Trauma tembus pada uvea Trauma tembus pada lensa Trauma tembus pada retina Trauma tembus pada corpus siliar Trauma orbita

d. Trauma tembus pada konjungtiva

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melibihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu, pemberian antibiotik juga diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.

e. Trauma tembus pada sklera

Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola mata.

f. Trauma tembus pada kornea

Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus siliaris prolaps, hal ini dapat menyebabkan penurunan visus. Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia +. Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal dengan subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea. Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut flap konjungtiva.

g. Trauma tembus pada uvea

Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur. Universitas Sumatera Utara

h. Trauma tembus pada lensa

Bila ada trauma akan menganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat.

i. Trauma tembus pada retina

Dapat menyebabkan pendarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca.

j. Trauma tembus pada corpus siliar

Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu, bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, agar mata yang sehat tetap menjadi baik.

k. Trauma orbita

Pada trauma wajah, sering terjadi fraktur orbita. Fraktur maksila diklasifikasikan berdasarkan sisterm Le Fort menjadi 3 tipe: tipe I diatas gigi tanpa melibatkan orbita, tipe II mengenai nasal, lakrimal, dan tulang maksila juga dinding orbita medial, tipe III fraktur mengenai dinding medial dan lateral serta dasar orbita disertai adanya pemisahan rangka wajah dari kranium. Fraktur atap orbita jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh luka tembus. Apabila terjadi perburukan penglihatan pada suatu fraktur kanalis optikus, maka mungkin diperlukan tindakan dekompresi dan pemberian steroid. Namun, apabila kehilangan penglihatan secara mendadak dan total, maka kecil kemungkinan terjadi pemulihan AAO, 2007. Universitas Sumatera Utara

B. Trauma non Mekanik a. Trauma Kimia

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Kerusakan yang terjadi tergantung pada beberapa faktor yaitu: kekuatan agen kimiawi, konsentrasi, volume larutan dan lamanya paparan. Kebanyakan trauma terjadi secara tidak disengaja pada tempat kerja terutama di area industri. Tabel 2.1 Bahan kimia yang umumnya menyebabkan trauma pada mata Bahan Kimia Sumber Pernyataan Basa alkali Sodium Hydroxide Cairan pembersih Penetrasi cepat Ammonium Hydroxide Pupuk, bahan pendingin Bahan pembersih Penetrasi sangat cepat Larut dalam lemak air Magnesium Hydroxide Kembang api Biasa kombinasi antara trauma kimia dan termal Calcium Hydroxide Semen, plaster Penetrasi lambat Trauma basa tersering Asam Acidic Sulfuric Acid Baterai mobil Trauma asam tersering Sulfurous Acid Terpapar sulfur dioxida di air Penetrasi cepat Larut lemak dan air Hydrofluoric acid Pembeku kaca, penghilang karat Penetrasi cepat Hydrochloric acid Bahan industri Mengiritasi mata Tingkat keparahan tergantung konsentrasi Chromic acid Bahan pembuat krom Menyebabkan perubahan warna kornea menjadi kecoklatan Silver Nitrate Ocular profilaksis untuk neonatus, kauterisasi konjungtiva Konsentrasi tinggi menyebabkan opafikasi kornea secara permanen Sumber : Terry kim dan Khosla gupta, 2002 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 klasifikasi trauma kimia menurut Hughes-Roper-Hall Grade Findings Prognosis I Corneal epithelial damage; no limbal ischemia Good II Corneal hazy but iris detail seen; ischemia less than one third of limbus Good III Total loss of corneal epithelium; stromal haze blurring iris details; ischemia at one third to one half of limbus Guarded IV Cornea opaque, obscuring view of iris or pupil; ischemia at more than one half of limbus Poor Sumber: Terry kim dan Khosla gupta, 2002 • Trauma Basa alkali Trauma basa paling parah sering disebabkan oleh amonia. Amonia sering ditemukan pada pupuk juga pada bahan pembersih rumah. Seperti sifatnya yang larut lemak dan air, sehingga zat ini sangat cepat penetrasinya dan mencapai anterior chamber dalam waktu satu menit. kapur ataupun kalsium hidroksida adalah penyebab paling sering trauma basa, untung saja zat ini tidak terpenetrasi sebaik amonia Kim, 2002. Trauma basa menyebabkan kerusakan pada mata karena proses safonifikasi dan kerusakan asam lemak di sel membran yang menyebabkan kematian sel. Safonifikasi lemak berhubungan dengan trauma basa menyebabkan penetrasi yang cepat oleh zat basa untuk mencapai ke jaringan. Pada pH 11,5 atau diatasnya, dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada mata. Ion hidroksil menyebabkan edema pada serat kolagen sehingga semakin tebal dan pendek. Luka dengan mekanisme yang sama terjadi pada jaringan lain seperti konjugtiva, pembuluh darah, persarafan, endotelium, dan keratosit. Nyeri dapat disebabkan karena stimulus sekunder zat basa pada ujung saraf bebas di konjungtiva dan di kornea. Struktur intraokular seperti iris, ciliary body, dan fungsi trabekular dapat berdampak juga, tergantung derajat penetrasi dan pH larutan. Kadar glukosa dan asam askorbat menurun setelah trauma basa dan akan tetap rendah untuk beberapa saat. Askorbat diperlukan untuk sintesis kolagen dan glikosamin, dan biasanya duapuluh Universitas Sumatera Utara kali lebih banyak di aqueous daripada di plasma. Kadar askorbat yang rendah karena trauma basa adalah penyebab kerusakan ciliar body karena berkurangnya mekanisme transpor aktif. Ulkus pada stromal kornea juga dapat terjadi. faktor yang menyebabkan ulkus apabila terjadi kerusakan di epitel kornea, inflamasi, pengeluaran enzim-enzim proteolitik, hilang rasa, defisiensi airmata, dan gangguan sintesis kolagen. Kolagenase tipe I berperan dalam ulkus kornea dan di hasilkan oleh keratosit dan leukosit polimorfonuklear PMN. Kolagen tipe I sudah terdeteksi sembilan jam setelah terjadi trauma, namun puncaknya pada 14-21 hari. Kolagenase tipe I biasa dihambat oleh sitokin epitelium, yang berperan penting dalam mencegah ulkus kornea Kim, 2002. Inflamasi juga mengambil peran dalam trauma basa. Infiltrasi PMN terjadi dalam 12-24 jam setelah terpapar zat basa tersebut. Sel-sel ini menjadi bersifat kemotaktik oleh karena pengeluaran protein selular dan ekstraselular dari jaringan yang nekrosis dan pembuluh darah yang rusak. Selain itu, kolagenase tipe I juga dihasilkan dari netrofil, radikal bebas superoksid dihasilkan dari respirasi oksidatif netrofil-netrofil tersebut, sehingga menambah kerusakan jaringan. Penanganan untuk trauma basa dibagi mendadi penanganan akut dan kronis. Penanganan akut biasa dilakukan dengan pemberian obat-obatan, sedangkan penanganan kronik membutukan tindakan pembedahan. Penanganan akut dibagi menjadi tiga fase yaitu: penanganan segera immediate, penanganan lanjutan intermediate, dan penanganan jangka panjang long term. Penanganan immediate termasuk penanganan pH, mengontrol tekanan, dan pemberian terapi anti-inflamasi. Penanganana intermediate termasuk re-epitelialisasi, pencegahan infeksi, dan pengembalian permukaan okular. Penanganan long term termasuk pencegahan dan penanganan luka parut pada permukaan okular Kim, 2002. Universitas Sumatera Utara • Trauma asam Trauma asam pada mata biasa terjadi disebabkan karena penggunaan asam tergolong sering di rumah tangga, seperti cairan pembersih, pembersih karat, dan juga aki mobil. Meskipun trauma asam tergolong lebih ringan dibanding trauma basa, namun ini bukan masalah utamanya. Asam kuat dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan mata yang parah. Sama seperti trauma basa, trauma asam pada mata juga tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kekuatan asam, konsentrasi, volume larutan, lamanya paparan. Asam sulfat adalah penyebab tersering trauma asam pada mata. Penyebabnya berasal dari aki mobil, dimana baterai mobil pada umumnya mengandung 25 asam sulfit. Trauma ini akan menyebabkan kontusi atau laserasi pada mata karena ledakannya. Asam sulfat terbentuk ketika sulfur dioksida bercampur dengan air di airmata ataupun kornea. Zat ini larut dalam lemak dan air dan juga sangat cepat penetrasinya. Penetrasi asam sulfit lebih cepat ke jaringan dibanding asam klorida, asam sulfat, asam fosfat Kim, 2002. Asam terdisosiasi membentuk ion hidrogen di larutan. Ion hidrogen yang bebas ini dapat menyebabkan sel nekrosis. Anion asam menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Saat terjadi presipitasi, ini akan menyebabkan terbentuknya barier sehingga mencegah penetrasi asam lebih lanjut pada mata. Presipitasi ini akan memberikan gambaran “ground glass” setelah trauma. Barier ini akan melindungi mata dari asam lemah, namun asam kuat dapat berlanjut penetrasi lebih dalam. Kornea sendiri dapat bertindak sebagai parsial buffer pada asam. pH kornea mulai ternetralisasi dalam 15 menit dan kembali normal dalam 1 jam. Setelah penetrasi asam di kornea, presipitasi ekstraselular glikosaminoglikan, sel epitel terkoagulasi menyebabkan opafikasi kornea, dan hidrasi juga pemendekan dari fibril-fibril kolagen. Tekanan intraokuler meningkat seiring dengan kolagen yang menyusut dan perubahan fungsi kerja mata di trabekular. Peningkatan tekanan intraokular dipertahankan selama paling tidak 3 jam karena pengeluaran prostaglandin. Kadar askorbat juga akan menurun pada trauma Universitas Sumatera Utara asam, sama seperti pada trauma basa. Kadar askorbat yang rendah mungkin dikarenakan kerusakan ciliary body menyebabkan penurunan trasport aktif askorbat dan kerusakan blood-aqueous barrier Kim, 2002. Penatalaksanaan awal pada trauma kimia adalah irigasi segera dengan larutan non-toksik sampai di tangani lebih intensive. Irigasi tidak boleh dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan efek asam karena dapat menyebabkan trauma termal akibat reaksi eksotermal Kim, 2002.

b. Trauma bakar termal