Analisis Elastisitas Permintaan terhadap Kredit Konsumsi di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS ELASTISITAS PERMINTAAN TERHADAP KREDIT KONSUMSI DI SUMATERA UTARA

OLEH

PAULINA PUTRI A. HUTAGALUNG 080501067

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Elastisitas Permintaan terhadap Kredit Konsumsi di Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 2012 Penulis

NIM. 080501067


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis elastisitas permintaan terhadap kredit konsumsi di Sumatera Utara. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga kredit konsumsi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dan kurs rupiah terhadap dollar. Penelitian ini menggunakan data time series selama periode 1996-2010 (15 observasi) yang merupakan data sekunder. Data-data tersebut bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan regresi berganda dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Berdasarkan hasil estimasi, penelitian menemukan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dan kurs rupiah terhadap dollar berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit di Sumatera Utara tetapi tingkat suku bunga kredit konsumsi tidak berpengaruh signifikan. Elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat inelastis terhadap perubahan tingkat suku bunga kredit konsumsi dan kurs rupiah terhadap dollar, tetapi bersifat elastis terhadap PDRB per kapita. Hal ini berarti permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara lebih peka terhadap perubahan PDRB per kapita daripada perubahan tingkat suku bunga dan kurs rupiah terhadap dollar.

Kata kunci: elastisitas permintaan, kredit konsumsi, suku bunga kredit, PDRB per kapita, kurs.


(4)

ABSTRACT

This research aims to analyze the elasticity of demand for consumer loans in North Sumatra. The variables observed in this study is consumer credit interest rate, Gross Domestic Product (GDP) per capita and the exchange rate of rupiah against the dollar. This research uses time series data for the period 1996-2010 (15 observations), which is a secondary data. The data is sourced from the central bank of Indonesia and North Sumatra Central Bureau of Statistics, The model used in this study is a model of multiple regression equations and analyzed using Ordinary Least Squares (OLS).

Based on the estimates, the researh found that the Gross Domestic Product (GDP) per capita and the rupiah exchange rate against the dollar significantly influence credit demand in North Sumatra but consumer credit interest rate had no significant effect. The elasticity of demand for consumer credit in North Sumatra is inelastic to changes in consumer credit interest rate and the exchange rate of the rupiah against the dollar, but it is elastic to GDP per capita. This means that the demand for consumer loans in North Sumatra are more sensitive to changes in GDP per capita than the changes in interest rates and the exchange rate against the dollar.

Keywords: elasticity of demand, consumer credit, interest rates, GDP per capita, exchange rate.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat, kesempatan, kekuatan serta pengharapan yang tiada habisnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Adalah menjadi kewajiban bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara untuk membuat suatu skripsi dalam rangka menyelesaikan masa kuliahnya. Untuk mencapai gelar itulah penulis membuat suatu skripsi yang berjudul “Analisis Elastisitas Permintaan terhadap Kredit Konsumsi di Sumatera Utara”.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Orang tua tercinta (Pdt. David Ben Gurion Hutagalung, STh) dan (Doharnida Tambunan), abang (Agustianus Agung Pratama Hutagalung, Sutan Oloan Monang Hutagalung, A.Md dan Guntur Satria Hutagalung) yang penuh kasih sayang memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembaca yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.


(6)

Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat berguna, telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan masukan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

6. Seluruh Dosen pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan ke depan.

Medan, 2012 Penulis

NIM. 080501067


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengertian Bank ... 7

2.2 Kredit ... 9

2.2.1 Jenis-Jenis Kredit ... 10

2.2.2 Prinsip-Prinsip Kredit ... 11

2.2.3 Kredit Konsumsi... ... 12

2.3 Teori Permintaan ... 12

2.3.1 Faktor-Faktor yang mempengaruhi permintaan ... 13

2.3.2 Kurva Permintaan ... 13

2.3.3 Pengertian Elastisitas Permintaan ... 14

2.4 Suku Bunga ... 17

2.4.1 Teori Suku Bunga ... 19

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Bunga . 21 2.4.3 Komponen-Komponen dalam Menentukan Tingkat Suku Bunga Kredit ... 23

2.5 Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) ... 24

2.5.1 PDB per Kapita (GDP per Kapita) ... 26

2.6 Kurs ... 28

2.6.1 Teori Paritas Daya Beli ... 29

2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs ... 29

2.7 Penelitian Terdahulu ... 30

2.8 Kerangka Konseptual ... 32

2.9 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2 Definisi Operasional ... 33

3.3 Jenis Data ... 34

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34


(8)

3.6 Metode Analisis ... 35

3.7 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 35

3.8 Uji Asumsi Klasik ... 36

3.8.1 Uji Multikolinieritas ... 36

3.8.2 Uji Normalitas ... 36

3.8.3 Uji Autokorelasi ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Deskriptif Daerah penelitian ... 38

4.1.1 Kondisi Geografis ... 38

4.1.2 Kondisi Demografis ... 38

4.1.3 Gambaran Umum Perekonomian Sumatera Utara .... 39

4.1.4 Perkembangan Perbankan di Sumatera Utara ... 42

4.2 Perkembangan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara ... 43

4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi di Sumatera Utara ... 44

4.4 Perkembangan PDRB per kapita di Sumatera Utara ... 44

4.5 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar (USD) ... 45

4.6 Hasil dan Analisis Data ... 46

4.7 Pembahasan ... 47

4.7.1 Interpretasi Model ... 47

4.8 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 49

4.8.1 Koefisien Determinasi (R²) ... 49

4.8.2 Uji F-statistik (Uji Serempak) ... 49

4.8.3 Uji t-statistik (Uji Parsial) ... 50

4.9 Uji Asumsi Klasik ... 52

4.9.1 Uji Multikolinieritas ... 52

4.9.2 Uji Normalitas ... 52

4.9.3 Uji Autokorelasi ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Kategori Elastisitas Permintaan ... 16

2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 30

4.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi, Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi, PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Sumatera Utara dan Kurs Rupiah terhadap Dollar (USD) Tahun 1991-2010 ... 46

4.2 Hasil Estimasi ... 47

4.3 Hasil Estimasi Correlation Matrix ... 52


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kurva Permintaan yang Berlereng Menurun ... 14 2.2 Kerangka Konseptual ... 32 4.1 Hasil Estimasi JB-test ... 52


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Hasil Estimasi OLS ... 59

2 Hasil Uji Multikolinieritas ... 60

3 Hasil Uji Normalitas ... 61


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis elastisitas permintaan terhadap kredit konsumsi di Sumatera Utara. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga kredit konsumsi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dan kurs rupiah terhadap dollar. Penelitian ini menggunakan data time series selama periode 1996-2010 (15 observasi) yang merupakan data sekunder. Data-data tersebut bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan regresi berganda dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS).

Berdasarkan hasil estimasi, penelitian menemukan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita dan kurs rupiah terhadap dollar berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit di Sumatera Utara tetapi tingkat suku bunga kredit konsumsi tidak berpengaruh signifikan. Elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat inelastis terhadap perubahan tingkat suku bunga kredit konsumsi dan kurs rupiah terhadap dollar, tetapi bersifat elastis terhadap PDRB per kapita. Hal ini berarti permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara lebih peka terhadap perubahan PDRB per kapita daripada perubahan tingkat suku bunga dan kurs rupiah terhadap dollar.

Kata kunci: elastisitas permintaan, kredit konsumsi, suku bunga kredit, PDRB per kapita, kurs.


(13)

ABSTRACT

This research aims to analyze the elasticity of demand for consumer loans in North Sumatra. The variables observed in this study is consumer credit interest rate, Gross Domestic Product (GDP) per capita and the exchange rate of rupiah against the dollar. This research uses time series data for the period 1996-2010 (15 observations), which is a secondary data. The data is sourced from the central bank of Indonesia and North Sumatra Central Bureau of Statistics, The model used in this study is a model of multiple regression equations and analyzed using Ordinary Least Squares (OLS).

Based on the estimates, the researh found that the Gross Domestic Product (GDP) per capita and the rupiah exchange rate against the dollar significantly influence credit demand in North Sumatra but consumer credit interest rate had no significant effect. The elasticity of demand for consumer credit in North Sumatra is inelastic to changes in consumer credit interest rate and the exchange rate of the rupiah against the dollar, but it is elastic to GDP per capita. This means that the demand for consumer loans in North Sumatra are more sensitive to changes in GDP per capita than the changes in interest rates and the exchange rate against the dollar.

Keywords: elasticity of demand, consumer credit, interest rates, GDP per capita, exchange rate.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian bank menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia No.10 tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung.

Keberadaan bank merupakan hal yang penting dalam dunia usaha, keterkaitan antara dunia usaha dengan lembaga keuangan bank memang tidak bisa dilepaskan apalagi dalam pengertian investasi dan kredit. Pihak bank akan menyalurkan kredit berupa kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi yang dibutuhkan oleh pihak dunia usaha dan konsumen. Dalam hal ini pihak bank terus mengembangkan kompetensi yang lain dibidang kredit untuk menggalang pertumbuhan kredit yang berkesinambungan sekaligus menjalankan fungsinya sebagai jasa intermediasi keuangan. (Info bank, 2005)

Menurut Tono, dkk (2000) bahwa dengan bertambahnya peran perbankan maka peranan dari produk-produk bank menjadi semakin luas. Peranan


(15)

intermediasi keuangan dalam penyaluran dana-dana dari surplus unit kepada kegiatan-kegiatan usaha yang produktif menjadi semakin berkembang.

Dalam menyalurkan kredit, bank tetap berjalan pada prinsip kehati-hatian. Selain berpatokan kepada 5C (Capital, Collateral, Character, Capacity dan Condition of Economy) bank juga mempertimbangkan hal lain, seperti kemampuan pengusaha (peminjam) mengembalikan kreditnya. Dalam rangka memberikan keleluasaan penyaluran kredit perbankan, beberapa hal yang akan ditempuh oleh Bank Indonesia meliputi meningkatkan peran serta perbankan dalam penyaluran Kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), meningkatkan efisiensi bank dalam melakukan pembiayaan dalam rangka mendorong pergerakan sektor riil, meningkatkan peran bank dalam memperluas jangkauan pelayanan kepada nasabah (Bank Indonesia, 2009).

Bank memperoleh keuntungan terutama dari memberikan pinjaman (kredit). Sekitar 66 persen dari total aset bank dalam bentuk kredit, dan kredit umumnya menghasilkan lebih dari separuh pendapatan bank. Kredit merupakan kewajiban individu atau perusahaan yang menerimanya, tetapi merupakan aset bagi bank, karena kredit dapat memberikan laba bagi bank (Mishkin, 2008).

Apabila perbankan ingin meningkatkan simpanan masyarakat, ceteris paribus, suku bunga akan dinaikkan sedemikian sehingga minat menabung akan lebih besar. Sementara itu disisi penyaluran dana, interaksi tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kredit perbankan kepada masyarakat. Jika perbankan ingin meningkatkan ekspansi kreditnya, ceteris paribus, suku bunga


(16)

kredit akan turun sedemikian sehingga minat untuk meminjam oleh masyarakat meningkat (Pohan, 2008).

Tingkat bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan tingkat bunga kredit perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif dengan struktur kredit perbankan. Peningkatan struktur kredit perbankan akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan investasi sektor riil dan kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi (Bank Indonesia Medan, 2007).

Kredit konsumsi di Indonesia berkembang sangat pesat sejak krisis tahun 1997. Perkembangan pesat kredit konsumsi seiring dengan perkembangan total kredit di Indonesia. Bahkan, jumlah kredit konsumsi lebih besar dari kredit modal kerja dan kredit investasi. Imbal hasil yang besar menjadikan banyak bank untuk meraih banyak keuntungan dari kredit jenis ini. Tetapi, masalah yang terjadi saat ini adalah kredit macet dari kredit ini lebih besar dari kredit modal kerja dan kredit investasi. Perlu penanganan yang baik agar kredit macet yang besar dari kredit ini tidak mengganggu sistem perbankan nasional (Harefa, 2010).

Salah satu faktor yang mendorong perkembangan konsumsi adalah kredit untuk tujuan konsumsi yang juga cenderung meningkat dalam periode yang sama. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa selama periode April 2002 hingga November 2003, posisi kredit konsumsi bank umum mengalami kenaikan sekitar 400 persen (Website Bank Indonesia). Angka ini akan lebih besar lagi apabila


(17)

besaran kredit konsumsi dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan perusahaan pembiayaan juga diikutsertakan. Pada periode 2001-2003, proporsi kredit konsumsi yang disalurkan oleh Bank Umum rata-rata sebesar 27 persen. Kredit konsumsi menempati urutan kedua setelah kredit modal kerja, dengan proporsi sekitar 30 persen dari total kredit yang disalurkan oleh seluruh jenis bank di Indonesia.

Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dapat berakibat buruk terhadap perekonomian, terutama apabila pihak bank tidak mampu menilai dengan baik potensi atau kemampuan membayar dari seorang debitur. Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan (financial stability) Indonesia. Lebih jauh lagi, kredit konsumsi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan inflasi, apabila sektor produksi tidak berjalan dengan baik. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan konsumsi semata tidak menjamin sisi keberlanjutannya (Hadad dkk, 2004).

Saat ini jumlah kredit konsumsi mengalami peningkatan, terutama untuk jenis kredit perumahan dan kendaraan bermotor. Kredit konsumsi memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat memiliki barang-barang yang dibutuhkan dengan cara mencicil, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah. Secara keseluruhan dengan adanya kredit konsumsi ini meningkatkan pendapatan nasional. Namun apabila hal ini terus terjadi ditakutkan dapat mengakibatkan dampak negatif bagi perekonomian. Karena berbeda dengan kredit investasi dan modal kerja yang lebih bersifat produktif, artinya dapat


(18)

menghasilkan sesuatu keuntungan di kemudian hari, kredit konsumsi hanya bersifat sekali pakai, artinya barang-barang yang digunakan untuk konsumsi saja.

Elastisitas harga permintaan untuk kredit memiliki implikasi besar bagi makro ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dean Karlan dan Jonathan Zinman (2005) yang mengamati elastisitas permintaan kredit konsumsi dengan menyajikan perkiraan parameter yang berasal dari uji coba secara acak. Percobaan dilaksanakan oleh pemberi pinjaman keuangan mikro konsumsi di Afrika Selatan dan mengidentifikasi kurva permintaan, yang miring ke bawah sehubungan dengan harga. Menunjukkan permintaan menjadi sangat sensitif pada harga lebih tinggi dari suku bunga normal. Serta menemukan jumlah pinjaman lebih responsif terhadap perubahan jatuh tempo pinjaman dari perubahan suku bunga.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Elastisitas Permintaan terhadap Kredit Konsumsi di Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga kredit konsumsi terhadap

elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh kurs rupiah (nilai tukar) terhadap dollar terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara?


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh tingkat suku bunga kredit konsumsi terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara.

2. Pengaruh PDRB per kapita terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara.

3. Pengaruh kurs rupiah terhadap dollar terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang membuat kebijakan dan keputusan dalam sektor perbankan, khususnya untuk kredit konsumsi di Sumatera Utara.

2. Bagi peneliti, hasil penelitian ini menambah bukti empiris mengenai elastisitas permintaan kredit konsumsi.

3. Bagi akademis, diharapkan akan menambah wawasan dan sebagai referensi dalam penelitian yang sejenis di masa mendatang.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Oleh karena itu bank mempunyai ruang lingkup usaha yang luas. Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.10 tahun 1998 tentang Perbankan:

1. Pasal 1, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

2. Pasal 2, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.

3. Pasal 3, bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

4. Pasal 4, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(21)

Bank sebagai lembaga keuangan sangat mendukung kemajuan lalu lintas pembayaran, perdagangan dan pembangunan ekonomi. Bank berperan mengumpulkan dana (tabungan) dan menjadi sumber pembayaran modal (kredit) pada perusahaan. Bank sebagai pelaksana lalu lintas pembayaran mendorong kemajuan perdagangan, barter ke perdagangan uang yang pada akhirnya ke perdagangan kredit, sehingga pembangunan ekonomi semakin maju.

Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana mayarakat. Kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh bank pada dasarnya ditentukan antara lain oleh fungsi yang melekat pada bank yang bersangkutan, adapun kegiatan utama bank adalah:

1. Menghimpun Dana

Menghimpun dana adalah pengumpulan dana dari masyarakat. Dana masyarakat yang disimpan di bank terutama dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Ketiga sumber dana inilah yang merupakan sumber-sumber dana utama bank, selain sumber yang berasal dari modal sendiri bank, yang terdiri dari modal penyertaan dan laba yang tidak dibagikan.

2. Menyalurkan dana

Pemberian kredit merupakan salah satu usaha bank untuk menyalurkan dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Pada umumnya bagi bank yang paling menguntungkan dan tidak banyak mengganggu likuiditas bank adalah pemberian kredit jangka pendek kepada pihak ketiga yang membutuhkan.


(22)

3. Memberikan jasa bank lainnya

Jasa-jasa perbankan lainnya yang diberikan diantaranya adalah pengiriman uang (transfer), inkaso (collection), kliring (clearing), penjualan mata uang asing, Safe Deposit Box (SDB), traveller cheque, bank card, bank notes, Letter of Credit (L/C), garansi bank dan referensi bank, memberikan jasa-jasa di pasar modal, jual beli surat-surat berharga, menerima setoran-setoran seperti pembayaran pajak, telepon, listrik, air, dan uang kuliah, melakukan pembayaran untuk gaji, pensiun, bonus, dan deviden, serta jasa-jasa lainnya.

2.2 Kredit

Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit secara luas memiliki fungsi sebagai berikut (Untung, 2005): 1. Untuk meningkatkan daya guna uang.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang

4. Untuk meningkatkan peredaran barang 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi


(23)

7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan 8. Untuk meningkatkan hubungan internasional 2.2.1 Jenis-Jenis Kredit

a. Atas Dasar Lembaga Pemberian Kredit:

1. Kredit Perbankan, yaitu kredit kepada masyarakat untuk kegiatan usaha dan konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia.

2. Kredit Likuidasi, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

3. Kredit Langsung, yaitu kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah.

b. Atas Dasar Tujuan Penggunaan:

1. Kredit Modal Kerja (KMK) adalah kredit yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah. Contoh kredit modal kerja digunakan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau bisa yang lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

2. Kredit Investasi adalah kredit yang digunakan untuk pengadaan barang modal jangka panjang untuk kegiatan usaha nasabah.

3. Kredit Konsumsi adalah kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi dan bukan sebagai barang modal dalam kegiatan usaha nasabah. Penggunaan kredit ini misalnya untuk membeli mobil, rumah dan barang-barang konsumsi lain.


(24)

c. Atas Dasar Jangka Waktu:

1. Kredit Jangka Pendek, merupakan kredit yang jangka waktunya kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya untuk keperluan modal kerja.

2. Kredit Jangka Menengah, merupakan kredit yang memiliki jangka waktu berkisar antara 1-3 tahun, biasanya untuk investasi.

3. Kredit Jangka Panjang, merupakan kredit yang masa pengembaliannya 3-5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti perumahan.

2.2.2 Prinsip-Prinsip kredit

Dalam menyalurkan kredit, bank tetap berjalan pada prinsip kehati-hatian dengan penilaian berdasar kepada 5C dan 7P kredit.

Penilaian dengan analisis 5C, yaitu: 1. Capital

2. Collateral 3. Character 4. Capacity

5. Condition of Economy

Kemudian penilaian dengan analisis 7P, yaitu: 1. Personality

2. Party 3. Purpose


(25)

4. Prospect 5. Payment 6. Profitability 7. Protection 2.2.3 Kredit Konsumsi

Kredit konsumsi adalah pemberian fasilitas kredit dari pihak bank ke konsumen yang digunakan untuk pembelian barang berupa rumah/kendaraan yang digunakan secara langsung oleh konsumen. Berikut ini adalah contoh kredit konsumsi:

1. Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang ditujukan untuk pembelian atau renovasi rumah. Pembayaran dilakukan dengan sistem angsuran/cicilan.

2. Kredit Mobil, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang digunakan untuk pembelian mobil atau kendaraan bermotor lainnya. Pembayaran dilakukan dengan sistem angsuran/cicilan.

2.3 Teori permintaan

Teori permintaan terhadap suatu barang atau output menerangkan bagaimana seseorang atau bahkan banyak konsumen sebagai pembeli untuk meminta sesuatu barang yang tersedia di pasar. Untuk meminta atau membeli barang tentunya konsumen harus memiliki pendapatan dan disisi lain barang yang akan dibeli dihadapkan kepada berbagai barang dengan berbagai tingkat harga pula.


(26)

Fungsi permintaan dapat disajikan sebagai berikut: Qd = f (Pq)...(1) Dimana:

Qd = Jumlah permintaan terhadap barang (q) Pq = Harga barang (q) /unit

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Perubahan permintaan terhadap suatu barang terjadi disebabkan oleh perubahan beberapa faktor, apakah sebagai faktor utama (harga barang itu sendiri) maupun faktor lainnya sebagai pendukung. Adapun faktor dimaksud meliputi antara lain:

Pq = Harga barang (q) itu sendiri;

Y = Pendapatan konsumen yang siap dibelanjakan;

Py = Harga barang (y) yang dapat mensubstitusi barang (x); T = Taste (selera konsumen);

C = Jumlah konsumen;

Ed = Expected (harapan konsumen)

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ini kemudian mengubah fungsi permintaan menjadi:

Qd = f(Pq, Y, Py, T, C, Ed...)...(2) 2.3.2 Kurva Permintaan

Ada suatu hubungan yang pasti antara harga pasar dari suatu barang dengan kuantitas yang diminta dari barang tersebut, asalkan hal-hal lain tidak berubah. Hubungan antara harga dengan kuantitas yang dibeli ini disebut skedul permintaan atau kurva permintaan.

Hukum permintaan yang berlereng menurun yaitu, “Apabila harga suatu komoditi naik (dan hal-hal lain tidak berubah), pembeli cenderung membeli lebih


(27)

sedikit komoditi itu. Demikian pula bila harga turun, hal-hal lain tetap, kuantitas yang diminta meningkat.”

P

D

0 Q

Gambar 2.1. Kurva Permintaan yang Berlereng Menurun. 2.3.3 Pengertian Elastisitas Permintaan

Elastisitas harga permintaan (kadang-kadang hanya disebut elastisitas harga) mengukur berapa banyak kuantitas yang diminta dari sebuah barang akan berubah apabila harganya berubah. Definisi yang tepat dari elastisitas harga ialah prosentase perubahan dalam kuantitas yang diminta dibagi dengan prosentase perubahan dalam harga (Samuelson dan Nordhaus, 2003).

Barang-barang akan sangat berbeda elastisitas harganya, atau kepekaannya terhadap perubahan harga. Apabila elastisitas harga dari sebuah barang tinggi, kita mengatakan bahwa barang itu memiliki permintaan “elastis”, yang berarti bahwa kuantitas yang diminta sangat peka terhadap perubahan-perubahan harga. Apabila elastisitas harga dari sebuah barang rendah, maka disebut sebagai “inelastis” yang berarti bahwa kuantitas yang diminta kurang peka terhadap perubahan-perubahan harga.


(28)

Jangka waktu yang diperlukan bagi orang dalam menanggapi perubahan-perubahan harga juga berperan. Dalam jangka pendek permintaan akan suatu barang mungkin sangat inelastis. Akan tetapi dalam jangka panjang anda dapat menyesuaikan perilaku dengan harga yang lebih tinggi tersebut. Kemampuan untuk menyesuaikan pola-pola konsumsi menunjukkan bahwa elastisitas permintaan pada umumnya lebih tinggi dalam jangka panjang daripada dalam jangka pendek.

Kita dapat menghitung koefisien elastisitas harga secara numerikal menurut rumus berikut:

�����������ℎ�������������� =��

= ����������������ℎ�������������������������� ����������������ℎ������ℎ����

Rumus yang pasti untuk menghitung elastisitas adalah:

��= �

(�1 +�2)/2:

Δ� (�1 +�2)/2

dimana P1 dan Q1 menggambarkan harga dan kuantitas awal serta P2 dan Q2 berarti harga dan kuantitas baru.

Elastisitas permintaan adalah derajat (persentase) perubahan harga sesuatu barang (output) yang mempengaruhi persentase perubahan jumlah barang yang diminta sehingga dinyatakan sebagai price elasticity of demand. Dengan formulasi dapat disajikan sebagai berikut (Sumanjaya dkk, 2009):

��= −%ΔQ %ΔP =−

ΔQ/Q ΔP/P =

Δ� Δ�.

� �


(29)

Adapun pengukuran elastisitas permintaan dinyatakan sebagai berikut: Tabel 2.1. Kategori Elastisitas Permintaan

No. koefesien Elastisitas 1. e = 0 Inelastis sempurna 2. e < 1 Inelastis 3. e = 1 Elastis uniter 4. e > 1 Elastis 5. e = ∞ Elastis sempurna

Sekarang dapat menjadi lebih jelas memahami berbagai kategori elastisitas harga:

1. Permintaan yang bersifat inelastis sempurna, atau permintaan dengan elastisitas nol, adalah keadaan dimana kuantitas yang diminta sama sekali tidak tanggap terhadap perubahan-perubahan harga.

2. Apabila perubahan satu persen dalam harga menghasilkan kurang daripada satu persen perubahan dalam kuantitas yang diminta, maka barang itu memiliki elastisitas harga yang bersifat inelastis (permintaannya bersifat inelastis).

3. Permintaan yang bersifat elastis unit (unitary), yang terjadi apabila perubahan satu persen dalam harga menghasilkan perubahan satu persen dalam kuantitas yang diminta.


(30)

4. Apabila perubahan harga satu persen menimbulkan lebih daripada satu persen perubahan kuantitas yang diminta, maka barang itu memiliki elastisitas harga yang bersifat elastis (permintaannya bersifat elastis). 5. Permintaan bersifat elastis sempurna, sebuah perubahan kecil dalam harga

akan menyebabkan suatu perubahan sangat besar dalam kuantitas yang diminta.

2.4 Suku Bunga

Suku bunga dapat dikatakan sebagai biaya yang dikeluarkan sebagai balas jasa karena telah menggunakan uang orang lain. Bagi dunia perbankan, suku bunga dapat dikatakan sebagai harga yang harus dikeluarkan bank kepada nasabah yang menyimpan dananya di bank, dan di sisi lain juga dapat dikatakan sebagai harga yang dibayar nasabah kepada bank atas dana yang telah dipinjamkan (nasabah yang memperoleh pinjaman)

Berikut ini adalah beberapa jenis suku bunga, yaitu:

1. Suku Bunga Dasar adalah tingkat bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat bunga yang telah ditetapkan bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik atau diambil oleh bank sentral. Dasar perhitungan suku bunga ini juga dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan pada nasabahnya.

2. Suku Bunga Efektif adalah suku bunga yang dibayar atas harga beli suatu obligasi (bond). Semakin rendah harga pembelian obligasi dengan tingkat bunga nominal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan


(31)

sebaliknya. Jadi ada hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat bunga efektifnya.

3. Suku Bunga Nominal (nominal rate) adalah tingkat suku bunga yang dibayarkan tanpa dilakukan penyesuaian terhadap akibat inflasi.

4. Suku Bunga Padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan), dan setiap tahun (bunga tahunan) untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberikan penghasilan bunga dalam jumlah yang sama.

Berdasarkan kegiatan bank dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dari masyarakat (dalam hubungannya dengan nasabah) maka suku bunga dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Bunga Simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai ransangan atas balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank yang merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Contoh: giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.

2. Bunga Pinjaman adalah bunga atau harga yang dibayar oleh nasabah (peminjam) kepada bank atas dana atau pinjaman yang diberikan kepadanya. Contoh: bunga kredit investasi, modal kerja dan konsumsi.


(32)

2.4.1 Teori Suku Bunga 1. Teori Klasik

Tabungan, menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.

Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.

Tingkat bunga dalam keadaan seimbang (artinya tidak ada dorongan naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. 2. Teori Bunga dari Aliran Neo Klasik

Teori ini dikemukakan oleh Roberson dan dinamakan “The Loanable Fund Theory of Interest”. Dasar teori ini hampir sama dengan teori bunga aliran klasik. Perbedaannya terletak pada suatu perbaikan ke arah segi penawaran akan modal saja, menurut aliran klasik, saving


(33)

(supply of capital) hanya berbentuk simpanan saja. Sedangkan menurut teori Loanable Fund, saving itu sendiri terdiri atas simpanan, penciptaan uang baru, dan saldo uang yang diaktifkan (active idle balance). Maka dari itu supply of capital menurut teori ini akan lebih besar daripada menurut teori klasik. Oleh dasar teori tersebut sama dengan teori klasik, maka kritik dari J.M Keynes adalah sama, yaitu bahwa tingkat bunga tidak dapat ditentukan begitu saja karena tidak diketahui tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi saving, maka tingkat bunga pun tidak diketahui. Menurut Keynes tingkat bunga dapat ditentukan tinggi-rendahnya jika tingkat pendapatan telah diketahui dan tetap tidak berubah.

3. Teori Keynes

Permintaan akan uang menurut Keynes disebut “Liquidity of Preference” (permintaan uang) tergantung daripada tingkat bunga. Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun dibawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal. Jika mereka memegang surat berharga diwaktu bunga naik, maka harganya akan turun, dan mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan mengurangi surat berharga yang dipegangnya, dengan sendirinya akan menambah uang kas yang dipegang pada tingkat bunga naik.


(34)

Permintaan uang dengan tingkat bunga berhubungan negatif juga berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas, sehingga keinginan memegang uang kas juga akan turun, sebalinya jika tingkat bunga turun, berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah, sehingga permintaan uang kas naik.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Bunga 1. Kebutuhan Dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka bank dapat meningkatkan suku bunga simpanan agar dana tersebut cepat terpenuhi. Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan meningkatkan suku bunga pinjaman. Namun apabila dana simpanan banyak tetapi permohonan terhadap pinjaman sedikit maka bunga simpanan akan turun.

2. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, bila hendak membutuhkan dana cepat maka sebaiknya bunga simpanan kita naikkan diatas bunga pesaing. Sebaliknya bila ingin mendorong jumlah kredit yang disalurkan maka bunga pinjaman sebaiknya diturunkan dibawah bunga pesaing.


(35)

3. Kebijakan pemerintah

Bunga simpanan maupun bunga pinjaman tidak boleh melebihi bunga yang ditetapkan oleh pemerintah.

4. Target laba yang diinginkan

Penetapan tingkat suku bunga disesuaikan dengan laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar dan sebaliknya.

5. Jangka waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman jangka pendek, maka bunga akan relatif rendah.

6. Kualitas jaminan

Semakin liquid (mudah diuangkan) jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Sebagai contoh, jaminan yang liquid seperti sertifikat deposit atau rekening giro akan lebih mudah untuk dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan tanah.

7. Reputasi perusahaan

Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafit kemungkinan resiko kredit macet dimasa yang akan datang relatif kecil dan sebaliknya.


(36)

2.4.3 Komponen-Komponen dalam Menentukan Tingkat Suku Bunga Kredit 1. Total Biaya Dana

Total biaya dana Merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito. Semakin besar bunga yang ditetapkan terhadap bunga simpanan maka semakin tinggi pula biaya dananya demikian pula sebaliknya. Total biaya dana ini harus dikurangi dengan cadangan wajib atau Reserve Requirement (RR) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

2. Biaya Operasi

Dalam melakukan setiap kegiatan, bank membutuhkan berbagai sarana dan prasarana baik berupa manusia maupun berupa alat. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melakukan operasinya. Misalnya biaya gaji, biaya administrasi, biaya pemeliharaan dan biaya lain-lain.

3. Cadangan Resiko Kredit Macet

Cadangan resiko kredit macet Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang akan diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang akan diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak dibayar. Oleh karena itu pihak bank perlu mencadangkannya sebagai sikap bersiaga menghadapinya dengan cara membebankan sejumlah persentase tertentu terhadap kredit yang disalurkan.


(37)

4. Laba yang Diinginkan

Setiap kali melakukan transaksi, bank selalu ingin memperoleh laba yang maksimal. Penentuan ini ditentukan oleh beberapa pertimbangan penting. Mengingat besarnya laba sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit. Dalam hal ini biasanya bank disamping melihat kondisi pesaing juga melihat kondisi nasabah utama.

5. Pajak

Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada bank. Pajak akan dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbeda-beda.

Tingkat suku bunga kredit konsumsi memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi, karena suku bunga kredit konsumsi adalah harga yang harus dibayar atas kredit konsumsi yang diberikan. Maka sesuai dengan teori permintaan, apabila suku bunga kredit konsumsi naik maka permintaan terhadap kredit konsumsi akan menurun (ceteris paribus) karena biaya atau harga yang harus dibayarkan oleh peminjam akan semakin besar sehingga akan mengurangi minat masyarakat untuk mengajukan kredit konsumsi. Demikian sebaliknya bila suku bunga turun maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat karena harga atau biayanya menjadi lebih kecil.

2.5 Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

Jika seseorang ingin menilai kondisi perekonomian seseorang, maka yang pertama akan dilakukan adalah melihat berapa banyak pendapatannya, seseorang yang memiliki pendapatan tinggi relatif mudah mencukupi berbagai kebutuhan


(38)

hidupnya, serta menikmati kemewahan. Logika yang sama juga berlaku untuk perekonomian secara keseluruhan. Untuk menilai suatu negara tergolong kaya atau miskin, yang pertama kita lihat adalah seberapa banyak pendapatan total dari semua orang yang tinggal dinegara tersebut (Mankiw, 2004).

Nilai PDB suatu periode tertentu merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan. Misalkan dalam perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis produk saja yaitu baju. Selama tahun 2011 diproduksi sebanyak 1500 potong baju. Bila terjual satu potong baju adalah Rp 30.000, maka PDB tahun 2011 besarnya adalah Rp 45 juta.

PDB hanya mencakup barang dan jasa akhir yaitu barang yang dijual kepada pengguna terakhir. Sikat gigi dan pasta gigi adalah contoh barang akhir, jadi yang menentukan adalah siapa yang membeli barang dan jasa akhir. PDB menghitung dua hal sekaligus, yakni pendapatan total setiap orang dalam perekonomian, serta pengeluaran total atas seluruh output (berupa barang dan jasa) dari perekonomian yang bersangkutan. Alasan mengapa PDB dan GNP dapat mengukur kedua hal tersebut adalah bahwa pendapatan dan pengeluaran merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Jadi, bagi sebuah perekonomian secara keseluruhan, pendapatan harus sama dengan pengeluaran.

Alasan berikut yang dapat kita simak untuk menjelaskan mengapa pendapatan suatu perekonomian selalu sama dengan pengeluaran adalah setiap transaksi pasti melibatkan dua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. Setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pihak pembeli adalah rupiah yang diterima oleh penjual.


(39)

Komponen-komponen PDB:

1. Konsumsi (consumption) adalah pengeluaran rumah tangga atas berbagai barang dan jasa.

2. Investasi (investment) adalah pembelian berbagai peralatan modal, persediaan, dan struktur bisnis, seperti pembelian yang dilakukan sebuah perusahaan dalam membangun sebuah pabrik. Investasi juga mencakup pembelian rumah baru ( meskipun dilakukan oleh rumah tangga, para ekonom sepakat bahwa pembelian rumah baru merupakan bagian dari investasi).

3. Pembelian atau Belanja Negara (government purchases) mencakup seluruh pengeluaran atas berbagai barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah (semua instansi, semua tingkatan mulai dari pemerintah pusat dan daerah) 4. Ekspor Neto (net export) adalah pembelian yang dilakukan oleh pihak

asing atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri (ekspor) dikurangi oleh pembelian oleh penduduk setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi diluar negeri (impor).

2.5.1 PDB per Kapita (GDP per Kapita)

Untuk melihat produktivitas penduduk suatu negara, sering digunakan kriteria angka output atau GDP per kapita. Pendapatan per kapita suatu masyarakat dapat diperoleh dengan membagi GDP tahun tertentu dengan jumlah penduduk (populasi) tahun tertentu yang bersamaan.

������������= GDP tahun t Populasi tahun t


(40)

GDP biasanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tapi pada saat yang sama jumlah penduduk juga umumnya mengalami kenaikan. Dengan demikian perkembangan pembangunan ekonomi tidak bisa hanya dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor laju pertumbuhan penduduk. Dengan mengaitkan laju pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan penduduk, maka kita akan mendapatkan suatu indikator jauh lebih realistis.

Dari sisi pertumbuhan output per kapita, peningkatan pertumbuhan output per kapita akan mendorong pertumbuhan kredit perbankan, khususnya kredit konsumsi (Barro, R.J. dan X Sala-I-Martin, 1995).

Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi (C) terutama tergantung dari pendapatan (Y), makin tinggi pendapatan makin tinggi konsumsi. Pengeluaran konsumsi merupakan fungsi (linier) terhadap pendapatan C = a + bY.

Kunci dari pengeluaran konsumsi adalah pendapatan. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pengeluaran konsumsi. Konsumsi mempunyai sifat yang khusus. Pengeluaran bisa naik dikala pendapatan naik dan bahkan pengeluaran konsumsi bisa lebih cepat naiknya dari pendapatan itu sendiri. Sebaliknya konsumsi akan sulit turun di kala pendapatan turun. Ada upaya untuk tidak menurunkan pengeluaran konsumsi walau pendapatan sudah turun. Dengan kata lain, turunnya pengeluaran konsumsi lebih lambat dari pendapatan (Miraza, 2006).


(41)

PDRB per kapita memberikan pengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. PDRB per kapita merupakan gambaran pendapatan rata-rata tiap penduduk di suatu wilayah. Apabila PDRB per kapita meningkat maka akan meningkatkan permintaan kredit konsumsi, karena dengan adanya kenaikan PDRB per kapita masyarakat akan terdorong untuk mengajukan kredit konsumsi karena dengan meningkatnya pendapatan maka konsumsi masyarakat akan meningkat selain itu masyarakat merasa mampu membayar angsuran dengan pendapatan yang dimilikinya. Apabila PDRB per kapita mengalami penurunan maka permintaan kredit konsumsi juga akan turun karena dengan berkurangnya pendapatan maka masyarakat akan mengurangi pengeluaran dan membatasi konsumsinya sehingga mengurangi kemampuan dan minat masyarakat untuk mengajukan kredit konsumsi.

2.6 Kurs

Harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain disebut sebagai kurs (exchange rate). Ada dua macam transaksi kurs. Yang sering kita kenal, disebut sebagai transaksi spot/tunai (spot transaction), meliputi pertukaran segera (dua hari) dari deposito (simpanan) bank. Transaksi forward (forward transaction) meliputi pertukaran deposito bank untuk beberapa waktu ke depan yang ditentukan. Kurs spot (spot exchange rate) adalah kurs untuk transaksi spot dan kurs forward (forward exchange rate) adalah kurs untuk transaksi forward.

Ketika mata uang suatu negara terapresiasi (nilainya naik secara relatif terhadap mata uang lainnya), barang yang dihasilkan oleh negara tersebut di luar negeri menjadi lebih mahal dan barang-barang luar negeri di negara tersebut


(42)

menjadi lebih murah (asumsi harga domestik konstan di kedua negara). Sebaliknya, ketika mata uang suatu negara terdepresiasi, barang-barang negara tersebut yang diluar negeri menjadi lebih murah dan barang-barang luar negeri di negara tersebut menjadi lebih mahal (Mishkin, 2008).

Menurut Harmanta dan Ekananda (2005), bahwa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap USD (dollar) memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kredit. Artinya melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertanty), menyebabkan meningkatnya resiko berusaha yang akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kredit.

2.6.1 Teori Paritas Daya Beli

Satu teori mengenai bagaimana kurs ditentukan adalah teori paritas daya beli (Purchasing Power Parity—PPP). Teori ini menyatakan bahwa kurs antara dua mata uang akan melakukan penyesuaian yang mencerminkan perubahan tingkat harga dari kedua negara. Teori PPP tidak lain merupakan aplikasi hukum satu harga pada tingkat harga secara keseluruhan, bukan harga dari satu barang. 2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs

Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs dalam jangka panjang: 1. Tingkat harga relatif

2. Hambatan perdagangan

3. Preferensi untuk barang domestik versus barang luar negeri 4. Produktivitas


(43)

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama, Tahun, Judul

Metode Model Hasil Penelitian

1. Muliaman d.

Hadad, Wimboh Santoso, Armida Alisjahbana (2004) “Model dan Estimasi Permintaan dan Penawaran Kredit Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia” Three-equation Generalize d Tobit.

Tiga model utama untuk

memperoleh gambaran tentang 1)Permintaan kredit konsumsi di tingkat rumah tangga,

2)Permintaan kredit konsumsi di tingkat propinsi 3)Perilaku

pemberian kredit konsumsi dari sisi penawaran di tingkat propinsi selama beberapa tahun terakhir.

Hasil perhitungan menunjukkan terdapat kesenjangan (gap) sebesar 28,93% antara nilai kredit yang diinginkan dibandingkan dengan realisasinya dari semua sumber pinjaman (perbankan, koperasi, pegadaian, lainnya). Estimasi model panel penawaran kredit di tingkat propinsi menunjukkan indikasi sudah terjadinya kejenuhan pada permintaan kredit konsumsi.

Data realisasi permintaan kredit konsumsi sampai triwulan kedua tahun 2004 (6 bulan pertama) telah mencapai 64 persen terhadap nilai prediksinya untuk keseluruhan tahun 2004.

2. Andayani Hadi (2008), “Analisis Permintaan Kredit Konsumsi pada Perbankan di Sumatera Utara” Ordinary Least Square (OLS)

Log PKK= αₒ

+α1PDRB+α2kur

s+α3SBK+α4PK

K(t-1)+ μ

Secara serempak PDRB, kurs, tingkat suku bunga kredit konsumsi, dan permintaan kredit tahun sebelumnya secara statistik signifikan mempengaruhi permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Secara parsial PDRB, kurs, dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya berpengaruh positif pada permintaan kredit konsumsi di sumatera utara sedangkan tingkat bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif.

3. Albert N. Harefa (2010)Analisis Faktor – faktor yang

Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumsi pada Bank Umum di Indonesia”

(pendekatan Error Correction Model) Metode ECM (Error Correction Model)

Suku bunga kredit konsumsi, produk domestik bruto satu tahun sebelumnya dan jumlah pengangguran menjadi faktor – faktor dalam analisis ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan dalam jangka pendek tingkat suku bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif pada permintaan jumlah kredit konsumsi tetapi dalam jangka panjang hubungannya menjadi positif. Sedangkan PDB satu tahun sebelumnya menunjukkan pengaruh positif baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jumlah pengangguran memiliki pengaruh negatif baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.


(44)

4. Binsar Sihombing, (2005) “Analisis Permintaan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara” generalize d moments of methods (GMM)

Log (L) = β10 +

β11 Log (rL) + β12 Log (N) + β13 Log (Y) + eıt

Log (rL) = β21

Log (rD) + β22 Log (N) + β23 DUM + eıt

Tingkat suku bunga kredit konsumsi (rL), jumlah kantor bank (N), pendapatan per kapita (Y), secara statistik signifikan mempengaruhi permintaan kredit konsumsi di sumatera utara baik secara parsial maupun simultan. Pengaruh negatif tingkat suku bunga kredit konsumsi (rL) terhadap permintaan kredit konsumsi di sumatera utara adalah inelastis. Pengaruh positif jumlah kantor bank (N) terhadap permintaan kredit konsumsi di sumatera utara adalah elastis. Kontribusi pengaruh positif pendapatan per kapita (Y) terhadap permintaan kredit konsumsi di sumatera utara adalah elastis. Suku bunga tabungan (rD), jumlah kantor bank (N) dan krisis ekonomi (DUM) secara statistik signifikan mempengaruhi suku bunga kredit konsumsi di sumatera utara baik secara parsial atau simultan. 5. Romi Julianto

Sirait (2005), “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kredit Konsumsi” Ordinary Least Square (OLS)

Y=α + β1X1 +

β2X2 + μ Variabel inflasi (X1) memberikan pengaruh yang negatif terhadap kredit konsumsi yang disalurkan bank-bank umum di Indonesia Variabel PDRB (X2) dengan pengaruh paling besar, memberikan pengaruh positif terhadap kredit konsumsi di Sumatera Utara. Secara simultan laju inflasi dan PDRB per kapita memberikan pengaruh nyata terhadap kredit konsumsi di Sumatera Utara.

6. Dean Karlan dan Jonathan Zinman, Elastisitas Permintaan Kredit Konsumsi, 2005 Ordinary Least Square (OLS)

Yi=f(riº,X) Penelitian ini menyajikan perkiraan parameter dari uji coba secara acak. Percobaan dilaksanakan oleh pemberi pinjaman keuangan mikro konsumsi di Afrika Selatan dan mengidentifikasi kurva permintaan, miring ke bawah sehubungan dengan harga. Permintaan menjadi sangat sensitif pada harga lebih tinggi dari bunga tingkat normal. Serta menemukan jumlah pinjaman jauh lebih responsif terhadap perubahan jatuh tempo pinjaman dari perubahan suku bunga.


(45)

2.8 Kerangka Konseptual

Berdasar tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual. 2.9 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara berdasarkan rumusan masalah yang kebenarannya perlu diuji secara ilmiah, berdasarkan kerangka konseptual yang sudah dikemukakan di atas maka penulis merumuskan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh negatif tingkat suku bunga kredit konsumsi terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat inelastis.

2. Pengaruh positif PDRB per kapita terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat elastis.

3. Pengaruh negatif kurs rupiah terhadap dollar terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat inelastis.

Tingkat suku bunga

Elastisitas Permintaan kredit

konsumsi di Sumatera Utara PDRB per kapita

Kurs (nilai tukar rupiah)


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh variabel-variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara selama kurun waktu 15 tahun yakni 1996-2010.

3.2 Jenis Data

Dalam melaksanakan penelitian, data yang dipergunakan adalah data sekunder dengan jenis data yang digunakan dalam bentuk runtun waktu (time series) pada kurun waktu 15 tahun (1996 – 2010), yang bersifat kuantitatif yaitu berbentuk angka-angka.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yaitu pengumpulan data sekunder dari Bank Indonesia Sumatera Utar dengan mengumpulkan data dari buku, jurnal dan hasil penelitian, serta sumber bacaan atau bahan tulisan yang ada relevansinya dengan skripsi ini.

3.4 Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda sebagai berikut:


(47)

Secara sistematis dari fungsi ini dapat diturunkan model persamaan sebagai berikut:

Log Y = α + β1 log X1 + β2 log X2 + β3 log X3 + єt …….(2)

dimana:

Y = Permintaan kredit konsumsi

X1 = Rata-rata tingkat suku bunga kredit konsumsi X2 = Produk Domestik Regional Bruto per kapita X3 = Nilai tukar rupiah terhadap dollar (kurs)

β1, β2, β3 = Koefisien regresi

єt = Error term

α = Intercept

3.5 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Pengolahan data menggunakan Eviews 5.1, selain itu juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data kedalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber kedalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan data bila dibandingkan dengan pencatatan ulang manual.

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Multikolinieritas

Sebuah model regresi dikatakan terkena multikolinieritas apabila terjadi hubungan linier yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Untuk mendeteksi masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:


(48)

2. Menggunakan korelasi parsial 3.6.2 Uji Normalitas

Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque-bera test (JB test). Cara lain untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan menggunakan JB test ini adalah dengan melihat angka probability.

3.6.3 Uji autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi berupa korelasi diantara faktor gangguan (error term). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi, yaitu:

1. Metode Grafik 2. Metode h-statistik

3. Uji Durbin Watson (DW test) 4. Uji Lagrange Multiplier (LM test) 3.7 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

Uji kesesuaian (test goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R²), uji F-statistik dan uji t-statistik.

1. Penilaian terhadap R² bertujuan untuk melihat kekuatan variasi variabel bebas dalam mempengaruhi variasi variabel terikat. Nilai R² digunakan antara 0 sampai 1 (0 < R² < 1). Semakin mendekati 1 berarti semakin tepat garis regresi untuk meramalkan nilai variabel terikat.

2. Uji F-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara simultan atau secara bersama-sama.


(49)

Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Terima H0 apabila F-statistik < F-tabel Terima HA apabila F-statistik > F-tabel

3. Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara parsial.

Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Hipotesis positif

Terima H0 apabila t-statistik < t-tabel Terima HA apabila t-statistik > t-tabel Hipotesis negatif

Terima H0 apabila t-statistik > t-tabel Terima HA apabila t-statistik < t-tabel 3.8 Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan defenisi operasional sebagai berikut:

1. Permintaan kredit konsumsi adalah jumlah kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank di Sumatera Utara dinyatakan dalam milyar rupiah. 2. PDRB per kapita, merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang

diterima setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. PDRB per kapita dinyatakan dalam ribu rupiah.


(50)

3. Tingkat suku bunga kredit konsumsi adalah rata-rata bunga pinjaman pada bank yang ditetapkan sebagai kewajiban nasabah (peminjam) kepada bank sebagai balas jasa atas dana atau pinjaman yang diberikan, yang dinyatakan dalam persen (%).

4. Kurs (nilai tukar) adalah harga dari satu mata uang (rupiah) yang diukur dengan mata uang lain (dollar) yang dinyatakan dalam ribu rupiah.


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Daerah Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis

Propinsi Sumatera Utara terletak pada garis 1º-4º Lintang Utara dan 98º-100º Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km². Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam tiga kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Daratan Tinggi dan Pantai Timur. Sumatera Utara memiliki 419 pulau dimana pulau-pulau terluar dari Propinsi Sumatera Utara adalah Pulau Simuk (Kepulauan Nias), dan Pulau Berhala di Selat Sumatera (Malaka). Selain itu Pesisir Timur Propinsi Sumatera Utara merupakan wilayah di dalam propinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang lebih lengkap dibanding wilayah lainnya. 4.1.2 Kondisi Demografis

Sumatera Utara merupakan propinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 1990-2000-2003 menjadi 1,14 persen per tahun. Menurut data tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara berkembang pesat. Berdasarkan data BKKBN Sumatera Utara


(52)

jumlah penduduk sepanjang tahun 2010 sebanyak 12,9 juta dengan laju pertumbuhan penduduk 1,11 persen .

4.1.3 Gambaran Umum Perekonomian Sumatera Utara

Sumatera Utara sangat kaya akan sumber daya alam seperti gas alam di daerah Tandam dan Binjai, minyak bumi di Pangkalan Brandan dan Kabupaten Langkat, PT inalum di Kuala tanjung, Kabupaten Asahan, Danau Toba sebagai salah satu objek wisata yang banyak diminati, serta PLTA Asahan di Kabupaten Toba Samosir dan masih banyak lagi sumber daya alam lainnya.

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara atau wilayah dalam satu periode tertentu adalah data PDB atau PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB/PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Salah satu indikator membaiknya ekonomi Sumatera Utara adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun, disajikan melalui PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala. Tahun 1996-1998 PDRB atas harga konstan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 1999 mengalami penurunan akibat


(53)

krisis pada tahun 1998. Pada tahun 2000 kembali menunjukkan peningkatan hingga tahun-tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi yang kembali membaik.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2000 sebesar 4,83 persen, tahun 2001 sebesar 3,72 persen, tahun 2002 sebesar 4,07 persen dan tahun 2003 sebesar 4,42 persen. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar 6,58 persen, menunjukkan adanya pertumbuhan yang meningkat dibanding tahun 2010 sebesar 6,35 persen. Pertumbuhan terbesar berasal dari sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 13,61 persen, diikuti oleh sektor konstruksi sebesar 8,54 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor jasa tumbuh sebesar 8,30 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 8,12 persen.

Inflasi merupakan salah satu indikator dalam perencanaan perekonomian dan pembangunan suatu daerah. Terlalu tinggi atau rendahnya inflasi tidak baik bagi perekonomian. Inflasi yang terlalu tinggi (lebih dari dua digit) dapat menghambat ekonomi, karena dapat memperkecil nilai riil dari pendapatan. Terlalu rendahnya angka inflasi (deflasi) dapat menghambat sektor-sektor usaha, karena turunnya nilai jual produk sehingga dapat mematikan usahanya. Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, inflasi di Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 6,6 persen kemudian pada tahun 2008 menjadi 10,72 persen, tahun 2009


(54)

turun menjadi 2,61 persen, tahun 2010 naik menjadi sebesar 8,0 persen, dan tahun 2011 sebesar 3,67 persen.

Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, struktur perekonomian Sumatera Utara sejak tahun 1994 telah bergeser dari dominasi sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Hal ini ditandai dengan peranan sektor pertanian terhadap PDRB atas harga berlaku yang cenderung mengecil, sebaliknya peranan sektor industri semakin besar. Akan tetapi pada saat krisis ekonomi pada tahun 1998 peranan sektor pertanian kembali meningkat.

PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku Sumatera Utara tahun 2003-2010 meningkat setiap tahunnya. Tahun 2007 sebesar Rp 181.819,74 milyar dan terus mengalami peningkatan, pada tahun 2010 sebesar Rp 275.700,21 milyar. Tiga sektor utama yang selalu memberi kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Untuk tahun 2010 sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah industri pengolahan sebesar Rp 63.293,45 milyar, diikuti sektor pertanian diurutan kedua sebesar Rp 63.181,84 milyar, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran diurutan ketiga sebesar Rp 52.384,31 milyar.

Dari tahun 2007 hingga tahun 2011 struktur perekonomian Sumatera Utara didominasi sektor industri pengolahan, diikuti sektor pertanian; sektor jasa-jasa; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan; dan sektor konstruksi. dari 9 sektor lapangan usaha, hanya terdapat 3 sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Sumatera Utara yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air


(55)

bersih. Sedangkan ke enam sektor lain mengalami kenaikan kontribusi. Peranan sektor industri pengolahan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 semakin menurun. Namun sektor industri pengolahan masih mendominasi kontribusi struktur perekonomian di Sumatera Utara.

4.1.4 Perkembangan Perbankan di Sumatera Utara

Perkembangan perbankan di Sumatera Utara semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari jumlah kantor bank yang terus bertambah tiap tahunnya, demikian juga dengan jumlah simpanan yang dihimpun dari masyarakat. Selain itu pinjaman (kredit) yang disalurkan bank-bank di Sumatera Utara juga terus meningkat.

Jumlah bank, kantor bank dan kantor cabang di Sumatera Utara tahun 2007-2011 menunjukkan peningkatan. Jumlah kantor bank umum tahun 2007 sebesar 717 unit yang terus meningkat, hingga tahun 2011 sebesar 1050 unit meningkat 22 persen dari tahun 2010. Jumlah kantor bank syariah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007-2010. Tahun 2007 berjumlah 31 unit, kemudian meningkat pada tahun 2010 mencapai 70 unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) justru mengalami penurunan walau tidak banyak, tahun 2007 sebanyak 66 unit kemudian menurun menjadi 50 unit tahun 2010 dan tetap pada 2011.

Posisi simpanan masyarakat baik rupiah dan valas (valuta asing) pada bank umum dan BPR Sumatera Utara dari tahun 2006-2011 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 sebesar Rp 58.697 milyar yang terus meningkat, tahun 2010 sebesar Rp 108.366 milyar dan pada tahun 2011 meningkat 17 persen menjadi Rp 126.645 milyar. Demikian juga dengan posisi


(56)

pinjaman (kredit) masyarakat baik rupiah dan valas pada bank umum dan BPR dari tahun 2006-2011 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 sebesar Rp 41.484 milyar yang terus meningkat, tahun 2010 sebesar Rp 73.921 milyar, dan pada tahun 2011 meningkat 39 persen menjadi Rp 102.899 milyar.

Hal ini menunjukkan kegiatan bank yang terus meningkat di Sumatera Utara. Berarti perekonomian di Sumatera Utara semakin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya nasabah yang menggunakan jasa perbankan baik untuk simpanan atau pinjaman. Selain itu bentuk-bentuk jasa perbankan yang ditawarkan juga semakin beragam dan memberikan kemudahan bagi nasabahnya, seperti sms banking, internet banking, ATM bersama dan layanan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bank juga semakin meningkatkan kualitas pelayanan terhadap nasabahnya.

4.2 Perkembangan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara

Pada umumnya permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum dan BPR di Sumatera Utara yang semakin meningkat. Dalam hal ini jumlah kredit konsumsi adalah yang disalurkan bank-bank di Sumatera Utara yaitu, bank pemerintah dan bank pembangunan, bank swasta nasional, bank asing dan bank campuran, serta bank perkreditan rakyat baik dalam rupiah maupun valas (valuta asing). Jumlah kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank di Sumatera Utara pada tahun 1996 sebesar Rp 1.028,36 milyar. Pada tahun 1996-1997 permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami peningkatan.


(57)

Kemudian menurun pada tahun 1998-1999, disebabkan krisis ekonomi yang sempat melanda Indonesia pada tahun tersebut.

Pada tahun 2000 permintaan kredit konsumsi menunjukkan peningkatan kembali. Demikian tahun 2001 meningkat menjadi Rp 1331,66 milyar. Tahun 2000-2010 permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah kredit konsumsi yang disalurkan di Sumatera Utara adalah Rp 21.538,23 milyar, meningkat sebesar 19,58 persen dari tahun sebelumnya.

4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi di Sumatera Utara Tingkat suku bunga kredit konsumsi pada tahun 1996 sebesar 19,49 persen. Pada tahun 1997-1998 ketika terjadi krisis di Indonesia tingkat suku bunga meningkat drastis hingga mencapai 34,93 persen pada tahun 1998. Kemudian mulai menurun pada tahun 1999 menjadi 28,78 persen. Pada tahun 2000 turun drastis menjadi 18,16 persen. Pada tahun 2001-2002 kembali meningkat walau tidak begitu besar. Tahun 2003-2006 mengalami penurunan tiap tahunnya. Tahun 2007 sedikit meningkat menjadi 14,73 persen dibanding tahun 2006 yakni 14,48 persen. Tahun 2008-2010 kembali mengalami penurunan setiap tahunnya. Tingkat suku bunga pada tahun 2010 sebesar 12,06 persen.

4.4 Perkembangan PDRB per kapita Sumatera Utara

PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. PDRB per kapita diperoleh dengan cara nilai PDRB dibagi jumlah penduduk dalam suatu wilayah per periode tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai


(58)

PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.

PDRB per kapita atas harga berlaku pada tahun 1996 sebesar Rp 2.578,53. Apabila dilihat dari data, PDRB per kapita Sumatera Utara terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 1997-1998 saat terjadi krisis moneter di Indonesia PDRB per kapita Sumatera Utara juga tetap menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2010 PDRB per kapita Sumatera Utara yakni sebesar Rp 21.236,78 meningkat sebesar 15,54 persen dari tahun sebelumnya.

4.5 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar (USD)

Tahun 1996 nilai kurs rupiah terhadap dollar sebesar Rp 2.383. Pada tahun 1997-1988 rupiah melemah secara drastis, pada tahun 1997 nilai tukar rupiah mencapai Rp 4.650, melemah 95 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan krisis moneter yang dialami Indonesia. Demikian tahun-tahun berikutnya masih menunjukkan rupiah melemah. Tahun 1998 melemah 73 persen mencapai Rp 8.025, hingga tahun 2001 mencapai Rp 10.400. Kemudian mulai tahun 2002 rupiah kembali menguat yakni Rp 8.940. Pada tahun-tahun berikutnya rupiah relatif stabil pada kisaran Rp 9.000-an. Pada tahun 2008 rupiah kembali melemah hingga Rp 10.950, namun kembali menguat pada tahun berikutnya. Pada tahun 2010 kurs rupiah terhadap dollar sebesar Rp 8.991.


(59)

Tabel 4.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi, Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi, PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Sumatera

Utara dan Kurs Rupiah terhadap Dollar (USD) Tahun 1991-2010 Tahun Kredit Konsumsi

(milyar rupiah) Suku Bunga (persen) PDRB per Kapita (ribu rupiah) Kurs (ribu rupiah)

1996 1.028,36 19,49 2.578,53 2.383

1997 1.179,28 21,96 3.075,42 4.650

1998 950,46 34.93 4.534,12 8.025

1999 851,37 28,78 5.476,17 7.100

2000 1.331,66 18,16 5.928,52 9.595

2001 1.912,97 21,18 6.741,91 10.400

2002 2.346,40 23,48 7.482,95 8.940

2003 3.366,67 23,08 8.070,93 8.465

2004 5.702,59 21,06 9.741,57 9.290

2005 7.762,31 18,91 11.326,68 9.830

2006 8.736,49 14,48 12.684,53 9.020

2007 11.128,17 14,73 14.166.63 9.419

2008 15.726.92 14,17 16.813,29 10.950

2009 18.010,68 13,09 18.381,01 9.400

2010 21.538,23 12,06 21.236,78 8.991

Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Daerah Bank Indonesia dan BPS Sumatera Utara

4.6 Hasil dan Analisis Data

Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kredit konsumsi untuk mengetahui apakah elastisitas permintaaan kredit konsumsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga, PDRB per kapita dan kurs digunakan analisis linier berganda, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Data diolah dengan menggunakan bantuan program Eviews 5.1. Maka dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:

Model persamaan adalah sebagai berikut:


(60)

dimana:

Y = Permintaan kredit konsumsi

X1 = Rata-rata tingkat suku bunga kredit konsumsi X2 = Produk Domestik Regional Bruto per kapita X3 = Nilai tukar rupiah terhadap dollar (kurs)

β1, β2, β3 = Koefisien regresi

єt = Error term

α = Intercept

Berdasarkan hasil regresi berganda dengan menggunakan program Eviews 5.1 maka diperoleh estimasi sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Estimasi

Log Y = 0.181842 - 0.607670 LogX1 + 1.881370 logX2 - 0.792538 LogX3

Std. Error (0.464042) (0.312666) (0.360920)

t-stat ( -1.309514) (6.017181) (-2.195879)

R² = 0.957899

DW-stat = 1.362150 F-stat = 83.42614

Sumber: Lampiran 1 4.7 Pembahasan

4.7.1 Interpretasi Model

Dari hasil estimasi diatas dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Suku bunga kredit konsumsi mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara dan mempunyai koefisien sebesar -0,60767. Artinya apabila suku bunga naik sebesar satu persen maka kredit konsumsi akan mengalami penurunan sebesar 0,6076 persen, ceteris paribus. Karena perubahan satu persen tingkat suku bunga kredit


(61)

konsumsi menghasilkan kurang daripada satu persen perubahan kuantitas kredit konsumsi yang diminta, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara memiliki elastisitas yang bersifat inelastis (permintaannya bersifat inelastis) terhadap tingkat suku bunga kredit konsumsi.

2. PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara dan mempunyai koefisien sebesar 1,881370. Artinya jika PDRB per kapita mengalami peningkatan sebesar satu persen maka permintaan kredit konsumsi akan mengalami kenaikan sebesar 1,8813 persen, ceteris paribus. Karena perubahan PDRB per kapita satu persen menimbulkan lebih daripada satu persen perubahan kuantitas kredit konsumsi yang diminta, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara memiliki elastisitas yang bersifat elastis (permintaannya bersifat elastis) terhadap PDRB per kapita.

3. Kurs rupiah terhadap dollar mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara dan mempunyai koefisien sebesar -0,792538. Artinya jika kurs rupiah terhadap dollar mengalami peningkatan sebesar satu persen maka permintaan kredit konsumsi akan mengalami penurunan sebesar 0,7925 persen, ceteris paribus. Karena perubahan satu persen kurs rupiah terhadap dollar menghasilkan kurang daripada satu persen perubahan kuantitas kredit konsumsi yang diminta, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara memiliki elastisitas yang bersifat inelastis (permintaannya bersifat inelastis) terhadap kurs.


(62)

4.8 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) 4.8.1 Koefisien Determinasi (R²)

Berdasarkan hasil dari estimasi yang dilakukan diperoleh nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,957899. Artinya variabel-variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi, PDRB per kapita, dan kurs rupiah terhadap dollar secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara sebesar 95,78 persen sedangkan sisanya sebesar 4,22 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.

4.8.2 Uji F-statistik (Uji Serempak)

Uji F-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara simultan atau secara bersama-sama.

Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Terima H0 apabila F-statistik < F-tabel Terima HA apabila F-statistik > F-tabel

α = 5%; n = 15; k = 3; df (k; n-k-1) = 3; 11 F-tabel = 3,59

F-statistik = 83,42614

F-statistik (83, 42) > F-tabel (3,59)

Berdasarkan hasil di atas dengan demikian HA diterima, artinya semua variabel tingkat suku bunga, PDRB per kapita, dan kurs rupiah terhadap USD secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95 persen.


(63)

4.8.3 Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara parsial.

1. Variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi (X1) Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Hipotesis negatif

Terima H0 apabila t-statistik > t-tabel Terima HA apabila t-statistik < t-tabel

α = 10%; n = 15; k = 3; df (n-k-1) = 11 t-tabel = -1,796

t-statistik = -1,309514

t-statistik (-1,309) > t-tabel (-1,796)

Berdasarkan hasil di atas dengan demikian H0 diterima, artinya variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi memberikan pengaruh yang tidak signifikan secara statistik terhadap variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 90 persen.

2. Variabel PDRB per kapita (X2) Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Hipotesis positf

Terima H0 apabila t-statistik < t-tabel Terima HA apabila t-statistik > t-tabel


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, 2009. Laporan Kebijakan Moneter Triwulan I-2009,

Direktorat

Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, http//:www.BI.go.id. (14 juni

2012).

Bank Indonesia dan Puslitbank Fakultas Ekonomi USU, 2007. Intermediasi

Perbankan di Propinsi Sumatera Utara: Kendala dan Solusi

Penyelesaiannya, Medan.

Barro, R.J. dan X Sala-I-Martin, 1995. Economic Growth, Singapore: Mcgraw-

Hill International Editions.

Erlina, 2011. Metodologi Penelitan, USU press, Medan.

Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika, edisi 3, Erlangga,

Jakarta.

Hadad, Muliaman D., Wimboh Santoso dan Armida Alisjahbana, 2004. Model

dan Estimasi Permintaan dan Penawaran Kredit Konsumsi Rumah

Tangga di indonesia.

Hadi, Andayani, 2008. Analisis Permintaan Kredit Konsumsi pada Perbankan di

Sumatera Utara, Tesis Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Harefa, Albert N. 2010.

Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan

kredit konsumsi pada bank umum di indonesia (pendekatan error

correction model, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Harmanta dan Ekananda, 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia

Pasca Krisis 1997 : Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah

Pendekatan dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan

Perbankan.

Karlan, Dean dan Jonathan Zinman, 2005. Elastisitas Permintaan Kredit

Konsumsi, Universitas Yale.


(2)

Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, LP-FEUI,

Jakarta.

Nasution, Mulia, 1998. Ekonomi Moneter, Uang dan Bank, Djambatan, Jakarta.

Nopirin, 2007. Ekonomi moneter, Edisi 4, BPFE, Yogyakarta.

Pohan, Aulia, 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews dalam Ekonometrika, USU press, Medan.

Resti, Setiyo, 2011. Analisis Pengaruh Suku Bunga, Pendapatan per Kapita, dan

Tenaga Kerja terhadap Kredit Konsumsi pada Bank Umum di Sumatera

Utara. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Samuelson, Paul A. Dan William D. Nordhaus, 2003. Ilmu ekonomi mikro, edisi

17, P.T. media Global Edukasi, Jakarta.

Saragih, M. Aulia Putra

,

2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Jumlah Kredit Sektoral Di Sumatera Utara. Tesis Fakultas Ekonomi,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sihombing, Binsar, 2005. Analisis Permintaan Kredit Konsumsi di Sumatera

Utara.

Sirait, Romi Julianto, 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kredit

Konsumsi di Sumatera Utara. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Sumanjaya, Rakhmat, Syahrir Hakim Nasution, dan Hasan Basri Tarmizi, 2009.

Teori Ekonomi Mikro, USU press, Medan.

Tono, Suwidi dkk, 2000. Bank Indonesia: Menuju Independensi Bank Sentral, PT

Mardi Mulyo, Jakarta.


(3)

Lampiran 1

Hasil Estimasi OLS

Method: Least Squares Date: 08/07/12 Time: 13:27 Sample: 1996 2010

Included observations: 15

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.181842 2.343286 0.077601 0.9395 LX1 -0.607670 0.464042 -1.309514 0.2171 LX2 1.881370 0.312666 6.017181 0.0001 LX3 -0.792538 0.360920 -2.195879 0.0504 R-squared 0.957899 Mean dependent var 8.245667 Adjusted R-squared 0.946417 S.D. dependent var 1.165897 S.E. of regression 0.269881 Akaike info criterion 0.441508 Sum squared resid 0.801194 Schwarz criterion 0.630321 Log likelihood 0.688692 F-statistic 83.42614 Durbin-Watson stat 1.362150 Prob(F-statistic) 0.000000 Estimation Command:

===================== LS LY C LX1 LX2 LX3 Estimation Equation: =====================

LY = C(1) + C(2)*LX1 + C(3)*LX2 + C(4)*LX3 Substituted Coefficients:

=====================


(4)

Hasil Uji Multikolinieritas

LX1 LX2 LX3

LX1 1.000000 -0.722848 -0.225394 LX2 -0.722848 1.000000 0.735886 LX3 -0.225394 0.735886 1.000000


(5)

Lampiran 3

Hasil Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6

-0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4

Series: Residuals Sample 1996 2010 Observations 15

Mean 2.79e-15

Median -0.025895

Maximum 0.351077

Minimum -0.560450

Std. Dev. 0.239224 Skewness -0.649790 Kurtosis 3.237710

Jarque-Bera 1.090884 Probability 0.579586


(6)

Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.443503 Prob. F(1,10) 0.149077 Obs*R-squared 2.944526 Prob. Chi-Square(1) 0.086169

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 08/16/12 Time: 00:45 Sample: 1996 2010

Included observations: 15

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.126808 2.589446 0.821337 0.4306 LX1 -0.694930 0.622859 -1.115710 0.2906 LX2 -0.504242 0.436468 -1.155276 0.2748 LX3 0.496956 0.465024 1.068667 0.3103 RESID(-1) 0.685140 0.438393 1.562843 0.1492 R-squared 0.196302 Mean dependent var 5.44E-05 Adjusted R-squared -0.125178 S.D. dependent var 0.239224 S.E. of regression 0.253755 Akaike info criterion 0.356310 Sum squared resid 0.643918 Schwarz criterion 0.592327 Log likelihood 2.327676 F-statistic 0.610620 Durbin-Watson stat 1.518861 Prob(F-statistic) 0.664448