4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk dan motif partisipasi elit politik perempuan di Partai Demokrat Kota Pematangsiantar.
2. Untuk mengetahui partisipasi elit politik perempuan di Partai Demokrat Kota
Pematangsiantar dilihat dari tingkat keterwakilannya.
5. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat untuk orang lain terlebih lagi bagi ilmi pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1.
Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah kemampuan dalam membuat karya tulis ilmiah, serta melalui penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai
permasalahan yang diteliti. 2.
Secara akademis dapat menambah referensi bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara. 3.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai partisipasi politik elit politik perempuan.
6. Kerangka Teori 6. 1. Teori Partisipasi Politik
6. 1. 1. Konseptualisasi Partisipasi Politik
Partisipasi merupakan masalah yang cukup rumit di negara berkembang. Partisipasi menjadi tolak ukur penerimaan atas sistem politik yang dibangun oleh sebuah negara. Maju
Universitas Sumatera Utara
dan berkembangnya pembangunan dalam suatu negara sangat tergantung dari keterlibatan warga negaranya tanpa membedakan jenis kelamin, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Memahami partisipasi politik tentu sangatlah luas. Mengingat partisipasi politik itu sendiri merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi
dan partisipasi orang yang paling tahu tentang yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri
15
Para ilmuwan dan pakar politik telah banyak memberi batasan lebih mengenai partisipasi politik. Menurut Huntington dan Nelson, partisipasi politik adalah kegiatan warga
negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah.
. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga masyarakat
berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik.
16
Dalam konsep ini memang tidak dibedakan secara tegas apakah partisipasi politik itu bersifat otonom atau mobilisasi. Hal ini terjadi menurut
Huntington dan Nelson, disebabkan oleh sejumlah alasan berikut: Pertama, perbedaan antara keduanya lebih tajam dalam prinsip daripada di alam realitas. Kedua, dapat dikatakan semua
sistem politik mencakup suatu campuran keduanya. Ketiga, hubungan keduanya bersifat dinamis, artinya bahwa partisipasi politik yang bersifat dimobilisasi karena faktor
internalisasi pada akhirnya akan menjadi partisipasi yang bersifat otonom.
17
15
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo. 1990, hal. 140.
16
Samuel P. Huntington, dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta : Rineka Cipta, 1994, hal. 9.
17
Kamaruddin, Partai PoLitik Islam di Pentas Reformasi; Refleksi Pemilu 1999 untuk Pemilu 2004. Jakarta : Visi Publishing, 2003. hal. 94.
Sebaliknya juga demikian, partisipasi politik yang bersifat otonom akan berubah menjadi dimobilisasi.
Keempat, kedua bentuk partisipasi tersebut mempunyai konsekuensi penting bagi sistem politik. Baik yang dimobilisasi atau otonom memberikan peluang-peluang kepemimpinan dan
menimbulkan kekangan-kekangan terhadap pimpinan-pimpinan politik.
Universitas Sumatera Utara
Di samping konseptualisasi dari partisipasi politik di atas, Lane dalam Rush dan Althoff
18
• Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomis, menyatakan bahwa Partisipasi politik juga memiliki empat fungsi, yaitu:
• Sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan penyesuaian sosial, • Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus,
• Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan bawah sadar dan psikologis tertentu. Samuel P Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik
menjadi: 1.
Kegiatan pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau
eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu. 2.
Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu.
3. Kegiatan organisasi, yaitu partsipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku
anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringna dengan
pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka. 5.
Tindakan kekerasan violence, yaitu tindakan individu atau kelompok untuk mempengauhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia
atau harta benda, termasuk disini adalah huru-hara, terror, kudeta, pembunuhan politik assassination, revolusi dan pemberontakan.
19
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson di atas, telah
menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Oleh
sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson
relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan
dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk
18
Michael Rush, dan Philip Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 181.
19
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, op.cit, hal. 16-19.
Universitas Sumatera Utara
partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.
6. 1. 2. Tipologi Partisipasi Politik