Karakteristik Trauma Mata pada Dewasa di RSUD DR. Pirngadi Medan Tahun 2012
(2)
(3)
Curriculum Vitae
Nama : Divika Silvana
Tempat / tanggal lahir : Binjai, 21 Nopember 1992 Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Sekip gg. Sederhana no. 11 a Medan Nomor Telepon : 0811647710
Orang Tua : Alexander, SE
Riwayat Pendidikan : 2010- Sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2007-2010 SMA NEGERI 1 MEDAN 2004-2007 SMP KALAM KUDUS MEDAN 1998-2004 SD KALAM KUDUS MEDAN
Riwayat Organisasi : 1. Anggota Departemen Hubungan Luar Negeri (HUBLU) Pengurus Harian Nasional Ikatan Senat Mahasiswa
Kedokteran Indonesia (ISMKI) periode 2011-2012
2. Sekertaris Departemen Mahasiswa Asing Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Fakultas Kedokteran USU periode 2011-2012.
(4)
(5)
(6)
No
NO RM UMUR Jenis kelamin Penyebab Jenis trauma Waktu Kejadian
Lateralisasi Penatalaksanaan Lokasi kejadian
Jenis Pekerjaan Area mata 1 832431 42 Laki-laki Binatang Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Wiraswasta Kornea 2 846221 54 Laki-laki Benda Tumpul Trauma terbuka ≥ 24 jam OD Operative Tempat Kerja Wiraswasta Palpebra 3 849740 54 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ˂ 24 jam OS Operative Rumah Tidak Bekerja Palpebra 4 840420 25 Perempuan Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Pegawai Swasta Kornea 5 820370 25 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Pegawai Swasta Kornea 6 846052 54 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 7 225282 32 Perempuan Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 8 833040 27 Perempuan Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Petani Kornea 9 853323 39 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 10 463223 74 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Lensa 11 735444 22 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Jalan Raya Wiraswasta Palpebra 12 831904 58 Perempuan Benda Tajam Trauma tertutup ˂ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta konjungtiva 13 830654 25 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Operative Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 14 849702 41 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 15 855207 53 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 16 838607 42 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Wiraswasta Kornea 17 835241 34 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ˂ 24 jam OD Medikamentosa Jalan Raya Wiraswasta Konjungtiva 18 829721 36 Laki-laki Binatang Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Jalan Raya Buruh Sklera 19 821607 49 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Wiraswasta Kornea 20 830075 52 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 21 844475 44 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Petani Kornea 22 835705 31 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Operative Tempat Kerja Buruh Kornea 23 832126 43 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ˂ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea
(7)
29 827249 46 Perempuan Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 30 834649 65 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja konjungtiva 31 616386 72 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 32 837027 58 Perempuan Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OS & OD Medikamentosa Rumah Wiraswasta Kornea 33 832775 31 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS & OD Medikamentosa Jalan Raya Wiraswasta konjungtiva 34 861607 48 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 35 842268 49 Laki-laki benda tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS & OD Medikamentosa Tempat Kerja Petani Kornea 36 854448 38 Laki-laki benda tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Pegawai Swasta Kornea 37 863748 57 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Petani Kornea 38 829019 46 Laki-laki benda tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Pegawai Swasta Kornea 39 842469 24 Laki-laki benda tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Operative Tempat Kerja Buruh Kornea 40 851089 59 Laki-laki Zat Korosif Trauma Kimia ˂ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Wiraswasta Palpebra 41 835679 23 Laki-laki Zat Korosif Trauma Termal ≥ 24 jam OS & OD Medikamentosa Rumah Wiraswasta Kornea 42 804075 39 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 43 830148 26 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ˂ 24 jam OS Medikamentosa Jalan Raya Wiraswasta Palpebra 44 842559 33 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ˂ 24 jam OS Operative Tempat Kerja Pegawai Swasta Sklera 45 855216 39 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ˂ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 46 835468 47 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Wiraswasta Kornea 47 858347 57 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 48 724583 55 Laki-laki Zat Korosif Trauma Kimia ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 49 836324 42 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 50 836686 20 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ˂ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 51 836698 40 Perempuan Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 52 837562 51 Laki-laki Benda Tajam Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Sklera
(8)
Jumlah Kasus: 73 kasus 56 694102 27 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 57 843970 23 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 58 833475 26 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS Operative Rumah Wiraswasta sklera 59 829666 50 Laki-laki Benda Tumpul Trauma tertutup ≥ 24 jam OS & OD Operative Rumah Tidak Bekerja Kornea 60 828208 24 Perempuan Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 61 783409 33 Laki-laki Binatang trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Wiraswasta Sklera 62 827626 24 Perempuan Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Jalan Raya Wiraswasta Kornea 63 659403 28 Perempuan Benda Tajam trauma tertutup ˂ 24 jam OS Operative Rumah Tidak Bekerja konjungtiva 64 831904 58 Perempuan Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja Kornea 65 693966 33 Laki-laki Benda Tumpul trauma tertutup ˂ 24 jam OS & OD Medikamentosa Jalan Raya Wiraswasta Kornea 66 832586 30 Laki-laki Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Rumah Buruh Sklera 67 336389 56 Laki-laki Benda Tajam trauma tertutup ≥ 24 jam OD Operative Rumah Wiraswasta konjungtiva 68 833928 30 Perempuan Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 69 834351 19 Laki-laki Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OD Operative Rumah Tidak Bekerja Kornea 70 834854 43 Perempuan Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 71 835329 32 Laki-laki Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Tempat Kerja Wiraswasta Kornea 72 835986 51 Perempuan Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OD Medikamentosa Rumah Tidak Bekerja konjungtiva 73 453133 35 Laki-laki Benda Tumpul trauma tertutup ≥ 24 jam OS Medikamentosa Tempat Kerja Pegawai Swasta konjungtiva
(9)
Lampiran 7 Frequency Table
Penyebab trauma pada pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid benda tumpul 47 64,4 64,4 64,4
benda tajam 19 26,0 26,0 90,4
binatang 4 5,5 5,5 95,9
zat korosif 3 4,1 4,1 100,0
Total 73 100,0 100,0
Jenis trauma pada pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid trauma tertutup 68 93,2 93,2 93,2
trauma terbuka 2 2,7 2,7 95,9
trauma kimia 2 2,7 2,7 98,6
trauma termal 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0
Usia pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid dewasa dini 32 43,8 43,8 43,8
dewasa madya 38 52,1 52,1 95,9
lanjut usia 3 4,1 4,1 100,0
Total 73 100,0 100,0
Jenis kelamin pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 44 60,3 60,3 60,3
Perempuan 29 39,7 39,7 100,0
(10)
Waktu kejadian sampai diobati
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid below 24 h 12 16,4 16,4 16,4
more than 24 h 61 83,6 83,6 100,0
Total 73 100,0 100,0
lateralisasi mata
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid OS 33 45,2 45,2 45,2
OD 33 45,2 45,2 90,4
OS dan OD 7 9,6 9,6 100,0
Total 73 100,0 100,0
tindakan yang dilakukan terhadap pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid medikamentosa 60 82,2 82,2 82,2
operative 13 17,8 17,8 100,0
Total 73 100,0 100,0
Tempat pasien saat terjadi benturan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tempat Kerja 32 43,8 43,8 43,8
Rumah 34 46,6 46,6 90,4
Jalan Raya 7 9,6 9,6 100,0
(11)
jenis pekerjaan pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Pegawai Swasta 8 11,0 11,0 11,0
Petani 4 5,5 5,5 16,4
Buruh 5 6,8 6,8 23,3
Wiraswasta 36 49,3 49,3 72,6
Tidak Bekerja 20 27,4 27,4 100,0
Total 73 100,0 100,0
Area mata yang terlibat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kornea 50 68,5 68,5 68,5
Konjungtiva 8 11,0 11,0 79,5
Sklera 7 9,6 9,6 89,0
Palpebra 6 8,2 8,2 97,3
Lensa 2 2,7 2,7 100,0
(12)
DAFTAR PUSTAKA
Aldy, F. 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli
Selatan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
American Academy of opthalmology, 2007. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System
Section 7. Singapore: American Academy of opthalmology.
Anggraini, F. 2013. Karakteristik Trauma Mata pada Anak di RSUP H. ADAM
MALIK Medan Tahun 2011. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma. Dalam: Trauma dalam Oftalmologi Umum
edisi 14. Editor Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widyamedika.
Asbury T, Sanitato JJ. 2008. Vaughan & Asbury’s General ophtalmology: ocular
& orbital trauma. Edisi 17. USA: McGraw-Hill Companies.
British Medical Journal. 2013. Definition of eye injury. British Medical Journal. Diperoleh dari
Catalano, RA. 1992. Blunt Ocular Injuries. Dalam: Ocular Emergencies. Mexico: W.B. Saunders company.
[diakses 20 Mei 2013]
Eva, PR. 2000. Anatomi dan Embriologi mata. Dalam: Oftalmologi Umum edisi
14. Editor Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widyamedika.
Hurlock, E. B. (2000). Perkembangan anak jilid II, Edisi keenam. Alih bahasa : dr. Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Erlangga
Ilyas, Sidarta. 2005. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
(13)
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008. Dewasa. Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Diperoleh dari
april 2013]
Kansi, JJ. 2003. Clinical Opthalmology fifth edition. China: Butterworth-Heinemann.
Kim T, Gupta BAK. 2002. Chemical and Thermal Injuries to the Ocular Surface. Dalam: Ocular surface disease. Verlag New York: Springer.
Kuhn F, Morris R, Mester V, Witherspoon CD. 2002. Terminology of Mechanical
Injuries: the Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). Diperoleh
dari
Netter, FH. 2011. Atlas of Human Anatomy, Professional Edition, 5th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Nuraini dan Hutauruk, 2005. Trauma mata di RSCM. Dalam dr.Andriono, G.A., Kecacatan Akibat Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja pada Mata. Draft materi website: PT Jamsostek.
Tien YW, Tielsch JM. 2010. Epidemiology of ocular tauma. Chapter 56. Available from:
The American Academy of Ophthalmology and the American Society of Ocular Trauma: Eye Injuries Recent Data and Trends in the United States. 2008. Diperoleh dari
(14)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Trauma
Mata
Dewasa
Area Mata
Umur
Jenis kelamin
Penye-bab Trauma
Jenis Trauma Waktu
Kejadi-an
Laterali-sasi Penatala
ksanaan Lokasi
Kejadi-an
Jenis
(15)
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel terikat Trauma Mata Tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan pada mata pada usia dewasa 18 tahun keatas Rekam Medis Analisa data Perlukaan pada mata Nominal Variabel bebas
Umur Usia pasien saat terkena trauma mata Rekam Medis Analisa data
a.Dewasa Dini, 18 - 40 tahun b. Dewasa Madya, 41 - 60 tahun
c. Lanjut Usia, > 61 tahun
Interval
(16)
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Waktu kejadian Lamanya pasien sudah mengalami trauma, saat datang berobat Rekam Medik Analisa Rekam Medik ˂24 jam
≥ 24 jam Nominal
Laterali-sasi Lokasi mata yang terlibat Rekam Medik Analisa Rekam Medik Unilateral •OS •OD Bilateral OS & OD
Nominal Penata-laksanaan Tindakan yang dilakukan terhadap pasien Rekam Medik Analisa Rekam Medik •Medikamen-tosa •Operatif Nominal Lokasi kejadian Tempat terjadinya trauma mata Rekam Medik Analisa Rekam Medik
• Tempat kerja • Rumah • Tempat olahraga • Jalan raya
(17)
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat retrospektif dengan mengambil data dari rekam medik untuk menilai karakteristik trauma mata pada pasien dewasa.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di RSUD. DR. Pirngadi Medan. Penelitian ini dilakukan mulai periode Juli 2013 hingga Oktober 2013.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien dewasa yang mengalami trauma mata yang berobat ke RSUD DR. Pirngadi Medan pada tahun 2012.
4.3.2 Sampel Penelitian
Besar sampel ditentukan dengan metode total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden/sampel. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah keseluruhan dari populasi karena diharapkan dapat mewakili setiap keadaan trauma mata dan dapat diperoleh jumlah keseluruhan pasien trauma mata.
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini:
Semua pasien dewasa usia ≥ 18 tahun, dengan trauma mata. Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini:
(18)
4.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian retrospektif dilakukan melalui data sekunder yaitu rekam medik penderita trauma mata pada dewasa. Pengambilan data dilakukan dengan cara menilai melalui rekam medik RSUD. DR. Pirngadi Medan selama 1 tahun (periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2012). Data dikumpulkan meliputi umur, jenis kelamin, penyebab trauma, jenis trauma, waktu kejadian, lateralisasi, penatalaksanaan, lokasi kejadian, jenis pekerjaan, dan area mata.
4.5 Metode Analisis Data
Setelah seluruh data yang diperlukan didapat, maka data diperiksa kelengkapan dan ketepatannya. Kemudian analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS untuk menilai angka kejadian trauma mata dan disajikan dalam bentuk tabulasi data.
(19)
4.6 Alur Penelitian
Populasi
Sampel
Rekam Medis Kriteria Inklusi
Trauma Mata Dewasa
Umur Jenis Kelamin
Penyebab Trauma Jenis Trauma
Waktu Kejadian
Lateralisasi Penatalaksanaan
Lokasi Kejadian
Jenis Pekerjaan
Area Mata Angka Kejadian
(20)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang merupakan suatu unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kota Medan yang berada di Jalan Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan Sumatera Utara. Rumah sakit ini didirikan pada tahun 1928 oleh Pemerintah Hindia Belanda dan selesai pada tahun 1930 dengan nama Rumah Sakit Kota. RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit kelas B Pendidikan sesuai akreditasi Dep. Kes. RI No: HK.00.06.3.5.738 tanggal 9 Februari 2007.
Data penelitian ini diambil dari bagian instalasi rekam medis yang terletak di lantai 2.
5.1.2. Karakteristik Individu
Berdasarkan data rekam medis, Subjek penelitian yang diperoleh dari analisa rekam medik sebesar 73 sampel. Dari 73 sampel seluruhnya sesuai dengan kriteria inklusi, dengan rata-rata usia pasien sebagai sampel berkisar 18-60 tahun.
5.1.3. Hasil Analisis Data
Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh distribusi penderita trauma mata berdasarkan umur, jenis kelamin, penyebab trauma, jenis trauma, waktu kejadian, lateralisasi, penatalaksanaan, lokasi kejadian, jenis pekerjaan, dan area mata yang tercatat dalam rekam medis pasien.
(21)
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Subjek n (%)
Usia (Tahun)
18 - 40 tahun 32 (43,8)
41 - 60 tahun 38 (52,1)
≥ 61 tahun 3 (4,1)
Jenis Kelamin
Laki-laki 44 (60,3)
Perempuan 29 (39,7)
Penyebab Trauma
Benda Tumpul 47 (64,4)
Benda Tajam 19 (26)
Binatang 4 (5,5)
Zat Korosif 3 (4,1)
Peralatan Olahraga 0 (0)
Mercon 0 (0)
Jenis Trauma
Trauma Tertutup 68 (93,2)
Trauma Terbuka 2 (2,7)
Trauma Kimia 2 (2,7)
Trauma Termal 1 (1,4)
Trauma Radiasi 0 (0)
Waktu Kejadian
˂24 jam 12 (16,4)
≥ 24 jam 61 (83,6)
Lateralisasi
OS 33 (45,2)
OD 33 (45,2)
OS & OD 7 (9,6)
Penatalaksanaan
(22)
Operatif 13 (17,8)
Lokasi Kejadian
Tempat Kerja 32 (43,8)
Rumah 34 (46,6)
Jalanraya 7 (9,6)
Tempat Olahraga 0 (0)
Pekerjaan
Pegawai Swasta 8 (11,0)
Petani 4 (5,5)
Buruh 5(6,8)
Wiraswasta 36 (49,3)
Tidak Bekerja 20 (27,4)
PNS 0 (0)
ABRI 0 (0)
Area Mata
Kornea 50 (68,5)
Konjungtiva 8 (11)
Sklera 7 (9,6)
Palpebra 6 (8,2)
Lensa 2(2,7)
Orbita 0 (0)
Uvea 0 (0)
Retina 0 (0)
(23)
5.2. Pembahasan
Pada penelitian yang dilakukan mulai dari bulan september-oktober bertempat di bagian rekam medik RSUD DR.Pirngadi Medan, kasus trauma mata pada dewasa di tahun 2012 sebanyak 73 kasus.
Berdasarkan data rekam medik yang diperoleh, didapatkan kasus dengan diagnosa, Corpus Aleinum atau Foreign Bodies sebanyak 44 kasus, Laserasi Palpebra sebanyak 4 kasus, Katarak Traumatika sebanyak 2 kasus,
Subconjungtival Bleeding sebanyak 8 kasus, Erosi Kornea sebanyak 12 kasus
Trauma Kimia sebanyak 2 kasus dan Trauma Termal sebanyak 1 kasus.
Berdasarkan usia terjadinya trauma, trauma mata paling banyak terjadi pada usia 41-60 tahun yang dikenal dengan dewasa madya yaitu sebesar 52,1% atau sebanyak 38 orang. Sedangkan pada usia 18-40 tahun atau dewasa dini sebesar 43,8% atau 32 orang. Usia diatas 60 tahun tercatat hanya 3 orang. Pada penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Ophthalmology atau AAO, didapatkan kasus sebanyak 47,6% pada dewasa usia 18-45 tahun dan 26,9% pada usia diatas 46 tahun. Usia berperan besar dalam proses penyembuhan jaringan yang melibatkan area yang terkena pada mata pasien.
Pada penelitian ini didapati kasus trauma mata pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan, yaitu sekitar 60,3% sedangkan pada wanita sebesar 39,7%. Hal ini juga didukung dengan data yang berasal dari AAO, yang menyatakan bahwa pria memiliki resiko lebih besar dibandingkan wanita yaitu sebesar 73%.
Penyebab terbanyak trauma mata didapati sebanyak 64,4% yang disebabkan oleh benda tumpul. Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya (Asbury, 2000). Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan, benturan. Pada trauma tajam dijumpai sebanyak 19 kasus atau 26%. Trauma tajam adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau
(24)
sklera. Menurut Aldy (2009), Trauma tembus dapat disebabkan oleh benda tajam atau runcing seperti pisau, kuku jari, panah, pensil, pecahan kaca dan lain-lainnya. Dapat juga disebabkan oleh benda asing yang masuk dengan kecepatan tinggi seperti peluru dan serpihan besi.
Berdasarkan jenis trauma yang dialami pasien, sebanyak 93,2% atau 68 kasus merupakan trauma tertutup, sedangkan Trauma terbuka sebanyak 2,7% atau 2 kasus. Pada RS Syaiful Anwar Malang, dijumpai angka kejadian trauma tertutup juga lebih banyak dibanding trauma terbuka yaitu 83,14% dan 16,86%. Selebihnya merupakan trauma mata yang disebabkan oleh trauma kimia dan trauma termal. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler. Trauma terbuka adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai keseluruhan dinding dari bola mata. Trauma kimia didapati sebanyak 2 kasus yaitu disebabkan oleh zat korosif yang mengenai mata. Sedangkan trauma termal sebanyak 1 kasus yang disebabkan karena terkena uap air panas.
Kasus trauma mata berdasarkan waktu kejadian, didapati sebanyak 61 kasus atau 83,6% pasien datang berobat diatas 24 jam. Sedangkan pasien yang datang berobat pada 24 jam pertama sekitar 16,4% atau 12 kasus. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat bahwa perlukaan pada mata memerlukan perhatian segera untuk ditangani untuk mencegah resiko gangguan penglihatan pada mata dikemudian waktu.
Proporsi lateralisasi mata kanan dan mata kiri mempunyai jumlah yang sama yaitu 33 kasus atau 45,2%. Pada penelitian ini juga dijumpai trauma pada kedua mata secara bersamaan sebanyak 7 kasus atau 9,6%. Hal ini menunjukkan bahwa kasus trauma mata lebih banyak dijumpai dengan keadaan unilateral dibandingkan bilateral. Sesuai dengan data berdasarkan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa Trauma mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa (Augsburger & Asbury, 2008).
Kasus trauma mata dapat diterapi secara medikamentosa yaitu hanya dengan pemberian obat-obatan dan juga operatif yaitu dengan memberikan tindakan secara langsung pada perlukaan yang terjadi pada mata. Dari analisa
(25)
data, didapatkan terapi dengan medikamentosa sebanyak 82,2% atau 60 kasus dan operatif yaitu 17,8% atau 13 kasus. Penatalaksanaan kasus trauma mata dipengaruhi juga oleh jenis trauma mata dan waktu kejadian dan lamanya pasien waktu pasien datang berobat ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan.
Proporsi tertinggi kasus trauma mata pada dewasa terjadi paling banyak di rumah yaitu sebesar 46,6% dengan frekuensi sebesar 34 kasus, sedangkan di tempat kerja sebesar 43,8% atau sebanyak 32 kasus. Sebelumnya pada penelitian yang dilakukan di Instalasi Darurat RS Cipto Mangunkusumo tahun 2005 oleh Nuraini dan Hutauruk tercatat sebanyak 27,6% trauma mata terjadi di tempat kerja dan 24,3% terjadi di rumah. Sedangkan berdasarkan data dari AAO, kasus trauma mata di rumah tercatat sebesar 44,1%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh pasien sebelum trauma di lokasi kejadian tersebut.
Kasus trauma mata terbanyak berdasarkan golongan pekerjaan yaitu didapati pada wiraswasta sebanyak 49,3% atau 36 kasus, yang tidak bekerja sebanyak 20 orang atau 27,4%, pegawai swasta sebanyak 8 kasus atau 11%, buruh sebanyak 5 kasus atau 6,8%, dan petani sebanyak 4 kasus atau 5,5%.
Dari analisa data proporsi trauma mata paling banyak terjadi pada bagian kornea yaitu sebesar 68,5% atau 50 kasus, sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh AAO yaitu sebanyak 50,3%. pada perlukaan konjungtiva dan sklera dijumpai sebanyak 8 dan 7 kasus dengan persentase masing-masing kasus sebesar 11% dan 9,6%, berdasarkan data AAO, konjungtiva merupakan area mata yang paling sering mengalami perlukaan setelah kornea. Kemudian diikuti dengan perlukaan pada palpebra dan orbita yang masing-masing sebesar 8,2% dan 2,7%.
(26)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus trauma mata paling banyak terjadi pada kelompok usia dewasa madya yaitu 41-60 tahun. Trauma mata juga paling banyak dialami oleh golongan laki-laki sebesar 60,3%.
2. Penyebab terbanyak trauma mata didapati 64,4% yang disebabkan oleh benda tumpul.
Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan, benturan.
3. Rata-rata jenis trauma yang dialami pasien 93,2% atau 68 kasus merupakan trauma tertutup. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler.
4. Berdasarkan lateralisasi, dijumpai trauma mata sebesar 45,2% pada masing-masing mata, tercatat area mata yang paling sering terlibat adalah kornea sebesar 69,9% atau 51 kasus.
5. Dari analisa data, Kasus trauma mata paling sering terjadi di rumah yaitu sebesar 46,6% dan Pekerjaan yang paling berhubungan dengan trauma mata yaitu pada wiraswasta sebesar 49,3%.
6. Didapati sebanyak 61 kasus atau 83,6% pasien datang berobat diatas 24 jam dan diterapi dengan medikamentosa sebanyak 82,2% atau 60 kasus.
6.2. Saran
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya:
1. Perlu dilaksanakan lebih banyak penelitian mengenai karakteristik trauma mata pada dewasa mengingat banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi trauma mata guna mengidentifikasi lebih jauh faktor lain yang turut
(27)
mempengaruhi trauma mata serta untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi trauma mata.
2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan kasus trauma mata pada dewasa dengan penambahan beberapa variabel diantaranya nilai visus pada pasien trauma mata pre-trauma dan post-trauma, komplikasi yang sering terjadi pada pasien trauma mata.
3. Perlu dilakukan pengklasifikasian dan pengkajian data rekam medik yang lengkap guna menghindari terjadinya bias dan pengeksklusian data-data yang bermanfaat.
4. Perlu dilakukan edukasi terhadap pasien-pasien dengan faktor resiko mengalami trauma mata dan juga keluarga dari pasien yang mengalami trauma mata.
(28)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah lapisan pertama sclera, kornea; lapisan kedua: koroid, badan siliaris, iris, dan lapisan ketiga yaitu retina dan jaringan saraf. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.
Gambar 2.1. Bagian anterior bola mata
Bulbus okuli terletak pada cavum orbitalis yang dibentuk oleh : • Os frontalis
• Os maxilla • Os zygomaticus • Os sphenoidalis • Os ethmoidalis
(29)
• Os lacrimalis • Os palatinum
Gambar 2.2. penampang anterior tulang orbita
Enam otot ekstraokuler mengendalikan gerak masing-masing mata: empat muskulus rektus dan dua oblikus. Keempat muskulus rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus optikus pada apeks posterior orbita. Mereka disebut sesuai insertionya kedalam sklera pada permukaan medial, lateral, inferior, dan superior mata. Fungsi utama otot-otot berturut-turut adalah untuk adduksi, abduksi, menurunkan, dan mengangkat bola mata. Kedua muskulus obliquus terutama mengendalikan gerak torsional dan, lebih sedikit, gerak bola mata ke atas dan ke bawah. Oblikus superior adalah otot mata terpanjang dan paling tipis. Origonya di atas dan medial foramen optikum dan menutupi sebagian origo muskulus levator palpebrae superioris. Obliquus inferior berorigo pada sisi
(30)
nasal dinding orbita tepat di belakang tepian inferior orbita dan lateral dari duktus nasolakrimalis (Eva, 2000).
Gambar 2.3. Otot yang menggerakkan bola mata beserta persarafannya
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak (Eva, 2000).
(31)
Gambar 2.4 Potongan horizontal penampang bola mata
Vaskularisasi Bola Mata
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteriophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralisretina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supratroklearis (Eva, 2000).
(32)
Gambar 2.5. Vaskularisasi pada bola mata
Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervusoptikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena vorteks, vena siliaris anterior,dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melaluifisura orbitalis inferior (Eva, 2000).
(33)
Nervus Optikus
Dibentuk oleh akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina, yang membentuk lapisan serabut saraf, lapisan retina terdalam. Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat (Asbury, 2000).
Terjadinya trauma okuli dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada jaringan mata,yaitu :
a. Palpebra
Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra (Eva, 2000).
b. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak dan dengan epitel kornea di limbus (Eva, 2000). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi dan terjadi perdarahan jika trauma. Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera (Catalano, 1992).
c. Sklera & episklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior
(34)
dan duramater nervus optikus di sebelah posterior. Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang bagian anterior nervus optikus sebagai lamina cribosa. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasok sklera (Eva, 2000).
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung (Catalano, 1992).
d. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan kornea terletak di sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal0,54 mm di tengan, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisanyang berbeda-beda yaitu: lapisan epitel (yang bersambungan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, lapisan stroma, lapisan descement, dan lapisan endotel (Eva, 2000).
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 – 3 mm (Catalano, 1992).
Membran descemet bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi (Catalano, 1992).
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi (Eva, 2000).
(35)
e. Uvea
Uvea terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasok darah ke retina (Eva, 2000).
• Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata.
Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin (Eva, 2000).
• Korpus siliaris
Korpus siliaris, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterioir khoroid ke pangkal iris (sekilta 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Processus siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor aquaeus. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamera okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau
(36)
pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera okuli anterior, mengotori permukaan dalam kornea (Eva, 2000).
• Khoroid
Khoroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Khoroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera. Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid (Eva, 2000).
f. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior terdapat humor aquaeus, dan disebelah posteriornya terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermiabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk (Eva, 2000).
Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Eva, 2000).
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut
(37)
cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa (Eva, 2000).
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa (Eva, 2000).
Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang dalam retina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO (Eva, 2000)
g. Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
• Membrana limitans interna
• Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
• Lapisan sel ganglion
• Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
• Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
• Sel pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
• Lapisan inti luar sel fotoreseptor • Membrana limitans eksterna
(38)
• Epitelium pigmen retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli. Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik (Eva, 2000).
Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya menyebabkan retinopati proliferative.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina (Eva, 2000).
(39)
2.2 Trauma mata
2.2.1 Pengertian trauma mata
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Sidarta, 2005).
Trauma mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan dewasa. Dewasa muda terutama pria merupakan pasien terbanyak untuk trauma mata penetrasi (Augsburger & Asbury, 2008). Berdasarkan Birmingham Eye
TraumaTerminology (BETT), (Kuhn F, 2002) mengklasifikasikan trauma mata
berdasarkan diagram dibawah ini:
Berdasarkan diagram yang dikategorikan oleh Birmingham Eye Trauma
Terminology (BETT), berikut adalah penjelasannya yaitu :
a. Trauma tertutup adalah luka pada dinding bola mata (sklera atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler.
• Kontusio adalah trauma tertutup pada bola mata yang disebabkan oleh benda tumpul. Trauma ini dapat mempengaruhi dan menyebabkan kerusakan-kerusakan di tempat yang lain dari mata.
Trauma mata
trauma tertutup
kontusio laserasi lamellar
trauma terbuka
laserasi
penetrasi perforasi IOFB
(40)
• Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma ini biasa disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul.
b. Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai keseluruhan dinding dari bola mata (sklera dan kornea).
• Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan intraokuli.
• Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbulkan adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi.
o Trauma penetrasi adalah laserasi tunggal pada dinding bola mata yang disebabkan oleh benda tajam.
o Trauma perforasi adalah laserasi pada seluruh ketebalan dinding bola mata, yang mempunyai jalan masuk ataupun jalan keluar yang biasanya disebabkan oleh benda tajam atau peluru
o Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing pada intraokular yang keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma penetrasi (Aldy, 2009).
(41)
2.2.2 Klasifikasi berdasarkan etiologi trauma mata
Berdasarkan British Medical Journal (BMJ), Trauma mata dapat di golongkan berdasarkan penyebabnya yaitu, trauma mekanik, trauma non mekanik yaitu trauma kimiawi, trauma termal, dan trauma radiasi.
A. Trauma Mekanik
Trauma mekanik dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya (Asbury, 2000). Trauma tumpul pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan, terbentur bola. Trauma tumpul dengan kekuatan yang besar akan menghasilkan tekanan anteroposterior, sehingga keadaan ini dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli, ruptur, dan robekan pada struktur intaokuli lainnya. Keadaan ini juga dapat meluas sehingga dapat menyebabkan kerusakan segmen posterior.
Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan kerusakan dengan nilai yang maksimum karena gelombang tekanan yang menyusuri cairan-cairan intraokuli akan mencapai kamera okuli anterior sehingga cairan-cairan intraokuli ini akan terdorong ke dapan bersama lensa, iris, dan kopus vitreus ke polus posterior. Gelombang tekanan ini juga dapat mencapai retina dan koroid sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Setelah gelombang tekanan bagian luar tertutupi, maka gelombang ini akan di pantulkan ke arah posterior sehingga dapat merusak foveal. Setelah gelombang tekanan mencapai dinding posterior pada bola mata, gelombang tekanan ini dipantulkan kearah belakang secara anterior. Pada keadaan ini dapat merusak retina juga koroid. Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan oleh trauma tumpul dapat berupa hipema, sbuluksasio lentis, luksasio lentis, katarak traumatika, pendarahan pada korpus vitreus, ruptur kornea, ruptur koroid dan lain sebagainya (Aldy, 2009).
Trauma tajam adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran
(42)
kecil dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera, trauma tajam mata dapat diklasifikasikan atas luka tajam tanpa preforasi dan luka tajam dengan perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing inta okuler dan perforasi benda asing intra okuler.
Menurut Aldy (2009), Trauma tembus dapat disebabkan oleh benda tajam atau runcing seperti pisau, kuku jari, panah, pensil, pecahan kaca dan lain-lainnya. Dapat juga disebabkan oleh benda asing yang masuk dengan kecepatan tinggi seperti peluru dan serpihan besi. Trauma tembus merupakan penyakit mata serius dan termasuk emergensi medis yang dpaat mengancam visus dan harus dilakukan tindakan segera, cepat, dan tepat, oleh karena :
• Terbukanya dinding bola mata berarti merupan pintu masuk infeksi
• Bahaya post traumatik iridosiklitis yang dapat terjadi dalam interval waktu yang lama dari kejadian, walaupun di saat kejadian tidak menunjukkan tanda peradangan yang aktif.
• Terjadinya peradangan simpatetik ophthalmia merupakan komplikasi yang paling berbahaya
• Dapat menyebabkan hilangnya visus unilateral.
Menurut Catalano (1992), Trauma benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan sebagai berikut:
a. Trauma tembus pada palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen.
b. Trauma tembus pada saluran lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.
c. Trauma tembus pada orbita
Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga menimbulkan paralisis dari otot dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.
(43)
d. Trauma tembus pada konjungtiva
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melibihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1 cm perlu dilakukan penjahitan untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu, pemberian antibiotik juga diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
e. Trauma tembus pada sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola mata.
f. Trauma tembus pada kornea
Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus siliaris prolaps, hal ini dapat menyebabkan penurunan visus.
Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus atau herpes pada kornea. Lakukan pemberian antibiotika yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea diangkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal dengan subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea.
Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva).
g. Trauma tembus pada uvea
Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya cahaya yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur.
(44)
h. Trauma tembus pada lensa
Bila ada trauma akan menganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat.
i. Trauma tembus pada retina
Dapat menyebabkan pendarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca.
j. Trauma tembus pada corpus siliar
Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma. Sedangkan pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu, bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, agar mata yang sehat tetap menjadi baik.
k. Trauma orbita
Pada trauma wajah, sering terjadi fraktur orbita. Fraktur maksila diklasifikasikan berdasarkan sisterm Le Fort menjadi 3 tipe:
tipe I diatas gigi tanpa melibatkan orbita,
tipe II mengenai nasal, lakrimal, dan tulang maksila juga dinding orbita medial, tipe III fraktur mengenai dinding medial dan lateral serta dasar orbita disertai adanya pemisahan rangka wajah dari kranium.
Fraktur atap orbita jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh luka tembus. Apabila terjadi perburukan penglihatan pada suatu fraktur kanalis optikus, maka mungkin diperlukan tindakan dekompresi dan pemberian steroid. Namun, apabila kehilangan penglihatan secara mendadak dan total, maka kecil kemungkinan terjadi pemulihan (AAO, 2007).
(45)
B. Trauma non Mekanik a. Trauma Kimia
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Kerusakan yang terjadi tergantung pada beberapa faktor yaitu: kekuatan agen kimiawi, konsentrasi, volume larutan dan lamanya paparan. Kebanyakan trauma terjadi secara tidak disengaja pada tempat kerja terutama di area industri.
Tabel 2.1 Bahan kimia yang umumnya menyebabkan trauma pada mata
Bahan Kimia Sumber Pernyataan
Basa (alkali)
Sodium Hydroxide Cairan pembersih Penetrasi cepat Ammonium Hydroxide Pupuk, bahan pendingin
Bahan pembersih
Penetrasi sangat cepat Larut dalam lemak & air Magnesium Hydroxide Kembang api Biasa kombinasi antara
trauma kimia dan termal Calcium Hydroxide Semen, plaster Penetrasi lambat
Trauma basa tersering Asam (Acidic)
Sulfuric Acid Baterai mobil Trauma asam tersering Sulfurous Acid Terpapar sulfur dioxida
di air
Penetrasi cepat Larut lemak dan air Hydrofluoric acid Pembeku kaca,
penghilang karat
Penetrasi cepat Hydrochloric acid Bahan industri Mengiritasi mata
Tingkat keparahan tergantung konsentrasi Chromic acid Bahan pembuat krom Menyebabkan perubahan
warna kornea menjadi kecoklatan
Silver Nitrate Ocular profilaksis untuk neonatus, kauterisasi konjungtiva
Konsentrasi tinggi menyebabkan opafikasi kornea secara permanen Sumber : Terry kim dan Khosla gupta, 2002
(46)
Tabel 2.2 klasifikasi trauma kimia menurut Hughes-Roper-Hall
Grade Findings Prognosis
I Corneal epithelial damage; no limbal ischemia
Good II Corneal hazy but iris detail seen; ischemia
less than one third of limbus
Good III Total loss of corneal epithelium; stromal haze
blurring iris details; ischemia at one third to one half of limbus
Guarded
IV Cornea opaque, obscuring view of iris or pupil; ischemia at more than one half of limbus
Poor
Sumber: Terry kim dan Khosla gupta, 2002 • Trauma Basa (alkali)
Trauma basa paling parah sering disebabkan oleh amonia. Amonia sering ditemukan pada pupuk juga pada bahan pembersih rumah. Seperti sifatnya yang larut lemak dan air, sehingga zat ini sangat cepat penetrasinya dan mencapai anterior chamber dalam waktu satu menit. kapur ataupun kalsium hidroksida adalah penyebab paling sering trauma basa, untung saja zat ini tidak terpenetrasi sebaik amonia (Kim, 2002).
Trauma basa menyebabkan kerusakan pada mata karena proses safonifikasi dan kerusakan asam lemak di sel membran yang menyebabkan kematian sel. Safonifikasi lemak berhubungan dengan trauma basa menyebabkan penetrasi yang cepat oleh zat basa untuk mencapai ke jaringan. Pada pH 11,5 atau diatasnya, dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada mata. Ion hidroksil menyebabkan edema pada serat kolagen sehingga semakin tebal dan pendek. Luka dengan mekanisme yang sama terjadi pada jaringan lain seperti konjugtiva, pembuluh darah, persarafan, endotelium, dan keratosit. Nyeri dapat disebabkan karena stimulus sekunder zat basa pada ujung saraf bebas di konjungtiva dan di kornea. Struktur intraokular seperti iris, ciliary body, dan fungsi trabekular dapat berdampak juga, tergantung derajat penetrasi dan pH larutan. Kadar glukosa dan asam askorbat menurun setelah trauma basa dan akan tetap rendah untuk beberapa saat. Askorbat diperlukan untuk sintesis kolagen dan glikosamin, dan biasanya duapuluh
(47)
kali lebih banyak di aqueous daripada di plasma. Kadar askorbat yang rendah karena trauma basa adalah penyebab kerusakan ciliar body karena berkurangnya mekanisme transpor aktif.
Ulkus pada stromal kornea juga dapat terjadi. faktor yang menyebabkan ulkus apabila terjadi kerusakan di epitel kornea, inflamasi, pengeluaran enzim-enzim proteolitik, hilang rasa, defisiensi airmata, dan gangguan sintesis kolagen. Kolagenase tipe I berperan dalam ulkus kornea dan di hasilkan oleh keratosit dan leukosit polimorfonuklear (PMN). Kolagen tipe I sudah terdeteksi sembilan jam setelah terjadi trauma, namun puncaknya pada 14-21 hari. Kolagenase tipe I biasa dihambat oleh sitokin epitelium, yang berperan penting dalam mencegah ulkus kornea (Kim, 2002).
Inflamasi juga mengambil peran dalam trauma basa. Infiltrasi PMN terjadi dalam 12-24 jam setelah terpapar zat basa tersebut. Sel-sel ini menjadi bersifat kemotaktik oleh karena pengeluaran protein selular dan ekstraselular dari jaringan yang nekrosis dan pembuluh darah yang rusak. Selain itu, kolagenase tipe I juga dihasilkan dari netrofil, radikal bebas superoksid dihasilkan dari respirasi oksidatif netrofil-netrofil tersebut, sehingga menambah kerusakan jaringan.
Penanganan untuk trauma basa dibagi mendadi penanganan akut dan kronis. Penanganan akut biasa dilakukan dengan pemberian obat-obatan, sedangkan penanganan kronik membutukan tindakan pembedahan. Penanganan akut dibagi menjadi tiga fase yaitu: penanganan segera (immediate), penanganan lanjutan (intermediate), dan penanganan jangka panjang (long term). Penanganan immediate termasuk penanganan pH, mengontrol tekanan, dan pemberian terapi anti-inflamasi. Penanganana
intermediate termasuk re-epitelialisasi, pencegahan infeksi, dan pengembalian permukaan okular. Penanganan long term termasuk pencegahan dan penanganan luka parut pada permukaan okular (Kim, 2002).
(48)
• Trauma asam
Trauma asam pada mata biasa terjadi disebabkan karena penggunaan asam tergolong sering di rumah tangga, seperti cairan pembersih, pembersih karat, dan juga aki mobil. Meskipun trauma asam tergolong lebih ringan dibanding trauma basa, namun ini bukan masalah utamanya. Asam kuat dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan mata yang parah. Sama seperti trauma basa, trauma asam pada mata juga tergantung pada beberapa faktor, yaitu: kekuatan asam, konsentrasi, volume larutan, lamanya paparan.
Asam sulfat adalah penyebab tersering trauma asam pada mata. Penyebabnya berasal dari aki mobil, dimana baterai mobil pada umumnya mengandung 25% asam sulfit. Trauma ini akan menyebabkan kontusi atau laserasi pada mata karena ledakannya. Asam sulfat terbentuk ketika sulfur dioksida bercampur dengan air di airmata ataupun kornea. Zat ini larut dalam lemak dan air dan juga sangat cepat penetrasinya. Penetrasi asam sulfit lebih cepat ke jaringan dibanding asam klorida, asam sulfat, asam fosfat (Kim, 2002).
Asam terdisosiasi membentuk ion hidrogen di larutan. Ion hidrogen yang bebas ini dapat menyebabkan sel nekrosis. Anion asam menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Saat terjadi presipitasi, ini akan menyebabkan terbentuknya barier sehingga mencegah penetrasi asam lebih lanjut pada mata. Presipitasi ini akan memberikan gambaran “ground glass” setelah trauma. Barier ini akan melindungi mata dari asam lemah, namun asam kuat dapat berlanjut penetrasi lebih dalam. Kornea sendiri dapat bertindak sebagai parsial buffer pada asam. pH kornea mulai ternetralisasi dalam 15 menit dan kembali normal dalam 1 jam. Setelah penetrasi asam di kornea, presipitasi ekstraselular glikosaminoglikan, sel epitel terkoagulasi menyebabkan opafikasi kornea, dan hidrasi juga pemendekan dari fibril-fibril kolagen. Tekanan intraokuler meningkat seiring dengan kolagen yang menyusut dan perubahan fungsi kerja mata di trabekular. Peningkatan tekanan intraokular dipertahankan selama paling tidak 3 jam karena pengeluaran prostaglandin. Kadar askorbat juga akan menurun pada trauma
(49)
asam, sama seperti pada trauma basa. Kadar askorbat yang rendah mungkin dikarenakan kerusakan ciliary body menyebabkan penurunan trasport aktif askorbat dan kerusakan blood-aqueous barrier (Kim, 2002).
Penatalaksanaan awal pada trauma kimia adalah irigasi segera dengan larutan non-toksik sampai di tangani lebih intensive. Irigasi tidak boleh dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan efek asam karena dapat menyebabkan trauma termal akibat reaksi eksotermal (Kim, 2002).
b. Trauma bakar termal
Trauma bakar termal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: flame dan
contact burns. Pada flame terjadi paparan secara sekunder antara mata dengan api,
dan pada contact burn terjadi paparan secara langsung misalnya dengan air panas, atau benda-benda panas. Penyebab trauma bakar termal tersering adalah ledakan gas (Kim, 2002).
Pada percobaan dengan kelinci oleh Shahan, dia melakukan kauterisasi pada kornea kelinci tersebut yang menyebabkan hilangnya epitel dan edema pada stromal. Jika perlakukan dilakukan didaerah limbus maka akan timbul panus pada daerah tersebut. Oleh Goldblatt dan teman-teman, mereka menegaskan bahwa kornea dapat bertahan pada suhu 45°C selama 15 menit tanpa kerusakan makroskopik maupun mikroskopik. Edema stroma ringan di identifikasi secara makroskopik setelah diberikan perlakuan suhu 45°C selama 45 menit kemudian dilakukan follow-up selama 1 minggu dan tidak didapati kerusakan jaringan. Pada temperatur 52°C selama 5 menit diperlihatkan adanya edema pada stroma setelah di follow-up selama 1 minggu. Jika pada suhu ini diaplikasikan selama 45 menit akan menimbulkan degenerasi keratosit nuklear dan degenerasi parsial membran bowman setelah 1 minggu. Pada temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan kerusakan yang luas, dengan destruksi keratosit dan sel endotel seluruhnya yaitu pada temperatur 59°C selama 45 menit. Pada temperatur ini menyebabkan nekrosis pada kornea dalam 1 minggu (Kim, 2002).
Tingkat keparahan trauma termal tergantung pada beberapa hal, yaitu: agen temperatur, area yang terkena panas, dan lamanya kontak. Luka superfisial akan
(50)
menimbulkan warna abu-abu atau putih pada kornea, sampai batas epitelnya (Kim, 2002).
Penanganan untuk trauma termal, dapat diberikan antibiotik tetes jika terjadi luka lecet pada kornea. Kebanyakan luka superfisial akan sembuh dalam 24-48 jam tanpa gejala lanjutan. Penatalaksanaan pada luka yang lebih dalam sampai ke stroma harus diikuti dengan mengontrol inflamasi dan neovaskularisasi. Pada luka yang parah diperlukan tindakan pembedahan seperti lamellar keratoplasty (Kim, 2002).
c. Trauma Radiasi
Trauma radiasi yang sering terjadi akibat paparan sinar UV sehingga menyebabkan keratitis pada permukaan kornea, yang akan tampak dengan pewarnaan fluorescein. Rasa sakit yang sangat parah, fotofobia, dan berntuk kornea yang tidak teratur akan timbul 6-10 jam setelah paparan diikuti dengan penurunan ketajaman penglihatan. Nyeri dapat dihilangkan dengan pemberian obat anastesi topikal untuk jangka pendek. Selain itu juga diberikan obat antibiotik secara topikal dan pengukuran tekanan okuli tempel selama 24 jam. Pada umumnya, prognosis baik dan kornea akan kembali normal dalam waktu 24 jam. Namun, sisi mata yang terkena paparan sebelumnya akan lebih sensitif terhadap cahaya untuk beberapa bulan (Asbury, 2000).
(51)
2.3. Dewasa
2.3.1 Definisi Dewasa
Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Menurut KKBI dewasa adalah sudah matang (pikirannya, pandangan, dsb.) atau orang yang sudah sampai umur; akil balig. KUHPerdata pasal 330, “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan lebih dahulu telah kawin.” Undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat (1), “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Artinya batas usia dewasa menurut aturan ini adalah 18 tahun ke atas. Berdasarkan Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, “anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
Pembagian umur berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock,2000) bahwa masa dewasa terbagi atas :
a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun
(52)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Mata adalah salah satu indra yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Mata berfungsi untuk melihat suatu benda atau hal, yang kemudian akan dipresepsikan di otak. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Meskipun telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dan juga bulu mata, tetapi frekuensi kecelakaan pada mata masih tinggi yang menyebabkan kebutaan unilateral (Asbury, 2000).
Trauma mata adalah masalah global yang sedang dicegah, World Health
Organization (WHO) memperkirakan 55 juta trauma okuli terjadi setiap tahun.
Dari jumlah ini, 750 ribu membutuhkan perawatan di bangsal rumah sakit, kira-kira 200 ribu merupakan trauma bola mata terbuka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 10% pasien rawat inap di bangsal mata, disebabkan oleh trauma (Aldy,2009).
Pada studi epidemiologi internasional, United States Eye Injury Register (USEIR) dinyatakan kasus trauma mata dominan terjadi pada pria berusia 25-30 tahun yang disebabkan oleh trauma benda tajam.
Di Indonesia khususnya di pulau Sumatra didapatkan kejadian 2,2% kebutaan dikarenakan trauma tumpul pada mata dengan atau tanpa hifema (Aldy, 2009) .
Secara umum trauma mata dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans
dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), dan trauma non mekanik yaitu, trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa), (Asbury, 2000).
Trauma pada mata sendiri dapat terjadi setiap saat seperti di rumah, saat berolahraga, saat bekerja, di perjalanan, sekolah dan tempat-tempat lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) dan American Society of Ocular Trauma (ASOT),
Sembilan puluh persen (90%) dari semua jenis trauma mata dapat dicegah dengan menggunakan protective eyewear atau yang kita kenal dengan pelindung mata.
(53)
Beberapa manifestasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik. Jika komplikasi tersebut keluar maka terapi yang diberikan juga meliputi penanganan terhadap komplikasi yang timbul. (Catalano, 1992).
Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesia umum. Sebelum pembedahan tidak diberikan obat sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokuler yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung Fox (atau sepertiga bagian bawah corong kertas) pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan. Selain itu, pada cedera berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap (Asbury, 2008).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah karakteristik trauma mata pada pasien dewasa yang datang berobat ke RSUD DR.Pirngadi Medan pada tahun 2012.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Mendapatkan karakterikstik trauma mata pada dewasa di RSUD DR.Pirngadi Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah trauma mata pada dewasa di RSUD DR.Pirngadi Medan pada tahun 2012.
(54)
2. Untuk mengetahui proporsi umur, jenis kelamin, faktor penyebab trauma, jenis trauma, waktu kejadian, lateralisasi, area mata, lokasi kejaidan, jenis pekerjaan dan penatalaksanaan terhadap kasus trauma mata pada dewasa di RSUD DR.Pirngadi Medan.
1.4Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai trauma mata pada dewasa di RSUD DR.Pirngadi medan, sehingga dapat memberikan sumbangan data epidemiologi, angka kebutaan akibat trauma di Sumatera Utara dan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.
2. Dengan penelitian ini diharapkan kejadian trauma mata dapat menurun sehingga mengurangi angka kecacatan mata dan penurunan tajam penglihatan pada dewasa di RSUD DR. Pirngadi Medan.
3. Dapat memberikan gambaran epidemiologi penyebab terbanyak dari kasus trauma mata pada pasien dewasa di RSUD DR.Pirngadi Medan.
(55)
ABSTRAK
Pendahuluan: Mata adalah salah satu indra yang sangat penting bagi kehidupan
manusia namun, frekuensi kecelakaan pada mata masih tinggi yang menyebabkan kebutaan unilateral. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang paling berhubungan dengan kasus trauma mata untuk menurunkan angka kejadian trauma mata. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran trauma mata yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain retrospektif. Penelitian ini
dilaksanakan di RSUD DR. Pirngadi, Medan sejak September hingga Oktober 2013.
Hasil: Hasil Penelitian dari 73 subjek penelitian, proporsi trauma mata pada
dewasa tertinggi pada usia 41-60 tahun 52,1%, dengan proporsi laki-laki 60,3% dan perempuan 39,7%. Penyebab trauma mata sebanyak 64,4% yang disebabkan oleh benda tumpul. Kasus trauma mata paling sering terjadi di rumah yaitu sebesar 46,6% dan didapati sebanyak 61 kasus atau 83,6% pasien datang berobat diatas 24 jam.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan dari penelitian terdapat banyak variabel yang berperan dalam terjadinya trauma mata. Trauma mata yang dapat dicegah dengan meningkatkan proteksi dan pemahamam mengenai trauma mata.
(56)
ABSTRACT
Introduction: Eye is one of the most important sense in human life, but incidence
of eye injury is categorized high that cause unilateral blindness. Therefore, identifying the factors contributing the most in eye injury, can decrease the number of eye injury. The study was did to find the reflection of eye injury that are influenced by many factors.
Methods: This was a descriptive observational study using retrospective design.
The setting was in RSUD DR.Pirngadi, Medan between September to October 2013.
Results: The Result collected from 73 patients, The highest proportion of eye
injury in adult according to age, 41-60 years old was 52,1% , male proportion were 60,3% and women were 39,7%. According to the caused of eye injury, 64,4% cause by blunt object. 46,6% eye injury happened the most at house and 61 cases or 83,6% patients came up to 24 hours after the incident.
Conclusion: Many variable are included in this study that are involved in eye
injury. Eye injury can be prevented by improving the protection and insight about it.
(57)
Oleh:
DIVIKA SILVANA 100100245
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(58)
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
Oleh:
DIVIKA SILVANA 100100245
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(59)
(60)
ABSTRAK
Pendahuluan: Mata adalah salah satu indra yang sangat penting bagi kehidupan
manusia namun, frekuensi kecelakaan pada mata masih tinggi yang menyebabkan kebutaan unilateral. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor yang paling berhubungan dengan kasus trauma mata untuk menurunkan angka kejadian trauma mata. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran trauma mata yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain retrospektif. Penelitian ini
dilaksanakan di RSUD DR. Pirngadi, Medan sejak September hingga Oktober 2013.
Hasil: Hasil Penelitian dari 73 subjek penelitian, proporsi trauma mata pada
dewasa tertinggi pada usia 41-60 tahun 52,1%, dengan proporsi laki-laki 60,3% dan perempuan 39,7%. Penyebab trauma mata sebanyak 64,4% yang disebabkan oleh benda tumpul. Kasus trauma mata paling sering terjadi di rumah yaitu sebesar 46,6% dan didapati sebanyak 61 kasus atau 83,6% pasien datang berobat diatas 24 jam.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan dari penelitian terdapat banyak variabel yang berperan dalam terjadinya trauma mata. Trauma mata yang dapat dicegah dengan meningkatkan proteksi dan pemahamam mengenai trauma mata.
(61)
ABSTRACT
Introduction: Eye is one of the most important sense in human life, but incidence
of eye injury is categorized high that cause unilateral blindness. Therefore, identifying the factors contributing the most in eye injury, can decrease the number of eye injury. The study was did to find the reflection of eye injury that are influenced by many factors.
Methods: This was a descriptive observational study using retrospective design.
The setting was in RSUD DR.Pirngadi, Medan between September to October 2013.
Results: The Result collected from 73 patients, The highest proportion of eye
injury in adult according to age, 41-60 years old was 52,1% , male proportion were 60,3% and women were 39,7%. According to the caused of eye injury, 64,4% cause by blunt object. 46,6% eye injury happened the most at house and 61 cases or 83,6% patients came up to 24 hours after the incident.
Conclusion: Many variable are included in this study that are involved in eye
injury. Eye injury can be prevented by improving the protection and insight about it.
(62)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulisan karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam karya tulis ini, dipaparkan landasan pemikiran dan segala konsep serta hasil yang diperoleh dari penelitian yang berjudul, ” Karakteristik Trauma Mata pada Dewasa di RSUD DR. Pirngadi Medan Tahun 2012”.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Laszuarni, Sp.M selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan saran-saran selama penulisan karya ilmiah ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik
3. dr. Ali Nafiah Nst, SpJP dan dr. Hafaz Zakky Abdillah, M.Ked(Ped), SpA selaku dosen penguji I dan dosen penguji II
4. Prof. Dr. Aznan Lelo, Sp. FK., Ph.D., dr.Yahwardiah Siregar, Ph.D., dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc. CM-FM, MPd.Ked, dr. Sherly Cancerita yang telah banyak memberikan informasi, kritik dan saran dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Teman-teman dari kelas B1, Anita Oktivani, Sofina Lusia Harahap, Harum Siawang, Arnelli Hutagalung, Ria Amelia, Nathania Vicky, Lydia, Pavin Vikneswaran, dan teman-teman lainnya serta senior yang telah banyak membantu.
(63)
7. Serta orangtua dan Keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan nasehat kepada penulis.
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diperika kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan di masa yang akan datang dan kiranya dapat menjadi rujukan untuk penulisan yang lebih baik lagi.
Medan, 6 desember 2013 Penulis
Divika Silvana NIM.100100245
(64)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan... i
ABSTRAK... ii
ABSTRACT... iii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi... vi
Daftar Tabel... viii
Daftar Gambar... ix
Daftar Lampiran... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 2
1.4. Manfaat Penelitian... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1. Anatomi Mata... 4
2.2. Trauma Mata... 15
2.2.1. Pengertian Trauma Mata... 15
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi Trauma Mata... 17
2.3. Dewasa... 27
2.3.1. Definisi Dewasa... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 28
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 28
3.2. Definisi Operasional... 29
BAB 4 METODE PENELITIAN... 31
4.1. Rancangan Penelitian... 31
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 31
4.4. Metode Pengumpulan Data... 32
(65)
4.6. Alur Penelitian... 33
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 34
5.1. Hasil Penelitian... 34
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 34
5.1.2. Karakteristik Individu... 34
5.1.3. Hasil Analisis Data... 35
5.2. Pembahasan... 37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 40
6.1. Kesimpulan... 40
6.2. Saran... 40
DAFTAR PUSTAKA... 42 LAMPIRAN
(66)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Bahan Kimia yang Umumnya Menyebabkan Trauma
Mata...21 Tabel 2.2. Klasifikasi Trauma Kimia Menurut
Hughes-Roper-Hall...22 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Karakteristik Subjek
(67)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar2.1. Bagian Anterior Bola Mata ... 4 Gambar 2.2. Penampang Anterior Tulang Orbita ... 5 Gambar 2.3. Otot yang Menggerakkan Bola Mata beserta
Persarafannya ... 6 Gambar 2.4. Potongan horizontal penampang bola mata ... 7 Gambar 2.5. Vaskularisasi pada bola mata ... 8
(68)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Kegiatan Bimbingan Penelitian
Lampiran 2. Surat Persetujuan Komisi Etik (Ethical clearance) Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 4. Surat Mulai Penelitian Lampiran 5. Surat Selesai penelitian Lampiran 6. Data Induk
(1)
7. Serta orangtua dan Keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan nasehat kepada penulis.
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diperika kepada penulis selama ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Sebagai akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan di masa yang akan datang dan kiranya dapat menjadi rujukan untuk penulisan yang lebih baik lagi.
Medan, 6 desember 2013 Penulis
Divika Silvana NIM.100100245
(2)
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan... i
ABSTRAK... ii
ABSTRACT... iii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi... vi
Daftar Tabel... viii
Daftar Gambar... ix
Daftar Lampiran... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 2
1.4. Manfaat Penelitian... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1. Anatomi Mata... 4
2.2. Trauma Mata... 15
2.2.1. Pengertian Trauma Mata... 15
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi Trauma Mata... 17
2.3. Dewasa... 27
2.3.1. Definisi Dewasa... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 28
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 28
3.2. Definisi Operasional... 29
BAB 4 METODE PENELITIAN... 31
4.1. Rancangan Penelitian... 31
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 31
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 31
4.4. Metode Pengumpulan Data... 32
4.5. Metode Analisis Data... 32
(3)
4.6. Alur Penelitian... 33
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 34
5.1. Hasil Penelitian... 34
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 34
5.1.2. Karakteristik Individu... 34
5.1.3. Hasil Analisis Data... 35
5.2. Pembahasan... 37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 40
6.1. Kesimpulan... 40
6.2. Saran... 40
DAFTAR PUSTAKA... 42 LAMPIRAN
(4)
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Bahan Kimia yang Umumnya Menyebabkan Trauma
Mata...21 Tabel 2.2. Klasifikasi Trauma Kimia Menurut
Hughes-Roper-Hall...22 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Karakteristik Subjek
Penelitian...35
(5)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar2.1. Bagian Anterior Bola Mata ... 4 Gambar 2.2. Penampang Anterior Tulang Orbita ... 5 Gambar 2.3. Otot yang Menggerakkan Bola Mata beserta
Persarafannya ... 6 Gambar 2.4. Potongan horizontal penampang bola mata ... 7 Gambar 2.5. Vaskularisasi pada bola mata ... 8
(6)
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Kegiatan Bimbingan Penelitian
Lampiran 2. Surat Persetujuan Komisi Etik (Ethical clearance) Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 4. Surat Mulai Penelitian Lampiran 5. Surat Selesai penelitian Lampiran 6. Data Induk
Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS