amputasi atas lutut. Klien menjelaskan nyeri atau perasaan tak biasa pada bagian yang telah diamputasi. Sensasi tersebut menimbulkan perasaan bahwa
ekstremitasnya masih ada dan tergerus, kram atau terpuntir dengan posisi abnormal. Sensasi fantom lama kelamaan akan menghilang. Patogenesis
fenomena anggota fantom tidak diketahui Smeltzer, 2010. Ada pengakuan yang berkembang bahwa amputasi tidak selalu
menyebabkan hasil negatif Phelps et al, 2008. Pada kasus pasien yang terkena masalah pembuluh darah, menghilangkan rasa sakit mereka adalah prioritas
utama. Mengecilkan nyeri yang tidak tertahankan, sedih dan membatasi diri. Pada saat ini setiap upaya yang dilakukan untuk meringankan atau menghilangkan rasa
sakit dianggap positif, bahkan jika harus menghilangkan anggota tubuh. Amputasi mulai dilihat sebagai kejahatan yang diperlukan “tidak tidur selama enam bulan
sulit, sakit ketika berbaring, ketika saya berdiri, sulit, itu menyedihkan, saya menderita begitu banyak, begitu banyak, begitu banyak, sekarang jika saya harus
melakukannya lagi, saya akan melakukannya lagi, karena semua penderitaan berakhir” Chini Boemer, 2007.
2.2. Konsep Mekanisme Koping
2.2.1. Defenisi
Mekanisme koping adalah segenap upaya yang mengarah kepada manajemen stres. Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam Stuart, 2009 dan Keliat, 1999. Menurut
Lazarus dan Folkman 1984 koping sebagai upaya perubahan kognitif dan
Universitas Sumatera Utara
prilaku secara konstan untuk mengatasi secara khusus tuntutan internal dan eksternal yang dinilai melebihi kemampuan dan sumber daya yang dimiliki
individu. Kata “coping” mengatasi, menghadapi memberikan kesan bahwa orang
yang mengalami kesulitan menunjukkan prilaku yang tidak membantu mengatasi kesulitannya, namun beberapa orang mengatasi masalahnya dengan cara-cara
yang lebih dari sekedar membantu mereka bertahan dalam kesulitan. Mereka berusaha dengan belajar dari pengalaman mereka dan menjadi lebih kuat karena
pengalaman-pengalaman tersebut Joseph Linley, 2005. 2.2.2.
Jenis-jenis mekanisme koping 1.
Strategi fisik a.
Mendinginkan kepala. b.
Menenangkan diri dan mengurangi rangsang fisik melalui meditasi atau relaksasi. Pelatihan relaksasi progresif, belajar untuk secara bergantian
menekan dan membuat otot-otot menjadi santai akan menurunkan tekanan darah dan hormon stres Scheufele, 2000.
c. Menenangkan diri sendiri dengan pemijatan, yang jika digabungkan
dengan meditasi, merupakan salah satu dari pengobatan tertua di dunia Field, 1998, Moyer, Rounds Hannum, 2004.
d. Berjalan-jalan, merupakan aktivitas fisik tingkat rendah, karena mereka
yang memiliki fisik lebih bugar memiliki masalah kesehatan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan mereka yang fisiknya tidak bugar.
Universitas Sumatera Utara
Semakin sering orang berolahraga, maka kecemasan, depresi dan sensitivitas mereka berkurang Hendrix dkk, 1991
e. Mendengarkan musik yang menenangkan, menulis buku harian atau
memanggang roti. Aktivitas tersebut memberikan tubuh kesempatan untuk pulih dari fase alarm sebagai respons terhadap stres.
2. Strategi yang berorientasi terhadap masalah.
a. Emotion focused coping, berfokus pada emosi yang muncul akibat
masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita. Beberapa waktu setelah bencana atau tragedi, adalah hal yang wajar bagi orang
yang mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut atau bahkan sampai merasa kewalahan dalam mengelola emosi-emosi tersebut. Pada
tahap ini, orang seringkali butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus menerus agar dapat menerima, memahami, dan memutuskan
akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai Lepore, Ragan, Jones, 2000.
b. Problem focused coping. Langkah-langkah spesifik dalam memecahkan
masalah tergantung dari sifat masalah itu sendiri, apakah keputusan tersebut mendesak namun hanya perlu dibuat sekali saja, apakah masalah
itu kesulitan yang berkelanjutan seperti hidup dengan keterbatasan fisik atau pasikologis, atau kejadian yang diantisipasi seperti operasi. Setelah
masalah teridentifikasi, mereka dapat mempelajari masalah tersebut sebanyak mungkin dari para ahli, teman, buku-buku dan dari sumber lain
untuk masalah yang sama Clarke Evans, 1998. Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
memberikan perasaan memiliki kendali dalam diri seseorang. Misalnya, saat orang mengetahui apa yang akan terjadi saat mereka mengalami
operasi, mereka seringkali pulih dengan lebih cepat dan merasakan sakit yang lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak siap Doering
dkk, 2000 3.
Strategi kognitif Memikirkan masalah kembali, adalah cara menyelesaikan suatu masalah
dengan mengubah cara berpikir mengenai masalah tersebut. Ada 3 cara berpikir yang efektif untuk melakukan cognitive coping :
a. Menilai atau meninjau kembali situasinya. Walaupun klien tidak dapat
menghilangkan masalah yang membuat stres, klien dapat memilih untuk memikirkan masalah itu secara berbeda, proses yang disebut sebagai
reappraisal menilaimeninjau kembali. Masalah dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah menjadi keuntungan yang tidak
terduga. Reappraisal dapat mengubah kemarahan menjadi simpati , kecemasan menjadi determinasi dan perasaan kehilangan menjadi
perasaan memiliki kesempatan Folkman Moskowitz, 2000. b.
Belajar dari pengalaman. Korban dari kejadian traumatis dan penyakit yang mengancam nyawa melaporkan bahwa pengalaman membuat
mereka kuat, lebih tegar dan bahkan mereka menjadi manusia yang lebih baik karena bertumbuh dan belajar dari kejadian tersebut Mc Farlan
Alvaro, 2000. Sebagian orang bangkit dari musibah dengan ketrampilan baru yang mereka temukan atau mereka kembangkan, sebagian dipaksa
Universitas Sumatera Utara
untuk mempelajari sesuatu hal baru yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya, sebagian yang lain menemukan sumber keberanian dan
kekuatan yang mereka sendiri tidak pernah tahu mereka miliki. Mereka yang mengambil pelajaran dari tragedi yang tidak dapat dihindari dalam
hidup dan menemukan arti dari pengalaman tersebut adalah mereka yang berhasil sukses menghadapi masalah dan tidak hanya bertahan dalam
masalah Davis, Nolen-Hoeksema Larson, 1998, Folkman Moskowitz, 2000.
c. Membuat perbandingan sosial. Dalam situasi sulit, orang yang sukses
bertahan seringkali membandingkan kondisi mereka dengan orang lain yang mereka rasakan kurang beruntung dibandingkan mereka. Separah
apapun kondisi mereka, bahkan jika mereka memiliki penyakit mematikan, mereka menemukan orang lain yang keadaannya jauh lebih
parah Taylor Lobel, 1989 ; Wood, Michaela Giordano, 2000. 4.
Strategi sosial a.
Mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial dari keluarga, teman- teman dan orang lain sangat berperan dalam mempertahankan kesehatan
dan kesejahteraan emosional. Orang yang memiliki teman-teman baik, kontak sosial yang luas, dan jejaring dengan anggota masyarakat lain
memiliki kesehatan yang lebih baik dan berumur lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak memilikinya. Sentuhan atau
pelukan dari pasangan yang mendukung menenangkan sirkuit alarm di
Universitas Sumatera Utara
otak dan meningkatkan kadar oxytocin yang dapat menghasilkan penurunan detak jantung dan tekanan darah Wade Tavris, 2007.
b. Hubungan formal yang berasal dari orang-orang yang mengalami
penyakit, masalah atau musibah yang sama. Orang dapat mengambil manfaat dari bergabung dalam kelompok dukungan sosial jika mereka
memiliki penyakit yang parah atau penyakit yang penuh stigma, melumpuhkan atau membuat mereka cacat sedemikian rupa, atau
menyebabkan perasaan malu Davidson, pennebaker, Dickerson, 2000. c.
Sembuh dengan membantu orang lain. Cara terakhir untuk menghadapi stres, kehilangan dan tregedi adalah dengan memberikan dukungan bagi
orang lain dan bukannya selalu menerima dukungan dari orang lain. Orang mendapatkan kekuatan dengan mengurangi fokus terhadap
kesulitan mereka sendiri dan lebih banyak menolong orang lain yang juga berada dalam kesulitan Segal, 1986.
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping
Kemampuan seseorang untuk beradaptasi atau melakukan koping terhadap stressor yang dihadapi tergantung pada kombinasi aspek stressor dan karakteristik
individu. Aspek stressor meliputi, intensitas dan luasnya stressor, durasi, jumlah dan tipe stressor yang timbul bersamaan, dan jumlah stressor dalam waktu
tertentu. Karakteristik individu untuk beradaptasi terhadap stres meliputi, latar belakang dan budaya, kebutuhan, keinginan, konsep diri, sumber internal,
dukungan eksternal, pengetahuan, ketrampilan, sifat, kepribadian, kematangan dan kondisi kesehatan umum Funnel et al, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lazarus dan Folkman 1984, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan koping adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan dan energi
Seseorang yang mengalami sakit atau kelelahan mempunyai energi yang kurang dalam memperpanjang penggunaan kopingnya. Kesehatan fisik yang
baik merupakan bukti dalam menghadapi masalah atau stres karena ketika menghadapi stres seseorang membutuhkan mobilisasi yang banyak. Oleh
karena itu, pentingnya kesehatan dan energy untuk koping karena keduanya berperan dalam memfasilitasi penggunaan koping secara optimal.
b. Keyakinan positif
Melihat diri sendiri dengan positif bisa dikaitkan sebagai sebuah sumber koping yang sangat penting. Keyakinan sebagai dasar untuk berharap dan
mendukung usaha koping yang digunakan. Namun demikian tidak semua keyakinan dapat digunakan sebagai koping. Beberapa keyakinan dapat
menghambat usaha koping seperti, keyakinan akan hukuman Tuhan dapat mengarahkan individu untuk menerima situasi yang menekan sebagai sebuah
hukuman dari Tuhan atau takdir Tuhan dan tidak melakukan hal apapun untuk mengatasi situasi tersebut.
c. Keterampilan dalam menyelesaikan masalah
Keterampilan dalam menyelesaikan masalah meliputi kemampuan mencari informasi, menganalisa situasi yang bertujuan mengidentifikasi masalah dan
mengembangkan alternatif tindakan, memilih alternatif yang sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
hasil yang diharapkan, memilih dan mengimplementasikan rencana aksi yang sesuai.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial merupakan sumber koping yang penting. Keterampilan sosial diartikan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan berperilaku
dengan yang lain dengan cara yang sesuai dan efektif secara sosial. Hal ini memfasilitasi penyelesaian masalah dalam berhubungan dengan orang lain
dan memberikan kontrol yang lebih kepada individu dalam interaksi sosial. Pentingnya keterampilan sosial sebagai sumber diberbagai area, mencakup
program terapeutik yang membantu individu lebih baik dalam mengatasi masalah kehidupan sehari-hari dan program latihan organisasi untuk
meningkatkan ketrampilan komunikasi interpersonal. e.
Dukungan sosial Dukungan sosial diartikan dengan mempunyai teman atau keluarga yang
dapat menerima perasaan individu jika mengalami masalah. Selain itu dukungan dari orang lain dapat berupa memberikan informasi atau dukungan
lainnya seperti menunjukkan perhatian kepada individu tersebut. f.
Sumber materi Sumber materi dapat berupa uang, barang dan pelayanan. Hasil penelitian
Antonosvsky 1979 dalam Lazarus dan Folkman 1984 ditemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara ekonomi, stres dan adaptasi. Sumber
keuangan yang lebih besar meningkatkan pilihan koping. Hal ini juga mempermudah dan memberikan akses yang mudah seperti pengobatan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, bantuan profesional dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa sumber materi juga dapat memfasilitasi efektivitas koping.
2.2.4. Literatur penelitian yang berhubungan dengan mekanisme koping Gallagher PamelaView 1999 menemukan adanya hubungan antara
nyeri tungkai dan variabel psikologis. Dengan demikian, interaksi antara menghindar dan mencari dukungan sosial dan nyeri tungkai memerlukan
perhatian lebih lanjut dan investigasi. Selanjutnya, dalam skrining dan pengobatan nyeri tungkai, lokasi amputasi, usia pasien, menyebabkan amputasi harus terus
dipertimbangkan karena mereka adalah prediktor penting dari rasa sakit. Intervensi juga harus menyelidiki peran pemecahan masalah dalam pengalaman
nyeri lainnya. Penggunaan prostesis juga beberapa mengalami ketidakmampuan menyesuaikan diri secara emosional atau rasa sakit dan mungkin perlu sesuatu
yang lebih dari anggota tubuh dan pelatihan yang pas dalam penggunaannya. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa mekanisme koping yang berhubungan
dengan penerimaan bervariasi tergantung pada penyebab amputasi. Penelitian sebelumnya pada konsekuensi psikologis amputasi telah
difokuskan terutama pada hubungan antara variabel-variabel demografis, berbagai mekanisme koping. Sebuah tinjauan literatur yang dilakukan oleh Rybarczyk dan
colleagues 2004, menunjukkan bahwa rasa sakit sisa anggota badan, pembatasan aktivitas, dan medis dan faktor yang berkaitan dengan kecacatan selain nyeri
phantom memprediksi kurang varians dalam penyesuaian psikologis daripada citra tubuh, dirasakan stigma sosial, kerentanan yang dirasakan, dukungan sosial,
dan optimisme. Faktor psikologis dan strategi penanggulangan yang telah
Universitas Sumatera Utara
ditemukan terkait dengan hasil yang buruk setelah amputasi termasuk kerentanan yang dirasakan, penghindaran, dan ketidakberdayaan.
Penelitian Behel, Rybarczyk, elliot 2002 tentang prevalensi morbiditas psikiatri tertentu setelah amputasi sebagian besar berfokus pada gejala depresi,
dan hasil studi ini melaporkan tingkat prevalensi bervariasi dari 7,4 9-28. Varians dalam tingkat prevalensi kemungkinan karena perbedaan metodologis
dalam penilaian depresi klinis. Penelitian in mengandalkan langkah-langkah laporan diri, seperti Center for Epidemiological Studies Depression Scale CES-
D, laporan tingkat jauh lebih tinggi dari depresi klinis, dibandingkan mereka yang menggunakan interviews.
2.3. Konsep Stres