Inovasi teknologi penangkapan ikan karang dengan bubu dasar berumpon

(1)

BERUMPON

FONNY J.L RISAMASU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ” Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi dimanapun. Sumber informasi berasal dari hasil penelitian saya sendiri dan dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain. Semuanya telah saya sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi.

Bogor, 6 Maret 2008 Fonny J.L Risamasu NRP. C 561030041


(3)

fish: bottom trap with fish aggregating device”. Under supervision of Mulyono S. Baskoro, M. Fedi A. Sondita, and Dedi Soedharma.

The research was aimed to study fish behaviour and the influence of FAD on zone of influence of traps, and studying the influence of FAD on the fish caught using traps in terms of the species, number and size. This study was conducted in Hansisi waters, Semau, Kupang.

The research observed periphyton shelter to FAD attractor made from lontar leaves (Borrasus flabellifer) and gewang leaves (Corypha gebanga). The observation on the community of reef fish and their behaviour around zone of influence of traps with FAD and without FAD using visual census method. The data observed on the FAD and traps included number of fish, radius, length of time, swimming and movement pattern of reef fish. The observation reef fish species behaviour inside and outside the traps was carried out in a fish cage. The catch traps was obtained from experimental fishing which was done at night and during the day. The data collected were fish species, number and size. In addition, the measurement of environmental parameter on research site was also conducted. The data analysis was carried out to find out periphyton density, diversity, similarity, and periphyton dominance and reef fish, abundance of reef fish, and to see the difference between fish catch using traps with FAD and without FAD using statistical analysis t test.

The research shows that the FADs were able to attract reef fish as seen from existence of food web through the presence of periphyton. This made the FADs feeding sites for reef fish. The periphyton composition varied among the attractors

Borrasus flabellifer and Corypha gebanga, but was dominated by Bacillariophyceae. The periphyton consisted of 87 spesies (71 genus, 31 family and 15 class). The most abundant periphyton species were Leptocylindrus sp on Borrasus flabellifer and

Chroococcus sp on Corypha gebanga.

There were 1190 individuals of reef fishes consisting of 62 species (42 genus and 22 families) around the FADs and around the traps were 1230 fish individuals consisting of 47 species (34 genus and 20 families). The fish of major groups dominated the fish asemblages both around the FADs and the traps

The distance between the reef fish to the FAD and traps commonly ranged from 1 to 2 m; the time spent by the fish around the FADs and traps was commonly more than 30 minutes. The fish swam around the FADs and the traps were commonly soliter, while the their movement were commonly from the front side of the traps (funnel side) then up and down movement, either above or beside the FADs and the traps. The reef fish that approached the FADs and the traps became generally the residents of the FADs and the traps. Reef fish influenced by the traps within four positions, these are near surface, above the traps, beside the traps and near the seabed. The behavior pattern of the reef fishes around the traps, the time needed before entering the traps and the time before escaping from traps varied among fish species.


(4)

the largest reef fish caught by the traps was Cephalopolis miniata. The three most abundant fish species were Chaetodon kleinii and Ctenochaetus striatus, and Scarus ghobban. In the location dominated by hard corals, the two most dominant genus caught by the traps with FAD and without FAD in at night were Chaetodon and

Ctenochaetus while for the day catch were Chaetodon and Cheilinus. In the location dominated by soft corals, the night catch was dominated by Chaetodon and Cheilinus

while the day catch was dominated by Chaetodon, Cheilinus and Siganus. There was no significant difference in the total catch commonly between the three types of fishing methods (with small FADs, with big FADs, and without FAD) at night and the day time (t test, <= 0,05).


(5)

FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”. Di bawah bimbingan: Mulyono S. Baskoro, M. Fedi A. Sondita, dan Dedi Soedharma.

Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, dan mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Hansisi, Semau, Kupang.

Penelitian ini mengamati perifiton yang menempel pada atraktor rumpon yang terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pengamatan komunitas ikan karang serta tingkah lakunya di sekitar zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual. Data yang diamati di rumpon dan bubu meliputi jumlah ikan, radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang. Pengamatan tingkah laku setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu dilakukan dalam ruang tertutup di dalam keramba. Hasil tangkapan bubu diperoleh melalui uji coba penangkapan (experimental fishing) yang dilakukan pada malam dan siang hari. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah dan ukuran ikan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian. Data yang dianalisis meliputi kepadatan perifiton, keragaman, keseragaman dan dominansi perifiton dan ikan karang, serta untuk melihat perbedaan hasil tangkapan bubu menggunakan rumpon dan tanpa rumpon dianalisis pakai statistik uji t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp.

Ikan karang berkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu, terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili). Kelompok ikan karang dari famili utama (mayor) mendominasi hasil tangkapan di rumpon dan bubu.

Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih dari 30 menit (menetap). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping


(6)

yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah

Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Hasil tangkapan bubu pada malam dan siang hari umumnya tidak berbeda nyata di antara ketiga jenis metode penangkapan ikan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) hasil uji t, <= 0,05.


(7)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

FONNY J.L RISAMASU

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(9)

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Dedy H. Sutisna, MS. 2. Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.


(10)

Nama : Fonny J.L Risamasu NRP : C 561030041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS


(11)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan dan pimpinanNya, maka penulisan disertasi dengan judul : Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”, sudah dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan Bantuan Beasiswa Pascasarjana (BPPS) selama studi. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana, dan Staf Adiministarsi yang sudah membantu penulis dalam memperlancar studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih pula disampaikan kepada komisi pembimbing : Prof.Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi Pembimbing), Dr.Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA (Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Dr.Ir Budi H. Iskandar sebagai penguji ujian tertutup, Dr.Ir Dedi H.Sutisna, MS dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai penguji ujian terbuka yang sudah memberikan sumbang saran bagi penulis dalam penyempurnaan disertasi ini. Ketua Program Studi, Staf Dosen dan Staf Administrasi Program Studi TKL yang sudah membantu penulis dalam memberi ilmu pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama mengikuti studi.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada: Pengelola Proyek COREMAP II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang sudah membantu penulis melalui bantuan beasiswa penulisan disertasi. Terima kasih pula disampaikan kepada Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan.

Tak lupa diucapkan terima kasih pula kepada: Rektor Undana Kupang dan Dekan Faperta Undana yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis melanjutkan studi. Pemda NTT melalui BINSOS yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT


(12)

Terima kasih disampaikan kepada keluarga tercinta: suami (Bpk Mikhael Beda Tupen), anak-anak (Norade dan Alfredo), serta keponakan (Fanny, Eda dan Agus), Bapak Cornelis Risamasu (Alm) dan Ibu Octovina Risamasu/Pattinama (Alma), saundara/i tercinta di Ambon Ir. Robby G. Risamasu, MP, Nyong, Butje, Ana, Ade, dan Yos yang sudah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil selama penulis studi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Program Studi TKL angkatan 2003, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) serta teman-teman mahasiswa NTT atas kebersamaan yang telah terjalin selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Teman-teman dari Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Kelautan Nusantara Kupang (Alfiana Saldika, S.Kel, Kristian F.Tamaela, S.Kel, Andre S. Sanang, S.Kel, Rosfita L. Nahak, S.Kel, Charles Loykai, S.Kel dan Dominggus Seo, S.Kel dan bapak Adrianus Adu yang begitu tulus membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.

Semoga amal baik semua pihak diberkati oleh Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam usaha pengembangan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.

Bogor, 6 Maret 2008 Penulis


(13)

Fonny Josane Lauran Risamasu, dilahirkan di Paperu, Saparua, Ambon pada tanggal, 24 Januari 1964. Anak ketujuh dari pasangan suami isteri Cornelis Risamasu (Almarhum) dan Octovina Pattinama (Almarhumah).

Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri Hatu tahun 1971 dan tamat tahun 1976. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lilibooi, Ambon dan tamat tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I, Kodya Ambon dan tamat 1983. Pada tahun yang sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unpatti Ambon, pada Fakultas Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan tamat tahun 1989.

Pada tahun 1991 penulis diterima dan diangkat sebagai pengajar honorer tetap di Fakultas Peternakan Undana, Kupang melalui proyek kerjasama segitiga antara Undana, Unpatti dan NTU Darwin. Tahun 1992 penulis diangkat sebagai tenaga pengajar tetap pada Fakultas Peternakan, Undana sampai tahun 2000 dan tahun 2001 sampai sekarang dialihkan menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Undana. Tahun 1997 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Pada tanggal, 30 Juni 2000, penulis dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Pada tahun 2003, penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Selama berstatus mahasiswa TKL pernah terpilih sebagai koordinator bidang jasmani dan rohani pada FORMULA IPB. Selama menjadi mahasiswa telah menulis artikel jurnal dengan judul ”Pola renang dan gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu” yang telah siap dimuat dalam Buletin PSP Volume XVII No.1 Tahun 2008 pada Departemen PSP, FPIK-IPB.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis... 7

1.5 Kerangka Pemikiran... 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Klasifikasi Ikan Karang... 10

2.2 Karakteristik Ikan Karang ... 11

2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang ... 17

2.4 Habitat Ikan Karang ... 22

2.5 Alat Tangkap Bubu ... 26

2.6 Rumpon ... 38

2.7 Karakteristik Perifiton... 48

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu ... 50

3.2Alat dan Bahan... 51

3.2.1 Rumpon ... 51

3.2.2 Bubu ... 51

3.2.3 Perahu... 52

3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan ... 53

3.3Prosedur Penelitian ... 53

3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan ... 53

3.3.2 Prosedur penelitian di laboratorium ... 59

3.4Analisis Data ... 60

4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE ALAT TANGKAP BUBU 4.1Pendahuluan ... 64

4.2Metodologi Penelitian ... 67

4.3Hasil ... 70

4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang ... 70

4.3.1.1Keragaman taksa perifiton di rumpon ... 70


(15)

4.3.1.3Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada

atraktor rumpon ... 76

4.3.1.4Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground... 78

4.3.2 Keragaman taksa ikan karang ... 79

4.3.2.1Keragaman taksa ikan karang di rumpon ... 79

4.3.2.2Keragaman taksa ikan karang di bubu ... 81

4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang ... 83

4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon ... 83

4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu ... 85

4.3.4 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di sekitar rumpon dan bubu... 87

4.3.4.1Rumpon ... 87

4.3.4.2Bubu ... 88

4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu ... 90

4.3.5.1Jarak ikan karang di sekitar rumpon... 90

4.3.5.2Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu... 93

4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu ... 96

4.3.6.1Lama waktu ikan karang di rumpon ... 96

4.3.6.2Lama waktu ikan karang di bubu ... 99

4.3.7 Pola renang dan pola gerak... 102

4.3.7.1Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar rumpon... 102

4.3.7.1.1 Pola renang ... 102

4.3.7.1.2 Pola gerak ... 104

4.3.7.2Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu ... 108

4.3.7.2.1 Pola renang ... 108

4.3.7.2.2 Pola gerak ... 110

4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruhalat tangkap bubu... 114

4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu ... 118

4.3.8.1Pola renang ... 118

4.3.8.2Pola gerak ... 119

4.3.8.3Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri ... 121

4.4 Pembahasan ... 121

4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan ... 121

4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu... 126

4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu ... 128

4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu ... 133

4.5 Kesimpulan dan Saran... 137

4.5.1 Kesimpulan ... 137


(16)

5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON

5.1 Pendahuluan... 139

5.2 Metodologi Penelitian... 140

5.2.1 Prosedur penelitian ... 140

5.2.2 Analisis data ... 144

5.3 Hasil... 145

5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan ... 145

5.3.2 Kisaran panjang ikan karang... 156

5.3.3 Kelimpahan ikan karang... 158

5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu ... 171

5.4 Pembahasan ... 173

5.5 Kesimpulan dan Saran... 178

5.5.1 Kesimpulan ... 178

5.5.2 Saran ... 179

6 PEMBAHASAN UMUM ... 180

7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 192

7.2 Saran ... 193

DAFTAR PUSTAKA ... 194


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat

hidup ... 19 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan

aktivitas makan ... 24 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah

air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan

Pasauran, Propinsi Banten ... 43 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan

terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya ... 44

5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam

penelitian ... 51 6 Komponen - komponen bubu yang digunakan dalam penelitian ... 52

7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor

rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 ... 70

8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan

rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ... 76 9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon ... 79 10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu ... 81 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon ... 83 12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir

di sekitar bubu ... 85 13 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan

L2 ... 87 14 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ... 89 15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap

rumpon di lokasi L1 dan L2 ... 91 16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu

di lokasi L1 dan L2 ... 94 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 ... 98 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ... 101 19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ... 103 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ... 104 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di

rumpon berdasarkan parameter gerakan ... 106 22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon


(18)

23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ... 109 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di

bubu berdasarkan parameter gerakan ... 111 25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan ... 112

26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu

berdasarkan pola gerak dan lama waktu ... 114 27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu... 118 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian ... 144 29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 ... 146 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 ... 150 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ... 154 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat

tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon

di lokasi L1 dan L2 ... 156 33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat

tangkap bubu ... 156 34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon

dan tanpa rumpon di lokasi L1 ... 158 35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon

dan tanpa rumpon di lokasi L2 ... 161 36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang... 176


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema kerangka pemikiran penelitian ... 9

2 Zona/area pengaruh dari alat tangkap ... 30

3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi, Semau, Kupang ... 54

4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian ... 55

5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon ... 56

6 Daun lontar dan gewang sebagai tempat penempelan perifiton ... 57

7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 ... 72

8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ... 74

9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 ... 74

10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ... 75

11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 ... 75

12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2 ... 78

13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1 ... 80

14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2 ... 80

15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 ... 82

16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 ... 82

17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 ... 84

18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L2 ... 84

19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .... 86

20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ... 86

21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon ... 88

22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ikan karang di bubu ... 90

23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon ... 93

24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu ... 96

25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon... 103


(20)

27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu ... 109 28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu ... 113 29 Zonasi sebaran ikan pada zone of influence,zone of action, dan

zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian ... 116 30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of

influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping dan (4) di dasar

bubu berdasarkan hasil penelitian... 117 31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam

ruang tertutup (Keramba) ... 120 32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ... 141 33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan ... 142 34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan

bubu ... 143 35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu ... 145 36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon kecil di lokasi L1 ... 164 37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon besar di lokasi L1 ... 165 38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu tanpa rumpon di lokasi L1 ... 166 39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon kecil di lokasi L2 ... 168 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon besar di lokasi L2 ... 169 41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian ... 207 2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian ... 208 3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ... 209

4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan

pola gerak ikan karang di luar dan di dalam bubu ... 210 5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor ... 211 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan

rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ... 212 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan, dan kelimpahan perifiton

pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan

L2 ... 214 8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di

lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ... 219

9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu

dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan

L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ... 222 10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di

lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ... 224

11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu

dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan

L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ... 227 12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ... 229 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ... 232 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam

bubu ... 234 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan

meloloskan diri dari dalam bubu ... 236 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap

bubu ... 237 17 Pengelompokan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu

dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon ... 238 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan

bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan


(22)

Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (Ditjen Perikanan, 1991 diacu oleh

Dahuri et al. 1996).

Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, salah satu diantaranya adalah ikan karang. Ikan karang telah dimanfaatkan masyarakat nelayan melalui penangkapan. Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di antaranya pancing, bubu, jaring insang, panah dan sebagainya. Namun ada pula karena ingin mendapatkan hasil tangkapan yang cepat dan banyak, biasanya penangkapan dilakukan dengan menggunakan bom dan racun.

Dampak dari kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan manusia lainnya, mengakibatkan saat ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia telah mengalami kerusakan. Adapun kondisi terumbu karang saat ini yang masih sangat baik 6,48 %, kondisi baik 22,53 %, rusak 28,39 % dan rusak berat 42,59 % (Supriharyono, 2000).

Usaha perikanan bubu dasar dalam penangkapan ikan karang ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia dengan tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Penggunaan alat ini cukup baik, karena ikan yang tertangkap pada umumnya masih dalam keadaan hidup. Hal ini penting, mengingat kualitas ikan merupakan salah satu syarat utama dalam bisnis ikan karang, di mana peluang pasar ekspor untuk ikan karang sangat baik di pasaran nasional maupun internasional. Apalagi dengan semakin berkembangnya restoran - restoran sea food. Hongkong, Singapura, Eropa, Amerika dan Jepang merupakan pasar yang baik untuk ikan karang (CV. Dinar,1999 diacu oleh Rumajar, 2001).

Supaya kegiatan penangkapan ikan tetap dilaksanakan oleh nelayan tanpa mengganggu kelestarian terumbu karang dan potensi sumberdaya ikannya, tentu perlu dilakukan penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode penangkapannya dengan tetap mengacu pada code of conduct for responsible


(23)

fishery. Antisipasi ini dimaksud untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu karang agar lapangan kerja nelayan tetap tersedia. Dalam rangka untuk menjaga kelestarian terumbu karang, maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui kerjasama dengan Bank Dunia sudah bersepakat untuk mengelola terumbu karang melalui program COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management). Program ini bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan terumbu karang secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (DKP, 2004)

Bubu merupakan alat tangkap yang sudah lama dikenal nelayan. Hampir setiap daerah perikanan mempunyai variasi model bentuk tersendiri, seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain. Bahan umumnya dari anyaman bambu (bamboo’s screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan berupa rongga tempat di mana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu di mana ikan dapat masuk tetapi sulit keluar. Pintu bubu merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Dilihat dari cara operasional penangkapannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu bubu dasar (ground fishpots), bubu apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting

fishpots) (Subani dan Barus,1988).

Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50 – 75 cm, dan tinggi 25 – 30 cm, sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bisa mencapai 3,5 m, lebar 2 m dan tinggi 75 – 100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau di antara bebatuan. Untuk mengetahui tempat di mana bubu dipasang, biasanya dipasang pelampung tanda melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2 – 3 hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah bubu dipasang. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik seperti kuwe (Caranx spp), beronang (Siganus spp), kerapu


(24)

(Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam Lethrinus spp), udang penaeid, udang barong dan sebagainya (Subani dan Barus,1988).

Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah merancang alat tangkap serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini, akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode penangkapannya.

Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik (1994) diacu oleh Ferno dan Olsen (1994), beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu, ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu.

Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.

Menurut Nikonorov (1975) zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of

retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan


(25)

Untuk memperbesar zone of influence dari alat tangkap bubu dapat dilakukan dengan menggunakan rangsangan buatan (artificial stimultant) melalui penggunaan alat bantu penangkapan yakni rumpon. Menurut Gunarso (1985) bahwa untuk mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan penglihatan, pendengaran, penciuman, aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.

Rumpon (fish aggregating device) dikenal sebagai alat bantu penangkapan ikan, berfungsi untuk menarik perhatian/memikat ikan agar berkumpul pada suatu titik atau tempat, tempat berlindung dan sumber makanan ikan, kemudian dapat dilakukan penangkapan. Teknologi rumpon sudah diterapkan oleh masyarakat nelayan sejak dahulu. Biasanya dipakai sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar dengan menggunakan alat tangkap purse seine, pole and line dan sebagainya. Rumpon ini dikenal dengan sebutan rumpon permukaan.

Rumpon digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon dasar dioperasikan di perairan karang berfungsi sebagai alat pemikat/pengumpul ikan yang dioperasikan bersama alat tangkap bubu untuk memperlancar operasi penangkapan. Bubu yang dioperasikan bersama rumpon dimaksud untuk memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Diharapkan dengan mengoperasikan bubu bersama rumpon ikan-ikan akan tertarik dan datang lebih banyak memasuki zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, sehingga pada akhirnya ikan akan masuk ke dalam bubu dan tertangkap.

Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dikhususkan hanya untuk mengetahui tingkah laku ikan karang terhadap alat tangkap bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu, radius, lama waktu, pola renang, pola gerak, serta jenis, jumlah, ukuran dan kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon.


(26)

Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan teknologi penangkapan ikan dengan rumpon sudah lama dikenal oleh para nelayan di Indonesia dan telah banyak digunakan dalam penangkapan ikan, terutama penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar. Proses pembuatan konstruksi rumpon ini sangat sederhana dan dapat memanfaatkan bahan-bahan lokal. Sampai saat ini, pemakaian rumpon dalam penangkapan ikan dasar, khusus ikan karang belum dicoba oleh para nelayan.

Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang yakni bubu, pancing, jaring, sero dan panah. Dari jenis alat tangkap tersebut yang paling dominan digunakan untuk penangkapan ikan karang yakni bubu. Teknologi penangkapan ikan dengan bubu banyak digunakan nelayan hampir di seluruh dunia, mulai dari skala kecil, menengah sampai skala besar. Perikanan bubu skala kecil umumnya diarahkan untuk menangkap ikan dasar, udang dan kepiting yang dioperasikan pada kedalaman perairan yang tidak begitu dalam di perairan karang. Bentuk dan disain bubu sederhana dan ini sudah berkembang sejak turun-temurun (Martasuganda, 2003).

Bubu yang digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar. Sebagai alat pemikat/ penarik ikan masuk ke bubu, biasanya di pasang umpan. Selain umpan digunakan untuk menarik ikan masuk ke bubu, dapat pula digunakan pikatan lain seperti rumpon, di mana rumpon akan berfungsi menyediakan makanan berupa plankton yang akan dimanfaatkan oleh ikan karang sebagai sumber makanan. Salah satu komponen utama dari rumpon yang berfungsi untuk menarik ikan-ikan datang ke rumpon yakni atraktor. Atraktor

(aggregator) berfungsi sebagai alat penarik/pemikat ikan, dapat dibuat dari jenis

daun-daunan, seperti daun kelapa, daun pinang, daun nipah dan juga dari bahan sintetis seperti tali temali. Menurut Boy and Smith (1984) diacu oleh Monintja


(27)

et al. (1990), bahan aggregator dapat dibuat dari ban bekas, daun kelapa atau tali plastik

Menurut hasil penelitian Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon. Penggunaan bubu bersama rumpon memberikan manfaat yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu.

Selama ini pemahaman masyarakat terutama nelayan tentang penggunaan rumpon dioperasikan bersama alat tangkap dalam proses penangkapan ikan hanya sekedar sebagai alat pengumpul ikan. Akan tetapi, pemahaman tentang proses ikan datang mendekati dan memasuki alat tangkap dan kenapa perlu menggunakan rumpon masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih akurat mengenai penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang perlu dikaji secara ilmiah lewat penelitian.

Bertolak dari uraian di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah ” Belum diketahui pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh

(zone of influence) alat tangkap bubu, serta ikan hasil tangkapan bubu.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut :

(1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu

(2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran.


(28)

Diharapkan inovasi teknologi yang akan diuji lewat penelitian ini nanti, dapat memberikan informasi tentang penggunaan bubu bersama rumpon untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan ikan karang, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para nelayan. Selain itu, informasi ini juga penting bagi pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa akan datang.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

(1) Rumpon berpengaruh terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu.

(2) Rumpon berpengaruh terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran.

1.5 Kerangka Pemikiran

Bubu termasuk salah satu alat tangkap yang banyak digunakan dalam penangkapan ikan karang. Untuk memikat ikan memasuki alat tangkap bubu, biasanya para nelayan memasang umpan. Cara memberikan rangsangan bau-bauan melalui pemasangan umpan ke dalam bubu membuat ikan-ikan akan terangsang untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu. Selain umpan bisa digunakan untuk memikat ikan masuk ke bubu, dapat pula memanfaatkan pola tingkah laku ikan yang lain dengan cara merangsang indera penglihatan ikan sehingga ikan tertarik terhadap alat tangkap.

Salah satu alternatif yang digunakan untuk merangsang ikan agar tertarik terhadap alat tangkap dengan menggunakan rumpon. Rumpon termasuk alat bantu penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan sebelum operasi penangkapan dilakukan dengan suatu jenis alat tangkap.

Penggunaan rumpon bersama bubu akan memberikan manfaat yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan, sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan tertentu, sebagai tempat


(29)

berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu, dan sebagai titik acuan navigasi bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.

Penggunaan bubu bersama rumpon akan mempengaruhi pola tingkah laku ikan memasuki zone of influence/ field of influence dari alat bubu. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati rumpon, sehingga terjadi aggregasi populasi ikan. Ikan-ikan hadir di rumpon ada yang menetap (resident), menetap sementara (transient) serta hanya berkunjung sebentar (visitor). Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon, akan memudahkan ikan-ikan untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu dan akhirnya tertangkap. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk melaksanakan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.


(30)

Bubu alat tangkap yang umum digunakan di terumbu karang

Bubu berumpan

Bubu berumpon

Sumber makanan

Tempat berlindung, dan lain-lain Rangsangan

penglihatan Feeding ground

Salah satu alternatif pakai rumpon Aktivitas penangkapan Bubu tanpa umpan (atraktor

lain tanpa umpan)

Pengaruh alat tangkap (zone of

influence/field of influence)

Respons

Bubu tanpa rumpon Aggregasi

populasi ikan :

•Menetap

(resident)

•Sementara

(non-resident

Menetap (resident)

Menjauhi rumpon

?

Escape Masuk

Tertangkap

Menjauh Berkunjung sebentar (visitor) Tinggal sementara (transient) Rumpon

Mendekat

Bubu


(31)

Klasifikasi ikan karang menurut Kuiter (1992), sebagai berikut : Phylum : Cordata

Klas : Osteichtyes

Ordo : Perciformes

Famili : Lutjanidae, Scaridae, Pomacentridae, dst Genus : Lutjanus,Scarus, dst

Spesies : Lutjanus johni, dst

Menurut Adrim (1993) diacu oleh Nasution (2001) mengelompokkan ikan karang dalam tiga kategori yaitu :

(1) Kelompok ikan target, yaitu ikan yang mempunyai manfaat sebagai ikan

konsumsi, seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae;

(2) Kelompok ikan indikator, yaitu ikan karang yang dinyatakan sebagai

indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang termasuk kelompok ikan indikator yaitu famili Chaetodontidae.

(3) Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai

makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogontidae.

Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya terdiri dari :

(1) Ikan target adalah ikan yang merupakan target penangkapan atau dikenal dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae, Labridae dan Haemulidae;

(2) Ikan indikator dikenal sebagai ikan penentu terumbu karang karena erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang seperti famili Chaetodontidae (kepe-kepe).

(3) Ikan lain (Mayor familiy) adalah ikan yang terdapat dalam jumlah yang banyak dan banyak dijadikan sebagai ikan hias air laut seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan lain-lain.


(32)

2.2 Karakteristik Ikan Karang 2.2.1 Ikan target

Dalam Terangi (2004), di kemukakan karakteristik dari berbagai famili ikan karang sebagai berikut :

1) Serranidae

Famili ini biasanya dikenal dengan sebutan grouper, rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi. Terdiri dari beberapa sub famili seperti Anthiniinae (anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae (podges). Biasanya hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan), dan bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang sampai 2 m dengan berat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora pemakan ikan, udang dan crustacea. Beberapa spesies dari famili ini diantaranya Anyperodon leucogramminicus, Cephalopholis miniata, Epinephelus quoyanus dan Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch, nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah, orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir di terumbu karang dan jauh dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu bermain di atas celah-celah karang.

2) Lutjanidae

Famili ini dikenal dengan sebutan snappers, seabass, kakap, jenahan, jambihan dan samassi. Hidup di perairan dangkal sampai laut dalam. Bentuk tubuh memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring. Warna merah, putih kuning kecokelatan dan perak. Sebagian hidup bergerombol dan sebagai predator ikan, crustacea dan plankton feeders. Bentuk berbeda antar yang dewasa dengan yang kecil. Contoh Lutjanus kasmira, L. biguttatus, L. sebae, dan Macolor niger.

3) Lethrinidae

Famili ini dikenal dengan sebutan emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Sering ditemukan di daerah berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir, warna tubuh


(33)

bervariasi antar jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat hampir mirip dengan Lutjanidae tapi memiliki kepala agak runcing, panjangnya bisa mencapai 1 meter. Cara makan karnivora dengan memakan bermacam hewan di pasir dan patahan karang (rubbel).

4) Acanthuridae

Famili ini dikenal dengan sebutan surgeons, botana, maum, marukut, kuli pasir. Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2, sangat tajam seperti pisau operasi, kulit tebal dengan sisik halus. Termasuk golongan herbivora dan hidup di daerah karang dangkal, contoh : Naso vlamingii, Zebrasoma scopes.

5) Mullidae

Famili ini dikenal dengan sebutan goatfishes, biji nangka, kambing-kambing. Warna umumnya merah, kuning dan keperak-perakan, mempunyai jenggot (barbell), dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contoh : Parupeneus bifasciatus, Upeneus tragula.

6) Siganidae

Famili ini dikenal dengan sebutan rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis, samadar. Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus, warna bervariasi, pada punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan, duri-duri sirip berbisa, beracun menyebab perih bila tertusuk durinya dan ukuran berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga.

7) Haemullidae

Famili ini dikenal dengan sebutan sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal. Ditemukan pada gua-gua karang, kulit halus dan licin, warna dan bentuk tubuh berubah dalam pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh : Plectrorincus orientalis.

8) Labridae

Khusus genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus, ketiga genus ini


(34)

size 20 -130 cm), aktif pada waktu siang hari (diurnal), ikan yang sulit untuk didekati (pemalu), sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang di kedalaman 10 – 100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang kecil dan invertebrata. Contoh: Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Labroides sp.

9) Nemipteridae

Famili ini dikenal dengan sebutan spinecheeks, monocle-bream, pasir-pasir, aloumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Berwarna terang, sering ditemukan pada dasar perairan berpasir dan patahan-patahan karang (rubble), kelihatan selalu diam, tapi bila terusik berenang dengan cepat. Agresif pemakan invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (Benthic feeders), hidup soliter dan bergerombol dan bersifat diurnal dan malam beristirahat di antara karang - karang. Ada perbedaan antara kecil dengan yang telah dewasa.

10)Priacanthidae

Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk, mata besar. Ciri-cirinya bermata besar umumnya merah, sebagian hidup di laut dalam dan pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Untuk identifikasi di bawah air sulit karena antar spesies mirip,sebaiknya diambil spesimen.

11)Carangidae

Famili ini dikenal dengan sebutan gabua, putih, kue. Termasuk ikan perenang cepat, tergolong ikan pelagis, biasanya hidup bergerombol (schooling), bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton), dengan ukuran tubuh bisa mencapai 2 meter.

12)Sphraenidae

Famili ini dikenal dengan sebutan baracuda, alu-alu. Termasuk perenang cepat, hidup bergerombol (schooling), dan giginya tajam.


(35)

2.2.2 Ikan indikator 1) Chaetodontidae

Famili ini dikenal dengan sebutanbutterfly, daun-daun, kepe-kepe. Umumnya berpasangan, sebagian hidup bergerombol, ukuran tubuh kurang dari 6 inchi, tubuh bulat dan pipih, dan gerakan lamban atau lemah gemulai. Cara makan di atas karang seperti kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang dari kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata. Makanan polip karang, algae, cacing dan invebterata lain. Aktif di siang hari (diurnal) dan mata selalu ditutupi strip hitam.

2.2.3 Ikan famili utama (mayor) 1) Pomacentridae

Famili ini dikenal dengan sebutan damselfish, betok laut, dakocan.

Mempunyai banyak genus. Badan pipih dan nampak dari samping bulat. Ikan kecil terbanyak di terumbu karang. Makanan plankton, invetebrata, dan alga. Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Contoh : Cromis sp, Pomacentrus sp, Abudefduf sp, Dascyllus sp dan Amphiprion sp

2) Caesionidae

Famili ini dikenal dengan sebutan fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, sunin. Genus Caesio berenang cepat, warna umumnya biru, kuning bagian belakang dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp.

3) Scaridae

Famili ini dikenal dengan sebutan parrotfishes, kakaktua, bayam. Gigi hanya dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau, sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi.


(36)

4) Holocentridae

Famili ini dikenal dengan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang, murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala dan sirip berbisa dan banyak yang mirip antar spesies. Warna tubuh merah, perak dan mempunyai tompel dan garis.

5) Pomacanthidae

Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis. Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antara 30 - 39 cm. Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri) dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan di bawah tutup insang berduri dan makanannya alga dan spongs. Contoh: Centropyge sp, Pomachantus sp.

6) Apogonidae

Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding,

capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran tubuh kecil antara 5 -15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris. Contoh : Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus.

7) Scorpaenidae

Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini penuh dengan duri yang berbisa 3 - 5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang, kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya cokelat, merah, putih, hitam dan kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki duri beracun.

8) Balistidae

Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut, gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang.


(37)

Makanan kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae. Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku.

9) Aulostomidae

Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan

bergerombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil bermain pada bulu babi.

10)Phempheridae

Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper.Warna umumnya cokelat

kekuningan, bentuk tubuh sepeti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip. Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15 - 25 cm.

11)Tetraodontidae

Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhise dan Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk tubuh agak runcing, dan fleksibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif pada waktu malam, memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang.

12)Zanclidae

Famili ini dikenal dengan sebutanmorish idol. Hidup pada terumbu karang, berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belang hitam.

13)Ephippidae

Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar, perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan plankton .


(38)

2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang 2.3.1Pola distribusi ikan karang

Beberapa studi mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu komunitas terumbu karang antara lain : tinggi rendahnya presentase tutupan karang hidup, zona habitat dan peubah fisik seperti arus, kecerahan dan suhu (Bell dan Galzin, 1985 diacu oleh Tamimi dan Bengen, 1993).

Distribusi ikan karang dikelompokan menjadi 2 bagian antara lain (1) distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa ikan-ikan karang dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal sebagai berikut :

(1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen seperti famili Gobiidae, Ophichtidae, Trichonotidae, dst;

(2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili

Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae, dst;

(3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili

Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst;

(4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti

famili Pomacentridae, Bleniidae, Synodonthidae, Monacanthidae, dst;

(5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili

Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthuridae, Balistidae, Zanclidae, dst;

(6) Spesies ikan karang yang hidup di kolom air, seperti famili Tylosuridae, Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst.

Pola distribusi harian ikan karang dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu ikan-ikan diurnal dan nokturnal. Ikan diurnal (ikan siang) merupakan kelompok terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan


(39)

Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat di atasnya. (Allen dan Steene 1990 diacu oleh Syakur 2000).

Pada malam hari ikan-ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam terumbu dan digantikan oleh ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari mereka keluar mencari makan, dan di siang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal seperti famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae. Selain ikan diurnal dan nokturnal, jenis ikan lain yang sering melintasi ekosistem terumbu karang seperti famili Scombridae, Sphyraenidae, Caesionidae, dan ikan hiu.Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup dapat dilihat pada Tabel 1.


(40)

Tabel 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup

KelompokiIkan Sifat Hidup Habitat hidup

No Famili

Target Indikator Mayor Soliter Bergerombol Berpasangan Dalam sedimen

Permukaan sedimen

Dalam gua-gua

Permukaan terumbu

Sekitar terumbu

Kolom air

1 Gobiidae +

2 Ophichtidae +

3 Trichonotidae +

4 Torpedinidae +

5 Nemipteridae + + +

6 Bothidae +

7 Soleidae +

8 Mullidae + +

9 Sydnathidae +

10 Serranidae + +

11 Apogonidae + +

12 Holocentridae + + +

13 Pomacanthidae + + + +

14 Malacanthidae +

15 Pomacentridae + +

16 Bleniidae +

17 Synodonthidae +

18 Monacanthidae +

19 Labridae + +

20 Chaetodonthidae + + + +

21 Scaridae + + +

22 Acanthuridae + +

23 Balistidae + + +

24 Zanclidae + +

25 Tylosuridae +

26 Carangidae + + +

27 Sphyraenidae + +

28 Clupeidae +

29 Ostraciontidae

30 Tetraodontidae + +

31 Canthigasteridae 32 Haemulidae +


(41)

Tabel 1 (Lanjutan)

KelompokiIkan Sifat Hidup Habitat hidup

No Famili

Target Indikator Mayor Soliter Bergerombol Berpasangan Dalam sedimen

Permukaan sedimen

Dalam gua-gua

Permukaan terumbu

Sekitar terumbu

Kolom air 33 Priacanthidae +

34 Muraenidae

35 Scorpaenidae +

36 Synodontidae 37 Carcharhinidae 38 Lamnidae

39 Sphraenidae +

40 Lutjanidae + +

41 Cirrhitidae 42 Scombridae

43 Caesionidae +

44 Ephippidae +

45 Diodontidae 46 Palinuridae 47 Diogonidae 48 Xanthidae

49 Siganidae + 50 Lethrinidae +

51 Aulostomidae + +

52 Phempheridae +

53 Kyphopsidae

Sumber : Terangi (2004); Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) Keterangan : + : tergolong


(42)

2.3.2 Kebiasaan makan ikan karang

Terangi (2004), mengatakan bahwa pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan sebagai berikut :

(1) Ikan diurnal (aktif pada siang hari) seperti famili Holocentridae, Chaetodontidae, Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Bleniidae, Balistidae, Pomacanthidae, Monachantidae, Ostracionthidae, Tetraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari suku Mullidae;

(2) Ikan nokturnal (aktif pada malam hari) seperti famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Priacanthidae, Muraenidae, Serranidae dan beberapa dari suku Mullidae; dan

(3) Ikan crepuscular (aktif diantara) seperti famili Sphyraenidae, Serranidae, Carangidae, Scorpaenidae, Synodontidae, Carcharhinidae, Lamnidae, Spyraenidae, dan beberapa dari Muraenidae.

Menurut Pentury et al. (1995), mengatakan bahwa berdasarkan cara makannya, ikan karang dapat dikelompokkan menjadi pemakan benthos (benthic feeder), benthos dan midwaters feeders (famili Pomadasydae), serta pemakan plankton ( plankton feeder). Selanjutnya menurut waktu makan maka ikan karang dapat digolongkan menjadi ikan yang mencari makan pada siang hari (diurnal)

dan ikan yang mencari makan pada malam hari (nokturnal). Menurut Mc Connaughey dan Zottoli (1983) diacu oleh Syakur (2000) mengemukakan

ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif di siang hari (diurnal), sedangkan ikan karnivor umumnya mencari makan pada malam hari (nokturnal).

Menurut hasil penelitian Iskandar dan Mawardi (1996) mengemukakan ikan-ikan yang termasuk ikan-ikan diurnal (D) seperti famili Pomacentridae, Caesionidae, Synodontidae, Ephippidae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Labridae, Scaridae, Acanthuridae dan Diodontidae, sedangkan tergolong ikan nokturnal seperti famili Lutjanidae, Holocentridae, Palinuridae, Diogonidae dan Xanthidaae dan jenis ikan yang bersifat rangkap diurnal dan nokturnal dari famili Cirrhitidae, Serranidae, dan Holocentridae dari genus Pterois sp.

Aktivitas makan dari ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari cukup menerangi kolom perairan di sekitar terumbu karang. Di pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, akan tetapi semakin siang semakin tinggi aktivitasnya.


(43)

Sebaliknya pada sore hari saat penetrasi cahaya mulai berkurang maka aktivitas makan pun berkurang dan di saat menjelang matahari terbenam ikan-ikan tersebut mulai menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman (Iskandar dan Mawardi, 1996). Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan dapat dilihat pada Tabel 2.

2.4 Habitat Ikan Karang

Keterkaitan ikan terhadap terumbu karang karena bentuk pertumbuhan terumbu menyediakan tempat yang baik dan sebagai sumber makanan dengan keragaman jenis hewan atau tumbuhan (Nagelkerken, 1981 diacu oleh Wijoyo, 2002).

Choat dan Bellwood (1991) diacu oleh Syakur (2000) membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang, disimpulkan ada tiga bentuk hubungan antara lain :

(1) Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator (pemangsa)

terutama bagi ikan masih muda;

(2) Interaksi dalam mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan

biota yang hidup di karang termasuk algae;

(3) Interaksi tak langsung akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan

sedimen.

Interaksi antara ikan karang dengan habitat karang sangat erat kaitannya tergantung dari kondisi terumbu karang. Kerusakan terumbu karang akan mengakibatkan menurunnya populasi ikan di perairan karang.


(44)

Menurut Helviana (1998) membuat penelitian terhadap struktur komunitas ikan karang di Pulau Siberut pada kedalaman 3 m dan 10 m disimpulkan bahwa jumlah jenis (taksa) ikan karang pada kedalaman 3 m lebih sedikit jika dibandingkan dengan kedalaman 10 m. Hal ini disebabkan oleh rendahnya penutupan karang hidup pada kedalaman 3 m. .


(45)

Tabel 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan

KelompokiIkan Periode aktivitas mencari makan Tingkat tropik

No Famili

Target Indikator Mayor Siang (Diurnal)

Antara (Crespuscular)

Malam (Nocturnal)

Herbivora Omnivora Plankton feeders Pemakan crustcea dan ikan Piscivora Pemakan lain-lain

1 Gobiidae + + +

2 Ophichtidae 3 Trichonotidae 4 Torpedinidae 5 Nemipteridae 6 Bothidae

7 Soleidae +

8 Mullidae + + + +

9 Sydnathidae +

10 Serranidae + + + + + +

11 Apogonidae + + +

12 Holocentridae + + + + + +

13 Pomacanthidae + + + +

14 Malacanthidae +

15 Pomacentridae + + + + + +

16 Bleniidae +

17 Synodonthidae

18 Monacanthidae + +

19 Labridae + + + +

20 Chaetodonthidae + + +

21 Scaridae + + +

22 Acanthuridae + + + + + +

23 Balistidae + + + +

24 Zanclidae +

25 Tylosuridae

26 Carangidae + + + + + +

27 Sphyraenidae + +

28 Clupeidae

29 Ostraciontidae + + +

30 Tetraodontidae + +

31 Canthigasteridae + + +

32 Haemulidae + +

33 Priacanthidae + + +

34 Muraenidae + + + +


(46)

Tabel 2 (Lanjutan)

KelompokiIkan Periode aktivitas mencari makan Tingkat tropik

No Famili

Target Indikator Mayor Siang (Diurnal)

Antara (Crespuscular)

Malam (Nocturnal)

Herbivora Omnivora Plankton feeders

Pemakan crustcea dan ikan

Piscivora Pemakan lain-lain

36 Synodontidae + + + + +

37 Carcharhinidae + +

38 Lamnidae + +

39 Sphraenidae + + + +

40 Lutjanidae + + + + + +

41 Cirrhitidae + +

42 Scombridae + +

43 Caesionidae + +

44 Ephippidae + + +

45 Diodontidae + + +

46 Palinuridae +

47 Diogonidae +

48 Xanthidae +

49 Siganidae + + +

50 Lethrinidae + + +

51 Aulostomidae + +

52 Phempheridae +

53 Kyphopsidae + + +

54 Sparidae + +

55 Gerridae +

56 Fistulariidae +

57 Sciaenidae + +

58 Pempheridae +

59 Grammistidae + +

60 Grammidae +

Sumber : Allen dan Steene (1990); Syakur (2000), Terangi (2004); Iskandar dan Mawardi (1996); Keterangan : + : tergolong


(47)

Keberadaan ikan di terumbu karang tergantung pada makanannya, karena itu ada keterkaitan yang tidak seimbang terhadap hubungan antara predator dan mangsanya (White, 1987). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh kondisi/kesehatan terumbu karang biasanya ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986 diacu oleh Wijoyo, 2002).

Terumbu karang terdiri dari berbagai habitat seperti daerah berpasir, berbatu, ada yang membentuk daratan, lereng, tebing dan gua-gua. Habitat-habitat tersebut mempengaruhi jenis-jenis ikan yang berasosiasi di dalamnya. Pada karang glomerate seperti Porites sp umumnya tanpa celah

yang dalam, banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang cabang seperti Acropora sp merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil seperi ikan gobi dan ikan betok laut berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan segera kembali ke terumbu.

2.5 Alat Tangkap Bubu

2.5.1 Bentuk dan konstruksi bubu

Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini

bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan (rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen), misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang (di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989).

Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap) di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik, plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar. Selanjutnya menurut Brandt (1984) penangkapan ikan dengan bubu adalah


(48)

keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan

Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat, trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan, tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA (2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop, circular, heart, triangular, barrel dan jar.

Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989).

Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Menurut High dan Beardsley (1970), Ferno dan Olsen (1994) mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi bubu tanpa umpan.


(49)

Menurut Furevik (1994), mengemukakan bahwa tingkat selektif alat tangkap bubu dalam penangkapan ikan sangat tergantung dari beberapa parameter antara lain : mesh zise bubu, bentuk dan ukuran pintu masuk, ukuran bubu dan celah pelolosan (escape gap).

2.5.2 Daerah penangkapan ikan untuk tempat pemasangan bubu

Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000). Menurut Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah penangkapan ikan, yaitu:

(1) Adanya ikan yang akan ditangkap;

(2) Ikan tersebut dapat ditangkap

(3) Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan

(4) Hasil tangkapan menguntungkan

Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah penangkapan (Martasuganda, 2003).

2.5.3 Pengoperasian alat tangkap bubu

Sainsbury (1986) mengemukakan bahwa bubu dapat dioperasikan satu kali dalam sekali setting, hasil tangkapannya memiliki kualitas yang tinggi tetapi terdapat juga hasil tangkapan sampingan. Operasi penangkapan ikan erat hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan.


(50)

Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot). Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung (single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989).

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001), keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut:

(1) Pembuatan alat mudah dan murah;

(2) Pengoperasian mudah;

(3) Kualitas hasil tangkapan bagus;

(4) Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan

(5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa

beroperasi

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001) bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap pada bubu, yaitu :

(1) Tertarik oleh umpan;

(2) Digunakan sebagai tempat berlindung;

(3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan

(4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.

2.5.4 Hasil tangkapan

Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang, shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001). Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan karang terutama dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Siganidae, Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya.

Menurut Tiyoso (1979 diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil


(51)

(1) Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan;

(2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi;

(3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini

bersifat pasif dan menetap.

2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan

Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975). Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975) dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :

I.Tipe kontak alat tangkap : a. gillnets, b. pancing berumpan dan c. pancing tanpa umpan; II. Trapnet; III. Alat tangkap Trawl : d. posisi horisontal, e. posisi vertikal; IV. Fish Pump; V. Alat tangkap melingkar (surrounding gear) : f . pertengahan (midwater), g. di dasar (on the bottom), 1 :Zone of influence, 2 :Zone of action, 3. zone of retention; 4. field of influence terhadap sumber cahaya, umpan, dan lain-lain.


(52)

Nikonorov (1975) menggambarkan zona pengaruh dari alat tangkap trapnet dimana zone of influence ditentukan oleh ukuran leader (penaju), zone of action ditentukan oleh pintu masuk trap, dan zone of retention ditentukan oleh kantong (chamber). Untuk menghitung jumlah ikan yang berinteraksi pada zone of influence (leader) sebagai berikut :

Qf0 = c0 S0 Vt t ; (1) di mana : Qf0 = jumlah ikan yang memasuki zone of influence

c0 = konsentrasi ikan

S0 = area permukaan leader net

Vt = kecepatan renang ikan

t = lama penangkapan

Selanjutnya untuk menghitung kapasitas penangkapan pada trapnet yang ditentukan oleh jumlah ikan (Qf) yang melalui zone of action dari alat tangkap

Qf1 = c1 S1 Vf t ; (2) di mana : Qf1 = jumlah ikan yang memasuki zone of action

c1 = konsentrasi ikan S1 = area dari leader net

Vf = kecepatan masuknya ikan t = lama penangkapan

maka Qf1 = Qf0 - Qf2 (3)

Oleh karena itu, efisiensi penangkapan dapat dihitung sebagai berikut :

Qf1 Qf2

1 = --- = 1 + --- (4) Qf0 Qf0

Selanjutnya retaining efficiency dapat dihitung sebagai berikut : Qf = Qf1 - Qf3

Qf Qf3

2 = --- = 1 - --- (5) Qf1 Qf1

Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain:


(1)

Lampiran 17 (Lanjutan)

Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang (cm) SCARIDAE 1 Calotomus spinidens 8,0 – 17,0

2 Scarus ghobban 4,0-27,5

3 S.schlegeli 18,0-25,6

4 S. pyrrhurus 8,7-10,1

5 S.flavipectoralis 24,5

6 S. sordidus 25,0

PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudomonacanthus macrurus

14,5 – 24,0 BLENIIDAE 1 Meiacanthus grammistes 6,0-8,0 BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus 9,8-21,0

2 Sufflamen chrysopterus 13,3

OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp 10,0

EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp 9,1

CIRRHITIDAE 1 Cirrhitichtys sp 6,3-11,3 CAESIONIDAE 1 Pterocaesio diagramma 15,6

2 P. tile 13,5-16,4

HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum 5,6-14,0

2 Myripristis sp 13,4-18,0

3 Myripristis kuntee 10,0-16,1

4 Oistichtys kaianus 10,5-11,0

Aulostomidae 1. Aulostomus sinensis 39,2 KELOMPOK TARGET

ACANTURIDAE 1 Acanthurus bariena 12,0-21,3

2 A. xanthopterus 26,0

3 A. mata 24,0

4 A. nigricans 27,3

5 Ctenochaetus striatus 3,7- 27,0

6 Zebrasoma scopas 11,0-13,9

7 Naso tuberosus 34,5

SERRANIDAE

1 Epinephelus polophekadion

12,0

2 E.microdon 27,0

3 E. hexagonatus 20,8

4 E. caeroleopunctatus 22,0-31,5

5 E.fasciatus 17,7-25,6

6 E.merra 13,8-22,1

7 E. tauvina 20,0

8 Cephalopolis miniata 23,0-75,0

9 C.orgus 15,1


(2)

Lampiran 17 (Lanjutan)

Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang (cm) 1 Thalassoma lunare 11,7 – 14,0

2 Hologymnosus sp 9,0-20,5

3 Hologymnosus doliatus 9,5-16,5

4 Cheilinus diagramnus 3,5 -12,5

5 C.chlorurus 7,8-24,6

6 C.trilobatus 7,9-19,5

7 C. lunulatus 13,0

8 C. bimaculatus 6,0-13,6

9 C. orientalis 10,0-10,5

10 Bodianus diana 12,6-15,5

11 Halichoeres m

melanurus

10,0-12,5

12 H. nebulosus 29,9

13 H. ornatissimus 8,5

14 Halichoeres sp 8,0-11,5

15 Chaerodon sp 12,0

16 Cheilo inermis 23,5

SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 6,3 – 30,0

2 S. luridus 9,2-24,7

3 S. stellatus 11,0-17,7

4 S. doliatus 6,6-18,1

5 S. argenteus 10,0-25,0

6 S. rivulatus 14,0-20,0

7 S. canaliculatus 24,0

8 S.corallinus 7,1-16,5

9 S. guttatus 24,1-25,2

10 S. vulpinus 19,5-20,5

LETHRINIDAE 1 Lethrinus ornatus 27,0

2 L.semicinctus 9,5-18,0

3 L. variegatus 14,1

MULLIDAE 1 Parupeneus barberinoides

19,6

2 Upeneus multifasciatus 13,1

KELOMPOK INDIKATOR

CHAETODONTIDEA 1 Chaetodon kleinii 3,0-13,5

2 Coradion chrysozonus 13,0

3 C. mertensii 9,0-11,0


(3)

Lampiran 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang hari di lokasi L1 dan L2.

Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BRB1m Two-sample T for BRK1m vs BRB1m

N Mean StDev SE Mean BRK1m 24 3.04 3.26 0.67 BRB1m 24 2.75 2.54 0.52 Difference = mu BRK1m - mu BRB1m Estimate for difference: 0.292

95% CI for difference: (-1.411, 1.994)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.35 P-Value = 0.731 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BRB1s Two-sample T for BRK1s vs BRB1s

N Mean StDev SE Mean BRK1s 24 2.92 3.11 0.63 BRB1s 24 3.29 3.67 0.75 Difference = mu BRK1s - mu BRB1s Estimate for difference: -0.375 95% CI for difference: (-2.351, 1.601)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.38 P-Value = 0.704 DF = 44

Two-Sample T-Test and CI: BRB1m, BTR1m Two-sample T for BRB1m vs BTR1m

N Mean StDev SE Mean BRB1m 24 2.75 2.54 0.52 BTR1m 24 2.63 3.21 0.66 Difference = mu BRB1m - mu BTR1m Estimate for difference: 0.125

95% CI for difference: (-1.562, 1.812)


(4)

Two-Sample T-Test and CI: BRB1s, BTR1s Two-sample T for BRB1s vs BTR1s

N Mean StDev SE Mean BRB1s 24 3.29 3.67 0.75 BTR1s 24 2.25 2.23 0.46 Difference = mu BRB1s - mu BTR1s Estimate for difference: 1.042

95% CI for difference: (-0.733, 2.816)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.19 P-Value = 0.242 DF = 37

Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BTR1m Two-sample T for BRK1m vs BTR1m

N Mean StDev SE Mean BRK1m 24 3.04 3.26 0.67 BTR1m 24 2.63 3.21 0.66 Difference = mu BRK1m - mu BTR1m Estimate for difference: 0.417

95% CI for difference: (-1.467, 2.300)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.45 P-Value = 0.658 DF = 45

Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BTR1s Two-sample T for BRK1s vs BTR1s

N Mean StDev SE Mean BRK1s 24 2.92 3.11 0.63 BRB1s 24 2.25 2.23 0.46 Difference = mu BRK1s - mu BTR1s Estimate for difference: 0.667

95% CI for difference: (-0.910, 2.243)


(5)

Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BRB2m Two-sample T for BRK2m vs BRB2m

N Mean StDev SE Mean BRK2m 24 1.63 1.69 0.34 BRB2m 24 2.58 2.12 0.43 Difference = mu BRK2m - mu BRB2m Estimate for difference: -0.958

95% CI for difference: (-2.076, 0.159)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.73 P-Value = 0.091 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BRB2s Two-sample T for BRK2s vs BRB2s

N Mean StDev SE Mean BRK2s 24 2.92 2.39 0.49 BRB2s 24 2.63 2.98 0.61 Difference = mu BRK2s - mu BRB2s Estimate for difference: 0.292

95% CI for difference: (-1.280, 1.864)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.37 P-Value = 0.710 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BTR2m Two-sample T for BRK2m vs BTR2m

N Mean StDev SE Mean BRK2m 24 1.63 1.69 0.34 BTR2m 24 2.38 2.20 0.45 Difference = mu BRK2m - mu BTR2m Estimate for difference: -0.750

95% CI for difference: (-1.893, 0.393)


(6)

Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BTR2s Two-sample T for BRK2s vs BTR2s

N Mean StDev SE Mean BRK2s 24 2.92 2.39 0.49 BTR2s 24 4.08 3.62 0.74 Difference = mu BRK2s - mu BTR2s Estimate for difference: -1.167 95% CI for difference: (-2.959, 0.626)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.196 DF = 39

Two-Sample T-Test and CI: BRB2m, BTR2m Two-sample T for BRB2m vs BTR2m

N Mean StDev SE Mean BRB2m 24 2.58 2.12 0.43 BTR2m 24 2.38 2.20 0.45 Difference = mu BRB2m - mu BTR2m Estimate for difference: 0.208

95% CI for difference: (-1.050, 1.467)

T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.33 P-Value = 0.740 DF = 45

Two-Sample T-Test and CI: BRB2s, BTR2s Two-sample T for BRB2s vs BTR2s

N Mean StDev SE Mean BRB2s 24 2.63 2.98 0.61 BTR2s 24 4.08 3.62 0.74 Difference = mu BRB2s - mu BTR2s Estimate for difference: -1.458 95% CI for difference: (-3.387, 0.470)