RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
60
e. Meningkatkan kesehatan ibu. f. Pemberantasan penyakit HIVAIDS, Malaria serta
penyakit yang lain. g. Menjamin daya dukung lingkungan hidup.
h. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
3.2.1 Faktor Internal
Pelayanan kesehatan khususnya pada Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta, kondisi saat ini
masih sama dengan ragam jenis pelayanan yang terdapat di rumah sakit umum lainnya. Walaupun telah ditetapkan sebagai rumah
sakit rujukan penyakit infeksi di Indonesia namun spesialisasi kekhususan untuk penyakit infeksi belum begitu menonjol. Upaya
peningkatan kemampuan SDM telah banyak dilakukan terutama peningkatan jenjang pendidikan, sementara masih terbatas untuk
jenjang pendidikan diploma III kesehatan dan berbgai pelatihan bagi tenaga medis dan non medis, namun dalam pelaksanaan
belum terprogram secara sistematis untuk menunjang pokok program dan tupoksi rumah sakit. Upaya-upaya ini telah berjalan
dengan baik karena juga ditunjang oleh kesiapan dana operasional, baik dari pendapatan operasional rumah sakit maupun dari APBN.
Rumah sakit sebagai pelaksana pendidikan dan pelatihan juga telah berjalan, walaupun belum maksimal dalam pola pengelolaan
managemennya. Hal ini harus segera dibenahi karena sebagai unit yang potensial untuk melaksanakan pengelolaan yang dapat
menguntungkan pihak rumah sakit untuk mendapatkan pendapatan operasional selain melalui pelayanan.
Berbagai kelemahan yang muncul sampai saat ini dan akan menjadi tantangan dalam upaya perbaikan pengelolaan
rumah sakit dalam upaya mengemban tugas pokok fungsinya ditahun-tahun berikutnya. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan
diantaranya, perbaikan alur pelayanan yang lebih singkat, memaksimalkan kerjasama tim, penegakan disiplin dan komitmen
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
61
bersama, pemeliharaan
sarana dan
prasarana yang
berkesinambungan serta perbaikan sistem informasi manajemen rumah sakit kontrak kerja sama untuk menunjang pola
manajemen keuangan.
3.2.2 Faktor Eksternal
Sebagai rumah sakit pusat kajian dan rujukan penyakit infeksi di Indonesia, maka kondisi rumah sakit sangat dipengaruhi
oleh proses demografi penyakit, stabilitas ekonomi di antaranya kondisi nilai tukar rupiah, globalisasi perdagangan, meningkatnya
biaya kesehatan masyarakat serta tingkat penghasilan masyarakat. Perkembangan sosial budaya di tengah masyarakat akan
berpengaruh pada cara pandang masyarakat terhadap rumah sakit, terlebih kota meteropolitan seperti Jakarta di mana terdapat
sangat banyak ragam suku yang heterogen sehingga beragam pula budaya yang bisa kita temukan. Dengan perkembangan teknologi
kesehatan yang sangat pesat membuat pihak rumah sakit harus beradaptasi
dengan cepat
dan mampu
mengantisipasi perkembangan tersebut sehingga pelayanan yang diberikan tetap
menjadi unggulan. Demikian pula dengan perkembangan pola sebaran penyakit, khususnya penyakit infeksi. Kondisi demografi
sebagai daerah tropis dan mobilisasi penduduk yang relatif tinggi di daerah Ibukota Jakarta sebagai salah satu faktor yang mendorong
untuk dilakukan berbagai ragam penelitian yang terkait dengan infeksi.
Walaupun tingkat sebaran keberadaan rumah sakit di Jakarta sangat banyak, baik milik pemerintah maupun swasta
namun tingkat kepuasan akan pelayanan kesehatan masih belum memenuhi harapan masyarakat. Masyarakat merasa kurang puas
dengan mutu pelayanan rumah sakit seperti lambatnya pelayanan, kesulitan administrasi, dan lamanya waktu tunggu.
Keadaan rumah sakit umum dari segi jumlah memiliki kecenderungan yang meningkat khususnya swasta. Hal ini
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
62
disebabkan karena adanya keyakinan pihak investor terhadap pertumbuhan wilayah dan besarnya kebutuhan masyarakat yang
belum dapat dipenuhi oleh rumah sakit pemerintah. Pada tahun 2008 jumlah rumah sakit di Indonesia 1.320 rumah sakit Depkes,
2009 dengan tingkat pertumbuhan 86 rumah sakit pada tahun 2003. Dari jumlah tersebut 657 rumah sakit milik swasta dengan
rata-rata pertumbuhan rumah sakit 1,14 dan sisanya yang dibangun oleh pemerintah Depkes, PemProvPemKabPemKot,
TNIPOLRI dan BUMN Untuk mengetahui perkembangan rumah sakit di Indonesia
maka pada tabel 3.3 berikut ini diuraikan keadaan sarana kesehatan tersebut.
Tabel 3.3 Jumlah Sarana Kesehatan
dirinci menurut status kepemilikan Tahun 2009.
Di samping itu, maraknya pembangunan rumah sakit oleh pihak swasta ini didukung pula oleh semakin aktifnya pemerintah
mendorong investasi swasta di bisnis rumah sakit. Hal ini sebenarnya juga terkait dengan makin terbatasnya dana
pemerintah untuk pembangunan rumah sakit baru. Pemerintah sendiri telah sejak lama mendukung swasta dan bahkan investor
No. Kepemilikan
2003 2004
2005 2006
2007 2008
1 DEPKES
31 31
31 31
31 31
2 Pemerintah
ProvinsikabKota 396
404 421
433 446
446 3
TNIPOLRI 112
112 112
112 112
112 4
BUMNDEP Lain 78
78 78
78 78
78 5
SWASTA 617
621 626
638 652
653
TOTAL 1.234
1.246 1.268
1.292 1.319
1.320
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
63
asing untuk berperan dalam pengembangan rumah sakit di Indonesia. Namun, baru melalui Keputusan Presiden tentang
Daftar Negatif Investasi DNI No. 96 dan No. 118 tahun 2000 pemerintah mengatur bahwa pemodal asing di bisnis rumah sakit
Indonesia dapat memiliki kepenguasaan hingga 49 persen modal
disetor. Hal
ini semakin
mendorong maraknya
pembangunan rumah sakit swasta nasional berjenis joint venture dengan pemodal asing.
Lebih jauh lagi, potensi kebutuhan rumah sakit di Indonesia dapat ditunjukkan dari masih rendahnya rasio tempat tidur rumah
sakit dibandingkan dengan jumlah penduduk. Apabila jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia mencapai 143 ribu sementara
populasi Indonesia mencapai 226 juta Depkes, 2008, maka perbandingannya adalah sekitar 1 : 1.580 Angka ini masih jauh
dari rasio ideal yang 1 : 500 SWAsembada, 2007. Untuk mencapai rasio ideal tersebut dibutuhkan sedikitnya 451 ribu
tempat tidur, dan apabila sebuah rumah sakit memiliki kapasitas rata-rata 200 tempat tidur, maka akan dibutuhkan sedikitnya 2.250
rumah sakit. Bandingkan dengan kondisi Indonesia saat ini yang “hanya” memiliki 1.320 rumah sakit. Sebagai perbandingan, rasio
tempat tidur rumah sakit per-penduduk di Jepang sudah mencapai 1 : 74 pada tahun 2004, sementara di Malaysia juga sudah
mencapai kisaran 1 : 500 SWAsembada, 2006. Kondisi ini menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan dan
pemanfaatan rumah sakit di Indonesia. Sedangkan
bila dilihat
dari lokasi
geografisnya, pengembangan rumah sakit di Indonesia saat ini hanya
terkonsentrasi di pulau Jawa. Sekitar 50 dari total rumah sakit di Indonesia berlokasi di pulau Jawa dengan konsentrasi tertinggi
terdapat di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta Depkes, 2008. Dari angka tersebut, sekitar 39 -nya
merupakan milik swasta. Provinsi lain di luar pulau Jawa yang juga
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
64
memiliki rumah sakit cukup banyak adalah Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
Untuk jumlah pasien, pada tahun 2005 jumlah pasien rumah sakit swasta tercatat mencapai 2,4 juta pasien. Angka ini
diproyeksikan akan mencapai 3,5 juta pasien pada tahun 2010, dengan laju pertumbuhan mencapai 7 per tahun.
A. Morbiditas
Angka kesakitan sebagai salah satu tolok ukur derajat kesehatan masyarakat memberikan gambaran secara kasar pola
dan jenis penyakit di masyarakat yang sangat terkait dengan aspek sosial, budaya dan kondisi lingkungan. Data morbiditas digali
melalui berbagai sumber informasi seperti Profil Kesehatan, Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT dan SUSENAS.
Berdasarkan hasil SUSENAS 2002, diperoleh gambaran bahwa persentase penduduk di Indonesia yang menderita keluhan
sakit dalam sebulan terakhir meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 26,25. Bila mengacu pada hasil SKRT terhadap
studi Morbiditas dan Disabilitas tahun 2001, diperoleh angka kesakitan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 52. Apabila
dibandingkan terhadap hasil SKRT Tahun 1995, terjadi suatu fenomena transisi epidemiologi penyakit di Indonesia yang
ditunjukkan dengan adanya kecenderungan pergeseran penyakit utama penyebab kematian dari penyakit infeksi ke penyakit kronik
degeneratif. Transisi epidemiologi ini berkaitan erat dengan perubahan struktur demografi di samping faktor sosio ekonomi
yang menjadi sebab akibat. Sementara apabila dilihat pada Provinsi DKI JAKARTA
angka keluhan sakit penduduk pada tahun-tahun terakhir menunjukkan persentase yang terus menurun dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Apabila pada tahun 2002 persentase orang dengan keluhan sakit terdapat 22,08 pada tahun 2003 menurun
menjadi 18,6.
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
65
Mengacu pada hasil SKRT pada tahun 2001, maka nampak prevalensi penyakit penyebab utama kesakitan di
Indonesia masih didominasi oleh penyakit infeksi yang disebabkan karena faktor rendahnya kualitas lingkungan dan minimnya
pengetahuan dan hygiene kesehatan perorangan. Lebih jelas, gambaran prevalensi penyakit hasil SKRT Tahun 2001, diuraikan
pada tabel berikut ini:
Tabel 3.4 Prevalensi 10 Penyakit Utama
Hasil SKRT Tahun 2001, per 100.000 Penduduk Indonesia No.
Nama Penyakit Prevalensi
1. Gigi dan Mulut
559 2.
Gg refraksi dan Penglihatan 307
3. ISPA
236 4.
Gg Pembentukan darah Imunitas 203
5. Hipertensi
162 6.
Gg Sistem Pencernaan 146
7. Penyakit Mata
126 8.
Penyakit Kulit 118
9. Neuralgia
117 10.
Penyakit Urogenital 58
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2003, dari hasil Studi Morbiditas Disabilitas SKRT 2001
B. Sebaran Pola Penyakit
Gambaran pola penyakit secara nasional mengacu pada hasil pelaporan rutin fasilitas kesehatan dan rumah sakit yang ada
menunjukkan bahwa penyakit infeksi usus seperti diare dan typhoid masih terus menduduki peringkat utama dari waktu ke waktu.
Gambaran yang sama juga ditemui pada pola penyakit utama penyebab penyakit penderita rawat jalan rumah sakit di Provinsi
Sulawesi Selatan di mana infeksi saluran nafas dan penyakit diare
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
66
menempati urutan teratas, diikuti oleh penyakit paru dan gangguan saluran pencernaan.
Pola dan jenis penyakit dengan gambaran yang sama, terdapat pada pelayanan kesehatan yang lebih rendah seperti
puskesmas. Di kota Jakarta pada tahun 2001-2003 jenis penyakit penduduk masih didominasi oleh infeksi saluran pernafasan yaitu
rata-rata mencapai 50 dari seluruh kasus, seperti tergambar dalam laporan profil kesehatan kota Makassar pada tabel sebagai
berikut.
Tabel 3.5 Pola Penyakit Penderita Rawat jalan Puskesmas Kasus Baru
semua Golongan Umur di Jakarta Tahun 2001-2003
C. Mortalitas
Beberapa indikator mortalitas seperti angka harapan hidup AHH, angka kematian bayi AKB, angka kematian balita
AKABA, angka kematian kasar AKK dan pola penyebab kematian, akan memberikan gambaran status kesehatan yang
No Nama Penyakit
2002 Nama Penyakit
2003 Nama Penyakit
2004
1 ISPA
34,76 ISPA
31,65 ISPA
29,47 2
Peny. Lain
Saluran Nafas 23,48
Peny. Lain Saluran Nafas
23,48 Peny. Lain
Saluran Nafas 25,62
3 Diare
7,91 Peny. Sistem otot
9,58 Peny. Sistem otot
10,71 4
Penyakit Kulit Infeksi
7,25 Penyakit Kulit Infeksi
6,91 Penyakit Kulit
Infeksi 6,53
5 Penyakit
Kulit Alergi
5,50 Diare
6,29 Diare
6,44 6
Gingivitis dan penya.
Periodental 5,37
Hipertensi 5,46
Penyakit Kulit Alergi
5,11
7 Peny. Sistem otot
4,80 Gingivitis dan
penya. Periodental 5,08
Hipertensi 5,09
8 Hipertensi
4,71 Penyakit Kulit Alergi
4,92 Gingivitis dan
penya. Periodental 4,81
9 Peny. Pulpa dan
Jaringan Periapikal
3,78 Peny. Pulpa dan
Jaringan Periapikal 4,33
Peny. Pulpa dan Jaringan
Periapikal 3,17
10 Tonsilitas
2,38 Peny. Mata Lainnya
2,29 Gangguan Gigi
dan Jaringan 3,09
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
67
bersifat komunitas, kualitas pelayanan kesehatan dan kondisi sosial masyarakat yang mempengaruhi status gizi termasuk
kemampuan mengakses pelayanan kesehatan.
D. Makro Ekonomi
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2011-2015 akan dipengaruhi perkembangannya oleh lingkungan internal dan
eksternal. Pengaruh
lingkungan eksternal
akan sangat
berpengaruh terutama jika perkembangan ekonomi kita kurang mantap, apalagi sistem perekonomian dunia akan memasuki
sistem perdagangan global. Semakin meningkatnya integrasi perekonomian dunia yang pada satu pihak akan menciptakan
peluang yang lebih besar bagi perekonomian nasional, tetapi di lain pihak juga menuntut daya saing perekonomian nasional yang lebih
tinggi. Perekonomian Asia yang diperkirakan tetap menjadi
kawasan dinamis dengan motor penggerak perekonomian China dan negara-negara industri di Asia lainnya dan kawasan yang
menarik bagi penanaman modal baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
Meskipun potensi timbulnya krisis keuangan dunia maupun regional menurun, namun potensi ketidakpastian eksternal tetap
ada yang antara lain berasal dari kemungkinan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara industri paling maju
terutama Amerika Serikat dan Jepang, antara lain dengan tingginya harga minyak bumi, perubahan kebijakan moneter secara
drastis di negara-negara industri maju, menurunnya arus penanaman modal, dan terpusatnya arus modal pada beberapa
negara Asia. Sedangkan lingkungan eksternal yang diperkirakan
berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia dalam lima tahun mendatang adalah: Pemerintahan yang kuat akan
mempercepat penyelesaian konflik kebijakan antara pusat dan
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
68
daerah, kebijakan lintas sektor serta kebijakan-kebijakan sektoral yang menghambat terciptanya iklim usaha yang sehat yang pada
gilirannya akan menciptakan kepastian hukum bagi peningkatan kegiatan ekonomi.
Sejalan dengan
meningkatnya kepastian
politik, kemampuan untuk menegakkan keamanan dan ketertiban serta
penegakan hukum. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap berbagai pelaksanaan program pembangunan akan
meningkatkan partisipasi masyarakat. Terjadinya bencana alam di beberapan daerah di tanah air
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi serta besaran sisi neraca pembayaran dan pembiayaan oleh APBN, dengan
memperhatikan kondisi eksternal dan internal di atas yang akan mempengaruhi perekonomian Indonesia, maka prospek ekonomi
tahun 2011-2015 diperkirakan akan membaik melalui pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas,
dengan berbagai
kebijakan ketenagakerjaan yang diarahkan untuk memperluas penciptaan
dan pemerataan lapangan kerja. Peningkatan penciptaan kesempatan kerja yang cukup besar diharapkan terjadi di sektor
industri pengolahan serta sektor yang meliputi bangunan, jasa perdagangan, hotel, dan restoran.
Laju peningkatan kesempatan kerja di sektor pertanian diperkirakan akan tetap sejalan dengan sumber pertumbuhan
sektor pertanian dan diharapkan dari peningkatan produktivitas petani yang di tunjang oleh adanya perluasan lahan, serta sub
sektor perikanan dan peternakan yang daya serap tenaga kerjanya diharapkan dapat meningkat disamping sub sektor bahan pangan
dan perkebunan. Dengan demikian diharapkan pendapatan petani dan kesejahteraannya meningkat. Sejalan dengan menurunnya
tingkat pengangguran serta dengan dilaksanakannya berbagai program untuk mengatasi kemiskinan dan jumlah penduduk miskin
diharapkan menurun secara drastis.
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso 2011-2015
69
Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berbagai langkah kebijakan untuk meningkatkan investasi dan ekspor non
migas di berbagai sektor dan percepatan pembangunan infrastruktur
serta didukung
kebijakan yang
menciptakan keamanan, ketertiban dan kepastian hukum, akan mendorong
pertumbuhan ekonomi secara bertahap. Tercapainya stabilitas ekonomi yang mantap berdasarkan
berbagai langkah kebijakan nasional dalam pencapaian stabilitas ekonomi selama periode kurun waktu ke depan bisa diyakini akan
membawa dampak kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Beberapa prasyarat penting untuk tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan yang perlu mendapat perhatian antara lain :
a. Neraca Pembayaran b. Stabilitas Moneter
c. Kondisi Keuangan Negara d. Kebutuhan Investasi dan Sumber Pembiayaan
e. Perkiraan Dampak Bencana Alam dan Pola Penanganan Masyarakat Miskin.
3.3 HASIL ANALISIS SWOT