12
Menurut Jensen dan Meckling 1976, adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari :
1. The monitoring expenditure by the principle,
yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola
perusahaan. 2.
The bounding expenditure by the agent bounding cost, yaitu biaya yang
dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak beritindak merugikan prinsipal.
3. The residual Loss
, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi.
Konflik antara manajer dan pemegang saham atau yang sering disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu penerapan
mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut, yang dapat mengurangi biaya keagenan agency cost. Ada beberapa
alternatif untuk mengurangi agency cost, salah satu diantaranya adalah penerapan Good Corporate Governance
Priyatna dan Imam 2013.
2.2 Teori Legitimasi
Menurut Haniffa et al., 2005 dalam legitimacy theory perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan
nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan
semakin menyadari bahwa keberlangsungan kehidupan perusahaan bukan hanya
13
bergantung pada faktor keuangan, tetapi juga hubungan yang baik perusahaan dengan masyarakatnya dan lingkungan dimana perusahaan melakukan semua
aktivitasnya. Defenisi tersebut mengisyaratkan bahwa legitimasi merupakan sistem
pengelolaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat society, pemerintah, individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu suatu sistem yang
mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat.
Uraian di atas menjelaskan bahwa teori legitimasi merupakan salah satu teori yang mendasari pengungkapan CSR. Pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat.
2.3 Corporate Social Responsibility
Konsep CSR sebagai salah satu tonggak penting dalam manajemen korporat. Konsep mengenai CSR mulai diperkenalkan Bowen pada tahun 1953
dalam sebuah karya seminarnya mengenai tanggung jawab sosial pengusaha. Menurut Bowen, tanggung jawab sosial diartikan sebagai, “it refers to the
obligations of businessman to persue those policies, to make those decisions, ot to follow those lines of action which ar desirable in term of the objectives and value
of our society.” Menurut Carroll dikutip dari Permanasari, 2010, konsep CSR memuat
komponen-komponen sebagai berikut :
14
1. Economic responsibilities
Tanggung jawab sosial perusahaan yang utama adalah tanggung jawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang
menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan. 2.
Legal responsibilities Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan
peraturan yang berlaku pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legistatif.
3. Ethical responsibilities
Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis yaitu menunjukan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara
perorangan maupun kelembagaan unutk menilai suatu isu dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam
suatu masyarakat. 4.
Discretionary responsibilities Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat
memberikan mamfaat bagi mereka. Dengan meluasnya konsep CSR, diluar peran tradisionalnya untuk
menyediakan laporan keuangan pada pemegang saham, perusahaan juga harus menjaga tanggung jawab sosialnya.
Di Indonesia, kewajiban harus melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan baru dimulai sejak awal 1990-an melalui progam PUKK Pembinaan
Usaha Kecil dan Koperasi, kemudian berlanjut dengan beragam istilah, seperti :
15
Progam Kemitraan dan Bina Lingkungan PK-BL yang dilaksanakan oleh BUMN dan Swasta yang telah diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Selain itu pemerintah melalui Keputusan Ketua Bapepam No: kep-134BL2006 juga mengatur mengenai pengungkapan
informasi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan di indonesia. Pengungkapan informasi yang diatur oleh pemerintah memiliki tujuan untuk
melindungi kepentingan para investor dari ketidakseimbangan informasi antara manajemen dengan investor karena adanya kepentingan manajemen.
2.4 Pengertian Bank