian Cohen et al. (1995) dipilihlah dua


(44)

commit to user C. Proses Pengambilan Keputusan

Dalam rangka pengambilan keputusan etika, perlu adanya pemahaman atas proses pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penelitian ini menggunakan metodologi multidimensional ethics scale (MES) yang dikaitkan dengan model empat-komponen pengambilan keputusan etika dari Rest (1986) sebagaimana juga digunakan oleh Cohen (1996), Sutopo (1997), dan Triatmoko (2006).

Model Empat-komponen Rest (1986)

Spesifikasi model empat-komponen dari Rest adalah empat tahap yang berurutan yang harus dilakukan seseorang agar dapat mencakup dimensi etika dalam suatu pengambilan keputusan. Keempat tahap tersebut adalah :

1. Interpretasi sesuatu yang meliputi tindakan dan konsekuensi dari tindakan tersebut pada pihak-pihak yang terkena (kesadaran etika).

2. Membuat pertimbangan (judging) moralitas dari masing-masing tindakan berdasarkan kriteria-kriteria etika dan kemudian mengidentifikasikan pilihan moral (orientasi etika).

3. Menyetujui untuk melaksanakan pilihan tersebut. 4. Mengimplementasikan pilihan tersebut.

Dari keempat tahap tersebut, dua tahap pertama digunakan untuk acuan dalam penelitian ini. Tahap pertama yaitu interpretasi sesuatu yang meliputi tindakan dan konsekuensi dari tindakan tersebut pada pihak-pihak yang terkena, digunakan dalam kaitannya dengan pengukuran kesadaran etika (moral

awareness) dengan menggunakan skor faktor multidimensional. Untuk komponen


(45)

tindakan berdasarkan kriteria-kriteria etika dan kemudian mengidentifikasikan pilihan moral (moral choice) digunakan sebagai acuan dalam kaitannya dengan pengukuran orientasi etika.

Multidimensional Ethics Scale (MES)

Seperti sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, Reidenbach dan Robin (1988) sebagaimana dikutip oleh Cohen et al. (1996) dan juga dikutip oleh Sutopo (1997), mengidentifikasikan lima normative modes of moral reasoning yaitu the theory of justice/moral equity, deontology/contractualism, relativism, utilitarian,

dan egois reasoning.

1. The Theory of justice.

Berdasarkan mode teori keadilan ini, keputusan harus berpedoman prinsip-prinsip keadilan formal yang mana “sama” (equal) harus diperlakukan “sama dan “tidak sama” (unequal) harus diperlakukan “tidak sama”.

2. Deontology/ contractual reasoning.

Deontology/ contractual reasoning merupakan mode yang

menggunakan logic untuk mengidentifikasikan tugas/kewajiban (duties) atau implied contract.

3. Relativism.

Mode ini merupakan mode yang pragmatis, dengan menekankan bahwa dunia meliputi banyak budaya, masing-masing dengan aturan-aturannya yang dapat diterima dalam budaya tersebut. Oleh sebab itu, aturan-aturan etika seharusnya tidak universal dan berlaku pada setiap


(46)

commit to user

4. Utilitarian Reasoning.

Mode Utilitarian Reasoning menyatakan bahwa moralitas suatu tindakan merupakan fungsi dari manfaat yang diperoleh dan biaya yang ditanggung oleh masyarakat secara keseluruhan.

5. Egoist Reasoning.

Egoist Reasoning mirip dengan Utilitarian Reasoning hanya saja

mode ini diterapkan untuk kepentingan individu. Menurut mode ini, suatu tindakan dianggap etis jika tindakan tersebut menunjang kepentingan jangka panjang atau bahkan jangka pendek dari seorang individu.

Atas dasar studi literatur tentang dimensi etika tersebut, Flory et al. (1992), Cohen et al. (1996) dan Sutopo (1997) melakukan penelitian secara empiris. Dari lima modes of reasoning, Flory et al. (1992) dalam Cohen et al. (1996) mengkonfirmasikan tiga dimensi yang memenuhi kriteria reliabilitas dan validitas yaitu dimensi moral equity, relativism dan contractualism yang mana dimensi

moral-equity merupakan dimensi yang paling penting. Selanjutnya, Cohen et al.

(1996) mereplikasi penelitian tersebut dengan menambahkan dimensi utilitarian

dan concern far caring. Penelitian Cohen tersebut menghasilkan empat dimensi

yaitu dimensi moral-equity, contractualism, utilitarian dan relativism, dengan dimensi relativism yang paling penting. Penelitian Cohen (1996) ini direplikasi oleh Sutopo (1997). Hasil penelitian Sutopo (1997) ini disimpulkan bahwa dimensi yang termasuk dalam MES meliputi dimensi moral-equity (dan concern

for caring), contractualism, utilitarian (dan egoism) dan relativism, dengan

dimensi utilitarian (dan egoism) yang paling penting (ethical awareness).


(47)

termasuk dalam MES meliputi empat dimensi, yaitu dimensi moral-equity,

relativism, contractualism, utilitarian (dan egoism), dengan dimensi relativism


(48)

commit to user BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data

Subyek penelitian yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi, auditor, dan dosen akuntansi. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode

purposive sampling merupakan metode pemilihan sampel dari elemen populasi

sesuai dengan tujuan dari penelitian, dalam hal ini karena penelitian bertujuan untuk mengukur kesadaran dan orientasi etika antara mahasiswa, auditor dan akuntan pendidik, maka sampel yang digunakan adalah mahasiswa akuntansi, auditor dan akuntan pendidik.

Dalam hal mahasiswa akuntansi, peneliti mengambil sampel 31 mahasiswa yang akan didistribusikan kepada mahasiwa akuntansi tingkat akhir Fakultas Ekonomi UNS (Universitas Sebelas Maret Surakarta), yang telah menempuh mata kuliah Audit I dan II, mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Audit I dan II diasumsikan telah mendapatkan mata kuliah Etika Audit dan telah mengetahui gambaran bagaimana proses audit, serta proses pengambilan keputusan pada saat melakukan pekerjaan audit. Mereka sebagai pemula diharapkan mempunyai etika yang baik, sebelum mereka memasuki dunia kerja sebagai praktisi. Dalam hal auditor, peneliti mengambil 35 sampel yang didistribusikan kepada para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Surakarta (empat Kantor Akuntan Publik), dan Semarang (tiga Kantor Akuntan Publik), masing-masing dari Kantor Akuntan Publik akan didistribusikan lima paket kuesioner,


(49)

peneliti menggunakan auditor sebagai sampel, dengan alasan untuk mengukur sejauh mana etika auditor saat ini. Sedangkan dalam hal dosen akuntnasi, peneliti menggunakan tiga puluh sampel dosen jurusan akuntansi di sejumlah perguruan tinggi baik PTN maupun PTS yang berada di wilayah Surakarta, dan sekitarnya. Dosen akuntansi dipilih sebagai sampel, karena mereka adalah individu yang dekat dengan mahasiswa, serta ikut berperan dalam mengarahkan anak didiknya agar memiliki etika yang baik. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang akan didistribusikan secara langsung pada masing-masing sampel.

B. Kuesioner

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diterjemahkan dari satu paket kuesioner yang terdiri dua vignette masing-masing terdiri dari lima belas pertanyaan dalam lima dimensi yang digunakan oleh Cohen et al. (1996). Dua

vignette tersebut dipilih berdasarkan delapan vignette yang sebelumnya

digunakan Cohen et al. (1995), seperti yang telah disampaikan diawal, peneliti menggunakan dua vignette dengan pertimbangan Kode Etik Profesi Akuntan Publik di Indonesia yang berlaku saat ini. Dua vignette tersebut dipilih berdasarkan prinsip dasar yang terdapat dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik.

Vignette yang pertama terdiri dari pertanyaan yang berkaitan dengan salah satu

prinsip dasar dari Kode Etik Profesi Akuntan Publik yaitu Obyektivitas. Vignette

pertama dikatakan mengandung salah satu prinsip obyektivitas karena dalam prinsip ini setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak


(50)

commit to user

didalam pertanyaan tersebut mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara klien dengan auditor yaitu keduanya merupakan rekanan dalam satu organisasi maka pertanyaan dalam vignette ini relevan dengan prinsip Obyektivitas yang telah disampaikan pada bab sebelumnya. Pertanyaan vignette yang kedua terdiri dari pertanyan yang berkaitan dengan prinsip dasar Integritas dari Kode Etik Profesi Akuntan Publik, dimana dalam prinsip ini mewajibkan setiap Praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, dalam kasus ini Auditor dihadapkan pada klien dimana auditor tidak jujur dalam mengungkapkan fee yang diterima, untuk mendapatkan klien potensial, sehingga pertanyaan ini nantinya akan mengukur integritas dari masing-masing individu yang diteliti.

Untuk masing-masing vignette, responden diminta untuk memberikan pendapatnya mengenai moralitas tindakan berdasarkan dua belas butir pertanyaan

(measurement items) yang berkaitan dengan pengukuran kesadaran etis dan tiga

pertanyaan sisanya merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan orientasi etika. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 (etis) sampai 7 (tidak etis). Keduabelas pertanyaan yang digunakan oleh Cohen (1996) tersebut terdiri dari empat butir pertanyaan yang mengukur dimensi moral equity, masing-masing dua pertanyaan yang mengukur dimensi relativism dan contractualism. Delapan pertanyaan untuk mengukur tiga dimensi tersebut dikembangkan oleh Flory et al. (1992). Dimensi utilitarian dan egoism masing-masing dua pertanyaan dikembangkan oleh Cohen et. al. (1996). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari tabel dibawah ini:


(51)

TABEL III.1

INTERPRETASI PERTANYAAN KUESIONER

Dimensi Pertanyaan

Justice/ Moral equity 1. Adil (Just)

2. Fair

3. Secara moral dapat diterima 4. Dapat diterima oleh keluarga

Relativism 5. Secara budaya dapat diterima

6. Secara tradisi dapat diterima

Egoism 7. Tidak melanggar kesepakatan tertulis

8. Tidak melanggar janji lisan

Utilitarian 9. Memberikan keputusan

10. Memaksimumkan manfaat

Deontology/ Contractualism 11. Membantu mengembangakan diri

12. Secara pribadi memuaskan Pertanyaan Orientasi Etika 13. Pertanyaan Orientasi Etik

14 Pertanyaan Orientasi Etik 15. Pertanyaan Orientasi Etik

C. Pengujian Instrumen Penelitian

Sebelum dilakukan perhitungan dan pengolahan dengan menggunakan alat analisis, maka semua instrumen penelitian diuji terlebih dahulu untuk mengetahui apakah instrumen tersebut valid dan reliable. Pengujian instrumen dilakukan dengan berbantuan softwareSPSS for windows versi 18.0 :

1. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cara pengukuran one shot atau pengukuran sekali saja: disini pengukurannya hanya sekali dan hasilnya


(52)

commit to user

antar jawaban pertanyaan, peneliti menggunakan SPSS untuk menganalisisnya, dengan menggunakan uji statistik cronbach alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika nilai dari cronbach

alpha> 0,06 (nunally, 1967).

2. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas dengan cara melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk yang dikenal dengan uji pearson

correlation dengan menggunakan bantuan software SPSS. Hasil dari

analisis korelasi bivariate dengan melihat output cronbach alpha pada kolom correlated item – total correlation. Keduanya identik karena mengukur hal yang sama (Ghozali, 2006). Apabila dari tampilan output SPSS menunjukkan bahwa korelasi antara masing-masing indikator terhadap total skor. konstruk menunjukkan hasil yang signifikan, dapat disimpulkan bahwa masing-masingindikator pertanyaan adalah valid.


(53)

D. Metode Analisis

1. Pengukuran Kesadaran Etika

Dari hasil pengujian instumen penelitian yang meliputi uji validitas dan reliabilitas langkah selanjutnya adalah analisis data yang ada berdasarkan pertanyaan yang telah diajukan oleh peneliti.

Pertanyaan penelitian bagian pertama yaitu apakah dimensi egoism

termasuk dalam MES merupakan pertanyaan dalam rangka mengukur kesadaran etika berbagai dimensi yang termasuk dalam MES. Analisis data yang digunakan untuk pertanyaan pertama ini digunakan analisis faktor dari semua sampel yang ada tanpa membedakan masing-masing golongan sampel, tujuan utama dari analisis faktor adalah mendefinisikan struktur data dan menganalisis struktur saling hubungan (korelasi) antar sejumlah variabel (test score, test items, jawaban kuesioner) dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi dan sering disebut dengan faktor, dari analisis faktor ini peneliti mengidentifikasi dimensi suatu struktur dan kemudian menentukan sampai seberapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh setiap dimensi. Dengan analisis faktor dari dua belas pertanyaan untuk lima dimensi ini akan diketahui kelompok/faktor yang termasuk dalam MES. Selanjutnya, untuk mengetahui kesadaran etika, masing-masing faktor akan dihitung mean -nya sehingga diketahui faktor yang paling penting.

2. Pengukuran Orientasi Etika


(54)

commit to user

masing sampel. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penelitian dalam rangka pengukuran orientasi etika. Untuk mengetahui orientasi etika digunakan model analisis regresi sebagaimana digunakan oleh Cohen et al. (1996).

Pertanyaan penelitian bagian kedua yang pertama adalah untuk mengetahui dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian orientasi etika mahasiswa akuntansi. Untuk mengetahui orientasi etika digunakan model regresi seperti yang dilakukan sebelumnya hanya saja data yang dimasukan adalah dari responden mahasiswa akuntansi saja. Berikut adalah model regresinya.

Evaluation j = a + b1 (moral equity) + b2 (contractualism) + b3

(utilitarian) +b4 (relativism) + ej

Evaluation merupakan orientasi penilaian etika dari seluruh

mahasiswa akuntansi dan j adalah mahasiswa akuntansi. Pertanyaan penelitian bagian kedua yang kedua adalah untuk mengetahui dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian orientasi etika auditor. Untuk mengetahui orientasi etika digunakan model regresi seperti yang dilakukan sebelumnya hanya saja data yang dimasukan adalah dari responden auditor saja. Berikut adalah model regresinya.


(55)

Evaluation merupakan orientasi penilaian etika dari seluruh auditor dan k adalah auditor. Pertanyaan penelitian bagian kedua yang ketiga adalah untuk mengetahui dimensi etika apa yang mempunyai pengaruh paling berarti terhadap penilaian orientasi etika akuntan pendidik. Untuk mengetahui orientasi etika digunakan model regresi seperti yang dilakukan sebelumnya hanya saja data yang dimasukan adalah dari responden akuntan pendidik saja. Berikut adalah model regresinya.

Evaluation l = a + b1 (moral equity) + b2 (contractualism) + b3

(utilitarian) +b4 (relativism) + el

Evaluation merupakan orientasi penilaian etika dari seluruh

akuntan pendidik dan l adalah akuntan pendidik. Pengukuran regresi dilakukan dengan berbantuan softwareSPSS for windows versi 18.0.


(56)

commit to user BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang ditujukan untuk melakukan Pengukuran terhadap kesadaran etika dan orientasi etika antara mahasiswa, auditor, dan dosen akuntansi. Dalam penelitian ini obyek penelitian yang dimaksud adalah mahasiswa yaitu mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh mata kuliah audit I dan II, auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik, dan akuntan pendidik (dosen akuntansi). Pertanyaan kuesioner yang didistribusikan untuk mahasiswa adalah sebanyak 31 kuesioner, semua kuesioner berhasil diisi tanpa ada pengembalian, responden berasal dari mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Auditor yang dijadikan sampel adalah tiga puluh orang auditor yang tersebar di wilayah Surakarta dan Semarang. Sebanyak tiga Kantor Akuntan Publik di Semarang dan empat Kantor Akuntan Publik di wilayah Surakarta. Kuesioner yang didistribusikan untuk auditor sebelumnya berjumlah 35, namun terdapat pengembalian kuesioner sebanyak lima, kuesioner yang kembali disebabkan karena responden tidak mengisi secara lengkap, dan tidak diisi sama sekali. Untuk akuntan pendidik sendiri diwakili oleh tiga puluh dosen yang tersebar di wilayah Surakarta dan sekitarnya baik dosen dari Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta.


(57)

B. Analisis Data

Peneliti menggunakan program SPSS for windows versi 18.0 untuk melakukan olah data. Olah data dilakukan dengan terlebih dahulu mengkodekan setiap pertanyaan dalam kuesioner yang telah diperoleh agar bisa dimasukkan ke dalam program SPSS, kuesioner yang diperoleh terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kuesioner untuk kelompok mahasiswa, kelompok auditor dan kelompok dosen akuntansi. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab III bahwa setiap kuesioner terdiri dari lima belas pertanyaan yang terdiri dari dua belas pertanyaan berhubungan dengan pengukuran kesadaran etika dan tiga pertanyaan yang berkaitan dengan pengukuran orientasi etika. Berikut ini adalah pengkodean yang dilakukan oleh peneliti:

TABEL IV. 1

PENGKODEAN DALAM SPSS

No. Dimensi Pertanyaan Kode dalam

SPSS

1 Moral 1. Adil (Just) M1

Equity/Justice 2. Fair M2

3. Secara moral dapat diterima M3 4. Dapat diterima oleh keluarga M4

2 Relativism 5. Secara budaya dapat diterima R5

6. Secara tradisi dapat diterima R6

3 Egoism 7. Tidak melanggar kesepakatan tertulis E7

8. Tidak melanggar janji lisan E8

4 Utilitarian 9. Memberikan keputusan U9

10. Memaksimumkan manfaat U10

5 Contractualism/

Deontology

11. Membantu mengembangakan diri C11 12. Secara pribadi memuaskan C12

6 Orientasi 13. Pertanyaan Orientasi Etika O13

14 Pertanyaan Orientasi Etika O14 15. Pertanyaan Orientasi Etika O15 Sumber: data primer yang diolah, 2011.


(58)

commit to user

Setelah melakukan pengkodean tersebut, data yang diperoleh kemudian mulai dimasukan ke dalam program SPSS dengan mengganti nama variabel sesuai kode-kode yang telah disebutkan diatas. Setelah semua variabel terisi dan data dari kuesioner dimasukkan, pengolahan data dilakukan.

Untuk melakukan perhitungan peneliti menghitung rata-rata dari dua vignette

yang berhasil dihimpun. Sehingga dari dua vignette yang ada, tinggal satu nilai saja yang digunakan, yaitu rata-rata dari dua vignette.

Pengujian Instrumen Penelitian 3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik cronbach alpha dengan menggunakan program

SPSS for windows versi 18.0. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable

jika nilai dari cronbach alpha > 0,06 (nunally, 1967). Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2006) yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut. Jika nilai alpha:

a. 0.8-1.0 = Reliabilitas baik.

b. 0.6-0.799 = Reliabilitas diterima secara moderat. c. Kurang dari 0.6 = Reliabilitas Kurang Baik.

Uji reliabilitas dilakukan secara tersendiri untuk masing-masing sampel, sehingga pengujian dilakukan sebanyak tiga komponen, komponen


(59)

yang pertama adalah mahasiswa akuntansi, komponen yang kedua auditor dan komponen yang ketiga adalah dosen akuntansi.

a. Mahasiswa Akuntansi

Uji reliabilitas dilakukan terhadap masing-masing dimensi, berikut ini adalah hasil dari pengujian sampel mahasiswa akuntansi:

TABEL IV. 2

HASIL UJI RELIABILITAS MAHASISWA AKUNTANSI No. Dimensi Cronbach’s Alpha Keterangan

1 Moral Equity 0.956 Reliable

2 Relativism 0.972 Reliable

3 Egoism 0.953 Reliable

4 Utilitarian 0.901 Reliable

5 Contractualism 0.959 Reliable

6 Pertanyaan Orientasi Etika 0.909 Reliable

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Dari hasil uji reliabilitas diatas menunjukkan bahwa nilai cronbach

alpha dari dimensi moral equity sebesar 0.956, dimensi relativism sebesar

0.972, dimensi egoism sebesar 0.953, dimensi utilitarian sebesar 0.901, dimensi contractualism sebesar 0.959, dan yang terakhir untuk pertanyaan orientasi etika menunjukkan nilai sebesar 0.909, ini berarti semua nilai

cronbach’s alpha > 0.06, dan dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan

reliable atau layak dijadikan instrumen penelitian.

b. Auditor

Uji reliabilitas yang kedua adalah uji terhadap sampel auditor. Uji reliabilitas dilakukan terhadap masing-masing dimensi. Berikut adalah hasilnya:


(60)

commit to user TABEL VI. 3

HASIL UJI RELIABILITAS AUDITOR

No. Dimensi Cronbach’s Alpha Keterangan

1 Moral Equity 0.956 Reliable

2 Relativism 0.982 Reliable

3 Egoism 0.930 Reliable

4 Utilitarian 0.953 Reliable

5 Contractualism 0.942 Reliable

6 Pertanyaan Orientasi Etika 0.948 Reliable

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Dari hasil uji reliabilitas diatas menunjukkan bahwa nilai cronbach

alpha dari dimensi moral equity sebesar 0.956, dimensi relativism sebesar

0.982, dimensi egoism sebesar 0.930, dimensi utilitarian sebesar 0.953, dimensi contractualism sebesar 0.942, dan yang terakhir untuk pertanyaan orientasi etika menunjukkan nilai sebesar 0.948, ini berarti semua nilai

cronbach’s alpha > 0.06, dan dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan

reliable atau layak dijadikan instrumen penelitian sesuai dengan uji

reliabilitas yang dilakukan pada sampel yang pertama. c. Akuntan Pendidik (Dosen Akuntansi)

Uji reliabilitas yang ketiga adalah uji reliabilitas terhadap dosen akuntansi. Sama seperti uji sebelumnya uji reliabilitas dilakukan terhadap masing-masing dimensi, berikut adalah hasilnya:


(61)

TABEL IV. 4

HASIL UJI RELIABILITAS DOSEN AKUNTANSI No. Dimensi Cronbach’s Alpha Keterangan

1 Moral Equity 0.934 Reliable

2 Relativism 0.981 Reliable

3 Egoism 0.966 Reliable

4 Utilitarian 0.873 Reliable

5 Contractualism 0.960 Reliable

6 Pertanyaan Orientasi Etika 0.959 Reliable

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Dari hasil uji reliabilitas diatas menunjukkan bahwa nilai cronbach

alpha dari dimensi moral equity sebesar 0.934, dimensi relativism sebesar

0.981, dimensi egoism sebesar 0.966, dimensi utilitarian sebesar 0.873, dimensi contractualism sebesar 0.960, dan yang terakhir untuk pertanyaan orientasi etika menunjukkan nilai sebesar 0.959, ini berarti semua nilai

cronbach’s alpha > 0.06, dan dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan

reliable atau layak dijadikan instrumen penelitian sesuai dengan uji

reliabilitas yang dilakukan pada sampel yang pertama dan sampel kedua. 4. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji validitas dengan cara melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk yang dikenal dengan uji pearson correlation dengan menggunakan bantuan software SPSS. Hasil dari uji validitas adalah dengan


(62)

commit to user

melihat nilai pearson. Menurut Prof. Sugiyono (2007) nilai dari korelasi dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

a. 0 - 0,199 : Sangat lemah b. 0,20 - 0,399 : Lemah

c. 0,40 - 0,599 : Sedang d. 0,60 - 0,799 : Kuat e. 0,80 - 1,0 : Sangat kuat

Sama seperti pada pengujian reliabilitas, uji validitas dilakukan secara tersendiri untuk masing-masing komponen, sehingga uji validitas dilakukan terhadap tiga komponen. Berikut adalah hasil dari pengukuran validitas:

a. Mahasiswa Akuntansi

Uji Validitas pertama dilakukan terhadap dimensi moral equity, berikut adalah hasilnya:

TABEL IV. 5

HASIL UJI VALIDITAS DIMENSI MORAL EQUITY Item Pertanyaan Nilai Pearson Signifikansi Keputusan

M1 0.952 0.000 Valid

M2 0.929 0.000 Valid

M3 0.950 0.000 Valid

M4 0.930 0.000 Valid

Moral Equity (M) 1

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Dari hasil uji validitas terlihat bahwa korelasi masing-masing indikator (M1 sampai M2) terhadap total skor konstruk (M) menunjukkan hasil yang signifikan (korelasi sangat kuat). Jadi dapat disimpulkan bahwa


(63)

masing-masing indikator pertanyaan moral equity adalah valid. Hasil uji validitas yang kedua adalah menguji dimensi relativism. Berikut adalah hasilnya:

TABEL IV. 6

HASIL UJI VALIDITAS DIMENSI RELATIVISM Item Pertanyaan Nilai Pearson Signifikansi Keputusan

R5 0.987 0.000 Valid

R6 0.986 0.000 Valid

Relativism (R) 1

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Hasilnya sama dengan hasil uji sebelumnya, dari tampilan tersebut terlihat bahwa korelasi antara masing-masing indikator (R1 dan R2) terhadap total skor konstruk (R) menunjukkan hasil yang signifikan (korelasi sangat kuat). Sehingga dapat disimpulkan masing-masing indikator pertanyaan

relativism adalah valid. Uji Validitas yang ketiga adalah pengujian terhadap

dimensi egoism, berikut adalah hasilnya:

TABEL IV. 7

HASIL UJI VALIDITAS DIMENSI EGOISM

Item Pertanyaan Nilai Pearson Signifikansi Keputusan

E7 0.977 0.000 Valid

E8 0.978 0.000 Valid

Egoism (E) 1

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Dari hasil uji validitas terlihat bahwa korelasi masing-masing indikator (E7 dan E8) terhadap total skor konstruk (E) menunjukkan hasil yang


(1)

commit to user

Dari tampilan output SPSS model summary besarnya adjusted R Square

adalah sebesar 0,897, hal ini berarti 89,7% variasi Orientasi( Evaluation) dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel yaitu variabel moral equity (M),

variabel contractualism (C) , variabel utilitarian (U), dan variabel relativism (R). sedangkan sisanya (100%-89,7%= 10,3% ) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.sedangkan nilai Standar Error of Estimate (SEE) adalah 0,47621.

TABEL IV. 39 HASIL UJI STATISTIK F

Model F Sig.

Regression 51.407 .000a

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 51,407 dengan probabilitas 0,000. karena nilai probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi orientasi atau dapat dikatakan bahwa

moral equity (M), contractualism (C) , utilitarian (U), egoism (E), dan relativism

(R), secara bersama-sama berpengaruh terhadap orientasi (evaluation). Uji signifikasi Parameter Individual (Uji statistik t):

Uji t-test ini digunakan untuk melihat signifikansi antara pengaruh variabel independen secara individual pada variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya secara konstan, dan juga digunakan untuk menemukan pengaruh yang paling dominan antara masing-masing variabel independen untuk menjelaskan variasi variabel dependen dengan tingkat signifikansi 5 %. Berikut adalah hasilnya:


(2)

commit to user

TABEL IV. 40 HASIL UJI STATISTIK T

Model Koefisien Regresi t-Value Sig.

(Constant) .201 .645 .525

Moral Equity .929 4.402 .000

Relativism -.670 -4.037 .000

Egoism -.003 -.035 .973

Utilitarian .025 .190 .851

Contractualism .672 5.052 .000

Sumber: data primer yang diolah, 2011.

Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang paling rendah adalah dimensi moral equity, relativism, dan contractualism dengan nilai sebesar 0,000. Namun jika dilihat dari nilai koefisien regresi, nilai yang paling tinggi diantara nilai signifikansi yang terendah adalah dimensi moral equity.

Berdasarkan hasil analisis regresi diatas, dapat disimpulkan bahwa dimensi

moral equity menunjukkan nilai yang paling signifikan dari total kesadaran etika

(ethical orientation). Hasil ini tidak mendukung penelitian Triatmoko (2006) yang

menunjukkan bahwa dimensi relativism menghasilkan nilai paling signifikan dari total kesadaran etika, namun mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cohen (1996) dan Sutopo (1997) yang menunjukkan dimensi moral equity menghasilkan nilai yang paling signifikan dari total kesadaran etika yang ada (ethical

orientation). Triatmoko (2006) menggunakan sampel yang berbeda dengan

peneliti sehingga hasil pengukuran orientasi etika menunjukkan hasil yang berbeda, Triatmoko (2006) menggunakan sampel mahasiswa akuntansi yang telah menempuh mata kuliah Audit I, namun peneliti menggunakan sampel mahasiswa akuntansi tingkat akhir yang telah menempuh mata kuliah audit I dan II, serta memiliki kompetensi yang lebih tinggi.


(3)

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil analisis faktor pada sampel mahasiswa akuntansi, dimensi

egoism termasuk Multidimentional Ethical Scale (MES). Sedangkan nilai

mean tertinggi terdapat pada dimensi relativism, yang berarti kesadaran etika (ethical awareness) yang paling penting adalah dimensi relativism. 2. Dari hasil analisis faktor pada sampel auditor, dimensi egoism termasuk

dalam Multidimentional Ethical Scale (MES). Sedangkan nilai mean

tertinggi terdapat pada dimensi contractualism, yang berarti kesadaran

etika (ethical awareness) yang paling penting adalah dimensi

contractualism.

3. Dari hasil analisis faktor pada sampel dosen akuntansi, dimensi egoism

termasuk dalam Multidimentional Ethical Scale (MES). Sedangkan nilai

mean tertinggi terdapat pada dimensi utilitarian. yang berarti kesadaran etika (ethical awareness) yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan etika adalah dimensi utilitarian.

4. Dari hasil analisis faktor dengan menggunakan tiga sampel yang berbeda,

dapat disimpulkan bahwa dimensi egoism termasuk dalam

Multidimensional Ethical Scale (MES). Sedangkan nilai mean tertinggi


(4)

commit to user

mahasiswa saja yang mendukung penelitian yang dilakukan oleh Triatmoko (2006) yaitu dimensi relativism, sementara untuk sampel auditor nilai mean tertinggi adalah pada dimensi contractualism, dan untuk sampel dosen akuntansi, nilai mean tertinggi adalah dimensi utilitarian. 5. Dari hasil analisis regresi dengan sampel mahasiswa, dimensi moral equity

menunjukkan nilai yang paling signifikan diantara yang lain (ethical

orientation).

6. Dari hasil analisis regresi dengan Sampel auditor, dimensi contractualism

menunjukkan nilai yang paling signifikan diantara yang lain (ethical

orientation).

7. Dari hasil analisis regresi dengan sampel dosen akuntansi, dimensi moral

equity menunjukkan nilai yang paling sinifikan diantara yang lain (ethical

orientation).

8. Dari ketiga sampel, nilai koefisien tertinggi (ethical orientation)

menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Dari sampel auditor, nilai yang paling signifikan adalah pada dimensi contractualism, sedangkan untuk sampel mahasiswa akuntansi dan dosen akuntansi menunjukkan orientasi etika tertinggi adalah pada dimensi moral equity. Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan Sutopo (1997).

B. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang perlu dipertimbangkan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan tersebut adalah:


(5)

commit to user

1. Penelitian hanya menggunakan 2 vignette yang dipilih berdasarkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, tidak semua prinsip-prinsip dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik digunakan dalam menentukan vignette mana saja yang akan digunakan.

2. Subyek penelitian yang digunakan hanya sejumlah 30 responden dari masing-masing sampel, menurut peneliti jumlah tersebut masih sangat sedikit.

3. Peneliti melakukan pengukuran kesadaran etika (ethical awareness) secara tersendiri dan belum melakukan pengukuran secara keseluruhan.

4. Peneliti belum meneliti pengaruh orientasi etika terhadap kesadaran etika, peneliti hanya sebatas melakukan pengukuran terhadap orientasi dan kesadaran etika secara tersendiri.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan beberapa hal diantaranya:

1. Untuk penelitian selanjutnya, vignette yang digunakan sebaiknya

mencakup semua prinsip-prinsip yang ada dalam Kode Etik profesi Akuntan Publik, sehingga vignette yang digunakan bisa lebih diperbanyak lagi.

2. Subyek penelitian mengunakan responden yang lebih banyak lagi agar memberikan hasil yang lebih meyakinkan karena mencakup banyak responden.


(6)

commit to user

3. Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen diuraikan secara umum, mungkin untuk penelitian yang selanjutnya lebih bisa mengembangkan dengan meneliti hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen secara lebih terinci.

4. Untuk pengukuran kesadaran etika dapat dikembangkan dengan mengukur

secara keseluruhan sampel. Dengan begitu dapat diperoleh hasil yang mewakili semua komponen.

5. Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan meneliti