Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet

A B C 4 METODOLOGI

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kawasan Konservasi Laut, tepatnya di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama 13 tiga belas bulan dimulai dari persiapan sampai analisis data. Waktu pelaksanaan penelitian di mulai dari pembuatan bagian-bagian small bottom setnet 7 tujuh bulan, pemasangan sampai pengamatan di dasar perairan 3 tiga bulan, tabulasi hingga analisis data 3 tiga bulan, terhitung sejak bulan Oktober 2007 sampai dengan bulan Oktober 2008.

4.2 Bahan dan Alat Penelitian

4.2.1 Small bottom setnet

Bahan setnet yang digunakan adalah tipe small bottom setnet dengan konstruksi utama terdiri dari leadernet, wings, playground, bagnet, pemberat dan pelampung seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4 Bahan penyusun small bottom setnet Keterangan: A = jaring B = pelampung C = desain Spesifikasi dan gambar bagian-bagian small bottom setnet yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2, dan Gambar 5. Tabel 2 Spesifikasi small bottom setnet No Bagian Material Ukuran Jumlah 1 Leadernet penaju PE mesh size 2 inci 20 x 2,5 m 2 set 2 2 Wings sayap PE mesh size 2 inci 2,5x 12 m 2 set 2 3 Playground badan jaring PE mesh size 1 ¼ inci 3 x 3 x 2,5 m 1 set 3 4 Bagnet kantong PA knotless mesh size ½ inci 3 x 1 x 1 m 3 set 3 5 Pelampung kecil Sinthetic rubber ∅ 20 cm 200 buah 6 Pelampung besar Plastik ∅ 30 cm 10 buah 7 Pemberat Rantai timah 66 m 20 kg 8 Tali ris PA ∅ 6 mm 200 m Gambar 5 Bagian-bagian small bottom setnet Keterangan: 1 = Tali ris 2 = Leadernet 3 = Pemberat 4 = Wings 5 = Bagnet 6 = Waring selubung 7 = Playground 8 = Pelampung besar 9 = Pelampung kecil Bagnet permanent Bagnet portable escaped 1 3 2 4 5 6 7 8 9 Secara lengkap ukuran dan desain masing-masing bagian dari small bottom setnet yang digunakan dalam penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1 Leadernet Leadernet yang dikenal sebagai penaju diharapkan dapat berfungsi sebagai penghadang dan pembimbing arah renang ikan yang sedang berenang atau beruaya menuju dan masuk ke badan trap dan kantong. Di dalam pekerjaan ini digunakan satu unit leadernet yang mempunyai bahan dan konstruksi sama dengan sayap. Leadernet yang digunakan mempunyai panjang 20 meter dan tinggi 2,5 meter. 2 Wings Small bottom setnet yang digunakan dalam penelitian ini memiliki wings sepasang sayap, yaitu sayap kiri dan sayap kanan. Bentuk sayap merupakan bidang empat persegi panjang. Masing-masing sayap mempunyai panjang 12 meter dengan lebar 2,5 meter. Badan sayap terbuat dari bahan jaring PE, ukuran mata jaring 2 inci. Sayap dilengkapi dengan rantai timah sebagai pemberat pada bagian kaki dan pelampung pada bagian atasnya. Penggunaan bahan PE yang mempunyai sifat lebih kaku ini dimaksudkan agar bagian kaki sayap tidak mudah tersangkut pada karang. Selain sebagai penguat kaki jaring juga berfungsi untuk menggantungkan pemberat. Secara teknis pada saat di setting, kedua sayap ini merupakan perpanjangan dari badan trap. Bila dimisalkan sebagai sebuah bangunan segitiga, maka kedua sayap merupakan kaki-kaki segitiga. 3 Playground Playground dikenal sebagai ruang bermain ikan atau penampungan sementara sebelum kelompok ikan masuk ke bagian bagnet. Bahan dan konstruksi playground terdiri dari jaring, tali ris, pelampung dan pemberat serta tiang penyangga. Playground yang dipakai dalam penelitian ini berdiameter 3 m x 3 m x 2,5 m 3 . 4 Bagnet Bagnet kantong merupakan bagian utama dari small bottom setnet. Kantong terdiri dari satu tipe yaitu kotak yang dibentuk oleh rangka besi dengan dinding jaring. Dimensi kantong yang berbentuk kotak adalah sebagai berikut : lebar 1 meter, tinggi 1 meter, dan panjang 3 meter. Seluruh sisi samping diberi dinding jaring dengan bahan jaring Polyamide PA yang mempunyai ukuran mata jaring ½ inci knotless tanpa simpul. Pada bagian kantong ini dibuatkan sisi kantong yang dapat dibuka untuk memudahkan menyeleksi hasil tangkapan. 5 Pemberat dan pelampung Small bottom setnet di dalam pengoperasiannya diletakkan di dasar, untuk itu diperlukan dan dilengkapi atau dibantu dengan pemberat. Pemberat yang digunakan berupa rantai timah dipasang di sepanjang tali ris bawah ground rope pada leadernet, sayap dan playground. Total pemberat rantai timah untuk sebuah small bottom setnet dapat mencapai seberat 20 kg. Kemudian, agar leadernet, sayap dan playground dapat terentang sempurna secara vertical ke atas, maka pada tali ris atas head rope di sepanjang leadernet, sayap dan playground dipasang pelampung berukuran kecil dan besar. Pelampung dengan ukuran besar terbuat dari plastik dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah dan pelampung kecil dari sinthetic rubber 4 x 3 cm sebanyak 200 buah. Penelitian small bottom setnet dilakukan secara experimental fishing yaitu mengoperasikan langsung small bottom setnet di kawasan konservasi laut. Untuk menjadi sebuah small bottom setnet maka bagian-bagian jaring terlebih dahulu dilakukan perakitan di darat dan kemudian dilanjutkan di dasar perairan. Pemilihan lokasi penempatan small bottom setnet dilakukan dengan menggunakan metode manta tow. Perlakuan warna leadernet yang digunakan dalam penelitian tingkah laku ikan ini adalah warna hijau dan warna kuning. Proses pembuatan leadernet di darat dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Pembuatan leadernet di darat Perakitan bagian-bagian jaring leadernet, sayap, playground, kantong, pelampung kecil, pelampung besar, pemberat, tali ris dan waring selubung menjadi small bottom setnet dilakukan di dasar perairan dengan menggunakan peralatan selam scuba seperti terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 Perakitan small bottom setnet di dasar perairan Kedalaman dasar perairan tempat pemasangan small bottom setnet di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu berkisar 4-10 meter. Jarak antara small bottom setnet dari pantai fishing base Pulau Pramuka sekitar 400 meter. Pemasangan small bottom setnet di dasar perairan disesuaikan dengan kondisi terumbu karang dalam hal ini leadernet harus diletakkan pada jarak yang dekat dengan terumbu karang. Bagian leadernet diletakkan pada daerah dangkal dengan kedalaman sekitar 4 meter. Sebaliknya bagian bagnet diletakkan pada daerah yang lebih dalam dan masih dijumpai gugusan terumbu karang walaupun ukurannya kecil atau berupa gundukan-gundukan kecil. Jadi small bottom setnet diletakkan di sekitar terumbu karang tetapi tidak di atas terumbu karang. Hal ini dimaksudkan agar small bottom setnet ini tidak merusak terumbu karang tetapi masih bisa menangkap ikan-ikan karang.

4.2.2 Sampel mata ikan

Sampel mata ikan karang yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari keterwakilan ikan dasar dan ikan permukaan. Selain itu sampel ini juga mewakili ikan yang hidup secara soliter dan ikan yang hidup secara berkelompok. Sampel pertama adalah ikan sersan mayor yang mewakili ikan permukaan dan ikan yang hidup secara berkelompok. Dalam penelitian ini contoh mata ikan yang diambil adalah ikan sersan mayor dan ikan kerapu masing-masing 10 ekor. Ikan sersan mayor mewakili ikan yang hidup di lapisan air permukaan, sekaligus mewakili ikan yang selalu hidup berkelompok school. Sedangkan ikan kerapu mewakili ikan yang hidup di dasar perairan, sekaligus mewakili ikan yang selalu hidup secara soliter.

4.2.3 Peralatan pengambilan data

Peralatan pengambilan data yang digunakan dalam penelitian small bottom setnet di kawasan konservasi laut adalah mistar plastik, kaliper, mikrotom, mistar fiber, gulungan pita pengukur panjang. seichi disc, dan beberapa alat pengukur kualitas air lainnya. Alat yang digunakan secara lengkap terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Peralatan pengambilan data selama penelitian small bottom setnet No Nama Alat Kegunaan Satuan 1 mistar plastik mengukur panjang ikan karang centimeter 2 kaliper mengukur diameter lensa dan mata ikan milimeter 3 mikrotom memotong retina mata ikan secara mikroteknik mikrometer 4 mistar fiber mengukur luasan belt transect centimeter 5 roll meter gulungan pita pengukur panjang centimeter 6 seicchi disc mengukur penyinaran matahari pada small bottom setnet meter 7 refraktometer mengukur salinitas pada lokasi pemasangan small bottom setnet per seribu 8 current meter mengukur kecepatan arus di lokasi pemasangan small bottom setnet meter menit 9 termometer mengukur suhu di loaksi pemasangan small bottom setnet celcius 10 sediment trap mengukur sedimen di lokasi pemasangan small bottom setnet gram

4.2.4 Peralatan pendukung

Peralatan pendukung yang digunakan selama penelitian diantaranya adalah perahu motor, peralatan SCUBA diving Selft Contained Underwater Breathing Apparatus, alat tulis bawah air, camera under water dan video bawah air serta buku identifikasi ikan karang. Perahu motor yang digunakan selama pengoperasian alat tangkap small bottom setnet adalah perahu motor milik nelayan dengan mesin tempel merk Yamaha berkekuatan 15 PK. Perahu yang digunakan memiliki ukuran panjang 5 meter, lebar 1 meter dan tinggi 1 meter. Peralatan SCUBA diving yang digunakan selama pengoperasian small bottom setnet terdiri dari masker, snorkel, fins, tank, regulator, bouyancy A B compensator device, boot, wet suit, weight belt, computer dive dan beberapa alat tambahan seperti kompas bawah air dan pisau selam. Peralatan selam scuba dan perahu motor yang digunakan selama penelitian small bottom setnet dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 4. Gambar 8 Peralatan SCUBA diving dan perahu motor yang digunakan selama penelitian small bottom setnet di Kepulauan Seribu Keterangan: A = Peralatan Selam B = Perahu Motor Tabel 4 Peralatan scuba diving yang digunakan dalam penilitian No Nama Alat Kegunaan Jumlah 1 Masker Menghindari kontak mata dengan air 8 buah 2 Snorkel Menghubungkan udara dari permukaan 8 buah 3 Fins Mempercepat berenang 8 pasang 4 Boot Melindungi kaki penyelam 6 pasang 5 Bouyancy compensator device Membantu daya apung 6 buah 6 Weight belt Membantu daya tenggelam 6 buah 7 Scuba tank Tempat penyimpanan udara 12 buah 8 Regulator Menyimbang antara tekanan tabung dan tekanan di sekitar penyelam 6 buah

4.3 Pengambilan Data Penelitian

4.3.1 Data tingkah laku ikan karang

Metode pengambilan data tingkah laku ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode belt transect. Panjang belt transect adalah 20 meter yang mengikuti panjang leadernet sebagai garis utama. Lebar belt transect adalah 4 meter yang terdiri dari 2 meter disebelah kiri leadernet, dan 2 meter di sebelah kanan leadernet. Pengambilan data tingkah laku ikan hanya dilakukan pada areal yang berada dalam belt transect. Metode pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Pengambilan data tingkah laku ikan pada leadernet dengan metode belt transect. Pencatatan data tingkah laku ikan karang dilakukan dengan melihat respon ikan karang pada leadernet yang berbeda. Perbedaan leadernet dilakukan dalam bentuk perbedaan warna sebagai perlakuan yang akan diamati. Perlakuan yang dicobakan pertama pemasangan small bottom setnet dengan leadernet berwarna hijau seperti terlihat pada Gambar 10. Keterangan: A = panjang leadernet panjang belt transect B = garis batas lebar belt transect panjang 20 m B A Gambar 10 Leadernet warna hijau yang digunakan dalam penelitian Warna hijau mewakili warna mirip dengan lingkungan perairan dan warna kuning mewakili warna kontras dengan warna lingkungan perairan. Respons ikan terhadap leadernet berwarna hijau kemudian dicatat, difoto dan direkam secara langsung di dalam air. Selanjutnya perlakuan kedua yang dicobakan adalah pemasangan small bottom setnet dengan leadernet berwarna kuning yang dapat dilihat pada Gambar 11. Seperti halnya pada leadernet berwarna hijau, respon ikan terhadap leadernet berwarna kuning juga dilakukan pencatatan, pemotretan, dan perekaman secara langsung di dalam air. Keterangan: A = pelampung kecil B = simpul jaring leadernet warna hijau C = benang jaring leadernet warna hijau D = tali ris leadernet D C B A Gambar 11 Leadernet warna kuning yang digunakan dalam penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada small bottom setnet dilakukan dengan melihat jenis ikan yang lolos menembus leadernet, tergiring mengikuti arah leadernet, dan kembali berbalik arah menjauhi leadernet. Uji coba ini dilakukan secara bergantian untuk leadernet berwarna hijau dan leadernet berwarna kuning setiap hari selama 14 hari masing-masing leadernet. Total lama pemasangan small bottom setnet di dasar perairan 28 hari. Data hasil pengamatan ditabulasikan dan dianalis secara deskriptif terhadap tingkah laku ikan terutama responsnya terhadap perbedaan warna leadernet. Keterangan: A = pelampung kecil B = benang jaring leadernet warna kuning C = tali ris leadernet D = simpul jaring leadernet warna kuning C D B A

4.3.2 Data sampel mata ikan karang

Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisis penglihatan ikan yaitu metode histologi, metode tingkah laku ikan, dan metode elektro fisiologi elektro retinogramERG. Metode histologi digunakan untuk menentukan ketajaman penglihatan mata ikan, arah pandang ikan sumbu penglihatan, jarak pandang maksimum, kemampuan membedakan warna dan adaptasi terang-gelap Purbayanto et al. 2010. Metode histologi merupakan metode yang umum digunakan dalam menganalisis ketajaman penglihatan ikan. Hal ini dikarenakan metode ini memiliki kemudahan, waktu analisis yang lebih singkat, hasilnya pasti, biaya yang lebih rendah, dan akurasi yang cukup tinggi Purbayanto et al. 2010. Pengambilan sampel retina mengacu pada optic cleft mata ikan sehingga memudahkan dalam penentuan bagian dorsal, ventral, nasal dan caudal dari spesimen mata tersebut. Spesimen retina selanjutnya dipotong dalam 25 bagian untuk keperluan pembuatan preparat histologi dapat dilihat pada Gambar 12. Sampel mata ikan diambil dari ikan segar yang masih dalam keadaan hidup dan baru saja tertangkap oleh alat small bottom setnet. Ikan segar tersebut kemudian dipotong bagian kepala untuk diambil matanya Gambar 13, dan disimpan ke dalam suatu wadah yang berisi larutan fiksatif larutan Bouins sekurang-kurangnya selama 24 jam. Analisis retina mata ikan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan prosedur histologi melalui pemotongan retina secara tangensial dengan ketebalan 4 pm sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Gambar 12 Urutan pengambilan spesimen retina mata ikan Contoh mata ikan segar yang siap diambil retinanya Gambar 13 Gambar 13 Contoh mata ikan yang masih segar Fiksasi preparat mata ikan kerapu dan ikan sersan mayor yang dilakukan di laboratorium FPIK IPB dapat dilihat pada Gambar 14 Gambar 14 Fiksasi preparat mata ikan kerapu dan ikan sersan mayor di laboratorium FPIK IPB Keterangan: A = sampelikan kerapu segar B = sampel ikan sersan mayor segar C = sampel preparat mata ikan D = meja pengamatan E = rak penyimpanan sampel Prosedur fiksasi mata ikan sersan mayor dan mata ikan kerapu dapat dilihat pada Gambar 15. E D C B A Gambar 15 Prosedur fiksasi untuk analisa histologi sampai pengamatan mata ikan DEHIDRATION FIXATION CLEARING Sampel mata ikan Larutan Bouins 24 jam Ikan sampel Alkohol 70 2 jam Alkohol 80 2 jam Alkohol 90 2 jam Alkohol 95 2 jam Alkohol absolut I 12 jam Alkohol absolut II 1 jam INFILTRATION Parafin II 70º 45 menit Parafin I 70º 45 menit EMBEDDING SECTIONING Xylol-Alkohol 30 menit Xylol I 30 menit Xylol II 30 menit Xylol III 30 menit Parafin III 70º 45 menit Tunggu hingga parafin agak mengeras, lalu isi cetakan sampai penuh Masukkan jaringan dan ditata Isi cetakan dengan parafin setengah penuh Letakkan sayatan tersebut pada object glass Sayat blok parafin dengan ketebalan 5 µm hingga berbentuk pita Letakkan blok parafin di mikrotom MULAI A AFIXATION STAINING PENGAMATAN Xylol I 3 menit Alkohol absolut I 3 menit Alkohol 95 3 menit Alkohol 80 3 menit Alkohol 70 3 menit Cuci dengan aquades 1 menit Hematoxylene 5 menit Cuci dengan air mengalir 3 menit Eosin 3 menit Alkohol 70 2 menit Alkohol 80 2 menit Alkohol 90 2 menit Alkohol 95 2 menit Alkohol absolut I 2 menit Alkohol absolut II 2 menit Xylol II 3 menit Alkohol absolut II 3 menit Xylol II 2 menit Xylol I 2 menit Alkohol 90 3 menit Alkohol 50 3 menit Alkohol 50 2 menit Rekatkan cover glass pada object glass dengan perekat Antellan Jaringan siap diamati Jaringan sel kon yang baik kemudian difoto Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 400x A SELESAI

4.3.3 Data kerusakan terumbu karang

Pengambilan data kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian small bottom setnet di kawasan konservasi laut dilakukan dengan metode point intercept transect. Jarak antara point transect adalah 5 meter yang terletak di sekitar lokasi pemasangan small bottom setnet. Jumlah point transect adalah 20 titik mengikuti ukuran small bottom setnet. Pengambilan data dilakukan secara langsung di dalam air dengan menggunakan peralatan scuba diving. Daerah pengamatan kerusakan terumbu karang lebih difokuskan pada lokasi pemasangan small bottom setnet pada radius 10 meter. Pengambilan data kerusakan terumbu karang dengan metode point intercept transect dan posisi pengambilan data di sekitar pemasangan small bottom setnet dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 16 Metode pengambilan data kerusakan terumbu karang di lokasi pemasangan small bottom setnet. Keterangan: A = alat tulis bawah air B = pengambil data kerusakan karang C = point intercept transect D = karang ∞ ∞ B D C A Keterangan: = Konstruksi small bottom setnet = Garis point intercept transect = Titik pengambilan sampel kerusakan karang Gambar 17 Sebaran posisi pengambilan data kerusakan terumbu karang di lokasi pemasangan small bottom setnet. 5 6 7 2 3 4 9 8 10 1 12 14 11 13 15 16 17 18 19 20 20 1 -

4.4 Analisis Data

Analisis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah : 1 Analisis deskriptif komposisi terkait jenis warna leadernet yang tepat dalam menggiring ikan karang, 2 Analisis visual axis terkait dengan sumbu penglihatan mata ikan karang 3 Analisis maximum sighting distance terkait dengan jarak pandang maksimum pada leadernet, dan 4 Analisis chi-square terkait dengan dampak operasi small bottom setnet terhadap karang di Kawasan Konservasi Laut.

4.4.1 Analisis komposisi

Analisis komposisi deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan hasil ujicoba operasi small bottom setnet di Kawasan Konservasi Laut. Analisis ini diharapkan dapat menentukan jenis warna leadernet yang tepat dalam menggiring ikan karang. Untuk mendukung hal tersebut, maka dalam analisis data hasil uji coba akan dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar hasildampak uji coba. Sedangkan untuk mengetahui jenis warna leadernet yang paling tepat dihubungkan dengan tingkah laku ikan, maka data tingkah laku ikan akan dirinci lebih detail yang terdiri dari jumlah dan perbandingan ikan yang lolos menembus leadernet, jumlah dan perbandingan ikan yang tergiring mengikuti arah leadernet, serta jumlah dan perbandingan ikan yang kembali berbalik arah menjauhi leadernet komposisi jumlah ekor ikan terhadap leadernet hijau dan kuning. Di samping itu, juga akan dilakukan analisis sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning, proporsi lama waktu ikan terhadap leadernet hijau dan kuning dan proporsi lama waktu ikan berada dalam playground terhadap leadernet hijau dan kuning. Penentuan komposisi jumlah ekor ikan terhadap leadernet hijau dan kuning, sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning, proporsi lama waktu ikan terhadap leadernet hijau dan kuning, serta proporsi lama waktu ikan berada dalam playground terhadap leadernet hijau dan kuning. Menggunakan perhitungan sebagai berikut : N ni = Proporsi P Dimana : P = Proporsi setiap spesies ikan ni = Jumlah jenis ke-i N = Jumlah total seluruh spesies

4.4.2 Analisis visual axis

Sumbu penglihatan visual axis diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan dalam melihat makanan atau objek yang lain Blaxter, 1980 diacu oleh Geonita, 2004. Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan cone cells tiap bagian dari retina mata diketahui yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang memiliki nilai kepadatan cone cells tertinggi menuju titik pusat lensa mata Tamura 1957. Cone cells diamati bentuk dan tipenya berkaitan dengan pola mosaik. Kepadatan cone cells per luasan 0,01 mm 2 akan menentukan sumbu penglihatan, artinya daerah terpadat bagian caudal, temporal, dorsal dan ventral merupakan titik point dalam penarikan arah sumbu penglihatan melalui titik pusat lensa mata. Sebelum menentukan sumbu penglihatan dicari densitas atau kepadatan cone cells. Preparat cone cells difoto dengan fototomicrograf dengan perbesaran 400 kali. Klise foto dicetak kemudian dihitung berapa kepadatan cone cells dalam per luasan 0,01 mm 2 . Cara perhitungan dilakukan dengan menempel hasil foto preparat bagian caudal, temporal, dorsal dan ventral pada plastik transparan yang ukurannya seluas foto ukuran 2R kemudian ditandai dengan menggunakan spidol sehingga perhitungan lebih cermat dan akurat. Penandaan dilakukan untuk cone cells, baik tunggal maupun ganda. Sumbu penglihatan diperoleh dari penarikan garis densitas terpadat dari cone cells mata ikan. Densitas terpadat merupakan titik point ditariknya garis lurus menuju titik pusat lensa mata Tamura 1957. Penarikan sumbu penglihatan dari bagian retina terlihat pada Gambar 18. Gambar 18 Penarikan sumbu penglihatan pada retina mata ikan

4.4.3 Analisis maximum sighting distance

Jarak pandang maksimum atau maximum sighting distance adalah kemampuan ikan untuk melihat objek pada jarak terjauh berdasarkan nilai ketajaman penglihatan yang dimilikinya Zhang dan Arimoto, 1993. Skema perhitungan jarak pandang maksimum dapat dilihat pada Gambar 19. Untuk mengetahui kemampuan jarak pandang maksimum ikan, terlebih dahulu perlu diketahui nilai sudut pembeda terkecil minimum separable angle dalam satuan menit. Dalam perhitungan diasumsikan bahwa keadaan perairan adalah jernih clear water dan tingkat pencahayaan dalam keadaan terang ideal light condition. Menurut Zhang et al. 1993 bahwa kemampuan jarak pandang maksimum ikan akan berbeda seiring dengan perbedaan ukuran panjang tubuhnya. Perhitungan jarak 1 Kondisi perairan cerah clear water condition; pandang maksimum ikan terhadap objek pada jaring dilakukan dengan asumsi sebagai berikut : Dorsal D Nasal N Caudal C Ventral V 2 Sudut pembeda terkecil α yang digunakan adalah dalam satuan menit; 3 Objek penglihatan dalam bentuk noktah dan dinyatakan dalam ukuran diameter objek point aquity. Gambar 19 Skema perhitungan jarak pandang maksimum dimana : D : jarak pandang maksimum meter ; d : diameter objek mm ; α : Sudut pembeda terkecil menit ; dan F : jarak titik fokus Adapun jarak pandang maksimum maximum sighting distance, D dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : tan 0,5 α = D d 5 , D = α 5 , tan d 5 , d D α F Mata ikan dimana : D : diameter objek pandang mm; dan α : sudut pembeda terkecil menit

4.4.4 Analisis chi-square

Analisis ini digunakan untuk menganalisis dampak operasi small bottom setnet terhadap kerusakan karang. chi-square χ 2 digunakan untuk menguji signifikansi atau ada tidaknya hubungandampak antar variabel. Uji ini membandingkan antara data yang diperoleh setelah pemasangan small bottom setnet observasi dengan data yang diperoleh sebelum pemasangan small bottom setnet harapan. Apakah frekuensi hasil observasi menyimpang dari frekuensi harapan. Jika nilai chi-square χ 2 kecil, berarti kedua frekuensi tersebut sangat dekat, mengarah pada penerimaan hipotesa nol H 1 Karang hidup karang tidak mengalami kematian. . Untuk mempertajam analisis, maka dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kerusakan karang di kawasan konservasi laut yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisis dari beberapa parameter. Parameter pengukuran yang digunakan untuk maksud tersebut mencakup : 2 Keutuhan karang karang tidak mengalami patahan. 3 Kehadiran ikan karang jumlah spesies tidak mengalami penurunan. 4 Penyinaran matahari penetrasi cahaya. 5 Sirkulasi air laut pola arus. 6 Kejernihan perairan berbanding terbalik dengan sedimentasi Adapun rumus pengujian chi-square χ 2 E E O ∑∑ − = 2 2 χ adalah : Dimana : χ 2 = chi-square hasil hitungan χ 2 Hitung O = data yang diperoleh setelah pemasangan alat observed E = data yang diperoleh sebelum pemasangan alat expected Dalam rangka mengetahui ada tidaknya dampak operasi small bottom setnet terhadap kerusakan karang, maka chi-square hasil hitungan χ 2 Hitung harus dibandingkan Chi-Square Tabel χ 2 1 Formulasi hipotesis Tabel. Adapun formula pendukung untuk maksud tersebut adalah : H = tidak ada dampak nyata operasi terhadap parameter H 1 2 Taraf nyata α dan nilai χ = ada dampak nyata operasi terhadap parameter 2 - nilai taraf nyata biasanya dipilih 0.05 atau 0.01 αdb - χ 2 3 Kriteria pengujian αdb = chi-square pada taraf nyata α dan db = b-1k-1 H diterima H 1 ditolak apabila χ 2 Hitung ≤ χ 2 Tabel H ditolak H 1 diterima apabila χ 2 Hitung χ 2 4 Membuat kesimpulan dalam penerimaan dan penolakan H Tabel 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Respons Ikan pada Small Bottom Setnet Hijau dan Kuning

5.1.1 Komposisi jumlah ekor ikan pada leadernet Hasil experimental fishing selama masa penelitian small bottom setnet untuk dua perlakuan yang berbeda yakni penggunaan leadernet berwarna hijau dan penggunaan leadernet berwarna kuning secara umum teramati tingkah laku ikan mengalami perbedaan, baik dilihat dari jenis spesies yang lolos melewati leadernet, tergiring oleh leadernet, maupun yang berbalik arah menjauhi leadernet. Jenis ikan yang teramati dan tergiring ke playground pada ujicoba menggunakan leadernet berwarna kuning berjumlah 25 dua puluh lima spesies yang terdiri dari Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Pterois volitans, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus, Siganus margaritiferus dan Zanclus cornutu Tabel 5. Tabel 5 Komposisi jumlah ekor ikan terhadap leadernet hijau dan kuning Jenis Leadernet Komposisi jumlah ekor Jenis Ikan Jumlah Proporsi Leadernet hijau Lolos Apogon sealei, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Halichoeres hortulanus, Pterocaesio chrysozona, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, dan Selar crumenophthalmus. 178 29,62 Tergiring Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Pterois volitans, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus, Siganus margaritiferus dan Zanclus cornutus. 274 45,59 Berbalik menjauh Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaetodon baronessa, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus, Siganus margaritiferus dan Zanclus cornutus. Total 149 601 24,79 100 Leadernet kuning Lolos Apogon sealei, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Halichoeres hortulanus, Pterocaesio chrysozona, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus. 67 15,88 Tergiring Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Pterois volitans, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus, Siganus margaritiferus dan Zanclus cornutus. 355 84,12 Berbalik menjauh Tidak ditemukan spesies yang berbalik arah menjauhi leadernet. Total 422 100 Jenis ikan yang lolos menembus leadernet berwarna hijau berjumlah 14 empat belas spesies yaitu Apogon sealei, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaerodo anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Halichoeres hortulanus, Pterocaesio chrysozona, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, dan Selar crumenophthalmus. Data yang berbeda diperlihatkan oleh leadernet berwarna kuning dengan jumlah ikan yang lolos sebanyak 13 tiga belas spesies yaitu Apogon sealei, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Halichoeres hortulanus, Pterocaesio chrysozona, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, dan Selar crumenophthalmus. Perbandingan respon ikan terhadap penggunaan warna leadernet hijau dan leadernet kuning dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Proporsi ikan karang pada leadernet hijau dan kuning Berdasarkan Gambar 20 tersebut, bila dilihat dari jumlah rata-rata ekor yang lolos antara penggunaan leadernet hijau dan leadernet kuning mengalami perbedaan yang sangat mencolok masing-masing 178 ekor 29,62 dan 67 ekor 15,88. Jumlah rata-rata ekor yang tergiring pada leadernet hijau dan leadernet kuning masing-masing 274 ekor 49,59 dan 355 ekor 84,12.

5.1.2 Pola tingkah laku ikan pada leadernet

Pada pengoperasian small bottom setnet dengan menggunakan leadernet berwarna hijau ditemukan sebanyak 19 sembilan belas jenis ikan karang yang setelah mendekati leadernet kemudian berbalik arah menjauhi leadernet yaitu Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaetodon baronessa, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus, Siganus margaritiferus dan Zanclus cornutus. Pada pengoperasian small bottom setnet dengan menggunakan leadernet berwarna kuning tidak ditemukan adanya ikan yang berbalik arah menjauhi leadernet. Pola tingkah laku ikan pada perlakuan leadernet berwarna hijau dapat dilihat pada Gambar 21, dan untuk pola tingkah laku ikan pada perlakuan leadernet berwarna A ra h dangkal .

24, 79

T o t al 601 45, 59 . . Tot al 1 36 Tot al 274 29,62 Tot al 178 kuning dapat dilihat pada Gambar 22. Untuk proses tertangkapnya ikan karang pada small bottom setnet dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 21 Pola tingkah laku ikan pada small bottom setnet dengan leadernet berwarna hijau Gambar 22 Pola tingkah laku ikan pada small bottom setnet dengan leadernet berwarna kuning T ot al 1 91 T ot al 355 A rah dangk al 84,12 15,88 T ot al 422 Tergiring leadernet Bagnet Playground Wings Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Gambar 23 Proses tertangkapnya ikan karang dengan small bottom setnet Secara umum ikan yang menerobos leadernet hijau maupun leadernet kuning karena memiliki ukuran badan yang lebih kecil dari mesh size jaring. Namun bila dicermati lebih jauh, pada leadernet berwarna kuning terlihat bahwa Ikan bermigrasi Tertangkap Menembus leadernet Berbalik arah menjauhi leadernet Keluar Keluar Escaped Mesh size Keluar Tergiring ikan yang meloloskan diri menerobos leadernet baik jumlah maupun ukurannya lebih sedikit dibanding dengan pada leadernet berwarna hijau. Hal ini diduga karena jaring berwarna kuning terlihat lebih kontras oleh ikan. Sebaliknya fenomena yang terjadi pada leadernet berwarna hijau dimana sebagian besar ikan yang datang banyak menghabiskan waktunya di sekitar leadernet bermain-main dan kemudian setelah itu baru berusaha menerobos leadernet dan sisanya yang tidak lolos sebagian akan tergiring ke playground dan sebagian lagi akan berbalik arah menjauhi leadernet. Hal ini diduga karena leadernet warna hijau tidak terlihat oleh ikan secara jelas akibat warnanya yang mirip dengan warna air laut. Fenomena ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Baskoro dan Effendie 2005, bahwa faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespon terhadap alat tangkap. Rangsangan yang menyangkut daya penglihatan merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam merespons adanya alat tangkap. Tingkah laku ikan setalah masuk ke small bottom setnet bagian playground menuju bagian bagnet ditunjukkan pada Gambar 24. Gambar 24 Tingkah laku ikan dari playground ke bagnet Persentase jumlah ikan yang masuk ke kantong dari total yang tergiring, pada kedua leadernet hampir sama. Dari rata-rata 274 ekor ikan yang tergiring pada operasi small bottom setnet dengan leadernet berwarna hijau sekitar 49,64 136 ekor masuktergiring sampai ke kantong. Pada operasi small bottom setnet dengan leadernet berwarna kuning, dari rata-rata 355 ekor yang tergiring sekitar 53,80 191 ekor masuktergiring sampai ke kantong. Bila melihat jumlah hasil tangkapan, maka operasi small bottom setnet dengan leadernet berwarna kuning cenderung lebih efektif. Seperti disebutkan sebelumnya, hal ini diduga karena warna leadernet yang lebih kontras, sehingga ikan tidak berani menerobos, tetapi tergiring ke body small bottom setnet hingga akhirnya terkurung di dalam kantong. 5.1.3 Sebaran jarak ikan di sekitar leadernet Pengamatan jarak ikan di sekitar leadernet hijau dan kuning dilakukan setiap hari. Jarak di setiap spesies ikan di leadernet hijau dan kuning berbeda-beda menurut jenis ikan Tabel 6. Jumlah ikan yang hadir dalam leadernet hijau sebanyak 25 spesies dari jumlah tersebut ada 14 spesies 56 berada dengan jarak 0-0,5 meter pada leadernet hijau. Untuk leadernet kuning jumlah ikan yang hadir sebanyak 25 spesies dari total jumlah tersebut tidak dijumpai spesies yang berada dengan jarak 0-0,5 meter pada leadernet kuning. Proporsi sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning dapat dilihat pada Gambar 25. Tabel 6 Sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning Jenis Leadernet Jarak meter Jenis Ikan Jumlah Proporsi Leadernet hijau 0-0,5 Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Pterois volitans, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Siganus margaritiferus Zanclus cornutus. 14 56 0,5-1 Sargocentron spiniferum, Halichoeres hortulanus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Terapon jarbua. 6 24 1 Ephinephelus fuscogutattus, Gnathanodon speciosus, Lutjanus carponotatus, Selar crumenophthalmus. Total 5 25 20 100 Leadernet kuning 0-0,5 - 0,5-1 Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Parupeneus macronema, Pterois volitans, Zanclus cornutus, Siganus margaritiferus. 11 44 1 Terapon jarbua, Cheilinus fasciatus, Ephinephelus fuscogutattus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus. 14 56 Total 25 100 Gambar 25 Proporsi sebaran jarak ikan terhadap leadernet hijau dan kuning

5.1.4 Lama waktu ikan di leadernet

Hasil pengamatan lama waktu ikan di leadernet menunjukkan bahwa lama waktu setiap jenis ikan yang hadir disekitar leadernet hijau dan leadernet kuning berbeda menurut jenis ikan. Pengelompokkan spesies ikan berdasarkan lama waktu hadir disekitar leadernet dibagi dalam tiga kategori yaitu : 0-5 menit, 5-10 menit, dan 10 menit. Jenis spesies ikan yang hadir di leadernet hijau sebanyak 25 spesies ternyata 15 spesies 60 dengan lama waktu 10 menit, kemudian 6 spesies 24 dengan lama waktu antara 5-10 menit dan 4 spesies 16 dengan lama waktu 0-5 menit. Pada leadernet kuning ikan yang hadir sebanyak 25 spesies ternyata 18 spesies 72 berada disekitar leadernet dengan lama waktu 0-5 menit, kemudian 4 spesies 16 dengan lama waktu 5-10 menit dan 3 spesies 12 dengan lama waktu 10 menit. Nama jenis ikan dan lama waktu secara lengkap terlihat pada Tabel 7. Proporsi lama waktu ikan berada pada leadernet hijau dan kuning dapat dilihat pada Gambar 26. Tabel 7 Proporsi lama waktu ikan berada pada leadernet hijau dan kuning Jenis Leadernet Lama Waktu menit Jenis Ikan Jumlah Proporsi Leadernet hijau 0-5 Terapon jarbua, Gnathanodon speciosus, Pterocaesio chrysozona, Selar crumenophthalmus. 4 16 5-10 Cheilinus fasciatus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Sargocentron spiniferum. 6 24 10 Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Pomacanthus imperator, Pterois volitans, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Siganus margaritiferus, Zanclus cornutus. Total 15 25 60 100 Leadernet kuning 0-5 Terapon jarbua, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Ephinephelus fuscogutattus, Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Sargocentron spiniferum, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Selar crumenophthalmus, Siganus margaritiferus. 18 72 5-10 Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Chaetodon baronessa, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus. 4 16 10 Apogon sealei, Pterois volitans, Zanclus cornutus. 3 12 Total 25 100 Gambar 26 Proporsi lama waktu ikan berada pada leadernet hijau dan kuning

5.1.5 Lama waktu ikan di playground

Pengamatan lama waktu ikan di playground dengan menggunakan leadernet hijau dan kuning dilakukan setiap hari. Pada pengamatan lama waktu ikan di playground ternyata jumlah ikan yang hadir di dalam playground dengan leadernet hijau sebanyak 25 spesies ternyata 12 spesies 48 berada di dalam playground dengan lama waktu 30 menit, kemudian 7 spesies 28 dengan lama waktu 10-30 menit dan 6 spesies 24 dengan lama waktu 0-10 menit. Pada leadernet kuning jumlah ikan yang hadir di dalam playground sebanyak 25 spesies ternyata 22 spesies 88 berada di dalam playground dengan lama waktu 30 menit, kemudian 3 spesies 12 dengan lama waktu 10-30 menit dan tidak ditemukan spesies ikan yang lama waktu di playground 10 menit. Secara lengkap terlihat pada Tabel 8. Proporsi lama waktu ikan berada di dalam playground dengan leadernet hijau dan kuning dapat dilihat pada Gambar 27. Tabel 8 Proporsi lama waktu ikan berada di dalam playground dengan leadernet hijau dan kuning Jenis Leadernet Lama Waktu menit Jenis Ikan Jumlah Proporsi Leadernet hijau 0-10 Gnathanodon speciosus, Halichoeres hortulanus, Lutjanus carponotatus, Pterocaesio chrysozona, Sargocentron spiniferum, Selar crumenophthalmus. 6 24 10-30 Terapon jarbua, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Siganus margaritiferus. 7 28 30 Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Pomacanthus imperator, Pterois volitans, Zanclus cornutus. Total 12 25 48 100 Leadernet kuning 0-10 - 10-30 Gnathanodon speciosus, Lutjanus carponotatus, Selar crumenophthalmus. 3 12 30 Apogon sealei, Arothron mappa, Abudefduf vaigiensis, Terapon jarbua, Chaetodon baronessa, Chaerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Chilomycterus spilostylus, Diodon holocanthus, Ephinephelus fuscogutattus, Halichoeres hortulanus, Myripristis murdjan, Parupeneus macronema, Pomacanthus imperator, Pterocaesio chrysozona, Pterois volitans, Sargocentron spiniferum, Scarus ghobban, Scolopsis bilineatus, Scolopsis bimaculatus, Siganus margaritiferus, Zanclus cornutus. 22 88 Total 25 100 Gambar 27 Proporsi lama waktu ikan berada di dalam playground dengan leadernet hijau dan kuning Pengamatan terhadap lama waktu ikan selama bergerak dari leadernet ke playground berbeda untuk setiap warna leadernet yang berbeda. Pada penggunaan leadernet hijau, umumnya ikan menghabiskan waktu selama 10 menit 30 detik untuk mencapai playground. Lama waktu ikan bermain di daerah playground adalah 20 menit 20 detik. Pada penggunaan leadernet kuning, umumnya ikan menghabiskan waktu selama 4 menit 30 detik untuk mencapai playground. Lama waktu ikan bermain di daerah playground adalah 46 menit. Secara lengkap terlihat pada Gambar 28 dan Gambar 29. Playground 0’00” 1’35” 5’20” 10’30” 20’45” 30’50” Leadernet hijau Bagnet Gambar 28 Rata-rata lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk berpindah dari leadernet hijau ke Playground Pada Gambar 28 memperlihatkan pergerakan kelompok ikan sersan mayor yang mendekati leadernet hijau dan kemudian tergiring ke playground. Umumnya kelompok ikan memperlihatkan gerakan yang lebih lambat bila menghadapi leadernet berwarna hijau. Berbeda halnya, pada Gambar 29 memperlihatkan pergerakan kelompok ikan sersan mayor yang tergiring lebih cepat oleh leadernet kuning menuju playground. Playground 0’00” 1’30” 2’45” 4’30” 10’10” 50’30” Leadernet kuning Bagnet Gambar 29. Rata-rata lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk berpindah dari leadernet kuning ke Playground 5.2 Pengamatan Contoh Mata Ikan Karang yang Tertangkap 5.2.1 Tipe reseptor mata ikan karang Hasil pengamatan preparat histologi jaringan retina mata ikan sersan mayor ditemukan bahwa terdapat single cone cells dan twin cone cells sebagai fotoreseptor. Hal ini secara jelas dapat terlihat pada Gambar 30. Terdapatnya single cone cells dan twin cone cells pada retina mata ikan sersan mayor menunjukan bahwa ikan ini dapat membedakan warna. Hal ini senada dengan pendapat Fujaya 2004, menyatakan bahwa cone cells merupakan fotoreseptor untuk color vision. Cone cells bertanggung jawab pada penglihatan cahaya terang penglihatan fotopik. Gambar 30 Fotomicrograf single cone cells dan twin cone cells ikan sersan mayor menggunakan microskop foto olympus 400 x Lebih lanjut Herring at al. 1990 menjelaskan bahwa penglihatan untuk membedakan warna memerlukan adanya fotoreseptor yang berbeda jenis dan lebih dari satu tipe cone cells. Ikan yang dapat melihat warna umumnya memiliki dua tipe cone cells atau tiga tipe fotoreseptor pada retina matanya. Keterangan: A = single cone cells B = twin cone cells A B A B Demikian pula hasil Hasil pengamatan preparat histologi jaringan retina mata ikan kerapu ditemukan bahwa terdapat single cone cells dan twin cone cells sebagai fotoreseptor. Hal ini secara jelas dapat terlihat pada Gambar 31. Gambar 31 Fotomicrograf single cone cells dan twin cone cells ikan kerapu menggunakan microskop foto olympus 400 x Terdapatnya single cone cells dan twin cone cells pada retina mata ikan sersan mayor menunjukan bahwa ikan ini dapat membedakan warna. Hal ini senada dengan pendapat Fujaya 2004, menyatakan bahwa cone cells merupakan Keterangan: A = single cone cells B = twin cone cells A B A B fotoreseptor untuk color vision. Cone cells bertanggung jawab pada penglihatan cahaya terang penglihatan fotopik. Lebih lanjut Herring at al. 1990 menjelaskan bahwa penglihatan untuk membedakan warna memerlukan adanya fotoreseptor yang berbeda jenis dan lebih dari satu tipe cone cells. Ikan yang dapat melihat warna umumnya memiliki dua tipe cone cells atau tiga tipe fotoreseptor pada retina matanya. Perbedaan yang nampak antara kedua mata ikan sersan mayor dan ikan kerapu adalah diameter lensa mata ikan. Ukuran diameter lensa pada ikan sersan mayor adalah 3 mm. Pada ikan kerapu,ukuran diameter lensa adalah 4,6 mm. Selain itu, perbedaan antara kedua mata ikan tersebut terlihat pada jumlah kepadatan cone cells densitas cone cells dan jarak pandang maksimum MSD. Jumlah kepadatan cone cells dan jarak pandang maksimum mata ikan sersan mayor dapat dilihat Tabel 9 dan Tabel 10. Pada ikan kerapu jumlah kepadatan cone cells dan jarak pandang maksimum mata ikan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 9 Jarak pandang maksimum ikan sersan mayor terhadap objek berdiameter 3 mm benang jaring leadernet No Sampel Diameter lensa mm Diameter objek m Kepadatan sel kon tertinggi mm Jarak focus mm Sudut pembeda terkecil menit Sudut pembeda terkecil rad VA Visual Acuity Jarak pandang maksimum 1 3 0.003 43 3.75 34.97 0.0102 0.0286 0.30 m 2 3 0.003 53 3.75 31.50 0.0092 0.0317 0.33 m 3 3 0.003 47 3.75 33.45 0.0097 0.0299 0.31 m 4 3 0.003 58 3.75 30.11 0.0088 0.0332 0.34 m 5 3 0.003 50 3.75 32.43 0.0094 0.0308 0.32 m 6 3 0.003 Rusak 3.75 0.00 0.0000 0.0000 0.00 m 7 3 0.003 Rusak 3.75 0.00 0.0000 0.0000 0.00 m 8 3 0.003 71 3.75 27.21 0.0079 0.0367 0.38 m 9 3 0.003 75 3.75 26.48 0.0077 0.0378 0.39 m 10 3 0.003 60 3.75 29.60 0.0086 0.0338 0.35 m 11 3 0.003 63 3.75 28.89 0.0084 0.0346 0.36 m 12 3 0.003 58 3.75 30.11 0.0088 0.0332 0.34 m 13 3 0.003 88 3.75 24.44 0.0071 0.0409 0.42 m 14 3 0.003 54 3.75 31.20 0.0091 0.0320 0.33 m 15 3 0.003 69 3.75 27.60 0.0080 0.0362 0.37 m 16 3 0.003 48 3.75 33.10 0.0096 0.0302 0.31 m 17 3 0.003 59 3.75 29.85 0.0087 0.0335 0.35 m 18 3 0.003 53 3.75 31.50 0.0092 0.0317 0.33 m 19 3 0.003 48 3.75 33.10 0.0096 0.0302 0.31 m 20 3 0.003 70 3.75 27.41 0.0080 0.0365 0.38 m 21 3 0.003 80 3.75 25.64 0.0075 0.0390 0.40 m 22 3 0.003 90 3.75 24.17 0.0070 0.0414 0.43 m 23 3 0.003 87 3.75 24.58 0.0071 0.0407 0.42 m 24 3 0.003 71 3.75 27.21 0.0079 0.0367 0.38 m 25 3 0.003 68 3.75 27.81 0.0081 0.0360 0.37 m Tabel 10 Jarak pandang maksimum ikan kerapu terhadap objek berdiameter 3 mm benang jaring leadernet No Sampel Diameter lensa mm Diameter objek m Kepadatan sel kon tertinggi mm Jarak focus mm Sudut pembeda terkecil menit Sudut pembeda terkecil rad VA Visual Acuity Jarak pandang maksimum 1 4.6 0.003 64 5.75 18.69 0.0054 0.0535 0.55 m 2 4.6 0.003 40 5.75 23.64 0.0069 0.0423 0.44 m 3 4.6 0.003 53 5.75 20.54 0.0060 0.0487 0.50 m 4 4.6 0.003 Rusak 5.75 0.00 0.0000 0.0000 0.00 m 5 4.6 0.003 Rusak 5.75 0.00 0.0000 0.0000 0.00 m 6 4.6 0.003 46 5.75 22.05 0.0064 0.0454 0.47 m 7 4.6 0.003 58 5.75 19.64 0.0057 0.0509 0.53 m 8 4.6 0.003 48 5.75 21.58 0.0063 0.0463 0.48 m 9 4.6 0.003 62 5.75 18.99 0.0055 0.0527 0.54 m 10 4.6 0.003 60 5.75 19.31 0.0056 0.0518 0.53 m 11 4.6 0.003 77 5.75 17.04 0.0050 0.0587 0.61 m 12 4.6 0.003 70 5.75 17.87 0.0052 0.0559 0.58 M 13 4.6 0.003 87 5.75 16.03 0.0047 0.0624 0.64 M 14 4.6 0.003 58 5.75 19.64 0.0057 0.0509 0.53 M 15 4.6 0.003 62 5.75 18.99 0.0055 0.0527 0.54 M 16 4.6 0.003 74 5.75 17.38 0.0051 0.0575 0.59 M 17 4.6 0.003 68 5.75 18.13 0.0053 0.0551 0.57 M 18 4.6 0.003 52 5.75 20.74 0.0060 0.0482 0.50 M 19 4.6 0.003 72 5.75 17.62 0.0051 0.0567 0.59 M 20 4.6 0.003 96 5.75 15.26 0.0044 0.0655 0.68 M 21 4.6 0.003 98 5.75 15.11 0.0044 0.0662 0.68 M 22 4.6 0.003 87 5.75 16.03 0.0047 0.0624 0.64 M 23 4.6 0.003 74 5.75 17.38 0.0051 0.0575 0.59 M 24 4.6 0.003 81 5.75 16.62 0.0048 0.0602 0.62 M 25 4.6 0.003 75 5.75 17.27 0.0050 0.0579 0.60 M Tabel 11 Jarak pandang maksimum ikan sersan mayor terhadap objek berdiameter 4 mm simpul jaring leadernet No Sampel Diameter lensa mm Diameter objek m Kepadatan sel kon tertinggi mm Jarak focus mm Sudut pembeda terkecil menit Sudut pembeda terkecil rad VA Visual Acuity Jarak pandang maksimum 1 3 0,004 43 3,75 34,97 0,0102 0,0286 0,39 m 2 3 0,004 53 3,75 31,50 0,0092 0,0317 0,44 m 3 3 0,004 47 3,75 33,45 0,0097 0,0299 0,41 m 4 3 0,004 58 3,75 30,11 0,0088 0,0332 0,46 m 5 3 0,004 50 3,75 32,43 0,0094 0,0308 0,42 m 6 3 0,004 rusak 3,75 0,00 0,0000 0,0000 0,00 m 7 3 0,004 rusak 3,75 0,00 0,0000 0,0000 0,00 m 8 3 0,004 71 3,75 27,21 0,0079 0,0367 0,51 m 9 3 0,004 75 3,75 26,48 0,0077 0,0378 0,52 m 10 3 0,004 60 3,75 29,60 0,0086 0,0338 0,46 m 11 3 0,004 63 3,75 28,89 0,0084 0,0346 0,48 m 12 3 0,004 58 3,75 30,11 0,0088 0,0332 0,46 m 13 3 0,004 88 3,75 24,44 0,0071 0,0409 0,56 m 14 3 0,004 54 3,75 31,20 0,0091 0,0320 0,44 m 15 3 0,004 69 3,75 27,60 0,0080 0,0362 0,50 m 16 3 0,004 48 3,75 33,10 0,0096 0,0302 0,42 m 17 3 0,004 59 3,75 29,85 0,0087 0,0335 0,46 m 18 3 0,004 53 3,75 31,50 0,0092 0,0317 0,44 m 19 3 0,004 48 3,75 33,10 0,0096 0,0302 0,42 m 20 3 0,004 70 3,75 27,41 0,0080 0,0365 0,50 m 21 3 0,004 80 3,75 25,64 0,0075 0,0390 0,54 m 22 3 0,004 90 3,75 24,17 0,0070 0,0414 0,57 m 23 3 0,004 87 3,75 24,58 0,0071 0,0407 0,56 m 24 3 0,004 71 3,75 27,21 0,0079 0,0367 0,51 m 25 3 0,004 68 3,75 27,81 0,0081 0,0360 0,49 m Tabel 12 Jarak pandang maksimum ikan kerapu terhadap objek berdiameter 4 mm simpul jaring leadernet No Sampel Diameter lensa mm Diameter objek m Kepadatan sel kon tertinggi mm Jarak focus mm Sudut pembeda terkecil menit Sudut pembeda terkecil rad VA Visual Acuity Jarak pandang maksimum 1 4,6 0,004 64 5,75 18,69 0,0054 0,0535 0,74 m 2 4,6 0,004 40 5,75 23,64 0,0069 0,0423 0,58 m 3 4,6 0,004 53 5,75 20,54 0,0060 0,0487 0,67 m 4 4,6 0,004 rusak 5,75 0,00 0,0000 0,0000 0,00 m 5 4,6 0,004 rusak 5,75 0,00 0,0000 0,0000 0,00 m 6 4,6 0,004 46 5,75 22,05 0,0064 0,0454 0,62 m 7 4,6 0,004 58 5,75 19,64 0,0057 0,0509 0,70 m 8 4,6 0,004 48 5,75 21,58 0,0063 0,0463 0,64 m 9 4,6 0,004 62 5,75 18,99 0,0055 0,0527 0,72 m 10 4,6 0,004 60 5,75 19,31 0,0056 0,0518 0,71 m 11 4,6 0,004 77 5,75 17,04 0,0050 0,0587 0,81 m 12 4,6 0,004 70 5,75 17,87 0,0052 0,0559 0,77 m 13 4,6 0,004 87 5,75 16,03 0,0047 0,0624 0,86 m 14 4,6 0,004 58 5,75 19,64 0,0057 0,0509 0,70 m 15 4,6 0,004 62 5,75 18,99 0,0055 0,0527 0,72 m 16 4,6 0,004 74 5,75 17,38 0,0051 0,0575 0,79 m 17 4,6 0,004 68 5,75 18,13 0,0053 0,0551 0,76 m 18 4,6 0,004 52 5,75 20,74 0,0060 0,0482 0,66 m 19 4,6 0,004 72 5,75 17,62 0,0051 0,0567 0,78 m 20 4,6 0,004 96 5,75 15,26 0,0044 0,0655 0,90 m 21 4,6 0,004 98 5,75 15,11 0,0044 0,0662 0,91 m 22 4,6 0,004 87 5,75 16,03 0,0047 0,0624 0,86 m 23 4,6 0,004 74 5,75 17,38 0,0051 0,0575 0,79 m 24 4,6 0,004 81 5,75 16,62 0,0048 0,0602 0,83 m 25 4,6 0,004 75 5,75 17,27 0,0050 0,0579 0,80 m Tabel 9 danTabel 10 merupakan hasil perhitungan kepadatan atau densitas cone cells ikan sersan mayor. Kepadatan cone cells dari retina mata pada luasan per 0,01 mm 2 ikan sersan mayor 33-90. Tabel 11 dan Tabel 12 memperlihatkan hasil perhitungan kepadatan atau densitas cone cells ikan kerapu. Kepadatan cone cells dari retina mata pada luasan per 0,01 mm 2 ikan kerapu 40-98.

5.2.2 Sumbu penglihatan visual axis

Sumbu penglihatan visual axis diidentifikasikan untuk mengetahui kebiasaan ikan untuk melihat obyek atau melihat makanan Blaxter 1980. Menurut Tamura 1957, sumbu penglihatan ditentukan dengan mengetahui kepadatan cone cells tertinggi, yang biasanya terletak pada bagian dorso-caudal, caudal dan ventro-caudal. Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa pada ikan sersan mayor cone cells terpadat terletak pada bagian ventro- caudal. Berdasarkan letak densitas cone cells tertinggi pada retina mata ikan sersan mayor diatas maka dapat ditentukan sumbu penglihatannya yaitu arah depan-naik upper-fore Gambar 32. Gambar 32 Sumbu penglihatan ikan sersan mayor Demikian pula pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa pada ikan kerapu cone cells terpadat terletak pada bagian ventro-caudal. berdasarkan letak densitas cone cells tertinggi pada retina mata ikan kerapu di atas maka dapat ditentukan sumbu penglihatannya yaitu arah depan-naik upper-fore Gambar 33. Visual axis Garis horizontal Gambar 33 Sumbu penglihatan ikan kerapu 5.2.4 Jarak pandang maksimum maximum sighting distance Jarak pandang maksimum maximum sighting distanceMSD adalah kemampuan ikan untuk melihat suatu objek benda secara jelas pada jarak tertentu Zhang et al. 1993. Hasil perhitungan jarak pandang maksimum kedua jenis ikan sersan mayor dan ikan kerapu terlihat pada Tabel 17, Tabel 18, Tabel 19 dan Tabel 20. Data Tabel 17 dan Tabel 19 memberikan informasi bahwa jarak pandang maksimum MSD ikan sersan mayor yaitu 0,30 – 0,43 m dan 0,39 – 0,57 m. Data Tabel 18 dan Tabel 20 memberikan informasi bahwa jarak pandang maksimum MSD pada ikan kerapu yaitu 0,44 – 0,68 m dan 0,58 – 0,91m. Jarak ini menunjukan jarak pandang maksimum ikan terhadap objek leadernet.

5.3 Dampak Pengoperasian

Small Bottom Setnet Dalam penelitian ini, dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut KKL diukur dengan menggunakan metode point intercept transect. Jumlah titik pengambilan data sebanyak dua puluh 20 point untuk setiap parameter yang tersebar di lokasi pemasangan small bottom setnet. Pengambilan data dilakukan setiap hari selama 28 hari. Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang dibagi dalam dua kelompok yaitu 1 Dampak terhadap karang dan ikan karang; 2 Dampak terhadap lingkungan terumbu karang. Visual axis Garis horizontal 5.3.1 Dampak terhadap karang dan ikan karang Pengamatan dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap karang dan ikan karang dilakukan dengan mengukur parameter karang hidup koloni karang yang tidak mengalami kematian, karang utuh koloni karang yang tidak mengalami patahan, dan ikan karang jumlah kelompok kehadiran ikan karang. Pengambilan data dilakukan sebelum pengoperasian small bottom setnet dan setelah pengoperasian small bottom setnet. Data yang diambil dibagi dalam tiga kategori yaitu 1 terganggu, apabila gangguan terjadi sebanyak 14 sampai 28 kali selama pengamatan gangguan ≥ 50 ; 2 sedikit terganggu, apabila gangguan terjadi sebanyak 1 sampai 13 kali selama pengamatan gangguan 50 , dan 3 tidak terganggu apabila sama sekali tidak terjadi gangguan. Hasil pengukuran parameter karang hidup Tabel 13, Tabel 14 dan Gambar 34. Tabel 13 Proporsi lokasi karang hidup di sekitar pemasangan small bottom setnet Pengoperasian small bottom setnet Karang Hidup Titik Pengambilan Data Jumlah Titik Lokasi Proporsi Sebelum operasi Terganggu [4] 1 5 Sedikit terganggu [3], [7], [6], [10] 4 20 Tidak terganggu [1], [2], [5], [8], [9], [11], [12], [13], [14], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 15 20 75 100 Setelah operasi Terganggu [3], [4] 2 10 Sedikit terganggu [5], [6], [7], [9], [10] 5 25 Tidak terganggu [1], [2], [8], [11], [12], [13], [14], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 13 20 65 100 Keterangan : Karang hidup = koloni karang yang tidak mengalami kematian Tabel 14 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap karang hidup No Status Operasi Karang Hidup Jumlah Titik Lokasi Terganggu Sedikit Terganggu Tidak Terganggu 1 Sebelum Operasi 1 4 15 20 2 Setelah Operasi 2 5 13 20 X2 Hitung = 1,517 Taraf Nyata 95 = 0.05 X2 Tabel = X2 0.05 2 = 5.99 Kesimpulan : X2 Hitung X2 Tabel = tidak beda nyata tidak ada dampak Gambar 34 Proporsi lokasi karang hidup di sekitar pemasangan small bottom setnet Dari 20 titik lokasi yang dimonitor, karang hidup dengan kategori terganggu meningkat dari 1 satu titik lokasi sebelum operasi menjadi 2 titik lokasi setelah operasi small bottom setnet. Sedangkan yang sebelumnya hanya 4 titik lokasi dengan kondisi karang hidup sedikit terganggu meningkat menjadi 5 titik lokasi. Bila melihat nilai X2 Hitung-nya 1,517, nilai tersebut masih lebih kecil daripada nilai X2 Tabel 5,99. Dengan demikian, maka pengoperasian small bottom setnet di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, tidak memberikan dampak yang nyata yang dapat mengganggu karang hidup. Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kondisi ekosistem terumbu karang dapat ukur dari frekuensi kehadiran ikan karang. Hasil monitoring dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap frekuensi kehadiran ikan pada terumbu karang perairan di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta disajikan pada Tabel 15, Tabel 16 dan Gambar 35. Tabel 15 Proporsi kehadiran ikan karang di sekitar pemasangan small bottom setnet Pengoperasian small bottom setnet Kehadiran Ikan Karang Titik Pengambilan Data Jumlah Titik Lokasi Proporsi Sebelum operasi Terganggu [7], [10] 2 10 Sedikit terganggu [11], [12], [14], [15], [16], [17], [19], [20] 8 40 Tidak terganggu [1], [2], [3], [4], [5], [6], [8], [9], [13], [18], Total 10 20 50 100 Setelah operasi Terganggu [7], [10], [17], [19] 4 20 Sedikit terganggu [1], [2], [5], [8], [9], [11], [12], [13], [14], [15], [16], [20] 12 60 Tidak terganggu [4], [3], [6], [18], Total 4 20 20 100 Tabel 16 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kehadiran ikan karang No Status Operasi Kehadiran Ikan Karang Jumlah Titik Lokasi Terganggu Sedikit Terganggu Tidak Terganggu 1 Sebelum Operasi 2 8 10 20 2 Setelah Operasi 4 12 4 20 X2 Hitung = 7.6 Taraf Nyata 95 = 0.05 X2 Tabel = X2 0.05 2 = 5.99 Kesimpulan : X2 Hitung X2 Tabel = beda nyata ada dampak Gambar 35 Proporsi lokasi kehadiran ikan karang di sekitar pemasangan small bottom setnet Pada Tabel 23 dan Tabel 24 terlihat bahwa kehadiran ikan karang dengan kategori terganggu meningkat dengan adanya operasi small bottom setnet, yaitu dari hanya tidak ada pada 2 titik lokasi menjadi tidak ada pada 4 titik lokasi setelah operasi small bottom setnet. Yang termasuk kategori sedikit terganggu disekitar terumbu karang meningkat dari 8 titik lokasi sebelum operasi menjadi 12 titik lokasi setelah operasi small bottom setnet. Dengan demikian, dari 20 titik lokasi yang dimonitor secara normal kategori tidak terganggu setelah operasi small bottom setnet hanya terjadi di 4 titik lokasi, sedangkan sebelum operasi small bottom setnet terjadi secara normal di 10 titik lokasi. Kehadiran secara normal kategori ada yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ikan karang datang dan pergi dengan frekuensi dan populasi yang biasa seperti sebelum dioperasikannya small bottom setnet. Bila lebih jauh melihat hasil analisis chi-square terkait kehadiran ikan karang, maka data Tabel 23 dan Tabel 24 menunjukkan nilai X2 Hitung 7,6 lebih tinggi dari X2 Tabel 5,99. Hal ini berarti bahwa operasi small bottom setnet di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta telah menimbulkan dampak nyata yang mengganggu kehadiran ikan-ikan karang di sekitar terumbu karang areal small bottom setnet dipasang. Dampak nyata ini bisa terjadi, dominan karena sifat ikan termasuk ikan karang yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi perairan, sehingga bila dirasakan menyancam atau tidak aman, maka ikan-ikan tersebut cenderung menjauh dan mencari lokasi habitat yang baru. Tabel 17, Tabel 18 dan Gambar 36 menyajikan hasil monitoring kehadiran biota non ikan akibat pengoperasian small bottom setnet yang diamati pada 20 titik lokasi di sekitar small bottom setnet. Tabel 17 Proporsi keutuhan karang koloni karang tidak mengalami patahan akibat pemasangan small bottom setnet Pengoperasian small bottom setnet Keutuhan Karang Titik Pengambilan Data Jumlah Titik Lokasi Proporsi Sebelum operasi Terganggu [13] 1 5 Sedikit terganggu [4], [16], [17], [18], [19], [20] 6 30 Tidak terganggu [1], [2], [3], [5], [6], [7], [8], [9], [10], [11], [12], [14], [15] Total 13 20 65 100 Setelah operasi Terganggu [4], [13] 2 10 Sedikit terganggu [1], [2], [3], [8], [9], [18], [19], 7 35 Tidak terganggu [4], [5], [6], [7], [10], [11], [12], [15], [16], [17], [20] Total 11 20 55 100 Tabel 18 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap keutuhan karang No Status Operasi Keutuhan Karang Jumlah Titik Lokasi Terganggu Sedikit Terganggu Tidak Terganggu 1 Sebelum Operasi 1 6 13 20 2 Setelah Operasi 2 7 11 20 X2 Hitung = 1,475 Taraf Nyata 95 = 0.05 X2 Tabel = X2 0.05 2 = 5.99 Kesimpulan : X2 Hitung X2 Tabel = tidak beda nyata tidak ada dampak Gambar 36 Proporsi lokasi keutuhan karang di sekitar pemasangan small bottom setnet Secara sepintas dari Tabel 25 dan Tabel 26 tersebut, pengoperasian small bottom setnet di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta juga berpengaruh terhadap keutuhan karang. Bila sebelum operasi small bottom setnet, dapat dikatakan hanya satu titik dari 20 titik lokasi yang diamati yang terganggu. Namun setelah setelah operasi small bottom setnet menjadi 2 titik lokasi. Sedangkan lokasi yang keutuhan karangnya sedikit terganggu terdapat 6 lokasi sebelum pemasangan small bottom setnet meningkat menjadi 7 titik lokasi setelah operasi small bottom setnet. Jumlah titik lokasi yang tidak terganggu keutuhan karangnyaberkurang dari 13 lokasi sebelum pemasangan small bottom setnet menjadi sebelas lokasi. Namun demikian, perlu dibuktikan apakah pengoperasian small bottom setnet berdampak buruk secara nyata pengaruh serius atau tidak bagi keutuhan di lokasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa X2 Hitung 1,475 dari parameter ini masih lebih kecil dari X2 Tabel 5,99. Hasil ini memberi indikasi bahwa sebenarnya pengoperasian small bottom setnet di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta tidak memberi dampak nyata yang secara serius mengganggu keutuhan karang.

5.3.2 Dampak terhadap lingkungan terumbu karang

Pengamatan dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap lingkungan terumbu karang dilakukan dengan mengukur parameter penyinaran matahari, sirkulasi air, dan kejernihanperairan. Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap penyinaran matahari khususnya penyinaran matahari terhadap karang disajikan pada Tabel 19, Tabel 20 dan Gambar 37. Pada Tabel 19, Tabel 20 dan Gambar 37 terlihat bahwa penyinaran matahari dengan kategori terganggu meningkat dengan adanya operasi small bottom setnet, yaitu dari 1 satu meningkat menjadi 2 titik lokasi setelah operasi small bottom setnet sedangkan yang sedikit terganggu meningkat dari 2 titik lokasi sebelum operasi menjadi 4 titik lokasi setelah operasi small battom setnet. Akibat kondisi ini, maka penyinaran karang yang benar-benar tidak terganggu oleh operasi small bottom setnet berjumlah 14 titik lokasi sebelum operasi ada 17 titik lokasi. Gangguan penyinaran matahari oleh operasi small bottom setnet terjadi karena bentangan small bottom setnet tersebut menyebabkan sinar matahari sebagian tertahan, sehingga sinar matahari yang sampai ke karang tidak sempurna. Tabel 19 Proporsi penyinaran matahari di sekitar pemasangan small bottom setnet Pengoperasian small bottom setnet penyinaran matahari Titik Pengambilan Data Jumlah Titik Lokasi Proporsi Sebelum operasi Terganggu [13] 1 5 Sedikit terganggu [1], [2], 2 10 Tidak terganggu [3], [4], [5], [6], [7], [8], [9], [10], [11], [12], [14], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 17 20 85 100 Setelah operasi Terganggu [1], [13] 2 10 Sedikit terganggu [2], [3], [5], [8] 4 20 Tidak terganggu [4], [6], [7], [9], [10], [11], [12], [14], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 14 20 70 100 Tabel 20 Dampak pengoperasian small bottom setnet penyinaran matahari No Status Operasi Penyinaran matahari Jumlah Titik Lokasi Terganggu Sedikit Terganggu Tidak Terganggu 1 Sebelum Operasi 1 2 17 20 2 Setelah Operasi 2 4 14 20 X2 Hitung = 3,529 Taraf Nyata 95 = 0.05 X2 Tabel = X2 0.05 2 = 5.99 Kesimpulan : X2 Hitung X2 Tabel = tidak beda nyata tidak ada dampak Gambar 37 Proporsi lokasi penyinaran matahari di sekitar pemasangan small bottom setnet Analisis lanjut menggunakan metode chi-square menunjukkan bahwa nilai X2 Hitung parameter penyinaran matahari sekitar 3,529. Nilai X2 Hitung ini lebih rendah dari nilai X2 Tabel. Dengan demikian, maka pengoperasian small bottom setnet tidak mempunyai dampak nyata yang mengganggu penyinaran matahari. Kalaupun selama ini dampak tersebut ada, tetapi tidak termasuk kategori serius yang dapat menghambat proses fotosintesis terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Terkait dengan sirkulasi air laut pola arus di sekitar small bottom setnet juga menjadi hal yang sangat penting untuk dianalisis karena sirkulasi air laut membawa makanan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan karang. Oleh karena itu, penelitian ini juga mengamati dampak operasi small bottom setnet terhadap sirkulas air laut tersebut . Hasil monitoring pada 20 titik lokasi di areal pemasangan small bottom setnet terkait dampak operasi tersebut disajikan pada Tabel 21, Tabel 22 dan Gambar 38. Pada Tabel 21, Tabel 22 dan Gambar 38 terlihat bahwa dengan adanya operasi small bottom setnet ini, sirkulasi air laut di sekitar karang untuk kategori terganggu meningkat dari 1 satu menjadi 2 titik lokasi. Gangguan ini bisa berupa arus tertahan atau belok karena terhalang oleh bagian small bottom setnet yang membentang. Tabel 21 Proporsi sirkulasi air di sekitar pemasangan small bottom setnet Pengoperasian Small Bottom Setnet Sirkulasi Air Titik Pengambilan Data Jumlah Titik Lokasi Proporsi Sebelum operasi Terganggu [13] 1 5 Sedikit terganggu [7], [10], [14] 3 15 Tidak terganggu [1], [2], [3], [4], [5], [6], [8], [9], [11], [12], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 16 20 80 100 Setelah operasi Terganggu [13], [14] 2 10 Sedikit terganggu [1], [5], [7], [8], [10] 5 25 Tidak terganggu [2], [3], [4], [6], [9], [11], [12], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 13 20 65 100 Tabel 22 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap sirkulasi air No Status Operasi Sirkulasi Air Jumlah Titik Lokasi Terganggu Sedikit Terganggu Tidak Terganggu 1 Sebelum Operasi 1 3 16 20 2 Setelah Operasi 2 5 13 20 X2 Hitung = 2,896 Taraf Nyata 95 = 0.05 X2 Tabel = X2 0.05 2 = 5.99 Kesimpulan : X2 Hitung X2 Tabel = tidak beda nyata tidak ada dampak Gambar 38 Proporsi lokasi sirkulasi air di sekitar pemasangan small bottom setnet Untuk kategori sedikit terganggu arus yang mengalir sedikit belokpecah juga mengalami peningkatan dengan adanya operasi small bottom setnet tersebut. Bila sebelumnya kategori sedikit terganggu ini hanya teramati pada 3 lokasi, setelah small bottom setnet benar-benar dioperasikan terjadi pada 5 titik lokasi. Titik lokasi yang tidak terganggu sirkulasi airarusnya menurun dari 16 titik lokasi sebelum operasi menjadi 13 titik lokasi setelah adanya operasi small bottom setnet ini. Bila melihat hasil monitoring tersebut, terlihat ada perbedaan sirkulasi air laut pola arus sebelum dan setelah operasi small bottom setnet. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa dari kombinasi data sirkulasi air laut pola arus tersebut didapatkan nilai X2 Hitung 2,896 yang lebih kecil dari nilai X2 Tabel. Terkait dengan ini, maka perbedaan atau perubahan sirkulasi air laut pola arus sebelum dan setelah operasi small bottom setnet tersebut tidak membawa dampak nyata yang merusak bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Pengoperasian small bottom setnet juga dapat mempengaruhi kejernihan perairan berbanding terbalik dengan sedimentasi di karang dengan adanya kotoran-kotoran yang tersuspensi maupun yang larut tertahan dan mengendap di sekitar pemasangan small bottom setnet. Tabel 23, Tabel 24 dan Gambar 39 menyajikan data kejernihan perairan di karang akibat pengoperasian small bottom setnet yang diamati pada 20 titik lokasi di sekitar small bottom setnet. Tabel 23 Proporsi kejernihan perairan karang di sekitar pemasangan small bottom setnet Pengoperasian Small Bottom Setnet Kejernihan perairan Titik Pengambilan Data Jumlah Titik Lokasi Proporsi Sebelum operasi Terganggu [7], [10] 2 10 Sedikit terganggu [2], [3], [6], [9] 4 20 Tidak terganggu [1], [4], [5], [8], [11], [12], [13], [14], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 14 20 70 100 Setelah operasi Terganggu [7], [10], [14] 3 15 Sedikit terganggu [9], [2], [6], [3], [4] 5 25 Tidak terganggu [1], [5], [8], [11], [12], [13], [15], [16], [17], [18], [19], [20] Total 12 20 60 100 Tabel 24 Dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kejernihan perairan No Status Operasi Kejernihan Perairan Jumlah Titik Lokasi Terganggu Sedikit Terganggu Tidak Terganggu 1 Sebelum Operasi 2 4 14 20 2 Setelah Operasi 3 5 12 20 X2 Hitung = 1,036 Taraf Nyata 95 = 0.05 X2 Tabel = X2 0.05 2 = 5.99 Kesimpulan : X2 Hitung X2 Tabel = tidak beda nyata tidak ada dampak Gambar 39 Proporsi lokasi kejernihan perairan di sekitar pemasangan small bottom setnet Berdasarkan Tabel 23 dan Tabel 24, jumlah titik lokasi yang kategori kejernihan perairan karangnya terganggu meningkat dari 2 titik lokasi sebelum operasi menjadi 3 titik lokasi saat operasi small bottom setnet. Sedangkan titik lokasi yang kategori sedikit terganggu kejernihan perairan karangnya meningkat dari 4 titik lokasi sebelum operasi menjadi 5 titik lokasi setelah operasi small bottom setnet. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan, kategori kejernihan perairan terganggu tersebut umumnya terjadi pada titik lokasi yang sebelum operasi small bottom setnet sudah terjadi sedikit terganggu kejernihannya meskipun dengan kategori rendah. Hasil analisis chi-square terkait sedimentasi ini memperlihatkan nilai X2 Hitung untuk parameter ini sekitar 1,036. Nilai X2 Hitung ini lebih kecil dari pada nilai X2 Tabel. Dengan demikian, maka dampak pengoperasian small bottom setnet terhadap kejernihan perairan karang termasuk tidak nyata tidak menyebabkan sedimentasi yang nyata merusak terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 6 PEMBAHASAN

6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet

Berdasarkan hasil penelitian pada Bab 5, leadernet berwarna kuning lebih efektif daripada leadernet berwarna hijau dalam menggiring ikan. Proporsi ikan yang tergiring leadernet berwarna kuning sekitar 84,12, sedangkan yang tergiring leadernet berwarna hijau sekitar 45,59, pada saat penggunaan leadernet berwarna hijau ikan cenderung menabrak dan tidak tergiring, berbeda dengan pada saat menggunakan leadernet berwarna kuning ikan cenderung tergiring dan tidak tersangkut. Hal ini terjadi karena leadernet berwarna kuning relatif lebih kontras sehingga ikan menghindar untuk menabraknya. Terkait dengan ini, pemilihan warna dan jenis bahan sangat penting dalam operasi penangkapan sehingga didapat hasil yang maksimal. Menurut Mumby et al. 1999, pemilihan alat merupakan bagian yang penting dalam operasi penangkapan. Pengenalan bahan jaring sintetis dengan warna kontras dan mutu yang tinggi akan merangsang perkembangan pemakaian alat tangkap. Hal ini disebabkan efisiensi penangkapan dengan cara menggiring ikan jauh lebih baik 2-13 kali pada PA monofillament yang kontras dalam dibanding dengan bahan serat alami kapas, rami, rami halus dan warna samar- samar. Hal ini karena persyaratan efisiensi penangkapan pada small bottom setnet memerlukan leadernet yang baik dalam memnggiring ikan. Hasil penelitain Bab 5, juga terlihat tingkah laku ikan lolos, tergiring dan kembali menjauh pada leadernet kuning masing-masing adalah 15,88; 84,12; dan 0, sedangkan tingkah laku ikan lolos, tergiring dan kembali menjauh pada leadernet hijau masing-masing adalah 29,62; 45,59; dan 24. Hal ini terjadi karena karena perbedaan daya tampak leadernet yang mempengaruhi tingkah laku ikan. Warna jaring yang sesuai pada leadernet dapat mengarahkan ikan menuju playground. Menurut Risamasu 2007, warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman dari perairan, transparansi, sinar matahari, sinar bulan dan lain-lain faktor, dan pula sesuatu warna akan mempunyai perbedaan derajat “terlihat” oleh ikan-ikan yang berbeda-beda. Warna tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku ikan dan hal tersebut terlihat jelas pada beberapa alat tangkap misalnya gillnet dan lainnya. Pada gillnet, tingkah laku ikan dalam menubruk atau menerobos jaring sangat dipengaruhi oleh warna jaring. Serat jaring yang terlalu tipis juga kurang terlihat. Bahan yang daya mulurnya tinggi untuk beban kecil tidak sesuai untuk setnet termasuk small bottom setnet. Hal ini sesuai dengan pendapat Subani dan Barus 1989 yang menyatakan bahwa untuk mendukung pemilihan warna yang tepat dalam menggiring ikan, jaring perlu memiliki kekuatan simpul yang stabil dan ukuran mata jaring tidak boleh dipengaruhi air. Menurut Risamasu 2007, di samping warna yang tepat, kekuatan bahan jaring juga harus diperhatikan, sehingga ikan hasil tangkapan dengan tingkah laku memberontak dapat ditahan. PA continous filament adalah bahan yang paling lunak dari semua bahan sintetis dalam kondisi basah, warna putih mengkilat yang alami adalah jauh lebih terlihat dalam air jernih. Warna hijau, biru, abu-abu dan kecoklatan merupakan warna-warna yang nampak digunakan paling umum pada perikanan komersial. Ikan yang datang dan kemudian berbalik arah menjauhi leadernet hijau berjumlah 149 ekor atau sekitar 24,79. Fenomena ini tidak terlihat pada leadernet warna kuning atau dengan kata lain tidak seekorpun dari ikan yang datang mendekat kemudian berbalik arah menjauhi leadernet kuning. Diduga ini terjadi karena warna hijau pada leadernet mirip dengan warna air laut sehingga tidak ditakuti oleh ikan bahkan sebagian besar ikan tersebut mendekat dan memakan lumut yang ada pada leadernet. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Kawamura et al. 1996, bahwa ikan lebih mudah menghindari alat tangkappengumpul berwarna putih, kuning, dan merah daripada berwarna biru dan hijau. Jumlah hasil tangkapan pada alat pengumpul berwarna biru dan hijau cenderung lebih banyak daripada alat pengumpul berwarna putih, kuning, dan merah. Disamping jumlah berbeda, jenis ikan yang terkumpul tersebut juga berbeda untuk setiap jenis warna alat pengumpul tersebut. Perbedaan tersebut terjadi karena setiap ikan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam merespon atau membedakan warna benda yang mirip maupun berbedakontras dengan warna lingkungan perairan. Menurut Risamasu 2007, warna jaring yang sesuai untuk tujuan menangkap jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan sebaiknya diperhatikan karena sangat mempengaruhi hasil tangkapan.

6.2 Pengamatan Contoh Mata Ikan Karang yang Tergiring oleh