BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kota Pematangsiantar adalah kotamadya di Sumatera Utara yang memiliki masyarakat yang bekerja di bidang pertenunan, baik sebagai pengusaha maupun
penenunnya. Lokasi wilayah di Kota Pematangsiantar yang banyak ditemukan pertenunan adalah di Kecamatan Siantar Timur dan Siantar Barat. Pertenun ini dibagi 3,
yaitu pertenunan sangat sederhana dan menggunakan alat tradisional yang disebut gedogan, pertenunan yang menggunakan ATBM Alat Tenun Bukan Mesin yang sudah
lebih maju dari gedogan, dan pertenunan dengan ATM Alat tenun Mesin yang sudah menggunakan mesin yang kompleks dan termasuk dalam industri skala besar. Namun di
Kota Pematangsiantar penenun yang menggunakan alat tenun berupa gedogan sudah jarang ditemukan, hal ini dikarenakan kemajuan teknologi yang telah berkembang di
Kota Pematangsiantar. Alat gedogan dianggap masyarakat sangat lambat dalam mengerjakan pembuatan kain tenun, oleh sebab itu yang masih sering dijumpai adalah
ATBM dan beberapa ATM. ATM adalah milik pengusaha yang sudah berskala besar. Sementara untuk pertenunan ATBM di Kota Pematangsiantar terbagi 2, yaitu ATBM
yang dimiliki dan dikerjakan sendiri oleh orang-perorangan, dan ATBM yang dimiliki satu pengusaha dan karyawan menerima gaji.
Kemajuan teknologi membuat para pengusaha tenun dengan ATBM harus mampu mengembangkan usahanya jika ingin bertahan, karena kehadiran pengusaha
tenun ATM memberi dampak yang kurang baik bagi pertenunan ATBM, ditambah lagi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sebagai konsumen memiliki selera fashion yang berubah-ubah sesuai perkembangan teknologi. Misalnya konsumen lebih tertarik dengan pakaian yang
memiliki motif bebas, dibandingkan dengan motif ulos yang dianggap kelihatan norak dan ketinggalan zaman. Oleh sebab itu, untuk mempertahankan keberlangsungan
usahanya, para pengusaha harus memiliki strategi agar tetap mendapat tempat bagi konsumennya. Begitu juga dengan pengusaha tenun ATBM yang terdapat di Jalan Lau
Cimba No. 78, Kelurahan Siopat Suhu, Kota Pematangsiantar yang telah membuka usaha tenun ATBM selama 15 tahun, pengusaha dapat mempertahankan usahanya
selama 15 tahun karena ia memiliki strategi-strategi usaha tertentu. Strategi adaptasi adalah cara-cara yang dilakukan seseorang dalam mengatasi
perubahan yang terjadi di lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Strategi adaptasi yang dilakukan pengusaha ini dalam beberapa bidang, yaitu
diversifikasi produk, pemasaran, pencarian karyawan, dan pemenuhan modal usaha yang semuanya dilakukan dengan memanfaatkan elemen-elemen dari modal sosial.
Berikut beberapa kesimpulan hasil penelitian yang didapat dari kerajinan tenun ATBM Jalan Lau Cimba No. 78, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur,
Kota Pematangsiantar: 1.
Terdapat bermacam strategi dalam proses diversifikasi produk, yaitu pertama memperbanyak jenis kain yang dihasilkan, awalnya hanya membuat ulos
Simalungun berupa ulos hati rongga palsu, kemudian ulos Simalungun tersebut didiversifikasikan menjadi bakal pembuatan jas, sarung, selendang
tetapi tetap menggunakan motif ulos Simalungun, kemudian menambah jenis
Universitas Sumatera Utara
ulos Simalungun berupa ulos tapak catur dan kain sulo, jadi memiliki aneka ragam produk ulos Simalungun. Strategi yang kedua adalah dengan
penggantian motif ulos menjadi baru serta penggabungan antara motif lama dan baru yang didapat melalui internet dan pameran-pameran budaya yang
diikuti pengusaha, lalu dikembangkan menjadi motif baru yang menjadikan kain tenunnya memiliki motif khas dan lain dari kain tenun kerajinan
lainnya. 2.
Strategi pemasaran produk yang dilakukan Ibu Hotmin adalah dengan cara memasarkan hanya pada satu toko, yaitu Toko Devi Ulos di Pasar Parluasan.
Cara lainnya adalah dengan jual beli online dengan situs Citra Ulos, kemudian dengan cara konsumen sendiri yang datang ke rumah atau kilang
tenun Ibu Hotmin. Pemasaran juga ada dilakukan melalui karyawan kepercayaannya, lalu karyawannya akan memberitahu kepada pengusaha
untuk meminta persetujuan. 3.
Strategi perekrutan karyawan dilakukan secara terbuka, artinya semua pelamar kerja diterima Ibu Hotmin asal mau belajar untuk bertenun. Pada
dasarnya karyawan pencari kerja yang datang ke rumah atau kilang tenun, mengetahui informasi pekerjaan melalui tetangga atau karyawan lain yang
telah bekerja dengan Ibu Hotmin. Tidak ada syarat khusus untuk menjadi karyawan pada usaha tenun tersebut.
4. Strategi pemenuhan modal dilakukan dengan pinjaman ke bank dengan
bunga 5, dan pinjaman ke rentenir dengan bunga 10 sampai 20.
Universitas Sumatera Utara
Strategi pemenuhan modal lainnya juga dilakukan dengan mengikuti arisan marga dan arisan gereja.
5. Ibu Hotmin tidak ada melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah seperti
Dinas UMKM untuk mempertahankan usahanya. Ia membuka usahanya sendiri.
6. Pengalaman-pengalaman di bidang pertenunan yang dilakukan Ibu Hotmin
juga ada, yaitu Ibu Hotmin mengikuti pameran-pameran budaya di Senayan, Jakarta pada tahun 2005 dibawa oleh PTPN III, lalu pernah juga memberikan
pelatihan tentang tenun kepada sanggar anak yang tidak sekolah di Jalan Siatas Barita, Kecamatan Siantar Timur yang dibayar honor oleh PTPN III.
7. Terdapat jaringan sosial dalam usaha mempertahankan kerajinan tenun
ATBM, yaitu jaringan sosial pembuatan produk yang dilakukan oleh pengusaha dan karyawan tenun. Jaringan sosial pemasaran produk untuk
mencapai konsumen yang dilakukan oleh pengusaha melalui Toko Devi Ulos dan situs jual beli online. Selanjutnya pemasaran dapat juga dilakukan oleh
salah seorang yang menjadi karyawan kepercayaan Ibu Hotmin, yaitu Ibu Serliana, serta ada sebagian konsumen yang beli secara langsung kepada Ibu
Hotmin, tanpa melalui perantara. Jaringan sosial untuk mendapatkan karyawan adalah melalui tetangga, karyawan yang telah bekerja dengan Ibu
Hotmin atau karyawan tersebut yang datang langsung meminta kepada pengusaha.
8. Untuk mempertahankan usahanya di tengah kemajuan teknologi, rasa
percaya yang terjalin sangat berpengaruh. Kesamaan etnis seperti suku dan
Universitas Sumatera Utara
agama memperlancar dan memperkuat interaksi antara pengusaha dengan karyawan dan konsumen. Rasa percaya ini ditandai dari adanya hubungan
secara terus-menerus yang dilakukan pihak terlibat. Seperti hubungan antara pengusaha dengan Toko Devi Ulos yang telah berlangsung selama 8 tahun.
Mereka telah menjadi langganan tetap dalam proses pemasaran hasil tenun Ibu Hotmin tersebut. Rasa percaya ini juga terjadi pada hubungan pengusaha
dengan karyawannya, ditandai dengan lama bekerja karyawan yang rata-rata diatas 1 tahun kerja.
5.2 Saran