Latar Belakang Masalah Gorga Sopo Godang Ada Masyarakat Batak Toba Kajian Semiotik

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satu suku yang ada adalah etnis Batak. Etnis ini sudah memiliki kebudayaan dan karya tersendiri. Esten 1978:9, mengatakan bahwa sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia kemanusiaan. Sastra adalah pengucapan atau ekspresi jiwa yang paling individu oleh seorang pengarang serta tinggi dan mulia sifatnya. Fananie 2000:32, mengatakan bahwa sastra adalah karya seni yang merupakam ekspresi kehidupan manusia. Sapardi 1979:1, memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. . Semi 1988:8, mengatakan bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra bersifat khusus menggambarkan individu-individu tertentu dalam suatu daerah tertentu pula. Karya sastra itu tersendiri bukan hanya suatu Universitas Sumatera Utara tiruan hidup, tetapi merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan, yang artinya sastra dapat digunakan sebagai tempat penuangan ekspresi jiwa. Selain itu sastra juga mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan oleh pengarang mengenai kehidupan manusia. Sastra memiliki nilai-nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek pada berbagai jenis perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara utuh. Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari masalah kesusastraan daerah, karena sastra daerah adalah salah satu modal untuk memperkarya dan memberikan sumbangsih terhadap sastra Indonesia. Seni merupakan salah satu unsur dalam wujud kebudayaan. Seni adalah suatu hasil cipta karya manusia yang memiliki wujud abstrak yang terdiri dari berbagai bentuk seperti seni tari, seni arsitektur, seni pahat, seni ukir, dan lain sebagainya. Salah satu jenis seni ukir ini adalah ornamen atau hiasan-hiasan dinding. Ornamen ini sudah ada sejak dulu dan menjadi kebudayaan bangsa Indonesia, Ornamen juga dulunya dijadikan sebagai simbol-simbol hidup oleh masyarakat terhadap suatu peristiwa ataupun sebagai simbol kemakmuran bahkan sebagai simbol kemarahan atau kemurkaan dari roh-roh nenek moyang. Ornamen atau ragam hias merupakan warisan budaya nenek moyang, yang hingga sekarang masih biasa dijumpai di seluruh pelosok tanah air, biasanya di dalam perwujudannya dikaitkan pada hal-hal yang bersifat religius. Ornamen ragam hias banyak diterapkan pada bangunan-bangunan rumah, candi-candi, Universitas Sumatera Utara kain tenun, kain batik, dan sebagainya. Dari berbagai belahan wilayah di Indonesia terdapat ribuan ornamen yang berbeda-beda yang mempunyai ciri dan corak yang khas. Gustami, 1980:4, dalam bukunya Nukilan Seni Ornamen Indonesia menjelaskan bahwa : “Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya menghiasi yang implisit menyangkut segi-segi keindahan. Misalnya untuk menambah indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual maupun segi material financial”. Sebutan umum ornamen dalam bahasa Indonesia adalah ragam hias dan sama artinya dengan gorga. Sehingga menurut Warneck dalam Beheri Goltom, 2010:8, pada buku Kamus Budaya Batak Toba Indonesia 2001 “Gorga adalah ragam ukir, pewarnaan dinding rumah dengan tiga warna dasar misalnya : merah, hitam, dan putih”. Berbagai penulisan yang pernah dilakukan, secara umum gorga Batak Toba dapat digolongkan atas enam jenis yakni ornamen berbentuk manusia gorga Adop- adop, hewan Boraspati, Manuk, raksasa khayalan Jenggar, Gaja Dompak, Singa-singa, Ulu Paung, tumbuh-tumbuhan Sitompi, Dalihan Natolu, Simeol- eol, Simarogung-ogung, Sitagan, geometris Ipon- ipon, Iran- iran, dan alam atau kosmos Simataniari, Desa Naualu. Demikian halnya dengan Gorga Sopo Godang ” Seni ukir Rumah Adat Batak Toba”, memiliki berbagai macam corak ornamen. Setiap ornamen tersebut Universitas Sumatera Utara memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang berbeda-beda. Gorga Sopo Godang Batak Toba banyak dijumpai di daerah Balige, Desa Simanindo Kabupaten Samosir, Kota Tarutung, dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba juga mengenal budaya ornamen yang memiliki makna dan fungsi yang tersendiri. Ornamen tersebut mempunyai berbagai macam corak diantaranya corak tumbuhan, corak peralatan perkakas sarana kehidupan, corak binatang, dan lain-lain. Salah satu contoh ornamen yang terdapat pada Gorga Sopo Godang ialah Kepala Kerbau yang diukir di atas dinding rumah adat, yang bermakna lambang kejayaan. Kerbau dipandang sejenis hewan yang perkasa. Tidak sembarangan mengganggu manusia, hanya orang yang mengganggu akan di tanduk. Pada zaman dahulu sebelum masuknya ajaran agama Kristen sudah ada Sopo Godang. Akan tetapi pada perkembangan zaman ini, masyarakat Batak Toba kurang memperhatikan atau menjaga kelestarian budaya dahulu, sehingga masyarakat Batak Toba tidak berkeinginan lagi membuat Sopo Godang. Bahkan untuk menjaganya pun susah, dan supaya lebih mudah masyarakat Batak Toba membuat dengan memakai batu, paku, seng, semen, dan lain sebagainya. Pada umumnya rumah adat masyarakat Batak Toba yang disebut juga dengan Gorga Sopo Godang, terdapat berbagai jenis ornamen yang diletakkan di berbagai tempat yang memiliki makna dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Rumah adat dalam masyarakat Batak Toba berbentuk persegi panjang dengan bahan dasar utama yang digunakan adalah kayu balok maupun papan, dan ijuk Universitas Sumatera Utara sebagai atap rumahnya. Dasar rumah dibangun setinggi 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah, dan bagian bawah biasanya digunakan untuk tempat ternak seperti ayam, babi, dan lain-lain. Untuk masuk ke dalam rumah atau Sopo Godang digunakan tangga yang anak tangganya biasanya berjumlah ganjil, hal ini berhubungan dengan adanya aturan yang berlaku pada masyarakat waktu itu, bahwa anak tangga genap hanya digunakan oleh kalangan hatoban ‘budak’ dan masyarakat biasa. Pintu rumah memiliki dua jenis daun pintu, yaitu daun pintu horizontal dan vertikal. Namun sekarang, daun pintu horizontal tidak digunakan lagi. Untuk masuk ke dalam rumah orang harus menundukkan kepala karena adanya balok melintang yang menandakan bahwa orang yang berkunjung harus menghormati pemilik rumah. Ruangan di rumah tradisional ini adalah sebuah ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun di situ didiami beberapa keluarga, tetapi itu tidak berarti tidak ada pembagian area, karena ini disesuaikan dengan pembagian kediaman dari rumah tersebut yang diatur oleh adat yang kuat. RumaJabu rumah pada suku Batak Toba berbeda-beda nama dan penyebutannya yaitu : 1. Berdasarkan Bentuknya. Ruma dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Ruma Gorga Jabu Batara Guru. b. Ruma Tanpa Gorga Jabu Batara Siang. c. Ruma Berukuran Kecil dan sederhana Sibaba Ni Amporikmasyarakat tidak mampu. Universitas Sumatera Utara 2. Berdasarkan Besarkecilnya. Ruma dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a. Ruma Besar Ruma Bolon. b. Ruma Kecil Jabu Parbale-balean. 3. Berdasarkan Ruma Adat. Ruma dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Jabu Sibaganding Tua b. Jabu Batara Guru, c. Jabu Sari Munggu Ruma Gorga yang penuh ukiran dan makna. 4. Berdasarkan adat dan norma. Ruma dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a. Jabu Ereng : Rumah tak berukiran. b. Jabu Bontean : dindingnya dari tepas. 5. Ruma Sekeluarga “Ruma Parsantiang”. Bangunan ini didirikan oleh satu keluarga dan diwariskan kepada anak paling bungsu Adat Balige. Sedangkan menurut Adat di Sianjur Mula-Mula diwariskan kepada anak sulung. Rumah merupakan tempat untuk melindungi diri dari lingkungan fisik Universitas Sumatera Utara yang secara langsung berhubungan seperti hujan, panas matahari, binatang buas, dan lain-lain. Pembuatan sebuah rumah di berbagai daerah di Indonesia khususnya pada masyarakat suku Batak Toba berbeda-beda baik itu dari segi bahan maupun arsitekturnya, masing-masing memiliki corak tersendiri. Akan tetapi, pada perkembangan zaman, ornamen yang terdapat di dinding rumah adat, dianggap sebagai hiasan yang memperindah bangunan. Oleh karena itu, ornamen ini merupakan aset budaya yang perlu dijaga dan dilestariakan. Skripsi ini berjudul “ Gorga Sopo Godang pada Masyarakat Batak Toba : Kajian Semiotik “ yang terdapat di desa Simanindo Kabupaten Samosir.

1.2 Rumusan Masalah