Latar Belakang Strategi Adaptasi Pengusaha Kerajinan Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Tengah Kemajuan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pangan berupa makanan, sandang berupa pakaian, dan kebutuhan papan berupa tempat tinggal. Kain sebagai kebutuhan sandang manusia mengalami perkembangan, yaitu awalnya kain digunakan manusia sebagai alat pembawa makanan, alat pelindung, dan kemudian berkembang menjadi bahan pakaian. “Sesuai perkembangan zaman, fungsi kain berubah untuk melindungi badan dari kemungkinan adanya pengaruh luar yang membahayakan badan dan melindungi badan dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot hewan, dianyam atau dibuat ikatan-ikatan yang saling bersambung satu dengan yang lain. Cara menghasilkan bahan-bahan tersebut sangat sederhana yaitu dengan menggunakan alat-alat dari batu atau kayu. Kulit dari kayu daun waru dan sejenisnya dipukul-pukul hingga mengelupas dan diperoleh benda tipis dan cukup lunak. Bahan- bahan yang diambil dari kulit hewan misalnya harimau, beruang, anjing hutan dan sebagainya, dijemur atau dikeringkan untuk bahan pakaian” Enie, 1980: 5. Dengan timbulnya persoalan penyediaan kebutuhan manusia dan saat kebutuhan sandang mulai berkembang, manusia mulai berpikir bagaimana menghasilkan bahan pakaian dengan bentuk yang memenuhi syarat dan jumlahnya cukup, serta dapat dipakai dalam waktu yang lama. “Maka timbullah juga pemikiran manusia untuk membuat pakaian dengan cara menenun dan membuat alat tenun tersebut, sehingga terciptalah alat Universitas Sumatera Utara tenun yang bahan dan bentuk alatnya masih sangat sederhana yaitu dibuat dari kayu dan bambu dengan tali-tali penghubung. Dengan alat-alat ini dapat dibuat kain dengan aneka warna, mutu, maupun coraknya yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk upacara adat, keagamaan, kerajaan, dan lain-lain. Di Indonesia alat tenun pertama kali ini disebut alat tenun gedogan dan terutama terdapat di daerah-daerah luar Pulau Jawa, seperti Bali, Lombok, Sumbawa, dan Samarinda” Enie, 1980: 6. Kain yang dihasilkan dari alat tradisional ini seperti kain tenun ikat untuk sarung, taplak meja, hiasan dinding, dan sebagainya. Alat tenun tradisional yaitu gedogan ini masih jauh dari sempurna, tetapi berkat kerajinan dan ketekunan para penenun, dapat dihasilkan kain-kain yang bermutu walaupun ukuran-ukurannya tertentu dan kapasitas produksinya sangat rendah. Sejalan dengan kemajuan zaman dan teknologi, ditemukanlah alat-alat baru yang dapat menghasilkan kain-kain dengan cepat dan mutu yang lebih baik. “Di Indonesia alat tenun yang baru ini disebut ATBM Alat Tenun Bukan Mesin. ATBM juga sering disebut TIB atau Textiel Inrichting Bandung, karena mula-mula diciptakan oleh lembaga tersebut. Alat ini juga masih menggunakan konstruksi alat yang masih sederhana, yaitu dengan menggunakan kayu-kayu yang telah dirapikan sebelumnya, maka masih tetap diperlukan banyak tenaga manusia” Enie, 1980: 6-7. ATBM dipergunakan sambil duduk di atas kursi dan biasa terdapat pada industri skala kecil dan tradisional. ATBM ini terbuat dari kayu jati dengan banyak alat pendukungnya untuk membangun sebuah sistem alat tenun. ATBM digunakan dengan tenaga manusia dan pengerjaannya memakan waktu cukup lama, tergantung dengan kecepatan dan ketekunan pengrajinnya. Namun kain yang dihasilkan juga rapi dan baik, Universitas Sumatera Utara serta menghasilkan banyak motif kain yang khas dan menarik sesuai kreasi pengrajin tenunnya. Karena waktu yang dibutuhkan untuk menenun sebuah kain cukup lama, maka harga dari setiap kain juga mahal sesuai bentuk dan motif yang diinginkan. Kerajinan tenun merupakan salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia. “Kerajinan tenun telah diresmikan oleh UNESCO sebagai warisan dunia non-benda dan telah ada di Indonesia sejak ratusan tahun silam. Kerajinan ini sempat akan punah, namun setelah kain hasil tenun banyak digunakan oleh perancang busana dan diaplikasikan menjadi busana modern yang disukai orang, para pengrajin tenun di Indonesia semangat untuk menghidupkan dan mengembangkan kembali kerajinan tenun ini sebagai warisan peninggalan leluhur nenek moyang mereka” www.tenunikatindonesia.compengrajin-tenun . Biasanya produksi kain tenun dibuat dalam skala rumah tangga. “Beberapa kolektor tenun dunia asal Amerika Serikat dan Kanada, berpendapat bahwa Sumatera memiliki potensi besar untuk menjadi daerah tujuan wisata kain tenun dunia. Hal ini didasarkan pada kekayaan motif tenun juga sentra-sentra produksi tenun yang terdapat di Pulau Sumatera. Beberapa tenun yang terkenal di Sumatera adalah Tenun Songket Pandai Sikek dan Silungkang dari Sumatera Barat, Tenun Songket Jambi, Tenun Melayu, Toba, Dairi, Simalungun, Tapsel, Pakpak dari Sumatera Utara” www.tenunikatindonesia.compengertian-kerajinan-tenun . Kota Pematangsiantar adalah salah satu kotamadya di Sumatera Utara yang terdapat pengrajin tenunulos Batak, baik ulos Batak Simalungun maupun Batak Toba. Ulos Batak terdiri dari berbagai bentuk dan corak atau motif yang berbeda-beda, dan ini Universitas Sumatera Utara semua dibuat oleh pengrajin tenun ulos yang ada di Jalan Lau Cimba. “Ulos adalah salah satu busana khas Indonesia yang dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara, dan merupakan simbol dari warisan budaya lokal yang turun-temurun sejak abad ke-14. Keberadaan kain ulos ini sangat penting sepanjang siklus kehidupan masyarakat Batak, dimana merupakan bagian penting dalam setiap upacara tradisional Batak mulai dari acara kelahiran, pernikahan sampai kematian yang masih akan terus digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat Batak” http:www.samosirkab.go.id2012index.php2014-10-15-02-42- 58ikmdifersivikasitenun .Oleh sebab keberadaan ulos yang tidak pernah lepas dari adat masyarakat Batak, sebagian orang berusaha untuk tetap bertahan sebagai pengusaha dan pengrajin tenun ulos. Kemajuanteknologi telah berkembang secara pesat di kalangan masyarakat Indonesia.Perkembangan teknologi ini dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses segala bentuk informasi, seperti informasi mengenai pendidikan, kesehatan, ekonomi, fashion dan informasi lainnya yang secara mudah didapatkan. “Sejak terjadinya revolusi industri di Inggris pada abad ke-18, alat tenun yang semula dibuat dari kayu kemudian dibuat dari logam. Konstruksinya lebih kokoh, bagian-bagiannya lebih sempurna dan memungkinkan untuk dapat bekerja lebih cepat dan aman. Alat tenun ini menggunakan motor sebagai tenaga penggerak, sehingga di Indonesia alat tenun ini disebut ATM Alat Tenun Mesin” Enie, 1980: 7-8. ATM tidak membutuhkan tenaga manusia untuk mengerjakan kain-kainnya, pengoperasiannya juga lebih cepat dan efisien, ATM biasanya terdapat pada industri yang sudah berskala besar. Selain dampak positif, bagi para pengusaha kerajinan tenun Universitas Sumatera Utara tradisional khususnya di Kota Pematangsiantar, kemajuan teknologi juga berdampak negatif, yaitu kehadiran mesin tenun yang tidak membutuhkan tenaga manusia dalam pembuatan kain tenun, kain tidak ditenun dengan tangan langsung, melainkan dicetak melalui sebuah mesin. Proses pengerjaan sebuah kain dengan ATM juga lebih cepat daripada dengan ATBM yang ditenun oleh manusia secara langsung. Teknologi juga telah mampu merubah selera fashion manusia, dan menyebabkan manusia harus mengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan zaman. Begitu juga dengan para pengusaha dan pengrajin tenun, mereka harus mampu mengikuti perkembangan fashion untuk mendapatkan motif dan gaya kain tenun yang sesuai dengantrend saat ini. Kemunculan ATM telah membuat sebagian besar pengusaha kerajinan tenun di Kota Pematangsiantar memilih untuk berhenti dan tidak melanjutkan usahanya. Karena kain tenun hasil ATM yang dijual di pasar harganya jauh lebih murah dari kain tenun dengan ATBM, hal ini menyebabkan berkurangnya peminat untuk membeli kain ATBM dan pengusaha tenun mengalami kerugian. Bagi sebagian pengusaha tenun ATBM yang hanya dengan modal kecil tidak bisa mengikuti perkembangan motif kain, karena untuk mengikuti pameran-pameran dan pelatihan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara pengusaha ATM yang sudah tentu mempunyai modal yang besar dengan mudah mengikutinya. Pengusaha kerajinan tenun ATBM di Jalan Lau Cimba, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Kota Pematangsiantar ini berbeda dengan pengusaha ATBM lainnya. Kehadiran ATM tidak membuatnya mundur, tetapi tetap bertahan. Teknologi dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai macam produk kerajinan yang dihias dengan motif ulos ini seperti bakal baju, jas, dan selendang yang dirancang dan dibuat Universitas Sumatera Utara oleh pengrajin lokal sendiri. Pengusaha ini juga sering mengikuti pameran di luar kota untuk mengembangkan motif dan gaya kain tenunnya. Kain yang dihasilkan ATBM karena hasil buatan tangan, kainnya agak tebal, cepat kusut, tapi tetap halus dan lembut, serta tenunannya terlihat rapi karena dibuat menggunakan tangan. Pewarnaannya menggunakan bahan alami, harganya lebih mahal, dan persediannya terbatas. Sedangkan kain hasil ATM kainnya lebih halus, tapi hasil tenunannya masih kurang rapi, serta sudah banyak terdapat di pasar karena produksinya dalam jumlah besar dan harganya jauh lebih murah. Hal ini mengakibatkan para pengusaha tenun ATBM lainnya mengalami kolaps atau jatuh karena tidak bisa menyaingi harga kain ATM, dan mengakibatkan sebagian besar pengusaha tenun ATBM tidak bertahan dan memilih untuk tidak melanjutkan usaha kain tenun lagi. Beberapa industri kerajinan tenun kecil lainnya di daerah ini yang sudah tutup karena tidak mampu untuk beradaptasi terhadap teknologi dan bersaing dengan pengusaha tenun ATM, sehingga mengalami kerugian dan akhirnya gulung tikar. Bagi pengusaha kerajinan tenun ATBM di Jalan Lau Cimba ini, dapat mempertahankan usahanya ditengah hadirnya ATM Alat Tenun Mesin dan di tengah industri kerajinan tenun kecil lainnya yang telah gulung tikar, tentu bukanlah hal yang mudah dan sudah pasti penuh perjuangan. Oleh sebab itu peneliti tertarik ingin melihat bagaimana strategi adaptasi pengusaha kerajinan tenun ATBM Alat Tenun Bukan Mesin di tengah kemajuan teknologi.

1.2 Rumusan Masalah