10.3 Konduksi Panas dengan Sumber Panas Nuklir
Kami menganggap elemen bahan bakar bolanuklir seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 10,3-1 . Ini terdiri darilingkup bahan fisi dengan jari-jari R
F
, dikelilingi oleh kulit bola aluminium cladding dengan jari-jari luar R
C
. Di dalam elemen bahan bakar, fragmen fisi yangdiproduksi memiliki energi kinetik yang sangat
tinggi . Tabrakan antara fragmen tersebut danatom dari bahan fisi menyediakan sumber utama energi panas dalamreaktor. Seperti sumber volume energi panas
yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir kita sebut S
ᶯ
calcm3. s . Sumber ini tidak akan seragam di seluruh bidang bahan fisi; Energi menjadi yang terkecil di
pusat bola . Untuk tujuan masalah ini, kamiberasumsi bahwa sumber dapat didekati dengan parabola sederhana
S
ᶯ
= S
ᶯ 0
[
1+b r
R
F 2
]
10.3-1 Dimana
S
ᶯ
adalah tingkat volume produksi panas di tengah bola , dan b adalah dimensi konstanta positif
Kami memilih sistem kulit bola ketebalan Ar dalam lingkup fisi materi . Karena sistem ini tidak bergerak, keseimbangan energi akan hanya terdiri dari istilah
konduksi panas dan sumber sumber. Berbagai kontribusi terhadap neraca energi adalah :
q
r F
│
r
∙ 4 π r
2
= 4 π r
2
q
r F
│
r
10.3-2
Gambar . 10,3-1 . Sebuah perakitan bahan bakar bolanuklir bola, menunjukkan distribusi
temperatur dalam sistem
Translated by : Sahrul Rijal
3335110687 Widia Pratiwi
Laju panas konduksi di r
q
r F
│
r+ ∆ r
∙ 4 π r +∆ r
2
= 4 π r
2
q
r F
│
r+ ∆ r
10.3-3
S
ᶯ
∙ 4 π r
2
∆ r 10.3-4
Subtitusi panas reaksi kedalam neraca energi dari persamaan 10.1-1 yang diberikan, kemudian dibagi oleh
4 π ∆ r
dan mengambil batas
∆ r → 0
lim
∆ r → 0
r
2
q
r F
│
r +∆ r
− r
2
q
r F
│
r
∆ r =
S
ᶯ
r
2
10.3-5
Menambl batas dan meperlihatkan persamaan 10.3-1 mengarah ke d
d
r
r 2 q
r F
= S
ᶯ
[
1+b r
R
F
]
r
2
10.3-6 Persamaan diferensial untuk fluks panas q
r C
dalam kelongsong adalah bentuk yang sama seperti Persamaan 10.3-6, kecuali tidak ada istilah sumber yang
signifikan: d
d
r
r 2 q
r F
= 0 10.3-7
Integrasi kedua persamaan tersebut q
r F
= S
ᶯ 0
r 3
+ b
R
F 2
r
3
5 +
C
1 F
r
2
10.3-8
q
r C
= +
C
1 C
r
2
10.3-9 Yang mana C1F dan C1C adlaah integrasi konstan. Hal tersebut dievaluasi
dengan kondisi batas sebagai berikut : B.C.1 :
di r = 0, q
r F
adalah tak terbatas 10.3-10
B.C.2 : di r = R
F,
q
r F
= q
r C
10.3-11 Laju panas
keluar konduksi di r +∆r
Laju energi panas dihaslkan oleh fisi
nuklir
Evalusi tersebut menimbulkan persamaan q
r F
= S
ᶯ 0
r 3
+ b
R
F 2
r
3
5 10.3-12
¿ q
r C
= S
ᶯ 0
1 3
+ b
5 R
F 3
r
2
¿ 10.3-13
Mereka adalah distribusi aliran panas di fissionable sphere dan di spherical-shell cladding.
Di dalam distribusi ini sekarang kita substitusi dengan Hk.Fourier tentang kondisi panas Eq.B.2-7:
− k
F
d T
F
dr =
S
ᶯ 0
r 3
+ b
R
F 2
r
3
5 10.3-14
− k
F
d T
F
dr =
S
ᶯ 0
1 3
+ b
5 R
F 3
r
2
10.3-15 Persamaan ini mungkin integrasi untuk konstan k
F
dan k
C
sehingga T
F
= −
S
n 0
k
F
r
2
6 +
b R
F 2
r
4
20 +
C
2 F
10.3-16
T
C
= +
S
no
k
C
1 3
+ b
5 R
F 3
r +
C
2 C
10.3-17 Integrasi konstan dapat diartikan dari kondisi batas
B.C.3 : di r = R
F
,
TF
=
TC
10.3-18 B.C.4 :
di r = R
C
, T
C
= T 10.3-19
Dimana T adalah suhu diluar cladding. Persamaan akhir untuk profil suhu adalah
T
F
= S
n 0
R
F 2
6 k
F
{
[
1− r
R
F 2
]
+ 3
10 b
[
1− r
R
F 4
]
}
+ S
n 0
R
F 2
3 k
C
1+ 3
5 b
1− R
F
R
C
+ T
10.3-20
T
C
= S
n 0
R
F 2
3 k
C
1+ 3
5 b
R
F 2
r −
R
F
R
C
+ T
10.3-21 Untuk mencari suhu maksimum di sphere yang materialnya tidak dapat dipecah,
yang harus dilakukan adalah mengatur r = 0 di Eq.10.3-20. Ini adalah jumlah yang mungkin kita ketahui ketika membuat perkiraan kerusakan termal.
Masalah ini menggambarkan 2 hal : i bagaimana untuk mengetasi sebuah posisi – tergantung sumber, dan ii aplikasi berkelanjutan untuk suhu dan
normal aliran panas pada batas antara dua material padat.
10.4
KONDUKSI PANAS DENGAN SUMBER PANAS BERVISKOSITAS
Selanjutnya kita mempertimbangkan aliran cairan Newtonian
Incompressible mampat diantara dua co-aksial silinder seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10,4-1. Permukaan silinder dalam dan luar dijaga masing-masing
pada T=To dan T = Tb. Kita bisa menyebut bahwa T akan menjadi fungsi dari r.
Gambar 10.4.1 Aliran diantara silinder dengan pembangkit panas berviskositas. Bagian dari sistem
tertutup dengan garis putus-putus dapat dilihat pada Gambar 10.4-2.
Translated by : Nita Margareta
3335110366 Shafina Istiqomah
3335110629
Gambar 10.4.2. Modifikasi sebagian sistem aliran pada Gambar. 10,4-1, di mana permukaan ikatan yang berkelok
diabaikan. Sebagai luaran siilinder yang berputar, setiap shell silinder pada fluida
bergesek melawan cairan shell yang mendekat. Gesekan ini terjadi diantara lapisan yang berbatasan dengan fluida yang memproduksi panas; yang merupakan
energi mekanik, yang terdegradasi menjadi energi panas. Sumber volume panas yang dihasilkan dari Viscous Dissipation, yang dapat di desain dengan S
v
, yang muncul secara otomatis dalam neraca energi pada shell ketika kita
menggabungkan flux energi vektor e yang telah didefinisikan pada akhir bab 9. Jika lebar celah b cukup kecil berhubungan dengan jari-jari R silinder luar,
maka masalah dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem yang disederhanakan pada Gambar 10.4-2. Artinya, kita mengabaikan efek
kelengkungan dan menyelesaikannya dalam koordinat cartesius. Sehingga distribusi kecepatannya adalah v
2
= v
b
.xb, di mana vb = ΩR.
Sekarang kita membuat Neraca energi pada shell dengan ketebalan Ax, lebar W, dan panjang L. Karena cairan yang bergerak, maka menggabungkan flux
energi vektor e seperti yang tertulis dalam persamaan. 9.8-6. Maka neraca energi pada shell adalah:
Dengan membagi persamaan 10.4-1 dengan WL.Ax dan membiarkan ketebalan Ax pada shell menjadi nol, seperti pada persamaan berikut :
Persamaan tersebut dapat diintegralkan menjadi :
Karena kita tidak tahu kondisi batas untuk e
x
, kita tidak dapat mengintegralkan konstantanya saat ini.
Sekarang kita masukkan e
x
, dari persamaan 9.8-6. Karena komponen kecepatan pada arah x adalah nol, istilah
1 2
. ρ.v
2
+ ρ.Û.v dapat diabaikan.
Komponen x pada q adalah -k dTdx menurut hukum Fourier. Komponen x pada [τ.v] yaitu, seperti yang ditunjukkan pada persamaan 9.8-1, τ
xx
.v
x
+ τ
xy
.v
y
+ τ
xz
.v
z
. Karena satu-satunya komponen yang tidak bernilai nol adalah v
z
, sehingga τ
xz
= -μ.dv
z
dx berdasarkan hukum Newton tentang viskositas, komponen x pada [τ.v] adalah –μ.v
z
dv
z
dx. Sehingga dapat simpulkan, persamaan 10.4-3 menjadi :
Saat profil kecepatan linear v
2
= v
b
.xb dimasukkan, Maka akan didapatkan :
Dimana µ.v
b
b
2
dapat diidentifikasikan sebagai laju viskos produksi panas per unit volume, Sv. Ketika pers. 10.4-5 di integralkan kita dapatkan.
Kedua konstanta dapat ditentukan dari kondisi batas :
Sehingga hasil ini untuk T
b
≠ T
Dimana Br = µ. v
b 2
k.T
b
-T adalah Konstanta Brinkman yang tak
berdimensi, yang merupakan ukuran penting pada istilah Viscous Dissipation. Bila T
b
= T
o
, maka persamaan 10.4-9 dapat ditulis dengan :
dan suhu T maksimum pada x b = 12. Jika kenaikan suhu cukup besar, ketergantungan suhu viskositas sudah harus
diperhitungkan. Hal ini dibahas dalam Soal 10C.l. Istilah Pemanasan viskos, S
v
= μ.v
b
b
2
dapat dipahami dengan argumen berikut. Untuk sistem pada Gambar 10.4-2, tingkat di mana work telah dilakukan
adalah gaya yang bekerja pada waktu kecepatan pelat atas yang bergerak, atau - τ
xz
.W.Lv
b
. laju penambahan energi per satuan volume dapat diperoleh dengan membagi persamaan ini dengan W.L.B, sehingga didapat -τ
xz
.v
b
b = μv
b
b
2
. Energi ini berupa energi panas yang disebabkan Sv.
Dalam kebanyakan masalah aliran pemanasan viskos tidaklah penting. Namun jika gradient kecepatannya besar, maka tidak dapat diabaikan. Contoh
situasi di mana panas viskos harus diperhitungkan antara lain: i
aliran pelumas diantara bagian yang bergerak dengan sangat cepat, ii
aliran polimer cair yang berhenti pada extrusion kecepatan tinggi. iii aliran fluida berviskositas tinggi pada viscometer kecepatan tinggi
iv aliran udara di perbatasan lapisan dekat satelit bumi, atau roket selama masuk kembali ke atmosfer bumi.
Dari contoh pertama dan kedua ini lebih rumit karena banyak pelumas dan plastik polimer cair yang merupakan cairan non-Newtonian. Pemanasan viskos untuk
cairan non-Newtonian diilustrasikan dalam Soal 10B. 5.
10. 5 KONDUKSI PANAS DENGAN SUMBER PANAS KIMIA
Sebuah reaksi kimia yang terjadi dalam sebuah pipa yang bergerak keluar, pada aliran fixed-bed reaktor yang berjari-jari R seperti pada gambar 10.5-1. Luas
Reaktor tersebut dari z = - ∞ sampai z = ∞ dan terbagi dalam tiga area : Area I : Memasuki area yang dipenuhi dengan partikel bukan katalis
Area II : Area reaksi yang dipenuhi dengan partikel katalis, sepanjang z = 0 sampai z = L
Area III : Area keluar yang dipenuhi dengan partikel bukan katalis Diasumsikan bahwa fluida berjalan melewati pipa reaktor alir sumbat. Aliran
tersebut dengan kecepatan axial yang sama dengan ukuran nilai lihat pada persamaan 6.4-1 untuk definisi dari kecepatan superficial.
Gambar 10.5-1. Aliran pada Reaktor Fixed-bed. Reaktan masuk pada
z = - ∞ sampai z = ∞. Area reaksi sepanjang z = 0 sampai z = L
Densitas, laju alir massa dan kecepatan superficial semuanya diperlakukan bebas dari r dan z. Tambahan, diasumsikan dinding reaktor diisolasi, jadi temperatur
dapat dipertimbangkan paling bebas dari r. Hal tersebut diinginkan untuk mendapatkan pembagian temperatur axial yang steady-state Tz ketika fluida
masuk pada z = - ∞ bersama dengan temperatur T
1
. Ketika reaksi kimianya terjadi, energi panas yang dihasilkan atau yang
dipakai ketika molekul reaktan menyusun kembali untuk membentuk menjadi produk. Laju volum dari energi panas yang dihasilkan dengan reaksi kimia, Sc,
secara umum merupakan fungsi yang berhubungan antara tekanan, temperatur, komposisi, dan aktifitas katalis. Secara sederhana, digambarkan Sc sebagai fungsi
Translated by : Alditia Pancahyo
3335111356 Rikky N.S. Simarmata
3335120840
temperatur : Sc=Sc
1
F Θ , dimana Θ=T −T T
1
− T
. Temperatur disini merupakan temperatur lokal di daerah katalis asumsi sederajat untuk
katalis dan fluida, dimana Sc
1
dan T adalah bernilai konstan pada saat kondisi
masukan reaktor diberikan. Pada keadaan selongsong telah seimbang kita pilih bagian pada jari-jari R
dan tebal ∆z di area katalis lihat Gambar 10.5-1, dan kita pilih ∆z yang lebih besar dari dimensi partikel katalis. Dalam keadaan energi yang seimbang, kita
gunakan kombinasi vektor energi flux karena kita berhubungan dengan sistem aliran. Kemudian, saat steady-state, keseimbangan energi didefinisikan :
10.5-1 Selanjutnya kita bagi dengan πR
2
∆z dan lakukan pendekatan lim ∆z sama dengan nol. Katakan dengan keras, operasi ini tidak “legal”, karena kita tidak
berhubungan dengan satu kesatuan tetapi cukup dengan hanya struktur kecil saja. Namun, kita melakukan proses tersebut terbatas dengan pemahaman yang
dijabarkan dari persamaan tersebut, bukan poin nilainya, tetapi hanya nilai rata- rata dari e
z
dan Sc untuk reaktor bagian melintang pada z konstan. Diberikan : de
z
dz =
Sc Substitusi komponen z dari persamaan 9.8-6 kedalam persamaan diatas, didapat :
10.5-3 Sekarang kita gunakan Hukum Fourier untuk q
z
, persamaan 1.2-6 untuk dan pernyataan entalpi dalam persamaan 9.8-8 dengan asumsi bahwa kapasitas panas
konstan untuk mendapatkan :
10.5-4
Yang mana konduktifitas panas yang efektif di z dengan petunjuk telah digunakan lihat persamaan 9.6-9. Periode pertama, keempat dan kelima pada sisi
kiri mungkin dihilangkan, karena kecepatan tidak berubah dengan z. Pada periode ketiga mungkin juga dihilangkan jika tekanan tidak berubah signifikan di arah
10.5-2
axial. Lalu pada periode kedua kita ganti Vz, dengan kecepatan awal Vo, karena kecapatan yang efektif dalam reactor adalah kecepatan yang terakhir. Maka
persamaan 10.5-4 menjadi: pĈ
p
v dT
dZ =
K
eff , zz
d
2
T dz
2
+ S
c
Persamaan differensial untuk tempertur di area II. Sama sepertipada persamaan area I dan area III dengan istilah set panas adalah nol. Persamaan differensial
untuk temperature adalah sebagai berikut: Area I
z0 pĈ
p
v dT
dZ =
K
eff , zz
d
2
T dz
2
10.5-6 Area II
0zL pĈ
p
v dT
dZ =
K
eff , zz
d
2
T dz
2
+ S
c1
F 10.5-7
Area III zL
pĈ
p
v dT
dZ =
K
eff , zz
d
2
T dz
2
10.5-8 Disini kita telah memiliki asumsi, bahwa kita dapat menggunakan nilai yang sama
untuk efisiensi konduktivitas termal untuk ketiga area tersebut. Persamaaan ketiga merupakan subjek untuk mengikuti 6 batasan kondisi:
B.C.1 at z = -∞,
T
I
= T
1
10.5-9 B.C.2
at z = 0,
T
I
= T
II
10.5-10 B.C.3
at z = 0, K
eff , zz
T
I
dz =
K
eff , zz
dT
II
dz 10.5-11
B.C.4 at z = L,
T
II
= T
III
10.5-12 B.C.5
at z = L, K
eff , zz
dT
II
dz =
K
eff , zz
dT
III
dz 10.5-13
B.C.6 at z = ∞,
T
II
= finite
10.5-14 Persamaan 10.5-10 : 13 menyatakan ketetapan dari temperature dan fluks panas
daantara batas area. Pesamaan 10.5-9 : 14 menentukan persyaratan untuk kedua ujung system.
Solusi untuk persamaan, 10.5-6 : 14 akan dipertimbangkan untuk yang berubah-ubah F Ɵ . Kebanyakan kasus untuk kepentingan praktis, konveksi
10.5-5
transfer panas jauh lebih penting daripada konduksi transfer panas aksial, oleh kare itu, disini kita hilangkan semua konduksi termal segala yang mengandung
K
eff , zz
¿ . Perlakuan masalah ini, masih mengandung fitur yang menonjol dari
solusi dalam batasan yang besar Pė = RePr lihat soal 10b.18 untuk perlakuan yang lebih lengkap
Jika kita memberikan sebuah dimensi koordianat aksial Z = zL dan deminsi sumber panas kimia N = S
c 1
L p Ĉ
p
v T
1
− T
, lalu persamaan 10.5-6 : 8 menjadi :
Zone I Z 0
d Ɵ
I
dZ =
10.5-15 Zone II
0 Z 1 d
Ɵ
II
dZ =
NF Ɵ
10.5-16 Zone II
Z 1 d
Ɵ
III
dZ =0
10.5-17 Untuk itu kita membutuhkan 3 batasan kondisi
B.C.1: at Z = -∞
Ɵ
I
=1 10.5-18
B.C.2: at Z = 0
Ɵ
I
= Ɵ
II
10.5-19 B.C.3:
at Z = 1
Ɵ
II
= Ɵ
III
10.5-20
Diatas orde pertama, persamaan differensial dapat dipisah, dengan kondisi batas, dengan persamaan yang lebih mudah dapat diberikan
Zone I Ɵ
I
=1 Zone II
∫
Ɵ
II
Ɵ
II
1 F
Ɵ d
Ɵ=NZ
Zone III Ɵ
III
= Ɵ
II
I
Z=1
Hasil ini ditampilkan di gambar 10.5-2 untuk pilihan yang lebih mudah untuk sumber sebuah fungsi, F = --- yang masuk akal untuk pilihan kecil di
Ɵ Ɵ
temperature, jika laju reaksi tetap untuk konsentrasi. Pada bagian akhir ini kita membuang kondisi termal aksial. Di
permasalahan 10B.18, istilah ini tidak di hilangkan, yang solusinya menunjukkan bahwa ada beberapa pemanasan awal sebelum pendinginan di Area I.
10.6 PANAS KONDUKSI MELALUI DINDING KOMPOSIT
Di industri salah satu permasalahan perpindahan panas yang paling diperhatikan yaitu konduksi melalui dinding yang terdiri dari lapisan dengan material yang
bervariasi , dengan karakteristik termal konduksi nya masing masing. Pada bagian ini kami akan menunjukan bagaimana ketahanan variasi terhadap perpindahan
panas yang dikombinasikan kedalam total resistance.
Pada Fig 10.6-1 kami menunjukan sebuah dinding komposit yang terdiri dari tiga material yang ketebalannya berbeda, x
1
-x , x
2
- x
1
dan x
3
– x
2
dan perbedaan thermal conductivities k
01
, k
12
dan k
23
. Pada x = x , Bahan 01 berkontak dengan
fluida pada temperatur ambient Ta, dan pada x = x
3
, bahan 23 berkontak dengan fluida pada temperatur Tb. Perpindahan panas pada batas x = x
dan x = x
3
dinyatakan dalam hukum Newton mengenai ‘cooling dengan koefisien perpindahan panas masing masing ho dan h
3
.
Mengantisipasi profil temperatur pada sketsa dalam fig 10.6-1. untuk menyelesaikan masalah, pertama menyelesaikan energi balance.
Berhadapan dengan panas konduksi bahan padat, istilah yang mengandung kecepatan dalam vector e dapat diabaikan, dan satu satunya kontribusi yang
relevan dalam vektor q menjelaskan panas konduksi . Pertama kami menulis neraca energi untuk slab dari volume WHΔx.
Translated by : Dwita Fatmawati
3335120235 Fia Fathiayasa
3335110138
Region 01: 10.6-1 yang menyatakan bahwa panas masuk pada x harus sama dengan panas yang
keluar pada x+ Ax, karena tidak ada panas yang di hasilkan pada daerah ini. Setelah bagian WHAx dan mengambil limit sebagai Δx
0 , sehingga diperoleh Region 01:
10.6-2
integral dari persamaan ini yaitu Region 01:
10.6-3 konstanta integrasi ,qo adalah heat flux pada bidang x= x
. pengembangan dari persamaan 10.6-1,2 dan 3 dapat diulangi untuk region 12 dan 23 dengan konsisi
kontinyu pada q permukaan, sehingga heat fluks konstant pada ketiga plat: 10.6-4
dengan konstanta yang sama pada setiap rgion. kamki dapat mengenalkan hukum fourier pada setiap tiga region dan diperoleh
Sekarang Kami berasumsi bahwa k01, k12 dan k23 adalah konstan. Kemudian kami integralkan setiap persamaan plat dari material sehingga diperoleh :
Selain itu kami memiliki dua pernyataan mengenai perpindahan panas pada permukaan sesuai dengan hukun newton tentang cooling :
Penambahan dari kelima persamaan ini menghasilkan
Terkadang hasil ini ditulis kembali dalam bentuk lain dari hukum newton mengenai cooling, baik dalam fluks atau laju alir panas Q
O
Js :
U yang disebut “koefisien perpindahan panas keseluruhan”, diberikan dengan mengikuti rumus “aditivitas resistensi”.
Disini kita mempunyai rumus umum untuk suatu system dengan lembaran sejumlah n. Persamaan 10.6-15 dan 10.6-16 digunakan untuk menghitung laju
perpindahan panas melalui dinding komposit yang memisahkan dua aliran fluida, ketika koefisian perpindahan panas dan konduktivitas termal diketahui. Estimasi
koefisien perpindahan panas telah dibahas pada bab 14. Pada perkembangannya telah diasumsikan bahwa lembaran padat berdekatan
tanpa adanya ruang udara. Jika permukaan padat besentuhan satu dengan yang lainnya pada beberapa titik, ketahanan perpindahan panas akan meningkat.
Contoh 10.6-1 Kembangkan formula untuk koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk
pipadinding silinder komposit ditunjukkan pada gambar 10.6-2 Penyelesaian: