70
BAB VI KESIMPULAN
Kesimpulan
Pembahasan pada skripsi ini telah menunjukkan tentang pelacuran yang terjadi pada wilayah perkebunan di Deli. Wilayah Deli merupakan satu wilayah yang sangat
populer dikalangan bangsa Eropa setelah kedatangan dan didirikannya perkebunan pertama oleh Nienhuys ke Deli pada tahun 1864. Wilayah Deli sangat cocok untuk
ditanami tembakau dan menghasilkan tembakau yang berkualitas sangat baik. Pemberlakuan Undang-Undang Agraria tahun 1870 adalah dasar bagi
pembukaan lahan swasta secara besar-besaran di kawasan strategis Pesisir Timur Sumatera. Hutan-hutan belantara di daerah Sumatera dibuka untuk dijadikan daerah
penanaman tanaman komersial yang ditujukan untuk komoditi ekspor di pasaran dunia seperti tembakau, karet, sawit, teh, dan rami.
Pembukaan lahan perkebunan yang dilakukan secara besar-besaran tentunya membutuhkan modal, lahan, dan tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Kebutuhan
tenaga kerja dapat dipenuhi dengan cara mendatangkan kuli dari Semenanjung Malaya Penang dan Singapura dan Pulau Jawa. Mereka akan dipekerjakan pada perusahaan-
perusahaan yang berada di perkebunan Sumatera Timur. Banyaknya kuli yang didatangkan menimbulkan banyak masalah karena proses kedatangan mereka
dilakukan dengan cara penipuan dan pemaksaan.
Universitas Sumatera Utara
71
Penipuan yaitu dengan cara diajak nonton pertunjukan wayang, atau menyebutkan Johor sebagai tempat tujuan namun pada kenyataannya mereka
diseberangkan ke Deli secara diam-diam. Pada waktu itu Deli sudah mempunyai reputasi buruk di kalangan pekerja yang berada di Semenanjung Malaya. Para agen
pencari kuli membujuk calon kuli dengan memberikan janji akan memperoleh gaji yang besar. Namun tidak sedikit yang ditipu dan dibawa paksa seperti sedang berjalan
langsung ditangkap, dimasukkan ke dalam kapal. Pada awalnya mayoritas pekerja adalah kuli laki-laki. Hal ini dikarenakan
belum diperlukannya tenaga perempuan pada saat awal pembukaan lahan perkebunan. Penebangan pohon dalam proses pembukaan hutan dan pencangkulan tanah untuk
membuka lahan tentunya membutuhkan tenaga yang besar sehingga kuli perempuan dirasa belum dibutuhkan. Disamping itu, adanya bagi kuli untuk membawa istri dan
calon kuli yang sudah menikah akan ditolak. Baru lah ketika perempuan dirasa perlu, pihak perkebunan melakukan perekrutan kuli perempuan.
Seiring dengan kegiatan perawatan tanaman dan produksi perkebunan yang bertambah, kuli perempuan mulai dibutuhkan sebagai seperti mencari ulat tembakau,
menggaru tanah, menyortir, memilah, menggantungkan dan mengikat daun-daun tembakau mereka juga sengaja didatangkan untuk memikat para pekerja laki-laki agar
betah atau tetap tinggal di perkebunan setelah masa kontrak selesai. Tempat tinggal yang disediakan oleh pengusaha perkebunan berbentuk bangsal
panjang yang dibangun tanpa sekat dan dihuni oleh ratusan pekerja. Karena satu barak dihuni oleh ratusan kuli, mengakibatkan setiap orang tidak mempunyai privasi. Begitu
Universitas Sumatera Utara
72
pula dengan kuli perempuan dari Jawa. Mereka tidak mendapat tempat tersendiri, dan tinggal bersama satu barak dengan kuli laki-laki, walaupun jumlah kuli perempuan
Jawa semakin bertambah banyak. Sebelum didatangkannya kuli perempuan, kuli Cina melakukan praktik
homoseksual, dan terjadi secara terang-terangan dan didepan kuli-kuli lain. Tidak jarang terjadi pembunuhan diantara kuli-kuli Cina tersebut diakibatkan hubungan
cinta. Hal ini juga menyebabkan adanya pelacur laki-laki dikalangan kuli Cina. Pelacur laki-laki ini merupakan orang Cina sendiri dan beberapa orang Jawa yang disebut
mereka sebagai anak jawi. Pada awalnya pihak perkebunan tidak mengetahui akan hal ini. Kemudian, ada kuli yang terserang penyakit dan diketahui dari penyakit yang
dialami oleh kuli tersebut bahwa, penyakit tersebut berasal dari bakteri yang berasal dari kelamin pria. Berbeda halnya dengan kuli Jawa. Bagi kuli Jawa berlaku hal yang
sebaliknya. “tidak mungkin bagi mereka untuk bertahan hidup di perkebunan, jika tidak ada perempuan”. Setelah mengetahui hal tersebut, pihak perkebunan melakukan
perekrutan kuli perempuan yang dimulai pada tahun 1873. Kuli perempuan memang sengaja direkrut untuk menjadi pelacur. Mereka
ditipu dengan janji akan mendapat gaji yang besar, dan akan bekerja sebagai pemilih tembakau. Pada kenyataan yang terjadi, memang benar perempuan tersebut
dipekerjakan sebagai pemilih tembakau, akan tetapi dengan penghasilan yang sangat kecil. Dengan penghasilan yang kecil tersebut, dan kebutuhan perempuan yang cukup
banyak, terutama pakaian, sabun peralatan mandi, lulur perawatan kulit dan
Universitas Sumatera Utara
73
ditambah lagi dengan adanya pemotongan upah dari administratur perkebunan, memaksa kuli perempuan tersebut untuk bekerja lebih.
Pekerjaan yang dilakukan oleh kuli perempuan tersebut adalah sebagai pelacur. Mereka tidak mendapat pilihan lain selama berada di perkebunan, selain itu, beberapa
kuli perempuan yang telah menikah juga mendapat izin dari suaminya untuk menjadi pelacur. Pelacuran terjadi pada setiap malam gajian. Pada saat malam gajian, kuli
perempuan akan berdandan dengan cantik dan menjadi penari ronggeng. Pada saat menari ronggeng ini lah praktik pelacuran dimulai.
Selain itu, ada juga pergundikan dikalangan administratur. Adanya peraturan yang melarang administratur untuk menikah mengakibatkan maraknya praktik
pergundikan. Pergundikan sendiri berkedok sebagai pembantu rumah tangga seorang administratur Eropa. Disebut sebagai pembantu rumah tangga karena para gundik
tersebut juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga administratur Eropa tersebut, termasuk juga terkait pelayanan seksual yang diberikan layaknya seorang istri.
Dampak yang terjadi akibat praktik pelacuran ini adalah munculnya penyakit kelamin yang dialami oleh para kuli tersebut. Penyakit kelamin menjadi salah satu
fenomena besar di wilayah perkebunan Deli pada waktu itu. Banyak diantara kuli perempuan terpaksa diisolasi ke daerah-daerah tertentu agar mendapat penanganan
medis dari pihak pemerintah maupun perkebunan. Namun, karena belum berkembangnya pengetahuan terkait penyakit kelamin tersebut, banyak kuli
perempuan yang tidak mendapat penanganan secara baik.
Universitas Sumatera Utara
74
Setelahnya, pemerintah mengeluarkan peraturan terkait pengendalian pelacuran. Pengendalian pelacuran dilakukan dengan mendata para pelacur dan
melegalkannya. Karena telah dilegalkan, banyak bermunculan rumah-rumah bordil dan germo-germo untuk mempekerjakan pelacur tersebut. Bukan malah mengatasi
penyakit kelamin, hal ini justru menambah penderita penyakit sipilis. Meski telah dibentuk satu lembaga, Komisi Pengorganisasian Pelayanan
Kesehatan Masyarakat yang berisi para dokter, tetap saja tidak dapat menanggulangi masalah penyakit kelamin tersebut. Sering terjadi pelanggaran dilakukan oleh para kuli
dengan mangkir dari pemeriksaan yang diwajibkan tersebut. Sehingga pada tahun 1911 pemerintah menyatakan bahwa penanganan sipilis telah usai.
Pada tahun 1919, Inspektur Deputi Pencegahan Penjualan Wanita dan Anak datang mengunjungi wilayah perkebunan di Deli. Pada saat kedatangannya ke Medan,
mereka terkejut ketika menemukan banyaknya rumah-rumah bordil, dan bahkan mereka menemukan wanita-wanita bukan pribumi yang berasal dari wilayah Asia
Timur Cina dan Jepang. Atas dasar kecurigaan ini, maka Inspektur Deputi Pencegahan Penjualan Wanita dan Anak tersebut memutuskan untuk melakukan
investigasi di wilayah perkebunan Deli. Pemeriksaan dilakukan terhadap instansi pemerintahan, rumah-rumah bordil,
para germo, dan juga kepada para pelacur. Dari hasil investigasi tersebut, ditemukan bahwa masih banyaknya penderita sipilis dan anak-anak yang menjadi pelacur. Sangat
berbeda jauh dengan laporan pemerintah Hindia-Belanda yang telah dijelaskankan
Universitas Sumatera Utara
75
sebelumnya dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Inspektur Deputi Pencegahan Penjualan Wanita dan Anak tersebut kemudian mendesak pemerintah Hindia-Belanda
segera melakukan penanganan terhadap pelacur tersebut. Mereka menuntut kepada pemerintah agar dapat membuat satu peraturan untuk mengendalikan pelacuran agar
pelacuran tersebut berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam penanganan penyakit kelamin, pemerintah dan pihak perkebunan
mendirikan rumah sakit dan laboratorium penelitian penanganan pelacuran. Banyak perkebunan di Deli yang bekerja sama dengan perkebunan Senembah melihat
kemajuan yang dilakukan oleh perkebunan Senembah. Namun, tidak ada data selanjutnya setelah banyaknya perkebunan yang tutup akibat depresi ekonomi dunia
pada 1930.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB II LATAR BELAKANG MUNCULNYA PELACURAN DI WILAYAH