Bahwa dari grafik di atas terlihat pertambahan variasi komposisi batu apung cenderung menurunkan nilai kekerasan Vickers Hardness pada bata berpori. Semakin
bertambah variasi batu apung maka nilai kekerasan Vickers Hardness dari bata berpori semakin menurun. Nilai kekerasan Vickers Hardness relatif menurun secara
landai sebesar 105,79 HV – 104,72 HV dari pertambahan variasi komposisi batu apung 0 - 30 . Selanjutnya nilai kekerasan Vickers Hardness mengalami
penurunan secara mencolok sebesar 103,02 HV – 95,80 HV dari pertambahan variasi komposisi batu apung 40 - 80 . Hal ini dikarenakan batu apung banyak
mengandung pori-pori yang dapat menyerap air. Dengan bertambahnya variasi batu apung pada bata berpori, maka bata berpori mengandung banyak pori-pori. Sehingga
ini akan mengurangi ikatan antara semen dan pasir, jika bata berpori mendapat pukulan maka sangat mudah hancur. Pengujian nilai kekerasan ini dilakukan setelah
bata berpori mengalami masa pengeringan selama 28 hari. Nilai kekerasan Vickers Hardness bata berpori untuk variasi komposisi 0 , 10 , 20 , 30 , 40 , 50 ,
60 , 70 , dan 80 batu apung dari massa pasir berturut-turut diperoleh 105,79 HV, 105,04 HV, 104,96 HV, 104,72 HV, 103,02 HV, 101,38 HV, 99,57 HV, 97,82
HV, dan 95,80 HV
4.6. Uji Absorbsi Gas Buang Kendaraan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan maka nilai uji absorbsi gas buang dapat ditentukan nilai absorbsinya yaitu hasil pengujian awal tanpa filter selama 15
menit Lampiran L.a, setelah itu dilakukan pengujian dengan menggunakan filter sampel bata berpori yang pengujiannya berlangsung selama 15 menit dari tiap – tiap
sampel Lampiran L.b . Data hasil pengujian awal tanpa filter dapat diperlihatkan pada tabel 4.6. di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Gas Buang Tanpa Filter
Tanpa Filter CO CO
2
HC O
2
6,49 8,6 1128 5,65
Data hasil pengujian dengan menggunakan filter sampel bata berpori dapat diperlihatkan pada tabel 4.7. di bawah ini. Lampiran L.b
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Absorbsi Gas Buang Dengan Filter
No. Batu Apung Dengan Filter Absorbsi CO CO
2
HC CO CO
2
HC 1. 0 6,32 8,0 816 2,62 7,5 27,66
2. 10 5,98 6,2 661 7,85 27,90 41,40 3. 20 5,88 5,9 544 9,39 31,39 42,90
4. 30 5,78 5,8 630 10,93 32,55 44,14 5. 40 5,76 5,7 552 11,24 33,72 51,06
6. 50 5,29 5,6 537 18,48 34,88 52,39 7. 60 4,98 5,5 523 23,26 36,04 53,63
8. 70 4,46 5,4 430 31,27 37,20 61,87 9. 80 4,35 5,3 409 32,97 38,37 63,74
Pada tabel 4.7. diatas diperoleh persentase absorbsi gas buang dengan menggunakan persamaan 2.6 lampiran F . Absorbsi CO 2,62 - 32,97 , absorbsi
CO
2
7,5 - 38,37 , dan absorbsi HC 27,66 - 63,74 . Sehingga dari tabel 4.7. di atas dapat diperoleh Grafik hubungan antara variasi komposisi batu apung dengan
persentase absorbsi gas CO, CO
2
, dan HC yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Grafik Komposisi Batu Apung Vs Absorbsi Gas CO
5 10
15 20
25 30
35
10 20
30 40
50 60
70 80
Komposisi Batu Apung Ab
so rb
si G
a s CO
Gambar 4.7. Grafik hubungan antara variasi komposisi batu apung terhadap absorbsi gas CO
Dari gambar 4.7. diatas terlihat bahwa pertambahan batu apung dari 0 - 30 mengakibatkan daya absorbsi gas CO pada bata berpori cenderung meningkat
secara landai dari 2,62 - 10,93 , selanjutnya pada pertambahan batu apung dari 40 - 80 mengakibatkan daya absorbsi gas CO pada bata berpori mengalami
kenaikan yang begitu signifikan yaitu dari 11,24 - 32,97 . Hal ini dikarenakan pori – pori dari batu apung tercampur secara tidak merata dan tidak homogen di dalam
sampel bata berpori. Sehingga ketika gas buang CO dilewatkan pada filter bata berpori terjadi pengabsorbsian gas CO yang menumpuk di dalam filter yang memiliki
pori – pori lebih besar, dan ini terlihat pada pertambahan komposisi batu apumg dari 40 - 80 yang mengabsorbsi gas CO sebesar 11,24 - 32,97 .
Universitas Sumatera Utara
Grafik Komposisi Batu Apung Vs Absorbsi Gas CO2
5 10
15 20
25 30
35 40
45
10 20
30 40
50 60
70 80
Komposisi Batu Apung Absorbsi Gas CO2
Gambar 4.8. Grafik hubungan antara variasi komposisi batu apung terhadap absorbsi gas CO
2
Dari gambar 4.8. diatas terlihat bahwa pertambahan batu apung dari 0 - 10 mengakibatkan daya absorbsi gas CO
2
pada bata berpori cenderung meningkat secara mencolok dari 7,5 - 27,90 , hal ini dikarenakan ketidakhomogenan pori –
pori dari batu apung di dalam sampel bata berpori, selanjutnya pada pertambahan batu apung dari 20 - 80 mengakibatkan daya absorbsi gas CO
2
pada bata berpori mengalami kenaikan secara parabola dari 31,39 - 38,37 . Hal ini dikarenakan pori
– pori dari batu apung tercampur secara merata dan homogen di dalam sampel bata berpori.
Universitas Sumatera Utara
Grafik Komposisi Batu Apung Vs Absorbsi Gas HC
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50 60
70 80
Komposisi Batu Apung Absorbsi Gas HC
Gambar 4.9. Grafik hubungan antara variasi komposisi batu apung terhadap absorbsi gas HC
Dari gambar 4.9. diatas terlihat bahwa pertambahan batu apung dari 0 - 10 mengakibatkan daya absorbsi gas HC pada bata berpori cenderung menaik secara
tajam dari 27,66 - 41,40 , begitu juga dengan pertambahan batu apung dari 30 - 40 mengakibatkan daya absorbsi gas HC pada bata berpori naik secara tajam dari
44,14 - 51,06 , dan selanjutnya pada pertambahan batu apung dari 60 - 70 mengakibatkan daya absorbsi gas HC pada bata berpori mengalami kenaikan sangat
tajam dari 53,63 - 61,87 . Berikutnya pada pertambahan batu apung dari 20 , 50 , dan 80 mengakibatkan daya absorbsi gas HC pada bata berpori mengalami
kenaikkan yang cenderung konstan dari 42,90 , 52,39 , dan 63,74 .
Berbeda dengan ketiga gas lainnya, jumlah gas O
2
ternyata bertambah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8. di bawah ini. Lampiran L.b
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Produksi Gas O
2
Dengan Filter
No. Batu Apung Dengan Filter Produksi O
2
O
2
1. 0 6,30 11,50
2. 10 8,12 43,71
3. 20 8,64 52,92
4. 30 8,78 55,39
5. 40 8,83 56,28
6. 50 9,30 64,60
7. 60 9,39 66,19
8. 70 9,57 69,38
9. 80 9,85 74,33
Pada tabel 4.8. di atas, dapat dihitung persentase produksi gas buang O
2
dengan menggunakan persamaan 2.6 lampiran F . Produksi gas O
2
mengalami peningkatan dari 11,50 - 74,33 . Sehingga dari tabel 4.8. di atas dapat diperoleh
Grafik hubungan antara variasi komposisi batu apung dengan persentase produksi gas O
2
yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Grafik Komposisi Batu Apung Vs Produksi Gas O2
10 20
30 40
50 60
70 80
10 20
30 40
50 60
70 80
Komposisi Batu Apung P
ro d
u k
si G
a s O
2
Gambar 4.10. Grafik hubungan antara variasi komposisi batu apung terhadap pertambahan produksi gas O
2
Dari gambar 4.10. diatas terlihat bahwa pertambahan komposisi batu apung dari 0 - 10 mengakibatkan produksi gas O
2
pada bata berpori cenderung meningkat secara mencolok dari 11,50 - 43,71 , selanjutnya pada pertambahan
komposisi batu apung dari 20 - 80 mengakibatkan produksi gas O
2
pada bata berpori mengalami kenaikan secara signifikan dari 52,92 - 74,33 . Semakin
banyak pertambahan komposisi batu apung pada pembuatan bata berpori maka akan semakin meningkat pula produksi gas O
2
yang dilewatkan dari bata berpori. O
2
dapat diperoleh dari proses ionisasi H
2
O dalam bentuk fase uap, ketika melewati filter yang suhunya lebih tinggi, maka diperkirakan terbentuk produksi O
2
melalui proses ionisasi H
2
O H
2 +
+ O
– 2
. Dari bahan yang porositas serapan air lebih besar tentu akan diperoleh H
2
O
uap
yang lebih besar. Sehingga untuk campuran 0 - 10 batu apung dihasilkan O
2
sebesar 11,50 - 43,71 .
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pada pertambahan komposisi batu apung 20 - 80 , diperoleh O
2
dari 52,92 - 74,33
Sehingga dalam hal ini bata berpori diharapkan bersifat katalis yang dapat merubah karakter emisi gas buang kendaraan yang bersifat polutan seperti gas CO,
CO
2
, dan HC menjadi gas O
2
. Jadi sampel bata berpori yang paling bagus terdapat pada variasi komposisi batu apung 80 yang memproduksi gas O
2
sebesar 74,33 .
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan