9
Nasal m
n ŋ
Lateral l
TrillGetar r
Semivokal Y
2.2 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Linguistik Historis Komparatif. Linguistik Historis Komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan
bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut Keraf, 1984 : 22. Bidang ini mempelajari data-data bahasa yang ada,
sekurang-kurangnya lebih dari dua periode, kemudian data-data tersebut diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu.
Tujuan Linguistik Bandingan Historis adalah untuk mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan
kekerabatannya, mengadakan rekonstruksi bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa purba bahasa proto bahasa yangmenurunkan bahasa kontemporer dan mengadakan
pengelompokan sub- grouping atau bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa Keraf 1984:22-23. Selain itu, LinguistikHistoris Komparatif juga mempersoalkan
hubungan bahasa dengan bahasa turunan. Sehubungan dengan tujuan Linguistik Historis Komparatif yaitu mempersoalkan
hubungan bahasa dengan bahasa turunan. Ada dua teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu retensi dan inovasi.
1. Retensi
Retensi adalah harkat kebertahanan dan keterwarisan unsur-unsur kebahasaan dari proto-bahasa misalnya sejumlah kata dasar inti seperti yang didaftarkan oleh Morris
Swadesh. Dengan kata lain, retensi adalah hasil dari pewarisan protobahasa secara linier. Pewarisan linier adalah pewarisan sebuah fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan
tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya Keraf, 1984:80. Misalnya, fonem-
Universitas Sumatera Utara
10
fonem pada kata
abu pada PAN diturunkan secara linear menjadi abu pada BS dengan fonema tetap menjadi a.
2. Inovasi
Inovasi adalah gejala perubahan utamanya perubahan bentuk atau bunyi, unsur gramatikal, dan makna leksikon pada bahasa turunannya. Inovasi mengakibatkan terciptanya
kata baru. Dalam
Keraf, 1984: 80 inovasi adalah pewarisan dengan perubahan yang terjadi bila suatu fonem proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya, fonem PAN
∂
dalam kata b
∂Rat berubah menjadi fonem o pada kata borat dalam BS. Pewarisan dengan
inovasi dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: 1.
Perubahan berdasarkan kualitas bunyi
a.
Asimilasi yaitu suatu proses bunyi dua fonem yang berbeda dalam bahasa proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang menjadi fonem yang sama. Misalnya,
fonem PAN mn dalam kata somnus berubah menjadi dua fonem yang sama yaitu nn dalam kata sonno pada bahasa Italia.
b.
Disimilasi yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berwujud perubahan serangkaian fonem yang sama menjadi fonem-fonem yang berbeda. Misalnya, dalam PAN
terdapat urutan t....t pada kata tulit dan tunit. Dalam bahasa Melayu berubah menjadi t....s pada kata tulis dan ta
ŋis.
2. Perubahan berdasarkan tempat
a.
Metatesis yaitu suatu proses perubahan bunyi yang berwujud pertukaran tempat dua fonem. Misalnya dalam PAN Purba k
∂tip pətik dalam bahasa Melayu. Proses
metatesis bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau
Melayu berikut: rontal – lontar, peluk – pekul, beting – tebing, apus – usap, dan sebagainya Keraf, 1984: 90.
b.
Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa penghilangan sebuah atau beberapa fonem pada awal sebuah kata. Contoh bahasa
Austronesia Purba dan bahasa Melayu seperti pada kata hubi → ubi, dan hudan →
udang Keraf, 1984: 90.
Universitas Sumatera Utara
11
c.
Sinkop adalah perubahan bunyi yang berwujud penghilangan sebuah atau beberapa fonem di tengah kata. Misalnya, bahasa Austronesia Purba terdapat sejumlah kata
yang mengalami perubahan dalam bahasa Polinesia Purba, misalnya: urat → ua
„urat ‟, ira → mea ma-ira „merah‟, iya → ia ‘dia‟ dan tuha → tua „tua‟
Keraf, 1984: 91.
d.
Apokop apocope merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya sebuah atau beberapa fonem pada akhir kata. Misalnya, dalam bahasa Polinesia Purba dalam
Austronesia Purba, k
∂bar → kopa „kembar‟, k∂but → kofu „dibungkus‟, dan
k
∂lut → kolu „kerut‟ Keraf, 1984: 91.
e.
Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan fonem pada awal kata. Misalnya katalang, mas, pat, dan pedumenjadi
əlang, əmas, əmpat, dan əmpedudalam bahasa Melayu. Begitu pula dari kata Austronesia Purba əmbut
diturunkan dalam kata Melayu h əmbus Keraf, 1984: 91.
f.
Epentesis atau Mesogog adalah proses perubahan kata berupa penambahan fonem ditengah kata. Misalnya kata-kata Austronesia Purba berikut akan mengalami
epentesis dalam bahasa Melayu: kapak → kampak, kapung → kampung, dan
tubuh → tumbuh. Keraf, 1984: 92.
g.
Paragog adalah perubahan yang terjadi apabila sebuah kata mengalami perubahan berupa penambahan fonem pada akhir kata. Seperti pada bahasa Austronesia Purba ke
bahasa Polensia Purba berikut ini but
→futi „menyentak‟, k∂m „genggam‟ →
komi „menekan ‟dan bun → funa „tutup‟ Keraf, 1984: 91-92.
3.
Perpaduan Merger Perpaduan adalah suatu proses perubahan bunyi dua fonem proto atau lebih berpadu menjadi
satu fonem baru dalam bahasa sekarang. Misalnya, fonem ay dan uy PAN, dalam kata hatay dan apuy, menjadi fonem i dalam bahasa Melayu: hati, api.
4.
Pembelahan Split Pembelahan adalah suatu proses perubahan fonem proto membelah diri menjadi dua fonem
baru atau lebih, atau suatu fonem proto memantulkan sejumlah fonem yang berlainan dalam bahasa kerabat. Misalnya, fonem k bahasa Sunda pada posisi inisial dan medial menurunkan
tiga fonem yang berbeda dalam bahasa Perancis, yaitu fonem k, s, dan ṧ. Fonem k yang
menurunkan fonem s dalam kata centum Latin berubah menjadi cent Perancis yang berarti
Universitas Sumatera Utara
12 arang. Fonem k yang menurunkan fonem k dalam kata cor Latin, berubah menjadi Coeur
Perancis yang berarti hati.
Perubahan bunyi yang terjadi pada fonem bahasa induk terhadap bahasa turunannya dapat digambarkan dalam empat kaidah Schane, 1992:65-73 dalam Lubis 2004:15-18, yaitu:
1. Kaidah perubahan ciri
2. Kaidah pelesapan dan penyisipan
3. Kaidah permutasi dan perpaduan
4. Kaidah bervariabel
1. Kaidah perubahan ciri
Dalam penulisan kaidah terhadap perubahan segmen, ada tiga hal yang harus diketahui, yaitu 1 segmen mana yang berubah, 2 bagaimana segmen itu berubah, dan 3 dalam
kondisi apa segmen itu berubah. Segmen yang mengalami perubahan digambarkan dengan perangkat ciri yang minimal untuk identifikasi yang unik. Perubahan itu diungkapkan dalam
notasi ciri. Segmen yang berubah dan cara perubahannya dihubungkan dengan tanda panah yang menunjukkan arah perubahan itu. Misalnya fonem vokal a menjadi
∂ pada posisi final kata silabel penultima, pada kata b
∂lah menjadi bolah pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:
∂ o K_ 2.
Kaidah pelesapan dan penyisipan Dalam penulisan kaidah pelesapan dinyatakan dengan ø, simbol nol. Segmen yang
mengalami pelesapan muncul di sebelah kiri tanda siku, dan ø di sebelah kanan. Misalnya fonem konsonan h menjadi ø pada posisi inisial kata bersilabel dua kata pada hujan
menjadi udan pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut: h ø _
Dalam kaidah penyisipan dinyatakan dengan meletakkan simbol ø di sebelah kiri tanda siku dan segmen yang disisipkan muncul di sebelah kanan. Hal ini merupakan
kebalikan dari kaidah pelesapan. Kaidah penyisipan sejajar dengan kaidah penambahan. Kaidah penambahan dapat terjadi di awal kata Protesis, tengah kata Epentesis, dan akhir
Universitas Sumatera Utara
13
kata Paragog. Misalnya fonem h menyisip pada posisi final kata silabel ultima pada kata walu menjadi waluh pada BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut:
øh _ 3.
Kaidah permutasi dan perpaduan Kaidah permutasi ini dinyatakan dengan A B C yaitu AC BC yang lingkungannya
disebutkan di kedua sisi tanda itu. Misalnya fonem konsonan j menjadi fonem j, dan d pada posisi inisial silabel penultima pada kata-kata jahit menjadi jait, , jalan menjadi dalan
dalam BS. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut: j
j _
d Sedangkan kaidah perpaduan merupakan kebalikan dari permutasi, yaitu dua segmen
menjadi satu dan juga dinyatakan dalam format transformasional. Kaidahnya dinyatakan dengan:
A C
B Misalnya fonem ay, uy dalam kata hatay dan apuy menjadi fonem i pada kata
hati, api, dalam bahasa Melayu. Penulisan kaidahnya adalah sebagai berikut: ay
i uy
4. Kaidah bervariabel
Dalam kaidah bervariabel, proses perubahan bunyi hanya dapat terjadi apabila ada variabel yang mempengaruhinya. Variabel-variabel tersebut dapat menjadikan bunyi yang
berubah itu mengalami dua proses yaitu asimilasi dan disimilasi. a.
Asimilasi
Universitas Sumatera Utara
14
Dalam penulisan kaidah asimilasi dinyatakan dengan AB BB. Misalnya fonem mn pada kata somnus yang berarti ‘tidur’ dalam bahasa Latin menjadi fonem nn pada kata
sonn b.
Disimilasi o dalam bahasa Italia sebagai bahasa tuturannya.
Dalam penulisan kaidah disimilasi dinyatakan dengan BB AB. Misalnya fonem t...t menjadi t...s pada kata t’ambut menjadi s’ambut dalam bahasa Melayu.
2.3 Tinjauan Pustaka