Implementasi Modal Sosial Dalam Mempertahankan Usaha Tenun ATBM

20, dan mengikuti arisan-arisan yang ada disekitar tempat tinggalnya, seperti arisan marga dan arisan gereja.

4.4 Implementasi Modal Sosial Dalam Mempertahankan Usaha Tenun ATBM

4.4.1 Jaringan Sosial Dalam upaya mempertahankan usaha tenun ATBM di tengah kemajuan teknologi saat ini, terdapat jaringan sosial atau hubungan-hubungan yang terbentuk antar sesama orang yang terlibat di dalamnya. Jaringan sosial yang terbentuk sangat mempengaruhi kebertahanan suatu usaha, karena usaha tidak pernah lepas dari adanya pengaruh orang lain sebagai pendukung kegiatan usaha tersebut. Pada usaha kerajinan tenun milik Ibu Hotmin juga terdapat jaringan sosial, baik jaringan sosial dalam proses pembuatan produk, jaringan sosial dalam pemasaran produk, dan jaringan sosial dalam perekrutan karyawan. Orang-orang yang terlibat dalam hal ini adalah pengusaha, karyawan, dan konsumen. Berikut penjelasan masing-masing jaringan yang terbentuk: 4.4.1.1 Jaringan Sosial Dalam Proses Pembuatan Produk Dalam proses pembuatan suatu produk berupa kain tenun atau ulos di kilang Ibu Hotmin, terdapat jaringan sosial atau hubungan-hubungan yang terjalin antara sesama pihak yang terlibat. Dalam pembuatan kain tenun atau ulos, jaringan yang terdapat adalah antara pengusaha dan karyawan, yang digambarkan dengan bagan sebagai berikut: Bagan 4.1 Hubungan dalam Proses Pembuatan Produk Pengusaha Karyawan Universitas Sumatera Utara Hubungan yang terbentuk adalah hubungan timbal balik antara pengusaha dan karyawan, yaitu dimulai dari pengusaha, sebagai penyedia atau pemasok alat dan bahan- bahan dasar pembuatan ulos seperti ATBM, benang lalatan, bentuk motif, serta gatif. Bahan-bahan dasar ini diberikan kepada para karyawan yang ada, lalu terbentuklah jaringan dari pengusaha ke karyawan, yaitu karyawan mengerjakan jenis ulos yang ditetapkan pengusaha menggunakan bahan-bahan yang disediakan pengusaha tadi. Dalam sekali seminggu, pengusaha mengutip atau menggunting ulos yang telah dibuat karyawannya, dan karyawan menerima gaji dari pembuatan ulosnya. Seperti yang diungkapkan pengusaha berikut ini: “Kita sediakan semuanya, karyawan yang kerjakan. Untuk karyawan yang kerja di rumah, kita upayakan antar stok benang dalam jumlah banyak, jadi dalam seminggu dua kali aja kita antar benang lalatannya” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Dari kutipan wawancara tersebut terlihat bahwa pengusaha selalu menyediakan segala keperluan untuk proses pembuatan produknya, hal ini dibuat agar karyawan bekerja dengan sungguh-sungguh dan dapat memenuhi target yang telah ditentukan pengusaha. Jadi hubungan yang terjadi adalah antara pengusaha sebagai penyedia bahan-bahan pembuatan ulos, karyawan sebagai penenun ulos, dan kembali ke pengusaha lagi dalam bentuk ulos yang telah jadi dan siap di pasarkan. Dalam pembuatan ulos, Ibu Hotmin menetapkan aturan pada karyawannya agar ulos tidak bisa bergaris, tidak bisa berbulu, dan benang tidak boleh putus. Para karyawan juga ditetapkan target pencapaian ulos dalam seminggunya. Yaitu untuk penenun yang bekerja di kilang tenun seperti yang mengerjakan ulos jenis sarung sulo harus ada 13 Universitas Sumatera Utara sampai 15 ulos yang siap setiap minggunya. Sedangkan untuk karyawan yang bekerja di rumah sendiri targetnya lebih sedikit, hanya sekitar 6 ulos setiap minggunya, itupun tergantung jenis ulos yang dikerjakan. Hal ini dikarenakan jika bekerja langsung di kilang tenun, benang selalu lancar, sementara yang home industry benang sering terlambat diantar karena lebih mengutamakan yang di kilang, kecuali waktu ada pesanan ulos saja baru lancar. Jika dalam seminggu tidak ada ulos yang dihasilkan karyawannya maka akan di pecat. Seperti yang dikatakan Ibu Hotmin berikut: “Saya sama karyawan tegas, kalau gak ada ulos dikeluarkannya dalam seminggu, langsung ku angkatnya ATBM nya kalau yang di rumah mereka, gak perduli aku. Kalau yang di kilang ini langsung ku pecat, jadi biar berkomitmen karyawan itu dalam bekerja, karena kalau banyak dibuatnya ulos kan gajinya juga yang besar” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Hal ini juga dibenarkan karyawannya, seperti penuturan Ibu Dewani berikut: “Gak bisa main-main sama Bu Hotmin, kalau malas kerja langsung dimarahi dan di pecatnya dek, makanya lebih baiknya kami bilang lagi sakit atau ada urusan mendadak kalau lagi malas kerja, biar gak langsung marah” wawancara dengan Ibu Dewani, 2016. Sikap tegas yang diterapkan Ibu Hotmin kepada karyawannya menjadikan karyawan benar-benar dalam melakukan pekerjaannya, sehingga target penjualan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Karena yang dikerjakan karyawan juga selalu sesuai dengan yang dibayar. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mei berikut ini: “Enaknya kerja sama Ibu Hotmin gaji kita selalu tepat waktu dibayar dan sesuai sama hasil kerja kita. Ya walaupun ibu itu mau marah-marah sama kami kalau gak pas target ulosnya” wawancara dengan Ibu Mei, 2016. Tepatnya pembayaran gaji dan sesuainya gaji dengan yang dikerjakan membuat para karyawan tetap bertahan kerja dengan Ibu Hotmin, walaupun beliau tidak segan- segan untuk memperlakukan karyawannya dengan tidak baik jika susah diajak Universitas Sumatera Utara kerjasama. Untuk bahan dasar seperti benang, Ibu Hotmin membeli di Pasar Parluasan dari Toko Sempakata, namun sekali-kali ia juga membeli benang dari Medan. Benang- benang yang dibeli di buat lagi ke dalam ukuran yang lebih kecil menggunakan mesin palet. Lalu untuk benang gulungan besar yang di sebut lungsin di gulung dengan mesin panghanian. Benang-benang yang telah diproses inilah diantar ke karyawan-karyawan yang akan dibuat menjadi kain tenun berupa ulos. Jaringan sosial yang terbentuk dalam sebuah usaha haruslah kuat dan bersifat membangun, agar usaha dapat tetap bertahan meskipun mengalami perubahan seperti kemajuan teknologi. Jaringan yang terbentuk antara pengusaha dengan karyawan- karyawan tenun dalam proses pembuatan produk termasuk dalam tingkat jaringan sosial meso. Termasuk ke dalam tingkatan jaringan meso karena hubungan yang terbentuk dibangun dari hubungan para individu dengan maupun dalam kelompok tersebut, dalam hal ini kelompok dimaksudkan adalah usaha Ibu Hotmin tersebut. Hubungan sesama karyawan atau antara karyawan dengan pengusaha terjadi hanya dalam kelompok atau dalam usaha pertenunan Ibu Hotmin saja. Di luar tempat kerja tidak ada hubungan yang terjadi, seperti yang dikatakan Ibu Serliana berikut: “Karena pekerjaan ya kita kerjasama dengan pengusaha dan karyawan lain yang berdekatan biar ulos yang kita keluarkan sesuai target, tetapi di luar jam kerja kita gak ada hubungan lagi dek, karena memang gak ada dibuat pengusaha semacam perkumpulan untuk para karyawan” wawancara dengan Ibu Serliana, 2016. Tidak adanya perkumpulan yang dibentuk oleh pengusaha untuk para karyawannya, membuat para karyawan tidak begitu akrab satu dengan lainnya. Mereka berinteraksi hanya sekedarnya saja dan tidak ada komunikasi yang cukup sering terjadi antara karyawannya. Pada proses pembuatan produk berupa kain tenun, terjadi Universitas Sumatera Utara hubungan secara terus menerus antara karyawan dengan pengusaha, tetapi hubungan ini terjadi hanya dalam lingkup pekerjaan saja, di luar dari masalah pekerjaan mereka tidak menjalin hubungan secara intensif seperti layaknya saat bekerja. Alat-alat dan bahan- bahan pembuatan ulos disediakan oleh pengusaha, lalu pengusaha membagi alat dan bahan tersebut kepada para karyawannya untuk membuat ulos, setiap kekurangan bahan selalu dipenuhi oleh pengusaha. Setelah itu ulos-ulos yang dihasilkan diserahkan lagi ke pengusaha untuk dijual ke pasar, begitu seterusnya hubungan yang terjadi pada proses pembuatan produk, dan hubungan itu hanya terjadi dalam hal pekerjaan saja, tidak jika di luar hal pekerjaan. 4.4.1.2 Jaringan Sosial dalam Proses Pemasaran Produk Dalam proses pemasaran produk terdapat jaringan sosial yang terbentuk agar produk yang dihasilkan dapat sampai ke tangan konsumen. Proses pemasaran produk agar sampai ke tangan konsumen sebagai pemakai akhir dari pengusaha ke konsumen melalui toko yang ada di pasar, jual beli online, dan dapat juga dari karyawan kepercayaan pengusaha. Bagan 4.2 Jaringan Sosial dalam Pemasaran Produk Pengusaha Jual Beli Online Konsumen Toko Devi Ulos Konsumen Konsumen Konsumen Karyawan Universitas Sumatera Utara Bagan diatas menggambarkan jaringan sosial yang terbentuk dalam proses pemasaran produk hingga sampai ke tangan konsumen. Melalui pengusaha atau Ibu Hotmin, ulos di jual ke Toko Devi Ulos yang terdapat di Pasar Parluasan, Pematangsiantar, dari Toko Devi Ulos ini konsumen membeli kain tenun hasil Ibu Hotmin. Hubungan antara pengusaha dan Toko Devi Ulos telah terjalin selama 8 tahun yaitu mulai tahun 2008, oleh sebab itu jaringan sosial yang terbentuk sudah sangat kuat dan erat, mereka saling membantu dan membangun untuk memajukan usaha bersama, seperti pendapat Ibu Hotmin berikut ini: “Kalau hubungan saya sama Ibu Devi udah erat kali dek, udah bukan sekedar hubungan usaha, karena udah 8 tahun juga kami kerjasama jual ulos ini, jadi udah kayak sahabat kita juga. semua permintaan konsumen disampaikannya ke kita biar ulos kita tetap diminati, jiwa Ibu Devi juga enak, jadi betah kita langganan sama dia” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Kerjasama yang sudah terjalin selama 8 tahun membentuk sebuah jaringan sosial yang kuat antara Ibu Hotmin dan Ibu Devi, seperti pendapat Ibu Devi berikut ini: “Selama 8 tahun kerjasama udah tau lah dek cemana sifat dan kepribadian masing-masing, jadi bukan soal kemajuan usaha aja kami kerjasama, soal pribadi pun mau juga, tapi ya itulah jangan merugikan usaha kita juga” wawancara dengan Ibu Devi, 2016. Hubungan kerjasama yang telah dibangun oleh Ibu hotmin dengan Ibu Devi secara terus-menerus selama 8 tahun termasuk dalam tingkatan jaringan sosial mikro dan meso, karena selain jaringan yang terbentuk karena masalah usaha, kerjasama selama 8 tahun juga menjadikan mereka sampai pada jaringan mikro yang lebih kecil, artinya mereka relatif intens melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekedar urusan pekerjaan. Universitas Sumatera Utara Jaringan pemasaran berikutnya dilakukan melalui jual beli secara online, agar dapat menjangkau konsumen di luar Kota Pematangsiantar. Jadi bagi pencinta ulos yang berada jauh dari Kota Pematangsiantar dapat tetap mendapatkan ulos jika tertarik dengan ulos buatan usaha tenun milik Ibu Hotmin. Melalui jual beli online ulos diantar dengan TIKI Titipan Kilat dan Elteha yang ada di Jalan Cipto No. 68, Kota Pematangsiantar. Dalam hal ini terbentuk jaringan antara pengusaha dengan pihak TIKI dan Elteha. Banyaknya konsumen pemesan ulos secara online menjadikan pengusaha menjalin kerjasama dengan pihak-pihak pengiriman barang seperti TIKI dan Elteha, namun Ibu Hotmin mengaku lebih sering menggunakan jasa pengiriman Elteha, seperti yang diungkapkan Ibu Hotmin berikut: “Secara online lebih sering kita kirim dari Elteha yang di Jalan Cipto, karena lebih cepat sampai ke konsumen” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Jaringan sosial yang terbentuk termasuk dalam tingkatan jaringan meso, hal ini dikarenakan hubungan antara Ibu Hotmin dengan pihak TIKI maupun Elteha hanya terjadi dalam hal pekerjaan. Agar kiriman mereka dapat sampai denga selamat dan tepat waktu, Ibu Hotmin harus bersikap ramah dan membayar ongkos sesuai dengan harganya. Setelah barang yang dikirim sampai, konsumen langsung memberitahu kepada Ibu Hotmin, dan beliau pun segera menghubungi pelanggannya untuk menanyakan apakah produk yang telah diterima sesuai dengan pesanan dan harapan. Jika ada keluhan atau komentar untuk perbaikan produk dari pelanggan, selalu ditanggapi oleh Ibu Hotmin. Pemasaran berikutnya yaitu tanpa melalui perantara, artinya barang langsung sampai ke tangan konsumen dari pengusaha tanpa perantara. Para konsumen datang Universitas Sumatera Utara secara langsung ke rumah atau kilang Ibu Hotmin untuk membeli kain tenunnya. Konsumen yang membeli secara langsung adalah para tetangga dekat Ibu Hotmin dan teman-teman satu perkumpulan dengan Ibu Hotmin. Jaringan yang terbentuk termasuk dalam tingkatan jaringan mikro, karena hubungan sosial antara pengusaha dengan konsumen ini terjadi secara terus-menerus. Di luar individu sebagai pengusaha dan konsumen, hubungan mereka sudah dekat yaitu sebagai tetangga maupun teman seperkumpulan gereja atau serikat. Selain melalui pengusaha, ada juga konsumen yang membeli melalui karyawan kepercayaannya, lalu karyawannya akan mengkonfirmasi harga dan jenis produk yang akan dibeli ke pengusaha, Ibu Hotmin. Namun hal ini juga tidak berlaku untuk semua karyawan home industry, karena hanya satu karyawan kepercayaan Ibu Hotmin, yaitu Ibu Serliana Sinaga, seperti kutipan wawancara berikut: “...mau juga pembeli itu membeli melalui Ibu Serliana, nanti dikabari Ibu Serliana sama kita kan baru saya setujui dan saya kasih dia upah. kayak kemarin dia jual 6 pasang bakal jas dan ulos seharga Rp 3.000.000,- saya kasih dia Rp 100.000,-” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Ibu serliana adalah karyawan kepercayaan Ibu Hotmin, karena dalam bekerja ia rajin, hasilnya rapi, dan selalu jujur, hal ini membuat Ibu Hotmin jadi menyukai Ibu Serliana. Para tetangga atau saudara maupun keluarga Ibu Serliana yang tertarik dengan ulos yang dikerjakannya, sering membeli langsung dari Ibu Serliana ini, lalu ia akan memberitahu kepada Ibu Hotmin dan uang hasil penjualan diberikan kepada Ibu Hotmin, tetapi Ibu Serliana menerima upah atas penjualan yang dilakukannya. Seperti pendapat Ibu Serliana berikut: “Sering orang beli melalui kakak, pembeli itu yang rumahnya dekat sama kakak, atau saudara-saudara orang-orang yang tinggal sekitar sini lah dek, karena cantik Universitas Sumatera Utara dilihat orang itu yang kakak kerjakan, jadi tertarik membeli, biasanya beli dalam jumlah paling banyak 3 pasanglah”wawancara dengan Ibu Serliana, 2016. Membeli melalui Ibu Serliana sebenarnya tidak termasuk ke dalam strategi pemasaran yang diterapkan Ibu hotmin. Karena awalnya hanya beberapa orang yang sering membeli satu atau dua lembar saja. Namun lama-kelamaan banyak juga yang membeli melalui Ibu Serliana tersebut, dan hal ini tetap diterima oleh Ibu Hotmin, karena ia sudah percaya pada Ibu Serliana. Masalah harga mereka sering membuat kesepakatan sesuai dengan ketentuan Ibu Hotmin. 4.4.1.3 Jaringan Sosial Perekrutan Karyawan Tenun Dalam pencarian karyawan tenun, Ibu Hotmin tidak mengadakan perekrutan khusus dan tidak mengalami kesulitan, karena pencari kerja terus berdatangan untuk meminta kerja yang lebih banyak adalah tetangga atau orang yang dikenalnya, sehingga mereka akandatang sendiri ke rumahnya. Sebagian besar karyawannya adalah perempuan, baik yang belum menikah maupun yang sudah menikah. Informasi tentang pekerjaan di kilang Ibu Hotmin didapat orang lain dari tetangga Ibu Hotmin atau dari para karyawannya, sehingga jaringan sosial yang terbentuk untuk mendapatkan karyawan baru adalah jaringan pengusaha dengan tetangga dan karyawan sendiri.Seperti yang dikatakan Lasma berikut ini: “Saya tahu ada kerja tenun disini dari teman saya yang kebetulan rumahnya dekat rumah Ibu Hotmin. Karyawan lain yang kerja di kilang pun sebagian besar tahu-tahu dari tetangga atau karyawan yang udah kerja duluan disini kak” wawancara denga Lasma Sianipar, 2016. Lasma yang mengetahui kerja di kilang Ibu Hotmin dari temannya awalnya tidak mengerti soal bertenun. Namun ia tetap diterima oleh Ibu Hotmin, karena semua karyawannya yang baru yang tidak mengerti cara bertenun diajari secara gratis, jadi Universitas Sumatera Utara sambil belajar bisa kerja pelan-pelan. Ibu Serliana dan Ibu Lisna adalah karyawan Ibu Hotmin yang telah mahir bertenun, jadi setiap karyawan baru yang masih belajar selalu mereka yang dimintakan oleh Ibu Hotmin untuk mengajarinya. Seperti pendapat Ibu Lisna berikut: “Karyawan baru yang belum tahu bertenun saya ajari, dan saya dibayar oleh Ibu Hotmin untuk mengajari Rp 100.000,-. Kalau mau ngajari saya di jemput karyawan pengantar benang, tergantung dimana karyawan baru tadi kerja, mau di kilang atau rumahnya sendiri” wawancara dengan Ibu Lisna, 2016. Hal senada juga diungkapkan Ibu Serliana sebagai berikut: “Banyak juga karyawan yang belum tahu tenun diterima, tapi kami ajari dulu dek, ya kalau cepat dia nangkap kerja, tapi ada yang gak bisa-bisa ya gak jadi kerja. Kayak baru-baru ini kakak ngajarin anak gadis disini, 1 minggu kakak ajarin gak bisa juga, akhirnya gak kerja dia dek” wawancara dengan Ibu Serliana, 2016. Belajar bertenun bukanlah hal yang mudah, karena memang harus teliti dan dibutuhkan kesabaran untuk menenun setiap helai benangnya. Oleh sebab itu karyawan baru yang belum tahu cara bertenun dan telah diajari, jika tidak bisa juga dalam waktu 2 minggu, maka tidak jadi bekerja. Setiap orang yang ingin bekerja selalu diterima Ibu Hotmin, tetapi jika ada ATBM yang lagi kosong atau kurang orang yang mengerjakan. Karyawan yang baru bekerja dan belum pandai bertenun diajari oleh karyawannya yang sudah mahir bertenun yaitu biasanya Ibu Lisna dan Ibu Serliana Sinaga. Setiap mengajari satu orang calon karyawan baru, mereka diberi upah Rp 100.000,- dari pengusaha, mereka hanya perlu mengajari selama 2 hari saja, selebihnya jika karyawan baru tadi yang ingin bertanya atau ada yang kurang paham mereka boleh saja memberitahu tetapi tidak diberi upah lagi dan tidak menjadi tanggungjawab mereka lagi calon karyawan yang baru tersebut. Universitas Sumatera Utara Karyawan Ibu Hotmin mayoritas adalah suku Batak, baik Batak Toba maupun Simalungun, tetapi ada juga sebagian kecil yang bersuku Jawa. Karena bagi pengusaha ini, suku dan agama bukanlah hal penentu seseorang boleh bekerja di tempatnya atau tidak, seperti yaang diungkapkan Ibu Hotmin berikut: “Karyawan kita memang mayoritas kristen dan Batak, tetapi ada juga kok beberapa yang muslim dan suku Jawa, semuanya saya terima asalkan mau kerja dek” wawancara dengan Ibu Hotmin. Untuk bekerja dengan pengusaha ini, tidak ada kriteria atau syarat khusu yang ditetapkan pengusaha, baik pendidikan terakhir dan yang lainnya. Berikut hasil wawancara dengan pengusaha: “Karyawan kita banyak yang gak tamat SMA, tapi mereka mampu kerja tenun dengan baik dan rapi. Jadi gak penting dibuat syarat-syarat, karena kalau mau belajar semua pasti bisa. Intinya harus ada kemauan aja” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Dari uraian wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengusaha ini menerima semua pelamar kerja asalkan benar-benar punya kemauan untuk bekerja. Tidak ada syarat khusus yang ditetapkan, karena menurut Ibu Hotmin semua orang harus saling membantu. Saat ini jumlah karyawan Ibu Hotmin adalah 18 orang, 3 orang laki-laki yang bekerja sebagai penggulung benang dan pengantar benang, dan 15 orang perempuan sebagai penenun ulos. Penenun ulos ini terdiri dari 2 jenis, yaitu penenun yang bekerja di kilang tenun dan penenun yang bekerja di rumah sendiri dengan ATBM dan bahan lainnya disediakan pengusaha. Penenun yang bekerja di kilang ada 9 orang perempuan, sedangkan yang bekerja di rumah ada 6 orang. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa sikap yang dimiliki pengusaha ini sangatlah bagus dan dermawan, karena ia tidak hanya mengutamakan Universitas Sumatera Utara orang yang telah tahu bertenun, melainkan yang belum mengerti pun ia siap mengajari. Ia mau membayar karyawannya untuk mengajari orang bertenun, bukan hanya sekedar menerima yang sudah mahir saja. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa informasi mengenai pekerjaan di kilang Ibu Hotmin di dapat para pencari kerja dari tetangga Ibu Hotmin dan para karyawannya. Jaringan sosial yang terbentuk antara Ibu Hotmin dengan tetangganya termasuk dalam tingkatan jaringan mikro, karena hubungan mereka terjadi secara terus-menerus setiap hari, sehingga informasi mengenai kekurangn karyawan juga diketahui tetangganya. Sedangkan jaringan antara pengusaha dengan karyawannya terjadi pada tingkatan jaringan meso, karena mereka hanya berinteraksi di dalam hal pekerjaan, sehingga informasi-informasi yang diberikan pengusaha kepada karyawan mengenai karyawan baru disebarkan atau disampaikan para karyawan kepada orang yang membutuhkan atau kepada orang-orang terdekat mereka yang butuh pekerjaan. 4.4.2 Rasa Percaya antara Pengusaha, Karyawan, dan Konsumen Dalam sebuah hubungan atau menjalin kerjasama, rasa percaya adalah hal yang penting untuk dimiliki agar usaha tetap berjalan dengan baik, karena rasa percaya dapat meningkatkan toleransi seseorang terhadap ketidakpastian akan suatu hal. Hubungan kerjasama yang terjadi antara pengusaha, karyawan, dan konsumen dapat bertahan dengan lama karena dilandasi oleh rasa percaya. Rasa percaya terbentuk karena dua faktor, yaitu sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 4.4.2.1 Kepercayaan Askriptif Kepercayaan askriptif adalah kepercayaan yang muncul dari hubungan yang diperoleh berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pribadi seseorang, seperti latar belakang kekerabatan, etnis, dan keturunan yang dimiliki. Pada usaha tenun milik Ibu Hotmin, faktor kepercayaan askriptif ini berlaku, tetapi tidak terlalu kuat, karena hubungan antara pengusaha, karyawan, dan konsumen terjadi atas dasar kepentingan bersama, dan bukan hanya karena ada pertalian darah atau kesamaan etnis. Sebagian besar karyawan Ibu Hotmin adalah yang beragama Kristen Protestan dan bersuku Batak, namun hal ini bukan disengaja, melainkan memang merekalah yang paling banyak datang untuk bekerja. Seperti yang dikatakan Ibu Hotmin berikut ini: “Mayoritas yang kerja disini orang Batak, tapi ada yang beragama kristen dan islam itu. Bagi saya semua sama ajanya dek, mau agama apapun itu, karena yang dibutuhkan skill, jadi gak masalah sama kita” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Hubungan darah atau etnis bukanlah hal yang harus dipermasalahkan jika ingin maju. Mayoritas karyawan Ibu Hotmin adalah bersuku Batak, baik Batak Toba maupun Simalungun. Persamaan marga yang terdapat pada suku Batak, tidak menjadikan ada perbedaan perlakuan, semua tergantung kinerja masing-masing orang. Seperti yang diungkapkan karyawannya berikut ini: “Kami berbeda-beda agamanya, tapi tetap sama diperlakukan pengusaha. Karena di kilang bukannya ada hal-hal yang harus disembunyikan, semua sama rata kak” wawancara dengan Lasma Sianipar, 2016. Hal yang sama juga dikatakan karyawan lainnya berikut ini: “Sama Ibu Hotmin semua sama rata dek, pokoknya siapa yang rajin ajalah sedikit dibedakan, kalau masalah agama dan suku gak ada” wawancara dengan Ibu Lisna, 2016. Universitas Sumatera Utara Untuk pembedaan perlakuan pengusaha karena kesamaan etnis dan agama tidak terjadi, tetapi kesamaan etnis adalah salah satu hal yang membantu memudahkan dalam melakukan interaksi. Seperti penggunaan bahasa, kepada karyawan yang bersuku Batak, mereka lebih sering berinteraksi menggunakan bahasa Batak, hal ini membuat karyawan yang bersuku Batak lebih sering untuk berkomunikasi dengan pengusaha dibanding suku lainnya yang menggunakan bahasa Indonesia, seperti yang dikatakan karyawan berikut ini: “Sesama suku Batak lebih sering ngomong pake bahasa Batak, biar lebih akrab dek, apalagi memang kebanyakan kami pun orang Batak dek” wawancara dengan Ibu Dewani, 2016. Hubungan kesamaan etnis memperkuat kerjasama dan menimbulkan kepercayaan antara pengusaha dengan karyawannya, dan hal ini terjadi pada hubungan pengusaha dengan konsumen, karena yang menjadi konsumen mayoritas bersuku Batak. Mereka membeli ulos untuk segala keperluan terkait dengan upacara adat-adat Batak. Untuk hubungan karena faktor keturunan tidak ada terjadi pada usaha tenun Ibu Hotmin, karena karyawannya bukanlah kerabat pengusaha, dan hanya sebagian kecil konsumennya berasal dari kerabat atau keluarga. Seperti yang diungkapkan Ibu Hotmin berikut ini: “Hubungan kekerabatan tidak ada terjadi pada usaha saya, karena karyawan tidak berasal dari kerabat saya. Kalau konsumen adalah kerabat kita, daripada beli sama orang lain kan lebih bagus sama kita dek” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Sebagian kecil konsumennya adalah keluarga atau kerabat pengusaha. Rasa percaya sudah lebih kuat antara pengusaha dengan keluarganya, karena mereka telah mengenal satu sama lain dengan baik. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya dan membuat usaha tenunnya dapat bertahan. Untuk konsumen pelanggan lainnya dari Universitas Sumatera Utara kalangan jauh yang memesan ulos secara online, karena pemasaran ulos di Kota Pematangsiantar hanya dilakukan melalui 1 toko saja, kepercayaan askriptif juga terjadi, karena mayoritas yang memesan ulos adalah bersuku Batak, jadi interaksi mereka sudah lebih kuat karena kesamaan suku tersebut. Jadi kepercayaan askriptif ini sangat berpengaruh terhadap rasa percaya yang terjalin antara pengusaha, karyawan, dan konsumen. Pada kepercayaan askriptif, kesamaan etnis yang paling mempengaruhi, karena hubungan kekerabatan tidak relatif sering terjadi pada usaha tenun Jalan Lau Cimba tersebut. 4.4.2.2 Kepercayaan Prosesual Kepercayaan prosesual yaitu kepercayaan yang muncul melalui proses interaksi sosial yang dibangun oleh para aktor yang terlibat. Dalam penelitian ini, aktor yang terlibat adalah pengusaha, karyawan, dan konsumen. Interaksi yang dilakukan secara terus-menerus, akan menghasilkan rasa percaya diantara pihak yang terlibat. Rasa percaya ini dapat digunakan untuk mendukung bertahannya suatu usaha. Hubungan pengusaha dengan karyawan dapat berjalan dengan baik jika interaksi yang terjalin juga baik. Pada usaha tenun milik Ibu Hotmin, ia selalu memperlakukan karyawannya dengan baik, dan ia juga memberi gaji selalu tepat waktu dan sesuai dengan yang dikerjakan karyawannya. Sesekali pengusaha memberi bonus gaji untuk karyawan yang bekerja dengan baik dan memenuhi target, tetapi bagi karyawan yang malas bekerja akan ditindak tegas oleh Ibu Hotmin tersebut. Pada waktu istirahat kerja, karyawan yang bekerja di kilang juga sering berkunjung ke rumah Ibu Hotmin untuk Universitas Sumatera Utara sekedar cerita-cerita demi menjalin hubungan yang baik. Seperti hasil wawancara denga karyawan berikut ini: “Semua karyawan di kilang ini kalau pas jam istirahat atau malam hari, sering kami datang ke rumah pengusaha untuk nonton tv atau cerita-cerita, tujuannya ya biar akrab aja sama pengusaha, jadi kalau ada apa-apa sama kita pengusaha mau bantu” wawancara dengan Lasma Sianipar, 2016. Hal ini juga dikatakan oleh pengusaha berikut ini: “Kalau pas bukan jam kerja, sering juga kami kumpul-kumpul membicarakan motif baru atau sekedar cerita-cerita dek, jadi kita pun udah tahu lah gimana sifat para karyawan, tapi ini karyawan yang di kilang ya, kalau yang home industry agak jarang karena jaraknya kan jauh” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Komunikasi yang sering terjadi antara karyawan yang ada di kilang tenun dan pengusaha mengakibatkan rasa percaya lebih besar daripada terhadap karyawan yang bekerja di rumah dan jarang berinteraksi dengan pengusaha Jadi interaksi yang terjadi antara pengusaha dengan karyawan terjalin dengan baik, maka hal ini membuat pengusaha percaya pada karyawannya dalam melakukan pekerjaannya, sehingga para karyawan juga dapat bertahan lama kerja dengan Ibu Hotmin. Dalam proses pemasaran yang terjadi antara pengusaha dengan konsumen, proses interaksi juga sangat berpengaruh. Ibu Hotmin hanya memasarkan ulosnya di Toko Devi Ulos yang dimiliki Ibu Devi Purba di Pasar Parluasan. Mereka telah bekerjasama sekitar 8 tahun, dan rasa percaya antar mereka juga sudah kuat, seperti hasil wawancara dengan Ibu Devi berikut ini: “Kalau masalah kepercayaan, ya kami udah percaya kalilah dek makanya bisa kerjasama sampai lama begini. Karena bukan masalah bisnis aja kami kompak, diluar itu pun maunya kami sama juga. Ya intinya kita udah saling percaya lah” wawancara dengan Ibu Devi, 2016. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Hotmin berikut: Universitas Sumatera Utara “Rasa percaya kan muncul karena kita gak pernah bohong dan terusnya sesuai yang kita omongkan sama faktanya, karena bukan untuk 1 atau 2 kali saja kami kerjasama, tapi untuk terus-menerus, jadi kami udah saling percaya lah” wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016. Kerjasama yang sudah terjalin lama dapat terus bertahan karena adanya rasa saling percaya antara pengusaha dengan konsumen. Ulos yang dipesan Ibu Devi selalu dengan tepat waktu diantar oleh Ibu Hotmin. Jumlah dan jenis ulos yang diminta juga selalu ditepati Ibu Hotmin, pembayaran pembelian ulos ini juga selalu dibayar di muka saat ulos diantar. Setiap konsumen yang datang ke toko Ibu Devi, selalu dilayani dengan baik, dan jika ada komentar atau kritik untuk perbaikan motif ulos, selalu ditampung oleh Ibu Devi dan disampaikan kepada Ibu Hotmin sebagai pengusaha yang membuat ulos tersebut. Hal-hal inilah yang menyebabkan mereka tetap bertahan menjalin kerjasama sudah sekitar 8 tahun. Dari interaksi yang baik yang mereka bentuk, melahirkan rasa percaya satu sama lain untuk keperluan bersama usaha mereka. Rasa percaya ini terlihat seperti dalam hal penyediaan jenis dan jumlah ulos yang di pesan Ibu Devi, ia tidak pernah lagi meragukan kualitas ulos yang di pesannya, harga jual dari Ibu Hotmin juga tidak terlalu mahal, serta pembayaran yang selalu di bayar dimuka dan tidak pernah menunggak yang dilakukan Ibu Devi menjadikan mereka saling percaya. Begitu juga dengan konsumen yang membeli secara online, mereka selalu mendapat ulos yang sesuai dengan pesanan dan waktu yang tepat, sehingga tidak pernah ada kritik dari konsumen. Jadi rasa percaya prosesual sangat mempengaruhi dalam mempertahankan usaha tenun ATBM milik Ibu Hotmin di tengah kemajuan teknologi saat ini. Karena rasa percaya sudah ada dan terbentuk pada diri seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, serta telah direalisasikan dalam interaksinya dengan orang-orang yaang dipercayai tersebut. Rasa percaya dapat mengurangi Universitas Sumatera Utara prasangka atau dugaan terhadap gangguan atau kejadian yang tidak diinginkan dari suatu hubungan yang telah dibentuk. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan