Gejala Dini a. Gejala Telinga Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Stadium:  Stadium 0 – Tis, n0, M0  Stadium I - T1, n0, M0  Stadium IIA - T2a, n0, M0  Stadium IIB - T1, N1, M0, T2, N1, M0, T2a, N1, M0, T2b, N0, M0  Stadium III - T1, N2, M0, T2a, N2, M0, T2b, N2, M0, T3, N0, M0, T3, N1, M0, T3, N2, M0  Stadium IVA - T4, N0, M0, T4, N1, M0, T4, N2, M0  Stadium IVB - Setiap T, N3, M0  Stadium IVC - Setiap T, setiap N, M1

2.3.7 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring

Gejala penyakit karsinoma nasofaring tidak khas dan tidak spesifik,, selain itu nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa. Hal ini mengakibatkan penyakit karsinoma nasofaring sering didiagnosis saat stadium lanjut dibandingkan dengan keganasan kepala leher lainnya. Secara garis besar penderita karsinoma nasofaring akan memiliki empat gejala yaitu gejala hidung, gejala telinga, gejala neurologis, dan pembesaran kelenjar limfe servikal.

2.3.7.1 Gejala Dini a. Gejala Telinga

Gejala pada telinga yang paling sering muncul adalah gangguan pendengaran disertai rasa penuh pada telinga dan rasa berdengung. 15 Hal ini disebabkan adanya penyumbatan pada tuba eustaskhius oleh massa tumor. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini dan perlu diperhatikan. Jika berlanjut, akan terjadi otitis media serosa sampai dengan perforasi membran timpani aibat cairan yang diproduksi semakin banyak dan berakibat gangguan pendengaran. 2,9,11 Universitas Sumatera Utara b. Gejala hidung Gejala epistaksis merupakan gejala tersering yang terjadi pada hidung. Keluarnya darah ini biasanya sedikit dan berulang-ulang. Ini disebabkan oleh adanya iritasi ringan pada mukosa tumor yang rapuh. Sumbatan hidung menetap biasanya dijumpai pada kasus KNF yang masa tumornya telah menyumbat koana. Juga dapat dijumpai gejala berupa pilek kronis kadang disertai gangguan penciuman. 2,9,11,12

2.3.7.2 Gejala Lanjut

a. Limfadenopati servikal Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran yang terdekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring. Penyebaran ini dapat menjadi unilateral atau bilateral. 16 Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor menyebar ke bagian tubuh yang lebih jauh. 17 Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang kedokter. 12,17 b. Gejala Neurologis Sindroma petrosfenoidal, akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior berturut-turut yaitu saraf VI, saraf III, saraf IV, sedangkan saraf II paling akhir mengalami gangguan. Dapat pula menyebabkan paralisis saraf V. 1,16,18 c. Gejala akibat metastasis jauh Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk. 17 Universitas Sumatera Utara 2.3.8 Diagnosis Karsinoma Nasofaring 2.3.8.1 Anamnesis Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita karsinoma nasofaring. Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan keluhan yang paling sering menyebabkan penderita karsinoma nasofaring berobat. Gejala hidung, telinga, gangguan neurologis juga sering dikeluhkan penderita KNF. Penting juga untuk ditanya apakah ada riwayat penyakit KNF pada keluarga. 9

2.3.8.2 Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi palpasi: benjolan pada leher lateral 17 • Massa di nasofaring rinoskopi, nasofaringoskop 1. Rinoskopi Posterior Pemeriksaan nasofaring secara konvensional dengan menggunakan kaca rinoskopi posterior. Namun pada pemeriksaan ini sering ditemukan kesulitan terutama pada pasien dengan variasi anatomi atau yang tidak kooperatif. 11 2. Endoskopi a. Nasofaringoskopi rigid Nasofaringoskop dapat dilakukan dengan dua cara yaitu transnasal teleskop dimasukkan melalui hidung, transoral teleskop dimasukkan melalui mulut. 1,11 b. Nasofaringosopi lentur Flexibible fibrescope merupakan alat yang bersifat lentur dengan dilengkapi alat biopsi pada ujungnya. Dengan alat ini kita dapat melihat nasofaring secara langsung. 1,11 • Otoskopi, tes pendengaran 17 • Pemeriksaan saraf kranial 17 Universitas Sumatera Utara

2.3.8.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeperkuat kecurigaan adanya tumor di daerah nasofaring, menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya. 9,11  CT-Scan leher dan kepala Pemeriksaan ini dapat mendeteksi penyebaran tumor ke jaringan sekitar yang belum terlalu luas. dan juga dapat mendeteksi erosi dari tulang dasar tengkorak dan penjalaran tumor ke intrakranial. 1,9,11,19  Magnetic Resonance Imaging MRI MRI nasofaring lebih baik dan akurat dibandingkan dengan CT-Scan nasofaring dalam mendeteksi dan menetapkan stadium dari karsinoma nasofaring. 9,11 MRI dapat memperlihatkan baik bagian superficial maupun dalam jaringan lunak nasofaring, serta memberdakan antara massa tumor dengan jaringan normal. Namun MRI mempunyai keterbatasan dalam menilai perluasan yang melibatkan tulang. 19  Positron Emission Tomography PET Merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya tumor residual atau rekuren pada nasofaring. Dimana baik MRI maupun CT Scan tidak sensitive mendeteksi keadaan ini. 11,19\ b. Pemeriksaan serologi Adanya dugaan kuat virus Epstein Barr sebagai salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya karsinoma nasofaring menjadi dasar dari pemeriksaan serologi ini. Berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus Epsten-Barr EBV yaitu lgA anti VCA dan lgA anti EA. 1,9 Pemeriksaan Serologi ini juga dapat dilakukan untuk screening dan deteksi dini terutama pada keluarga penderita KNF. Dimana pada penelitian Margi dkk di Makassar mendapatkan adanya peningkatan Universitas Sumatera Utara antibodi IgA terhadap EBV pada keluarga penderita KNF. Ini mengindikasikan keluarga penderita KNF merupakan kelompok resiko terjadinya KNF, sehingga screening ini baik untuk dilakukan. 20

c. Biopsi nasofaring

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: dari hidung atau dari mulut. Agar biopsi dapat dilakukan dengan tepat sasaran, sebaiknya biopsi dilakukan di bawah kontrol endoskopi dan dengan bantuan anastesi. 9,12,14

2.3.9 Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring

Penatalaksanaan karsinoma nasofaring terdiri dari beberapa bentuk yaitu: radiasi, kemoterapi, pembedahan, atau kombinasinya. Karsinoma nasofaring tidak dapat diangkat melalui pembedahan disebabkan oleh lokasinya secara anatomis berdekatan dengan basis tengkorak. Karena itu, radioterapi merupakan pilihan pertama untuk penanganan karsinoma nasofaring. 9 a. Radioterapi Radioterapi merupakan modalitas utama dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring, karena tumor ini bersifat radiosensitif 19 dengan angka harapan hidup 5 tahun sekitar 84 pada stadium I dan 68 pada stadium II. Namun angkanya berkurang pada pasien dengan stadium yang lebih lanjut. Hasil radioterapi untuk karsinoma nasofaring stadium dini cukup baik dengan complete response sekitar 80-100. 11 b. Kemoterapi Kemoterapi merupakan alternatif lain untuk karsinoma nasofaring pada stadium lanjut. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi telah diterima kebanyakan ahli onkologi sebagai standart terapi untuk karsinoma nasofaring stadium lanjut. 11 Universitas Sumatera Utara