xxxiii
Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun juga
harus akurat. Klausa memecahkan masalah tersebut pada kalimat pertama bersinonim
dengan klausa menyelesaikan persoalan itu pada kalimat kedua. Kedua klausa yang bermakna sepadan itu mendukung kepaduan wacana, baik secara
leksikal maupun semantis.
o. Cara Mengetes Kesinoniman
Pembahasan kesinoniman tersebut kadang dirancukan dengan pembahasan kehiponiman. Oleh karena itu, untuk mengetahui dua kata atau lebih itu merupakan hiponim atau sinonim mutlak atau tidak dapat digunakan cara ini.
1 Mensubstitusi
Jika suatu kata dapat diganti dengan kata lain dalam konteks kalimat yang sama dan makna konteks itu tidak berubah, kedua kata itu dapat dikatakan bersinonim.
Contoh: datang bersinonim dengan tiba
a 1
Mereka sudah datang. dapat diterima 2
Mereka sudah tiba. dapat diterima
b 1
Saya akan datang ke pertemuan itu. dapat diterima
2 Saya akan tiba ke pertemuan itu. tidak dapat diterima
Kata datang dalam kalimat b.1 di atas dapat diterima, sedangkan kata tiba dalam kalimat b.2 tidak dapat diterima. Tidak terdapatnya keparalelan valensi sintaksis dan morfologis antara dua kata yang dianggap bersinonim
menyebabkan kedua kata tersebut tidak bersinonim secara mutlak absolut. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ciri semantik yang membedakan. Ciri-ciri ini harus dapat dirumuskan sehingga dapat memperjelas pemakaian.
2 Menemukan antonim anggota pasangan sinonim.
3 Menderetkan kata yang bersinonim. Ullman, 1970: 143 – 144.
Sementara itu, Lyons 1981: 40 berpendapat bahwa jika dua kalimat yang maknanya sama mempunyai struktur yang sama dan hanya berbeda karena dalam kalimat yang satu terdapat kata X dan kalimat yang lain terdapat kata Y,
maka kata X dan Y merupakan sinonim. Contoh dalam bahasa Indonesia untuk pendapat Lyons tersebut adalah:
xxxiv
1 Ia acap melakukan kesalahan.
2 Ia sering melakukan kesalahan.
Kata acap dan sering dalam contoh kalimat di atas merupakan dua kata yang bersinonim. Selanjutnya, pembuktian kata yang bersinonim dapat dilakukan dengan cara analisis komponen makna. Hal itu
dikarenakan setiap kata leksem atau butir leksikal pasti mempunyai makna dan makna yang dimiliki oleh setiap kata tersebut terdiri atas sejumlah komponen makna yang disebut komponen makna yang membentuk keseluruhan kata
itu. Dalam menetapkan hubungan makna antara seperangkat leksem dari satu medan, banyak ahli linguistik yang memanfaatkan metode analisis komponen makna. Metode analisis komponen makna dihubungkan dengan teori
medan leksikal oleh adanya pembedaan antara komponen makna bersama dan komponen makna diagnostik Lyons, 1977: 326. Metode analisis komponen makna menganalisis leksem berdasarkan komponen diagnostiknya. Analisis
seperti itu adalah proses pencirian makna leksem atas komponen makna diagnostiknya, yaitu komponen yang menimbulkan kontras antara leksem yang satu dengan leksem yang lainnya di dalam satu medan leksikal Leech,
1974: 96; Lyons, 1977: 326. Adapun yang dimaksud dengan komponen makna bersama adalah ciri yang tersebar dalam semua leksem yang menjadi dasar makna bersama, terutama dalam satu perangkat leksikal.
Selanjutnya, komponen makna dapat dianalisis atau disebutkan satu per satu berdasarkan pengertian-pengertian tiap kata yang dimiliki Mansoer Pateda, 2001: 36. Dengan demikian, komponen makna dalam tiap pasangan sinonim
dapat dikembangkan secara terbuka. Artinya, komponen makna itu dapat ditambah atau diperluas menurut keperluan analisis sehingga relasi kesinoniman antaranggota tiap pasangan sinonim menjadi jelas.
Sementara itu, menurut pendapat Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih 2007: 11, untuk mendeskripsikan hubungan kesinoniman, kita dapat menggunakan dua metode, yaitu metode analisis komponen makna dan metode kontekstual.
Hal itu didasarkan pada pendapat para ahli linguistik bahwa para ahli linguistik yang ingin mendeskripsikan makna secara linguistik dapat memilih metode kontekstual, karena para penganut pendekatan kontekstual berasumsi bahwa
ciri-ciri makna leksem terefleksikan secara penuh dalam konteks Cruse, 1986: 1. Menurut pendapat Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih 2007: 11 - 12 kembali, metode analisis komponen makna
akan menghasilkan seperangkat komponen diagnostik yang membedakan kohiponim satu dari yang lainnya. Komponen-komponen diagnostik itulah yang akan menjadi jawaban atas kendala yang muncul dalam konteks
kalimat. Misalnya, mengapa kalimat 1 di bawah ini berterima dan kalimat 2 tak berterima. Kalimat 1 dan 2 dapat diganti dengan kalimat 3 yang berterima.
1 Tadi malam kami menonton pertandingan tinju.
berterima 2
Menonton gelagatnya, Amin mempunyai maksud kurang baik. tak berterima
3 -
Tadi malam kami melihat pertandingan tinju. berterima
- Melihat gelagatnya, Aldi mempunyai maksud kurang baik.
berterima
xxxv
Sebaliknya, metode kontekstual akan melengkapi metode analisis komponen makna dalam menetapkan hubungan yang ada di antara hiponim dan hipernim ataupun sesama kohiponim. Misalnya, dari analisis komponen makna
diketahui bahwa kata lawat dan kata tengadah sama-sama hiponim dari kata melihat. Namun, dengan metode kontekstual dapat diketahui bahwa kata tengadah dapat berkorespondensi dengan pandang ke atas atau lihat ke atas.
Kata lawat ternyata hanya dapat berkorespondensi dengan datang untuk melihat orang meninggal, dan sebagainya. Kata lawat tidak dapat dikatakan dapat berkorespondensi dengan pandang: datang untuk memandang orang
meninggal, dan sebagainya. Dari korespondensi itu, dapat ditetapkan adanya hierarki bercabang dari leksem lihat: lihat
pandang lihat
tengadah ........
lawat ........
Karena adanya kenyataan itu, maka kedua metode tersebut digunakan untuk mendeskripsikan hubungan kesinoniman dan kehiponiman.
Selanjutnya, masih menurut Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih 2007: 9, dalam analisis komponen makna ada hal penting yang harus diperhatikan, yaitu penandaan ada tidaknya suatu komponen makna dalam leksem. Contoh dalam
bahasa Indonesia, leksem murid dapat dianalisis komponen maknanya sebagai + MANUSIA + SEKOLAH + PEREMPUAN. Umumnya, tanda yang digunakan adalah + plus jika komponen makna tertentu terdapat pada
makna leksem yang dianalisis; - minus jika komponen makna tertentu tidak terdapat pada leksem itu; dan + plus minus jika komponen makna ada kemungkinan terdapat dan ada kemungkinan tidak terdapat pada makna
leksem itu.
2. Ciri dan Kategorisasi Nomina Bahasa Indonesia