Peranan Pedang Dalam Kehidupan Shikage-Ryuu (Seni Bela Diri Ilmu Pedang) Shinkage-Ryuu No Seikatsu Ni Okeru Katana No Yakuwari

(1)

PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN

SHINKAGE-RYUU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG)

SHINKAGE-RYUU NO SEIKATSU NI OKERU KATANA NO

YAKUWARI

KERTAS KARYA

Dikerjakan O L E H

EL ROY TINAMBUNAN NIM : 102203011

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN

SHINKAGE-RYUU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG)

SHINKAGE-RYUU NO SEIKATSU NI OKERU KATANA NO

YAKUWARI

KERTAS KARYA

Kertas Karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Oleh :

EL ROY TINAMBUNAN NIM : 102203011

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN SHINKAGE-RYUU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG)

SHINKAGE-RYUU NO SEIKATSU NI OKERU KATANA NO

YAKUWARI

KERTAS KARYA

Kertas Karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan OLEH

EL ROY TINAMBUNAN NIM : 102203011

Pembimbing I Pemimbing II

M. Pujiono, S.S. M.Hum Zulnaidi, S.S. M.Hum NIP. 1969101 200212 1 001 NIP. 19670807 200501 1 001

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(4)

Disetujui oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi Bahasa Jepang D-III Ketua Program Studi

Zulnaidi, S.S. M.Hum NIP. 1967 0807200501 1 001


(5)

PENGESAHAN Diterima Oleh

Panitia Ujian Program Pendididikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam bidang Studi Bahasa Jepang.

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. Zulnaidi, S.S. M.Hum ( )

2. M. Pujiono. S.S. M.Hum (Pembimbing) ( ) 3. Zulnaidi, S.S. M.Hum (Pembaca) ( )


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN SHIKAGE-RYUU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG) SHINKAGE-RYUU NO SEIKATSU NI OKERU KATANA NO YAKUWARI”.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, berkat bantuan beberapa pihak, maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah member dukungan, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulanaidi, S.S. M.Hum. Selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilm u Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S. M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.


(7)

4. Bapak Zulnaidi, S.S. M.Hum Selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian kertas karya ini.

5. Kepada seluruh Dosen dan Staf pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

6. Abang Mistam yang sudah banyak membantu dalam segala urusan perkuliahan.

7. Untuk keluarga yang tersayang : Ayahanda Henok Tinambunan, dan teristimewa Ibunda Nurhaida Hasugian, kakak dan adik yang telah banyak memberikan pelajaran hidup, semangat dan dukungan yang tidak pernah ada hentinya sehingga penulis menjadi seperti yang sekarang ini.

8. Untuk sahabatku tersayang Ricardo Simanjuntak, Hayum Pidaraini, Santi, Elsya, Puja, Fitri, Rahman, dan teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih saya ucapkan untuk dukungan dan persahabatan kita selama ini kalian yang telah membuat penulis semangat dalam menjalani hidup ini.

9. Buat hinode 2010 terima kasih buat selama 3 tahun kita telah sama-sama berbagi kehangatan didalam canda, debat, marah, senyum, tangis, kenangan yang takkan pernah terlupakan bersama dengan kalian.


(8)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam kertas karya ini, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kertas karya ini dapat berguna bagi kita dikemudian hari.

Medan, Juni 2013

EL ROY TINAMBUNAN


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………..iii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1.1Alasan Pemilihan Judul………..1

1.2Tujuan Penulisan……….4

1.3Batasan Masalah……….4

1.4Metode Penulisan………...4

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG SHINKAGE-RYU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG) SHINKAGE-RYUU NO SEIKATSU NI OKERU KATANA NO YAKUWARI……… 2.1 Pengertian Shinkage-ryu…………...………..5

2.2 Shinkage-ryu (Seni Beladiri Ilmu Pedang)……….8


(10)

a. Tiga Pembelajaran………..10 b. Sembilan Perkara………....11 c. Seleksi Tengu……….11 BAB III PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN

SHINKAGE-RYU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG) SHINKAGE-RYUU NO SEIKATSU NI OKERU KATANA NO YAKUWARI ……….

3.1Pedang Yang Berurusan Dengan Kematian…………...14 3.2Pedang Pemberi Kehidupan………...15

3.2.1 Pedang Misterius dan Lokasi Kesadaran

yang Dijaga Dalam Tubuh dan Kaki …….…...15 3.2.2 Hunusan Tunggal Akhir yang Tepat…………..17

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……….

4.1 Kesimpulan……….19

4.2 Saran………...20

DAFTAR PUSTAKA……….21


(11)

ABSTRAK

PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN

SHINKAGE-RYU (SENI BELA DIRI ILMU PEDANG)

Pada awal pemerintahan Edo (1603-1868) berkembang seni bela diri yang menggunakan pedang.Seni bela diri ini menghasilkan tiga catatan singkat mengenai ilmu pedang yang dapat mempengaruhi kehidupan. Catatan ilmu pedang pertama adalah The Mysterious of Unmoving Wisdom (Fudochi Shinmyroku). Ditulis oleh pendeta Zen Takuan Soho sekitar tahun 1632 yang isinya ilmu pedang ini menekankan hasrat untuk menjaga pikiran dari kedekatan dan keterkaitan.

Hal ini berarti mencegah pikiran berhenti agar postur tubuh dan pikiran tidak bergerak bebas. Catatan ilmu pedang kedua adalah The Book of Five Rings (Gorin no sho) karya Miyamoto Musashi (1643 dan 1645) isinya ilmu pedang ini menekankan teknik pedang, cara berdiri pada saat ada matahari cara menangkis dan cara menerjang. Hal ini menurut Musashi bukan untuk mati terkena senjata lawan tetapi untuk merebut kemenangan. Hal ini memiliki pola pikir seni bela diri yaitu membuat pikiran tetap bebas, tidak membiarkan berhenti walaupun musuh sudah kalah. Pola pikir ini di simbolkan oleh inkarnasi Buddha.


(12)

Catatan ilmu pedang ketiga adalah Heiho Kadensho (The life- Giving Sword atau di sebut The Book of Clan Traditions on the Martial Arts) ditulis oleh Yagyu Munenori pada tahun (1632) karya takuan isinya menekankan pada pendekatan ilmu pedang karya Zen danpada ilmu pedang karya Musashi. Munenori berada diantara keduanya yaitu menjelaskan latar belakang filosofis untuk praktik atau praktik penggunaan pedang.

Dan isi dari buku munenori mengenai menjaga pikiran dan bebas dari mementingkan teknik atau gagasan untuk menang. Pedang memiliki berbagai peranan dalam kehidupan dan dapat memberikan inspirasi bagi pengguna pedang. Hal ini dapat dilihat pada seni bela diri Tradisional, jepang yang disebut SHINKAGE-RYU (perguruaan bayangan baru). Didirikan oleh Kamiizumi Ise-no-kami Nobutsuna (1508-1578). Teknik seni bela diri tradisional ini memiliki peranan pedang yaitu, untuk menerangi pikiran dan jiwa melalui pedang. Peranan pedang juga dapat membangun karakter yang baik dan memiliki hubungan pribadi dengan seseorang ataupun yang lain dalam seni bela diri jepang di sebut Kyorie-fumai yaitu peranan yang mencerminkan segala sesuatu seperti cermin. Peranan pedang yang berhubungan dengan kematian yaitu peranan pedang yang dilakukan untuk melukai dan merobahkan lawan dengan menumpas kejahatan. Peranan pedang yang berhubungan dengan kehidupan yaitu, peranan pedang yang dilakukan untuk menebas lawan dan menghabisinya.


(13)

Dalam seni bela diri jepang terdapat juga teknik-teknik pedang yaitu:

a. Teknik pedang dengan mengamati gerakan pikiran musuh dan meresponnya sebelum di wujudkan dalam bentuk tindakan.

b. Teknik pedang dengan mengembangkan pikiran dengan tenang sehingga apa yang di pikirkan atau dirasakan dapat dilakukan.

c. Teknik pedang dengan memberikan penekanan pada pikiran sendiri untuk menyusup ke dalam pikiran musuh.

d. Teknik pedang dengan menjaga posisi berdiri tetap rendah.

Jenis-jenis pedang pada seni bela diri jepang yaitu:

a. Pedang fukuro shinai adalah pedang yang dilapisi penutup kulit dan dikembangkan menjadi hikihada (kulit katak) shinai. Ketika penggunaannya orang dapat saling menyerang seperti bertarung menggunakan pedang sesungguhnya.

b. Pedang Hikihada Shinai adalah pedang yang terbuat dari bambo dibelah menjadi dua sampai 16 bagian, ujungnya dilapisi oleh kulit dipernis. pedang tersebutdigunakan untuk berlatih agar tidak luka, dan sakit yang dalam.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Alasan Pemilihan Judul

Pada situasi yang disebutkan belakangan, ahli pedang harus mampu mengatasi lawan tanpa membunuhnya, atau mungkin harus membunuh ahli pedang yang jahat untuk menyelamatkan (memberi kehidupan) kepada berjuta orang lain.

Pada tahun-tahun awal pemerintahan Edo (1603 – 1868) zaman perkembangan seni bela diri, muncul tiga catatan singkat mengenai ilmu pedang yang membawa pengaruh dalam kehidupan.

Catatan pertama adalah The Mysterious of Unmoving Wisdom (Fudochi Shinmyoroku), ditulis oleh pendeta Zen Takuan Soho sekitar tahun 1632. Pada intinya, ini merupakan catatan filosofis yang melihat ahli pedang dari perspektif Zen Buddha, terutama menekankan hasrat untuk menjaga pikiran tetap bebas dari kelekatan dan keterikatan. Dalam istilah pertarungan, hal ini berarti mencegah pikiran berhenti atau “menetap”, bagaimana postur tubuh, teknik pedang lawan, atau apa pun yang akan membuat pikiran kita tidak bergerak bebas.

Catatan kedua adalah The Book of Five Rings (Gorin no sho) karya Miyamoto Musashi yang ditulis antara tahun 1643 dan 1645. Tidak seperti catatan filosofis Takuan, catatan Musashi menggunakan pendekatan praktis mengenai ilmu pedang, memberitahu pembaca sejumlah taktik, seperti cara


(15)

menggerakkan kaki, dimana harus berdiri saat ada matahari atau sumber cahaya lainnya, dan cara menagkis atau cara menerjang maju. Pada intinya menurut Musashi bukanlah untuk mati terkena senjata lawan, atau berkutat dengan teknik yang bergaya tetapi tidak efektif, melainkan untuk menang. Walaupun begitu, kerangka pikir seni bela diri yang mendasarinya yaitu membuat pikiran tetap bebas, tidak pernah membiarkannya berhenti, bahkan setelah lawan terlihat kalah. Pikiran ini secara filosofis dan artistik disimbolkan oleh inkarnasi Buddha, Fudo Myo-o (Raja Kecemerlangan yang Tak Bergerak), yang digambarkan dengan memegang pedang satu tangan.

Catatan terakhir mengenai ilmu pedang adalah Heiho Kadensho atau Pedang Pemberi Kehidupan (The life-Giving Sword; kadang disebut sebagai The Book of Clan Traditions on the Martial Arts) yang ditulis oleh Yagyu Munenori pada tahun 1632. Karya Takuan menekankan pendekatan Zen pada ilmu pedang dan karya Musashi menekankan pendekatan praktisnya. Munenori sendiri berusaha berada diantara keduanya, menyajikan latar belakang filosofis untuk praktik maupun praktik penggunaan pedang itu sendiri.

Munenori memberikan penekanan serupa mengenai menjaga pikiran tetap bebas dari penyakit yang diakibatkan terlalu banyak memusingkan teknik atau bahkan gagasan untuk menang.

Praktik penggunaan pedang tersebut diwarisi Munenori dari ayahnya (Sekishusai) dan guru ayahnya (Kamiizumi Ise no Kami Hidetsuna). Munenori membawa teknik Tanpa Pedang yang terkenal menuju kesempurnaan dan meneruskannya kepada murid-muridnya di sekolah bela diri Yagyu


(16)

Shinkage-ryu. Salah satu muridnya yang paling antusias adalah shogun ketiga Tokugawa (Lemitsu), pria yang tidak suka menghabiskan waktu tanpa melakukan hal-hal yang tak memberikan hasil praktis.

Heiho Kadensho (Pedang Pemberi Kehidupan) merupakan pendorong bagi teknik yang sudah dipelajari, sekaligus instruksi mengenai praktik tingkat lanjut, sumber meditatif untuk menghalau halangan psikologis yang dihadapi para murid, dan dasar filosofis untuk menggunakan pedang sebagai alat kehidupan.

Dengan demikian pedang mempunyai berbagai peranan di dalam kehidupan yang dapat memberikan suatu inspirasi bagi pengguna pedang tersebut. Sehingga penulis tertarik untuk membahasnya dan memilih “Peranan Pedang Dalam Kehidupan Shinkage-ryu” menjadi judul kertas karya ini.

1.2Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teknik penggunaan pedang

2. Untuk mengetahui peranan pedang

3. Untuk memenuhi kewajiban penulisan kertas karya bagi setiap mahasiswa pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya USU.


(17)

1.3Batasan Masalah

Dalam penulisan kertas karya ini penulis hanya akan membahas tentang pengertian shrinkage-ryu, sejarah shrinkage-ryu, teknik penggunaan pedang dalam shinkageryu dan peranan pedang dalam kehidupan shrinkage-ryu.

1.4Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan kertas karya ini adalah metode kepustakaan yaitu mengumpulkan data-data atau informasi sebagai referensi yang berhubungan dengan topic permasalahan yang akan dibahas kemudian dirangkum untuk dideskripsikan ke dalam tiap bab dalam kertas karya ini.


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG SHINKAGE-RYU

(SENI BELA DIRI ILMU PEDANG)

2.1 Pengertian Shinkage-ryu

Shinkage-ryū yang berarti "perguruan bayangan baru", adalah sebuah perguruan tradisional ryū adalah perguruan yang mengutamakan seni berpedang, dan merupakan sebuah sintesis dari pemikiran Nobutsuna terhadap perguruan-perguruan

seperti

Tujuan Shinkage Ryu Heiho didirikan adalah sebagai pemahaman yang mendalam dari sumber utama prinsip-prinsip bela diri Jepang melalui belajar, dan ekspresi kebenaran perguruan ini. Shinkage Ryu Heiho bermaksud untuk menerangi prinsip-prinsip pikiran dan jiwa melalui prinsip-prinsip pedang, dan memungkinkan kita untuk mencapai apa yang kita harus capai dalam hidup kita, memanfaatkan potensi alami yang melekat bagi semua orang.

Shinkage Ryu Heiho merupakan pembangunan karakter yang komprehensif melalui keterlibatan lengkap dengan semua hal yaitu keluarga, negara dan dunia, melalui pemahaman pribadi seseorang dari heiho, yang menyediakan kyorei-fumai Shuri. Kyorei-fumai Shuri adalah esensi dari Shinkage Ryu Heiho. Kyorei-fumai tak terlihat tetapi mencerminkan segala


(19)

sesuatu seperti cermin. Shuri adalah filosofi yang melekat dalam Shinkage Ryu Heiho.

Pada tahun 1559, seorang pendekar pedang bernama Kamizumi Ise no kami Hidetsuna melakukan perjalanan dengan dua murid terdekatnya yaitu putranya dan keponakan laki-lakinya (Hidetane dan Hikita Kagekane) yang kemudian melintasi daerah pedesaan sekililing ibu kota tua Nara. Pada saat itu Kamizumi dipandang sebagi salah seorang pendekar pedang paling cakap yang pelatihnya adalah MatsumotoMasanobu (meninggal tahun 1543) berasal dari tradisi ahli pedang Kashima dan walaupun terlibat dalam lebih dari dua puluh pertempuran, sepertinya tidak pernah terlibat dalam duel satu lawan satu.

Dari Matsumoto, Kamiizumi mempelajari ichi no tachi atau hitotsu tachi, teknik mengagumkan untuk memasuki wilayah seorang musuh, memancing serangan alih-alih melakukan serangan pendahuluan, dan memasuki jarak serang sekaligus melancarkan serangan.

Kamiizumi juga belajar dibawah bimbingan Aisu Ikosai (1452 – 1538), seorang pendekar pedang pengelana yang konon bergabung dengan kawanan bajak laut di sepanjang pantai Korea dan China. Ikosai merupakan pendekar pedang yang benar-benar mengembangkan kage-ryu, gaya yang lebih sedikit mengandalkan teknik mekanis dibandingkan mengamati gerakan pikiran musuh dan meresponnya sebelum diwujudkan dalam bentuk tindakan.

Kamiizumi mengembangkan apa yang telah dipelajarinya dari berbagai pelatih ke dalam apa yang disebut sebagai Shinkage-ryu. Sebagai murid Zen, dia juga mengembangkan “pikiran harian”-nya sampai ke tingkatan tertentu


(20)

dan berpembawaan sangat tenang sehingga wajahnya tidak mengungkapkan apa pun yang dia pikirkan atau rasakan. Bahkan pendekar pedang terbaik pada masa itu tidak mampu menilai keahliannya saat berhadapan dengannya untuk pertama kali.

Kamiizumi telah belajar dari Ikosai dan Matsumoto mengenai pentingnya memberikan penekanan pada pikiran seperti halnya teknik, menggunakan pikirannya sendiri untuk menyusup ke dalam pikiran musuh, dan bersikap sangat disiplin sehingga tidak menyingkapkan keadaan pikiran atau gerakan selanjutnya.

Pada tahun 1559, Kamiizumi diperkenalkan pada pendeta Buddha bernama In’ei di Kuil Hozoin di Nara. In’ei mahir menggunakan sejumlah senjata, tetapi memiliki keahlian khusus dalam menggunakan tombak dan secara radikal memperbaiki teknik bertarung dengan senjata ini. Dia juga merupakan teman pendekar terkemuka Yagyu Sekhisushai, Muneyosgi. In’ei mengatur pertandingan antara kedua pendekar pedang itu di halaman kuil yang sama dengan tempat Miyamoto Musashi akan mengalahkan murid In’ei sekitar empat pulh tahun kemudian. Muneyoshi menggemgam bokken atau pedang kayu. Lawannya pada pertandingan pertama, keponakan laki-laki Kamiizumi, Hikita Kagekane, menggunakan senjata semacam pedang yang belum pernah dilihat oleh Sekishusai sebelumnya yaitu fukuro shinai, sebentuk lain sikap bela rasa Kamiizumi.


(21)

Salah satu ciri khas Shinkage-ryu adalah penggunaan fukuro shinai dalam berlatih. Ini adalah potongan bambu yang dilapisi penutup kulit, yang kemudian dikembangkan menjadi apa yang telah disebut hikihada (‘kulit katak’) shinai. Dengan menggunakan fukuro shinai, orang dapat saling menyerang seperti layaknya bertarung menggunakan pedang sungguhan.

2.2 Shinkage-ryu (Seni Bela Diri Ilmu Pedang)

Seni bela diri merupakan bagian dari kesejarahan dan kebudayaan suatu negara. Indonesia misalnya, memiliki seni bela diri yang terkenal yakni pencak silat. Pencak silat tersebut tak hanya digunakan untuk menjaga keselamatan diri dari serangan musuh, namun juga telah masuk dalam ranah hiburan dimana sering dipentaskan dalam berbagai acara penting semisal nikahan, sunatan dan lainnya.

Begitu juga dengan Jepang yang tentunya memiliki seni bela diri yang telah memiliki sejarahnya sendiri. Pada mulanya, seni beladiri Jepang berasal dari tatkala kelas non-pejuang yang diusir dengan menggunakan senjata. Keterampilan seni beladiri Jepang ini kemudian dikembangkan menjadi kesenian modern yang hingga masih tetap dilestarikan. Jepang memiliki seni beladiri yang sangat beragam sehingga banyak melahirkan berbagai sekolah beladiri.

Salah satu sekolah bela diri Jepang yang tertua adalah Yagyu Shinkage-Ryu. Sekolah ini merupakan seni bela diri ilmu pedang. Sekolah ini disebut juga Yagyu Shinkage Ryu Heihou. Digunakan kata heihou (strategi) bukan


(22)

kenjutsu (teknik pedang) karena sekolah tidak hanya mengajarkan teknik untuk membunuh melainkan cara untuk melihat dan mengetahui situasi apapun, bahkan cara memerintah seluruh negeri. Untuk menggunakan pedang, sekolah ini menekankan menggunakan tubuh lengkap dan alami, sehingga dapat menarik keluar dan menerapkan semua potensi kekuatan individu.

Sampai pada abad ke-16 di keefektifannya di medan pertempuran. Pada waktu sang pendiri Shinkage-ryū, Kamiizumi Nobutsuna, superioritas sebuah perguruan ditentukan melalui duel. Postur dasar amat berbeda; sangat rendah, agar melindungi tubuh. Ide memenangi dengan dengan segala cara tertanam pada ajaran tiap perguruan-perguruan yang ada saat itu. Filsafat dasar dan konsep-konsep strategis termasuk "pedang yang membunuh hanya sekali" (issatsu no tachi) dan "pedang yang memotong hanya sekali" (ichi no tachi).

Namun, dengan kedatangan modern, teknik kasat mata tradisional ini menjadi tidak berarti. Sebagai hasil dari penggunaan teknologi baru tersebut, Kamiizumi didorong untuk membuat sejumlah perubahan. Dia mengubah sedikit postur dasar dengan dengan mengangkat tubuh sedikit, dia mengubah kebiasaan memegang pedang, dan dia memperpendek panjang dari bilah pedang. Mungkin yang lebih penting, dia juga menemukan metode baru untuk mengajar supaya cara belajar dan berlatih pedang menjadi lebih mudah. Sampai pada Kamiizumi, para pakar pedang berlatih ilmu mereka baik dengan pedang kayu yang sangat keras pedang baja tumpul. Dengan caranya, para ahli pedang harus berhenti menyerang


(23)

sebelum waktunya jika mereka tidak ingin mencelakai diri mereka sendiri atau murid-murid atau rekan berlatih mereka. Kamiizumi menciptakan sebuah pedang untuk berlatih dibuat sepanjang sebuah bagian diujungnya dan dilapisi sebagai

Kamiizumi, merasakan perubahan-perubahan dalam cara-cara berperang, memikirkan ulang metode beladirinya dan memulai untuk menyuarakan pemanfaatan pelindung ringan saat berlatih. Alur peperangan sedang diubah, dan menjadi hal yang penting dalam peperangan untuk bergerak lebih cepat daripada sebelumnya, Nobutsuna menyempurnakan sebuah gaya pedang "yang lebih bebas" dalam pergerakannya, lebih jarang, lebih terkendali, lebih disesuaikan dengan perkelahian dan untuk duel daripada bidang pertempuran skala besar.

2.3 Teknik Penggunaan Pedang Dalam Shinkage-ryu

Dalam Shinkage-ryu teknik-teknik penggunaan pedang adalah sebagai berikut:

a. Tiga Pembelajaran

Awal mulanya adalah posisi berdiri dengan pedang, yang disebut dengan roda, karena kau menggerakkan senjatamu dalam pola melingkar. Bayangkan posisi berdiri yang menunjukkan satu sisi tubuhmu. Dengan membiarkan lawan menyerang pundak kirimu, kalahkan dia dengan memutar pedang sesuai dengan arah serangannya. Kau harus menjaga posisi berdiri tetap rendah. Selalu pastikan posisi berdirimu menjagamu dari serangan lawan.


(24)

Pembangunan istana dan penggalian parit dilakukan untuk mencegah pihak lawan bergerak mendekat. Oleh karena itu, hal ini bukanlah mengenai merobohkan lawan. Jangan terburu-buru. Alih-alih, ambil posisi berdiri yang kokoh, jangan biarkan dirimu diserang lawan.

Terdapat lima hal penting dalam mempertahankan posisi berdiri yang merupakan sikap mental untuk bertahan (ilustrasi dapat dilihat pada lampiran). Lima hal tersebut adalah sebagai berikut:

• Satu hunusan, dua belahan

• Menghunus lewat kuku, mengiris lewat baja • Setengah terbuka, setengah berhadapan • Memutar ke kanan, berbalik ke kiri • Panjang dan pendek, satu dan sama

b. Sembilan Perkara

Hal ini disebut sebagai sembilan praktik yang disusun ulang dan diadaptasi oleh Kamiizumi Ise no kami Hidetsuna bagi Shinkage-ryu. Dia secara khusus menyeleksi kesembilan hal ini dari praktik yang dia kuasai (ilustrasi dapat dilihat pada lampiran), dan sembilan hal tersebut adalah:

• Kemenangan pasti • Arah angin

• Pedang berbentuk silang • Rekonsiliasi


(25)

• Desakan halus • Desakan luas • Pagar lapis delapan • Awan berarak

c. Seleksi Tengu

Pada bulan Februari 1601, Sekishusai memberikan gulungan naskah bergambar yang merupakan tata cara penggunaan pedang kepada temannya, aktor Noh, Konparu Shichiro Ujikatsu. Teknik-tekniknya diberi ilustrasi tengu yang merupakan karakter separuh manusia separuh binatang buas mistik yang berhidung panjang dan bersayap yang dianggap sebagai guru ahli pedang (ilustrasi dapat dilihat pada lampiran). Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:

• Roda bunga • Tubuh terbuka

• Menunggu secara tepat • Memimpin

• Pedang tak terkontrol • Pembukaan

• Celah • Kecepatan


(26)

Sebagai tambahan, terdapat enam teknik yaitu: • Hunusan bersamaan

• Hunusan tak terkontrol • Prinsip rahasia

• Pedang yang tidak cocok • Pedang pembawa kehidupan • Pedang misteri

Memimpin pasukan yang besar dan meraih kemenangan dalam pertempuran tidaklah berbeda dengan mempertunjukkan seni bela diri dalam pertarungan yang menggunakan pedang. Kau memenangkan pertempuran dengan pasukan besar karena pemahaman mengenai cara menjatuhkan seseorang dalam pertarungan pedang lawan pedang; dan kau harus menang dalam pertarungan bela diri yang menggunakan pedang dengan pemahaman pertempuran dalam pasukan yang besar.

Dalam hal pedang, kemenangan dan kekalahan berada dalam pikiran. Tangan dan kakimu juga digerakkan oleh pikiran.


(27)

BAB III

PERANAN PEDANG DALAM KEHIDUPAN

SHINKAGE-RYU

3.1 Pedang Yang Berurusan Dengan Kematian

Konon di zaman dahulu kala “senjata adalah alat dari niat jahat, dan bukanlah alat pria sejati. Dia menggunakannya hanya saat sudah terpaksa. Dia mendahulukan ketenangan dan ketidakpedulian, dan tidak mengagungkan kemenangan.”

Ada alasan dalam membunuh sesuatu, yaitu kepenuhan. Seseorang mungkin mengalami nasib baik dan melakukan kejahatan, tetapi kau membunuhnya saat kejahatan itu sedang dalam keadaan penuh. Ada saat-saat ketika puluhan ribu orang menderita karena kejahatan satu orang. Oleh karena itu, dalam menumpas kejahatan seseorang kau harus memberi kehidupan kepada puluhan ribu orang. Dengan cara itulah, pedang yang membunuh satu orang benar-benar menjadi pedang yang memberikan kehidupan bagi orang lain.

Tidaklah tepat untuk berpikir bahwa seni bela diri adalah semata mengenai merobohkan lawan. Seni bela diri bukanlah mengenai merobohkan lawan, tetapi menumpas kejahatan. Seni bela diri adalah mengenai strategi menumpas kejahatan dalam diri seseorang dan memberi kehidupan kepada puluhan ribu orang.


(28)

3.2 Pedang Pemberi Kehidupan

Dalam Shinkage-ryu, tiap kali pedang berada pada posisinya, hal itu disebut Pedang yang Berurusan dengan Kematian (atau Satsuninto). Saat tidak berada pada posisinya, hal itu disebut Pedang Pemberi Kehidupan (Katsujinken). Terlebih lagi pedang pada posisinya selalu menebas lawan dan menghabisinya. Saat tidak berada pada posisinya, pedang itu memberikan kehidupan kepada lawan dan karenanya disebut Pedang Pemberi Kehidupan.

3.2.1 Pedang Misterius dan Lokasi Kesadaran Yang Dijaga Dalam Tubuh dan Kaki

Pedang Misterius sangatlah penting dan mengindikasikan tempat di dalam tubuh. Saat mengacu pada lawan, kata pedang harus ditulis dan dipahami sebagai kata mengamati. Kau jelas-jelas mengamati lokasi Pedang Misterius lawan, kemudian menebasnya dalam-dalam. Oleh karenanya, pengamatan ini sangatlah penting. Itu sebabnya kata ini diartikan pengamatan.

Ada dua karakter China yaitu Shin dan Myo. Shin ada di dalam, sementara myo terwujud di luar. Begitulah asal kata shinmyo, atau sama artinya dengan Misterius.

Arti kedua kata shin dan myo adalah bahwa shin ada di dalam dan myo terwujud di luar. Sebagai contoh, karena shin ada di dalam pohon, bunga merekah dan mengeluarkan aroma harum, daun berwarna hijau muncul, dan dahan serta cabang berkembang subur. Hal ini disebut myo. Patahkan pohon


(29)

menjadi bagian-bagian dan kau tidak akan mampu melihat shin, tetapi tanpanya, tidak akan ada bunga dan dedaunan di luar.

Sama halnya dengan manusia, walaupun membelah tubuhnya, kau tidak akan mampu melihat apa pun yang dapat kau identifikasikan sebagai shin. Namun, karena adanya shin di dalamlah seseorang mampu mempertunjukkan berbagai tindakan dan keinginan. Karena shin ditempatkan dalam lokasi pedang misterius, beragam myo terwujud lewat tangan dan kaki serta bunga dibuat merekah di tengah-tengah pertempuran.

Pemahaman ini mengandung 2 hal, shin dan pikiran yang memberikan manfaat sebagai berikut:

• Mengenyahkan penyakit: tiga poin penyakit di dalam lawan

• Memusatkan pandangan mata, menggenggam ritme, dan melangkah

Kau tidak diharapkan untuk mengambil langkah secara cepat atau lambat. Kau lebih baik melakukannya seperti biasa kau lakukan, dengan lembut dan tanpa kesadarn diri. Pergi dengan cepat merupakan hasil dari rasa khawatir atau takut, pergi dengan lambat adalah hasil dari rasa takut atau terlalu terpana pada lawan. Dalan semua hal tersebut, kau tidak boleh kehilangan keseimbangan.

Jika seseorang membuka mata dan kau mengibaskan kipas di depannya, dia akan mengedipka mata. Dalam hal ini, mengedipkan mata adalah keadaan pikiran yang biasa dan tidak berarti kehilangan keseimbangan. Namun


(30)

lakukanlah beberapa kali, jika dia tidak mengedipkan mata sama sekali, berati dia telah bergerak di dalam.

Sangatlah penting untuk tidak kehilangan mentalitas keadaan pikiran. Jika kau berpikir “aku tidak akan bergerak”, pada kenyataannya kau sudah melakukannya. Bergerak itu sendiri adalah prinsip dari tidak digerakkan. Orang mengedip adalah hal biasa. Dalam keadaan mata tidak mengedip, pikiran bergerak.

3.2.2 Hunusan Tunggal, Akhir Yang Tepat

Akhir yang tepat berarti benar – benar berakhir. Hunusan Tunggal bukan pada pedangnya. Hunusan itu ada pada pengamatan atau indikasi (tujuan) lawanmu, pengajaran ini dianggap rahasia. Prinsip rahasia paling unggul mengenai Hunusan Tunggal terletak pada mengamati tindakan lawanmu. Pengamatan akan tujuan lawanmu adalah Hunusan Pertama, atau Tunggal, dan serangan pedangmu berdasarkan gerakan lawan adalah Hunusan Kedua.

Adanya shuriken, Bulan di Permukaan Air, Pedang Misterius dan Penyakit merupakan empat gerakan kaki dan tangan yang ditambah satu hingga menjadi lima, dan ini dipelajari sebagai Lima Pengamatan, Satu Pemahaman. Apa yang kau lihat dengan mata disebut pengamatan, dan apa yang kau lihat dengan pikiran disebut pemahaman. Inilah pentingnya meditasi, atau melihat melalui pikiranmu sendiri. Diantara semuanya itu, empat dilihat lewat pikiran, tetapi mengamati shuriken dengan mata disebut satu pengamatan.


(31)

Ketika lawan mengambil posisi berdiri dan menghadapi dengan ujung pedangnya, kau harus menyerangnya saat dia mengangkat pedang. Jika ingin menyerang lawan, kau harus membiarkannya menyerangmu, dia sendiri sudah diserang.


(32)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Shinkage Ryu Heiho bermaksud untuk menerangi prinsip-prinsip pikiran dan jiwa melalui prinsip-prinsip pedang, dan memungkinkan untuk mencapai apa yang kita harus capai dalam hidup, memanfaatkan potensi alami yang melekat bagi semua orang.

2. Dalam menumpas kejahatan seseorang harus memberi kehidupan kepada puluhan ribu orang, dengan cara itulah pedang yang membunuh satu orang benar-benar menjadi pedang yang memberikan kehidupan bagi orang lain. 3. Seni bela diri merupakan bagian dari sejarah dan budaya suatu negara,

begitu juga dengan Jepang. Keterampilan seni beladiri Jepang kemudian dikembangkan menjadi kesenian modern dan sangat beragam sehingga banyak melahirkan berbagai sekolah beladiri. Salah satu sekolah bela diri Jepang yang tertua adalah Yagyu Shinkage-Ryu.

4. Pedang mempunyai berbagai peranan di dalam kehidupan yang dapat memberikan suatu inspirasi bagi penggunaan pedang tersebut.


(33)

4.2 Saran

Pedang merupakan alat yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti perang, menumpas kejahatan, membela diri, dan lain-lain. Sehingga pedang mempunyai peranan penting dalam kehidupan.

Sebagai generasi muda sebaiknya mengetahui peranan dan fungsi pedang dengan baik dan benar agar tidak menggunakan pedang secara sembarangan. Hal tersebut bukan hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat merugikan orang lain.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Munenori, Y. (2007). The life-giving sword: Nasihat klasik ajaran zen dan tanpa pedang karya pesaing utama musashi. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka

Utama.


(35)

(36)

(37)

(38)

(39)

(40)

(41)

(42)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)