Ragam Bahasa Komponen Pembeda Makna Kata Bersinonim

xlvii suatu kalimat atau tuturan. Jadi, jika ada kalimat yang melanggar ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak, kita beri arti yang unik, atau kita anggap aneh. Perhatikan pelanggaran ciri semantis dalam kalimat-kalimat berikut ini. 1 Selasa melempari rumah itu. 2 Pak Johan akan mengawini adik kandungnya sendiri. Kalimat 1 kita tolak karena Selasa sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak sebagai subjek dalam kalimat itu. Kemudian, kalimat 2 meskipun gramatikal, tetapi dalam budaya kita sangatlah aneh karena dalam ciri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh kawin dengan seseorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah, atau kekeknya sendiri.

4. Komponen Pembeda Makna Kata Bersinonim

Tidak mudah menerangkan terjadinya suatu pasangan sinonim dalam suatu bahasa dengan melihat kata-kata yang menjadi anggota pasangan itu. Misalnya, apakah yang mendorong terjadinya pasangan sinonim dalam bahasa Indonesia berikut ini: mangga dan mempelam; jeruk dan limau; serta lembu dan sapi. Masing-masing pasangan sinonim yang anggotanya memiliki makna yang sama itu sulit diterangkan proses terjadinya. Sementara itu, kata ibu, mama, mami, bunda, dan mak yang bersinonim dapat dijelaskan persamaan dan perbedaannya berdasarkan pemakaiannya. Perbedaan pemakaian kata itu selanjutnya dapat memberikan petunjuk di mana atau kapan kata-kata itu dipakai. Dengan demikian, dapat diduga bahwa pemakaian kelima kata yang berbeda itu dilatarbelakangi oleh maksud atau pertimbangan tertentu. Hal ini pulalah yang dimaksudkan sebagai latar belakang terjadinya kesinoniman. Dalam penelitian ini digunakan beberapa komponen makna untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dalam pasangan nomina yang bersinonim, di antaranya ragam bahasa, nilai rasa, tingkat sosial, kolokial, dan pengaruh dialek. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa komponen makna dalam tiap pasangan sinonim dapat dikembangkan secara terbuka. Artinya, komponen makna itu dapat ditambah atau diperluas menurut kebutuhan analisis sehingga relasi kesinoniman antara anggota tiap pasangan sinonim menjadi jelas.

a. Ragam Bahasa

xlviii Menurut Gloria Poedjosoedarmo 1982: 36 ragam bahasa ialah varian bahasa yang perbedaannya ditentukan oleh adanya situasi yang berbeda. Adapun perbedaan ragam ini bermacam-macam, sehingga terdapat ragam suasana, ragam resmi, dan register. Jika ditinjau dari suasana tingkat keformalannya, Martin Joos dalam Chaer dan Agustina, 1995: 92 membedakan variasi bahasa menjadi lima macam, yaitu ragam beku, resmi, usaha, santai, dan ragam akrab. Selanjutnya, Chaer dan Agustina 1992: 92-94 menyederhanakannya menjadi dua macam, yaitu ragam formal dan nonformal. Ragam bahasa formal menghendaki pemakaian bentuk bahasa yang formal, sedangkan ragam bahasa nonformal membiarkan terjadinya pemakaian bentuk bahasa yang nonformal. Sementara itu, menurut Gloria Poedjosoedarmo 1982: 36-37 berdasarkan suasananya, yaitu dilihat dari suasana pembicaraan yang berbeda-beda, ragam bahasa dapat dibedakan menjadi ragam resmi, santai, dan indah puitik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut suasananya, dalam bahasa Indonesia terdapat ragam formal, nonformal, dan sastra atau puitik indah. Ragam bahasa formal yaitu bahasa yang digunakan dalam situasi formal, seperti pidato, diskusi, dan seminar. Pemakaian di luar situasi formal yang digunakan adalah bahasa Indonesia beragam nonformal, misalnya percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun untuk wacana yang bernilai sastra, sudah tentu ragam bahasanya adalah ragam sastra atau ragam klasik Suwadji, dkk., 1992: 25. Ini disebabkan bahasa dalam karya sastra berbeda dengan bahasa formal dan nonformal. Bahasa sastra bersifat arkhais mulia dan puitik indah. Contoh: 1 Ibu dari Novita Sari, kami persilakan untuk naik ke atas panggung. 2 Mak dari Novita Sari, kami persilakan untuk naik ke atas panggung. 3 Mami dari Novita Sari, kami persilakan untuk naik ke atas panggung. 4 Bunda dari Novita Sari, kami persilakan untuk naik ke atas panggung. xlix 5 Mama dari Novita Sari, kami persilakan untuk naik ke atas panggung. Dilihat dari segi ragam bahasa, kelima kata tersebut mempunyai perbedaan. Pada kalimat 1 kata ibu biasa dipakai pada ragam formal maupun nonformal; sedangkan kata bunda kalimat 4 biasa dipakai pada ragam nonformal, bersifat arkhais dan puitik indah; kemudian kata mak, mami, dan mama pada kalimat 2, 3, dan 5 biasa dipakai pada ragam nonformal.

b. Nilai Rasa Makna Emotif