15
BAB II LATAR BELAKANG MUNCULNYA PELACURAN DI WILAYAH
PERKEBUNAN DELI
2.1 Pekerjaan dan Penghasilan Kuli
Pembukaan lahan perkebunan secara besar-besaran di Sumatera Timur oleh perusahaan-perusahaan swasta Barat, selain membutuhkan penyediaan lahan juga
membutuhkan banyak kuli tenaga kerja. Kuli adalah faktor utama yang mendukung keberhasilan suatu perkebunan yang diperlukan sebagai penggarap tanah, penanam
tembakau, pengolah daun tembakau, dan sebagai kuli angkut. Tembakau yang sudah dipanen diangkut ke bangsal-bangsal pengolahan, sesudah selesai diolah, dikemas, dan
selanjutnya diangkut ke tempat-tempat pengiriman untuk diekspor ke pasaran dunia. Kebutuhan kuli di perkebunan Deli pada mulanya dapat dipenuhi dari kuli
penduduk setempat. Akan tetapi,, penduduk setempat Melayu banyak yang kurang tertarik bekerja di perkebunan, dan mereka juga kurang terampil dalam penanaman
tembakau. Kemudian, kebutuhan kuli di Sumatera Timur dipenuhi dengan mendatangkan kuli dari luar daerah, karena tidak mudah memperoleh kuli dari desa-
desa di sekitar perkebunan, Akhirnya pihak perkebunan di Sumatera Timur mendatangkan kuli dari Semenanjung Malaya, pulau Jawa, dan India sebagai kuli
kontrak. Perekrutan kuli tersebut sering dilakukan dengan cara penipuan yaitu dengan
cara diajak nonton pertunjukan wayang, atau menyebutkan Johor sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
16
tujuan. Pada kenyataannya, mereka diseberangkan ke Deli secara diam-diam. Para agen pencari kuli membujuk calon kuli dengan memberikan janji akan memperoleh
gaji yang besar.
20
Ada juga yang dibawa paksa, misalnya pada saat sedang berjalan langsung ditangkap dan dimasukkan ke dalam kapal. Pada waktu itu Deli sudah
mempunyai reputasi buruk di kalangan pekerja yang berada di Semenanjung Malaka dan pulau Jawa sehingga para calon kuli tersebut enggan dibawa ke Deli.
21
Pengerahan kuli ditangani oleh beberapa biro pencari dan penyalur kuli. Salah satu biro imigrasi kuli adalah ESAS yang berkedudukan di Surabaya. Biro ini
memasang iklan di surat kabar dan menawarkan kuli seperti menawarkan barang dagangan.
22
Biro ini juga menyalurkan kuli, baik orang Madura, Jawa, Sunda maupun orang Cina untuk dipekerjakan di daerah pertanian, perkebunan, dan pertambangan.
Sebelum diberangkatkan ke tempat tujuan, Para calon kuli harus menandatangani kontrak untuk jangka waktu 3 tiga tahun. Mereka juga akan
menerima uang voorschot uang muka upah. Voorschot yang diberikan akan dibayar kembali kepada pengusaha perkebunan dengan cara memotong upah setelah mereka
bekerja. Setelah menandatangani kontrak itu, pihak pengusaha perkebunan menuntut kepatuhan para pekerja dalam bekerja.
23
20
Brieven Gouvernement SecretarisBGS, No. 418A2, ANRI.
. 21
Ibid.
22
T. Keizerina Devi, op. cit., hlm. 32.
23
Brieven Gouvernement SecretarisBGS, op.cit., No. 418A2.
Universitas Sumatera Utara
17
Kuli Cina yang datang ke perkebunan, sejak awal berada di bawah pimpinan kepala sukunya.
24
Demikian juga dalam melaksanakan pekerjaan, langsung diperintah oleh kepala suku tersebut. Para pengusaha perkebunan hanya berhubungan dengan
kepala suku orang-orang Cina. Kedudukan kepala suku adalah sebagai mandor yang disebut dengan tandil.
25
Tugas tandil sebagai pengawas kuli Cina, bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban untuk seluruh kelompoknya. Selain itu juga menjadi
penghubung antara kuli dan pengusaha, sehingga dapat mencegah timbulnya konfrontasi langsung antara asisten dan kuli.
Kuli Cina yang didatangkan ke perkebunan di Deli Sumatera Timur pada tahun 1884 berjumlah 40.257 orang, tahun 1885 bertambah 3.839 orang sehingga menjadi
44.096 orang. Begitu juga tahun 1886 terjadi peningkatan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah kuli bertambah 13.090 orang
sehingga jumlahnya menjadi 57.186 orang. Peningkatan jumlah kuli yang begitu besar disebabkan pada tahun-tahun tersebut dibuka perkebunan tembakau secara besar-
besaran, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang banyak.
26
Para kuli Cina ini dipekerjakan sebagai penanam, pemanen, penyortir, dan penjemur tembakau. Pengolahan tanaman dilakukan di bawah pengawasan seorang
administratur Eropa dengan bantuan empat atau enam orang asisten mandor yang juga berasal dari orang Eropa. Pekerjaan ini mereka lakukan sebelum datangnya kuli
24
Pada saat awal perekrutan dari Semenanjung Malaya, mereka telah dibagi atas beberapa kelompok yang dipimpin oleh salah seorang yang disebut dengan kepala suku.
25
Mohammad Said, op. cit., hlm. 80
26
Brieven Gouvernement SecretarisBGS, op.cit., No. 418A2
Universitas Sumatera Utara
18
Jawa ke wilayah Deli pada tahun 1873. Lahan yang diolah adalah 400 petak tembakau, setiap petak berukuran 1 bau
27
yang akan di tanami 16.000 batang pohon tembakau.
28
Setelah dipanen daun-daun tembakau tersebut diserahkan kepada pihak perusahaan. Daun-daun tembakau akan dipilah, dihitung dan dinilai oleh asisten kebun. Daun
tembakau yang diolah sebagai pembungkus cerutu hanya daun tembakau yang benar- benar berkualitas baik.
Tembakau yang sudah diragi kemudian disortir, diklasifikasikan menurut mutunya, dan disimpan pada gudang-gudang khusus dengan menggunakan
penerangan. Sekitar 600 sampai 800 pekerja dipersiapkan untuk pekerjaan penyortiran yang memerlukan keterampilan tinggi, karena harus mampu membedakan 21 jenis
mutu yang berbeda berdasarkan warna daun, permukaan daun, dan menurut panjang daun.
29
Setelah disortir dan diklasifikasikan, daun-daun tembakau akan diperiksa secara teliti oleh seorang asisten penerima, kemudian dikemas, dan diangkut ke tempat-
tempat pengiriman untuk diekspor ke pasaran dunia di Eropa.
Tabel 1. Jumlah Produksi Tembakau Deli dan Rata-rata Nilai Jual di Sumatera Timur
Tahun 1864-1900 Tahun
Jumlah Bal ’ 158kg
Rata-rata harga 0,5 kg gulden
Nilai Jual 1864
50 0,48
f 4.000
27
Bau adalah ukuran luas tanah, 1 bau sama dengan 0,7 hektar. Lihat Karl J. Pelzer, op.cit.,
hlm. 66.
28
Ibid.
29
Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli, Politik, Kolonial pada Awal Abad ke-20, Jakarta: Pusaka Utama Grafiti, 1997, hlm. 104-106.
Universitas Sumatera Utara
19
1869 1.381
1,29 f 250.000
1874 12.895
1,50 f. 2.850.000
1879 57.596
1,19 f. 10.350.000
1884 115.496
1,44 f. 27.550.000
1889 184.322
1,46 f. 40.600.000
1890 236.323
0,72 f. 26.000.000
1892 144.682
1,26 f. 26.700.000
1894 193.334
1,19 f. 35.000.000
1899 264.100
0,82 f.33.300.000
1900 223.731
1,11 f. 38.000.000
Sumber : W.H.M. Schadee, Geschiedenis van Sumatra’s Oostkust I
Amsterdam: Oostkust van Sumatra-Instituut, 1919, hlm. 186. Penghasilan yang didapat juga tidak seperti yang diharapkan. Penghasilan yang
diperoleh rata- rata hanya sebesar ƒ5, belum termasuk pemotongan-pemotongan biaya,
seperti pemotongan untuk penyediaan papan pengumuman di barak, dan buku kecil catatan upah ditanggung oleh kuli itu sendiri.
30
Demikian juga, untuk biaya alat bekerja mereka seperti cangkul, arit, ataupun golok, serta pergantian alat jika alat rusak juga
ditanggung oleh kuli itu sendiri. Upah pekerja Cina yang berhasil menanam sampai 16.000 batang pohon
tembakau adalah ƒ62 pertahun. Pendapatan tersebut dipotong ƒ1,8 untuk pakaian dan
30
Jan Breman, op. cit., hlm. 112-113
Universitas Sumatera Utara
20
sepatu, ƒ 2,5 untuk perkakas kerja, ƒ4 untuk pekerja pembantunya, dan ƒ30 pertahun
untuk panjar, sehingga mereka menerima upah bersih sebesar ƒ17 pertahun.
31
Adapun upah tandil yang berfungsi sebagai koordinator dan mengurus kebutuhan sehari-hari
para pekerja Cina adalah ƒ159,5 pertahun tanpa mendapat pemotongan.
Untuk mengatasi kekurangan kuli, pengusaha-pengusaha perkebunan semakin giat mencari kuli. Selain mendatangkan kuli langsung dari Cina melalui biro imigrasi,
mereka juga mendatangkan kuli dari Jawa.
32
Pekerja dari Jawa sudah dikenal sebagai pekerja yang memiliki keterampilan dalam bidang pertanian, sehingga mereka dengan
mudah dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan di perkebunan. Alasan mengapa pada awalnya lebih banyak pekerja Cina yang didatangkan dan bukan dari Jawa, karena
bangsa Cina sudah sangat terkenal sebagai pekerja keras yang efisien dan hidup hemat. Selain itu hubungan kapal ke luar negeri langsung atau melalui Singapura lebih lancar
daripada ke Jawa. Pungutan pajak atas impor kuli asing juga menjadi satu faktor terhentinya pengiriman tenaga dari Cina. Para pengusaha perkebunan mulai berpaling
untuk mendatangkan kuli dari Jawa dengan menyebarkan agen pencari kerja ke seluruh Pulau Jawa.
Agen pencari kerja dikenal dengan sebutan werver werek. Calon kuli Jawa dibujuk dengan segala janji sehingga mereka bersedia menandatangani formulir kerja.
Formulir tersebut disebar di setiap tempat agar setiap orang mudah memperoleh serta mempelajari isinya. Formulir kerja tersebut berisi hak dan kewajiban antara buruh dan
31
H.J Bool, De Chineesche Immigratie Naar Deli. Utrecht: Bosch. 1903
,
hlm. 98
32
Jan Breman, op. cit., hlm. 112-113
Universitas Sumatera Utara
21
majikan. Para agen pencari kuli selain menyebarkan formulir, juga mencari langsung calon kuli ke desa-desa. Mereka membujuk calon kuli dengan menyebut Deli sebagai
tanah baru yang menyimpan banyak emas. Agen pencari kerja mengiming-imingi bahwa di Deli banyak emas, banyak perempuan cantik, dan boleh berjudi. Setiap orang
yang pergi ke Deli, setelah beberapa tahun pulang kembali ke daerahnya sudah menjadi kaya.
33
Tabel 2. Jumlah kuli Cina dan Jawa di Sumatra Timur Tahun 1883-1930
Tahun Cina
Jawa Jumlah
1883 21.136
1.711 22.874
1893 41.700
18.000 59.700
1898 50.846
22.256 73.102
1906 53.105
33.802 86.907
1913 53.617
118.517 172.134
1920 27.715
209.459 237.174
1930 26.037
234.554 260.591
Sumber: Thee Kian Wie, Plantation Agricultural and Export Growth an economic history qf East Sumatra
, 1863-1942, Jakarta: LEKNAS-LIPI, 1977, hlm. 39. Pada tahun 1875 Deli Maatschappij sudah mendatangkan pekerja Jawa dari
Bagelen. Percobaan tersebut tidak meningkatkan pasokan kuli dari Jawa. Para pengusaha perkebunan masih belum menaruh perhatian besar terhadap Jawa sebagai
33
Brieven Gouvernement SecretarisBGS, op.cit., No. 418A2
Universitas Sumatera Utara
22
pemasok kuli. Pemerintah kolonial pun tidak mendorong para pekerja untuk berangkat ke Sumatera Timur karena terlalu rendahnya upah yang berlaku di sana. Pada tahun
1887 Gubernur Jenderal mengeluarkan surat edaran kepada semua residen di Jawa agar melarang menyetujui kontrak untuk Deli, selama upah bulanan pekerja belum
dinaikan. Akan tetapi adanya penyempitan lahan pertanian di Jawa akibat penguasaan
oleh perusahaan-perusahaan perkebunan gula di pulau Jawa, maka kuli dari Jawa didatangkan ke perkebunan Sumatera Timur. Selain itu, penghapusan pajak bumi pada
tahun 1870, diganti dengan pajak kepala yang dikenakan kepada seluruh penduduk Jawa tanpa kecuali sangat memberatkan penduduk Jawa, sehingga mereka bersedia
bekerja di perkebunan wilaya Sumatera Timur agar dapat melepaskan diri dari pajak.
34
Berkurangnya jumlah kuli kontrak Cina dalam perkebunan sangat menguntungkan pengusaha perkebunan karena pekerja Jawa yang menggantikannya mau dibayar
dengan upah murah, serta kontrak kerja mereka dapat diperpanjang karena mereka terlibat hutang
35
. Dalam pekerjaannya, kuli-kuli Jawa tersebut dikelompokkan ke dalam regu-
regu ploeg yang masing-masing diawasi oleh seorang mandor yang juga berasal dari suku Jawa.
36
Empat sampai enam orang mandor ada di bawah mandor kepala dan
34
Jan Breman, op.cit., hlm. 177.
35
Yasmis, “Kuli Kontrak di Perkebunan Tembakau Deli 1880-1915”, Tesis S-2, belum diterbitkan, Jakarta : FIB UI, 2007, hlm 74-75
36
Peranan inti organisasi kerja di perkebunan adalah regu ploeg yang berada di bawah pimpinan kepala regu mandor ploeg baas. Kedudukan mandor merupakan kunci yang strategis,
karena mandor berperan tidak hanya sebagai pemimpin unit tetapi juga sebagai perantara ke pihak pimpinan atas.
Universitas Sumatera Utara
23
mereka semua diawasi oleh para asisten dan pengawas bangsa Eropa atau disebut dengan opzichter. Pekerjaan yang dilakukan oleh kuli Jawa membuka lahan,
pembibitan, sampai kepada proses penanaman.
37
. Pada tahun pertama penanaman bagi suatu perkebunan dimulai dengan
pembukaan hutan belukar yang dilakukan dengan sistem kerja borongan oleh suku Karo dan suku Jawa. Pohon-pohon ditebangi, kecuali pohon buah-buahan, pohon
asam, dan gelugur.
38
Setelah penebangan pohon, persiapan dimulai dengan cara mencangkul lahan yang akan ditanami tembakau
39
. Sementara persiapan lahan masih berjalan, dipersiapkan pula tempat tempat pembibitan. Masa tanam bibit memerlukan
waktu dua bulan, sedangkan untuk pemindahan bibit dari tempat persemaian ke lahan perkebunan diperlukan waktu selama 40 sampai 50 hari.
40
Perawatan pada masa tanam diperlukan untuk menghindarkan tambakau dari penyakit pes tumbuhan dan pes binatang. Tembakau yang terserang hama akan
menimbulkan daun yang berbintik atau berlubang, sehingga daun tembakau yang demikian akan diapkir sebagai pembungkus cerutu.
41
Oleh sebab itu untuk menjaga
37
Ibid., 112-113
38
Pohon-pohon tersebut dilarang untuk ditebang, sesuai dengan rumusan kontrak yang melarang melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang ditanam oleh masyarakat setempat.
Ketentuan tersebut dijelaskan pada contoh kontrak tahun 1887 berupa Keputusan No.1 tanggal 19 Oktober 1887 yang menjelaskan bahwa para pengusaha perkebunan tidak mengusik tanah yang benar-
benar sedang digunakan oleh penduduk setempat untuk berladang.
39
Semenjak masa pencangkulan tanah, pekerjaan ini sudah tidak diikuti oleh suku Karo lagi. Dan setelahnya akan dikerjakan oleh kuli-kuli Jawa, sesuai dengan kesepakatan pemerintah kolonial
dengan suku Karo pada tahun 1887 yang menjelaskan bahwa suku Karo hanya membantu dalam proses pembukaan lahan agar dapat mengetahui lahan yang dipakai penduduk setempat dalam berladang atau
pun pohon-pohon tertentu yang tidak boleh ditebang.
40
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agrariadi Sumatera Timur, 1863-1947
, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 68
41
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
24
mutu daun tembakau, setiap pekerja diberi tanggungjawab mengolah sebidang tanah yang dikerjakan sendiri. Setiap 1 satu hektar lahan diperlukan 4 empat orang
pekerja. Mereka bertanggung jawab penuh untuk mengelola 16.000 pohon tanaman. Daun-daun tembakau yang telah kering diangkut dari bangsal pengeringan ke
gudang-gudang peragian. Setiap lima atau enam lahan perkebunan disediakan satu bangsal pengeringan. Suhu dalam gudang peragian diawasi dengan sangat hati-hati,
dicatat dengan termometer yang diletakkan pada tabung-tabung bambu. Suhu harus diturunkan setelah mencapai 60
C , dan daun-daun tembakau yang sudah mengalami peragian akan dipisahkan tempat penyimpanannya.
42
Penghasilan yang diterima oleh kuli Jawa sama dengan yang diterima oleh kuli Cina yaitu, rata-
rata sebesar ƒ5 dan mendapat potongan sebesar ƒ1,8 setiap bulannya. Pemotongan upah yang dilakukan sama seperti yang dilakukan terhadap kuli Cina.
Untuk upah mandor besar orang Jawa berjumlah ƒ129 pertahun, mandor biasa
mendapat ƒ67,5 pertahun, dan pekerja biasa hanya mendapat ƒ42,5.
43
Pada awal pembukaan perkebunan, tenaga kerja perempuan belum mendapat perhatian para pengusaha perkebunan sehingga dirasa belum perlu untuk didatangkan.
Pekerjaan pada waktu itu adalah membuka hutan secara besar-besaran, yang menuntut persyaratan khusus dalam hal kekuatan dan ketahanan fisik. Seiring dengan kegiatan
perawatan tanaman dan produksi perkebunan yang bertambah, seperti mencari ulat tembakau, menggaru tanah, menyortir, memilah, menggantungkan dan mengikat daun-
42
Ibid., hlm. 69.
43
H.J Bool, op.cit, hlm. 97.
Universitas Sumatera Utara
25
daun tembakau maka mulai dibutuhkan kuli perempuan. Sebagian kecil perempuan yang berada di perkebunan adalah istri tandil atau istri dari pekerja-pekerja Cina yang
sudah menetap lama laukheh. Para perempuan Cina yang datang ke perkebunan selain untuk menemani para suami juga untuk berdagang atau meminjamkan uang
dengan bunga yang tinggi.
44
Pada tahun 1875, para pekerja perempuan didatangkan dari Pulau Jawa bersamaan dengan kedatangan para pekerja laki-laki.
45
Pada awal kedatangannya jumlah pekerja perempuan hanya sedikit dibandingkan dengan jumlah pekerja laki-laki
yaitu empat berbanding satu dari total jumlah pekerja laki-laki yang didatangkan. Akan tetapi, kedatangan mereka bertambah banyak pada awal abad ke-20 yaitu hampir 30
dari total jumlah kuli perempuan yang telah ada di wilayah perkebunan Deli sebelumnya. Di antara jumlah ribuan kuli laki-laki, hanya terdapat sekitar 15
– 40 orang kuli perempuan yang didatangkan ke perkebunan.
46
Mengalirnya kuli perempuan menjadi fenomena yang menarik di wilayah perkebunan. Selain dipekerjakan di perkebunan, mereka juga sengaja didatangkan
untuk memikat para pekerja laki-laki agar betah atau tetap tinggal di perkebunan setelah masa kontrak selesai.
47
Beberapa faktor yang menjadi pendorong masuknya
44
Yasmis, op. cit., hlm 73
45
Jan Breman, op.cit., hlm. 59
46
Szekely-Lulofs, Madelon. H., Koeli, Holland: Bureau B.V, 1931, hlm. 32.
47
Mubiyarto, Tanah dan Kuli Perkebunan, Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Aditya Media, 1992, hlm. 110
Universitas Sumatera Utara
26
kuli perempuan ke dalam wilayah perkebunan, yaitu adanya komersialisasi tanah, introduksi ekonomi uang, dan tingginya tingkat pengangguran di pulau Jawa.
48
Para pencari pekerja perempuan, selain menyebarkan formulir dalam mencari calon kuli juga dilakukan dengan keliling desa, mereka membujuk calon pekerja
perempuan dengan cara akan menikahinya.
49
Pada kenyataannya, mereka di jual kepada agen pencari kerja. Para pekerja wanita yang berangkat ke Deli tanpa membawa
uang voorschot sehingga penderitaan mereka dimulai pada saat mereka diberangkatkan. Mereka diangkut ke Sumatera seperti layaknya hewan ternak,
ditumpuk seperti daun enau dalam sebuah kapal barang yang muatannya melebihi kapasitas.
50
Kepergian mereka tanpa pamit kepada keluarganya karena dibohongi, sehingga banyak keluarga yang kehilangan anak-anaknya, isteri atau suaminya.
Seorang pekerja perempuan menjadi gila karena meninggalkan anak-anaknya di Jawa.
51
Keberadaan para perempuan Eropa juga sangat sedikit di perkebunan Deli. Tahun 1884 jumlah orang Eropa di perkebunan sebanyak 688 orang, terdiri dari laki-
laki 540 orang dan jumlah perempuan 148 orang, berarti hampir empat berbanding satu. Pada tahun 1900 jumlah perempuan Eropa meningkat menjadi 540 orang dari
2.079 orang Eropa, sementara laki-laki berjumlah 1.578 orang.
48
Ibid.
49
, hlm. 19.
50
Kapal tersebut seharusnya untuk kapasitas 40 orang, namun diisi oleh 102 orang pekerja. Lihat Jan Breman, op.cit., hlm. 125.
51
Ibid., hlm 102.
Universitas Sumatera Utara
27
Diawal tahun 1900 dari seluruh pekerja di perkebunan Deli Maatschappij yang berjumlah 62.000 orang, pekerja perempuan hanya berjumlah 5.000 orang dan
semuanya orang Jawa. Pada dasawarsa berikutnya jumlah mereka meningkat 20 dari seluruh pekerja kontrak.
52
Peningkatan jumlah pekerja perempuan disebabkan karena adanya izin pemerintah kolonial kepada pihak perkebunan mendatangkan pekerja
perempuan. Masuknya kuli perempuan ke dalam proses kerja di pekebunan dibatasi oleh persyaratan yang tertera dalam ordonansi kuli
53
. Mereka hanya boleh mengerjakan pekerjaan ringan, seperti memilah dan mengikat daun tembakau di dalam lumbung,
menyiangi pesemaian di ladang, menyapu jalan, dan pekerjaan lain yang memerlukan kesabaran tetapi tidak menguras tenaga.
Upah kerja yang mereka terima tidak memadai untuk memenuhi keperluan hidup yang paling dasar sekalipun. Apabila tidak ada pekerjaan, mereka tidak
mendapat bayaran apapun karena pihak perkebunan tidak bersedia membayarnya. Kuli perempuan diposisikan sebagai kuli paling murah untuk perkebunan. Apabila pekerja
laki- laki menerima upah ƒ3 – ƒ5 per bulan, maka pekerja perempuan hanya menerima
ƒ1,5. Mereka hanya menerima ƒ1,20 per bulan untuk semua kebutuhan hidupnya, setelah dipotong uang panjar
ƒ0,25, dan harga cangkul ƒ0,15.
54
52
Ibid., hlm. 63.
53
Ordonansi kuli merupakan suatu peraturan yang dikeluarkan pemerintah Hindia-Belanda terhadap para kuli yang memberikan jaminan kepada majikan jika sewaktu-waktu terjadi masalah dalam
pekerjaannya. Lihat lampiran I
54
Ann Laura Stoler, op.cit., hlm. 54
Universitas Sumatera Utara
28
Berbagai bentuk kesewenangan dan penyelewengan seringkali menyertai keberadaan pekerja di perkebunan-perkebunan khususnya terhadap pekerja
perempuan. Sebagai lapisan terbawah dalam hirarki perkebunan, para kuli seakan menjadi kelompok yang paling mudah diperdaya. Meskipun berbagai bentuk derita
diterima, para pekerja perkebunan terpaksa tetap bertahan karena kebutuhan hidup dan kemiskinan yang sudah mereka bawa dari daerah tempat asal mereka.
2.2 Kondisi Pemukiman Kuli