Ascaris lumbricoides Soil Transmitted Helminths

Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil Transmitted Helminths

Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan melalui telur cacing yang dikeluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi. Di daerah yang tidak memiliki sanitasi yang memadai, telur ini akan mencemari tanah. Empat spesies yang paling umum menginfeksi manusia adalah cacing gelang Ascaris lumbricoides, cacing cambuk Trichuris trichiura, dan cacing tambang Necator americanus dan Ancylostoma duodenale Wardhana et al., 2014.

2.1.1 Ascaris lumbricoides

A. Hospes, Nama Penyakit dan Habitat Manusia merupakan satu-satunya hospes A. lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Cacing dewasa hidup di dalam lumen usus halus yeyunum manusia. Sedangkan larvanya masuk ke dalam pembuluh darah dan bermigrasi melalui paru-paru Budiawati, 2001. B. Epidemiologi Parasit ini ditemukan di seluruh dunia kosmopolit, 1.27 milyar lebih atau sekitar seperempat dari populasi dunia terinfeksi Roberts et al., 2005. Parasit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropik dengan kelembaban tinggi, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan telur Waikagul et al., 2002. Defekasi yang sembarangan akan mencemari tanah dengan telur yang dapat bertahan hidup selama bulanan bahkan tahunan. Tanah liat, kelembaban yang tinggi dan suhu yang berkisar 25-30 O C merupakan hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif. Telur-telur ini tahan Universitas Sumatera Utara terhadap disinfektan karena lapisan telur nya mengandung ascarosides sehingga pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik sulit. Pada suhu yang lebih rendah akan menghambat pertumbuhan telur tetapi menguntungkan lamanya kehidupan. Telur akan rusak oleh sinar matahari langsung dalam 15 jam dan mati pada suhu 40 O C Robert et al., 2005. Semua golongan umur dapat terinfeksi oleh parasit ini tetapi anak-anak pada golongan umur 5-9 tahun lebih sering terkena infeksi dengan memakan makanan yang kurang bersih ataupun memakan makanan dengan tangan yang terkontaminasi. Sanitasi lingkungan yang buruk seperti kurangnya pemakaian jamban keluarga, tempat pemukiman yang padat dan kotor akan menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja seperti memudahkan terjadinya infeksi parasit ini. Di beberapa daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk, terutama di Asia, Jerman dan beberapa negara Mediteranian, sayuran yang tidak dimasak merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kontaminasi telur A.lumbricoides, bahkan debu yang tertiup angin dapat membawa telur pada kondisi tertentu Roberts et al., 2005. C. Morfologi dan Siklus Hidup Parasit ini merupakan parasit usus terbesar. Cacing dewasa berbentuk silindris yang mengecil pada kedua ujungnya, berwarna putih susu sampai coklat muda Waikagul et al., 2002. Cacing jantan mempunyai panjang 15-31 cm dengan diameter 2-4 mm dan mempunyai ekor yang membengkok. Cacing betina mempunyai panjang 20-49 cm dengan diameter 3-6 mm dan mempunyai ekor lurus Robert et al., 2005. Cacing ini pada mulutnya mempunyai 3 bibir dengan gigi-gigi kecil dentikel pada pinggirnya. Bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk memasukkan makanan. Pada hipodermis terdapat sel otot somatik yang besar dan panjang yang berguna untuk mempertahankan posisinya di dalam usus halus manusia. Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung di dalam rongga badan. Cacing jantan merniliki 2 buah spikulum yang dapat dikeluarkan dari kloaka, sedangkan cacing betina memiliki vulva terbuka pada sepertiga anterior badan. Universitas Sumatera Utara Bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi Copulatrix ring Budiawati, 2001. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang dibuahi berbentuk ovoid dan berukuran 60 x 45 μ, bila baru dikeluarkan berisi satu sel tunggal dan tidak infektif. Terdapat 3 tipe telur yang dapat diobservasi yaitu 1 telur yang dibuahi, berbentuk bulat atau oval dengan dinding telur yang kuat dan berwarna coklat keemasan. Ukurannya berkisar antara 55-57 μ panjangnya, dan 30-50 μ lebarnya. Terdiri dari 3 lapis: Bagian luar dilapisi oleh albuminoid, bagian tengah glikogen dan bagian dalam dilapisi oleh lapisan lipoid. 2 Telur yang mengalami dekortikasi yang dibuahi maupun tidak dibuahi, tidak memiliki lapisan albuminoid yang juga berwarna coklat keemasan. 3 Telur yang tidak dibuahi memiliki dinding yang tipis dan berbentuk irregular. Ukurannya berkisar antara 88-95 μ panjangnya dan 44 μ lebarnya. Dinding telur terdiri dari 2 lapisan: lapisan luar dilapisi oleh albuminoid dan lapisan dalam oleh glikogen. Lapisan albuminoid ini kadang-kadang hilang atau dilepaskan oleh zat kimia sehingga menghasilkan telur tanpa kulit decorticated Waikagul et al., 2002. Gambar 1.1. Telur Ascaris lumbricoides CDC, 2014 Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti Universitas Sumatera Utara aliran darah menuju ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan Wardhana et al., 2014. Gambar 1.2 Daur hidup Ascaris lumbricoides CDC, 2014 D. Patologi dan Gejala Klinik Infeksi dari cacing A. lumbricoides yang mengandung l0 sampai 20 ekor cacing sering berlalu tanpa diketahui hospes dan baru ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin atau bila cacing dewasa keluar sendiri dengan tinja. Patogenesis yang disebabkan infeksi A. lumbricoides dihubungkan dengan respon imun hospes, efek migrasi larva, efek mekanik cacing dewasa, defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasanya Budiawati, 2001. Universitas Sumatera Utara Gejala yang dapat ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya beratnya infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan dan kerentanan penderita terhadap infeksi cacing. Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Migrasi larva ke paru-paru menimbulkan gejala yang disebut Sindroma Loeffler berupa demam, eosinofilia, urtikaria dan perubahan pada hati. Iritasi bronkial menyebabkan batuk spasmodik. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu Wardhana et al., 2014. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa di dalam usus biasanya ringan, seperti : mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak bisa terjadi malabsorpsi sehingga akan memperberat gejala malnutrisi. Cacing dewasa memperoleh makanan dengan merampas sari-sari makanan hospes. Diketahui bahwa 20 ekor cacing dewasa memakan 2 gr hidrat arang dan 0,79 gr protein sehari. Dengan demikian, infeksi berat yang disebabkan beratus- ratus cacing akan merampas sebagian besar makanan hospes sehingga akan menimbulkan gangguan gizi pada anak. Bila cacing mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat, maka diperlukan tindakan operatif Budiawati, 2001. E. Diagnosis Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Kebanyakan diagnosis dibuat untuk mengidentifikasi karakteristik telur dalam tinja atau melihat ada tidaknya cacing dewasa keluar baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja. A. lumbricoides harus dicurigai ketika muncul gejala-gejala klinis seperti diatas. Pada kasus ringan biasanya asimtomatik. Universitas Sumatera Utara F. Pengobatan Mebendazole adalah terapi pilihan dan pyrantel pamoate sebagai cadangan. Nitazoxamide untuk pengobatan cryptosporodial diarrhea diperkirakan dapat mengobati beberapa jenis helminthes, termasuk A. lumbricoides. G. Pencegahan 1. Sanitasi yang baik. 2. Mencuci tangan sebelum makan. 3. Edukasi kepada anak untuk menjauhkan tangan dari mulut pada saat bermain di tanah. 4. Mencuci dengan bersih sayuran yang tidak dimasak Waikagul et al., 2002.

2.1.2 Trichuris trichiura