Periode Tahun 1980 – 1985 Dinamika Sistem Sosial-Ekologi

5.1.4.3. Periode Tahun 1991 – 1995

Pada periode tahun 1991 – 1995 ini sedimentasi terus berlanjut, dimana terjadi penambahan daratan seluas 1.399 ha dan penyempitan laguna seluas 719 ha. Perubahan ini diiringi dengan penambahan lahan pemukiman sebanyak 3 ha. Hal ini menyebabkan penurunan yang drastis dalam hal produksi perikanan dan pendapatan nelayan. Ekonomi berbasis perairan, terutama perikanan sangat terganggu karenanya. Perkembangan ekologis yang ada tersebut mendorong berkembangnyajeis kegiatan ekonomi baru: pertambakan ikan. Pembentukan tanah-tanah timbul yang terdorong oleh percepatan proses sedimentasi kemudian mendorong masyarakat untuk mengembangkan tambak- tambak ikan. Namun demikian, karena tambak-tambak tersebut sebagian besar berlokasi sangat dekat dengan lahan kehutanan, hak kepemilikan tanah tersebut sering dikategorikan sebagai hak kepemilikan lahan kehutanan. Namun demikian, masyarakat terus melanjutkan pertanian terlepas dari kenyataan tentang hak kepemilikan tersebut. Pada gilirannya, hal ini memunculkan konflik kepemilikan. Pada periode ini juga masyarakat mulai melakukan kegiatan perikanan budidaya, yaitu udang windu. Perubahan ekosistem juga berpengaruh pada penurunan produktivitas perikanan. Pada periode berikutnya, penurunan produksi perikanan berlanjut. Perikanan tidak lagi menjadi pencaharian yang menarik bagi masyarakat. Sementara itu, pertanian menjadi semakin poluler di kalangan masyarakat. Namun emikian, sebagaimana terjadi pula pada periode sebelumnya, pendusuk asli tidak memiliki cukup pengetahuan dan ketrampilan untuk bekerja di perjtanian, dan karenanya harius mendatangkan petani berpengalaman untuk bekerjasama. Sebagaimana dapat diduga, terjadi semakin banuyak in-migrasi, yang menyebabkan populasi semakin meningkat tajam. Secara diagramatik kejadian sosial dan ekologis yang terjadi pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 73 berikut ini. Gambar 73. Interaksi kejadian ekologis dengan sosial pada periode tahun 1991 - 1995

5.1.4.4. Periode Tahun 1996 – 2000

Pada periode tahun 1996 – 2000 ini sedimentasi terus berlanjut, dimana terjadi penambahan daratan seluas 631 ha dan penyempitan laguna seluas 594 ha. Perubahan ini diiringi dengan penambahan lahan pemukiman sebanyak 5 ha. Kegiatan pertanian yang dilakukan membawa peranan yang berbeda, yaitu: petani adalah pemilik lahan; buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan tapi memperoleh pendapatan dari menggarap lahan; dan petani penggarap adalah petani yang menggarap lahan orang lain. Perbedaan ini membawa implikasi pada perbedaan tingkat pendapatan. Aktivitas-aktivitas sosial ekonomi yang terjadi sebagai sebuah respon terhadap dinamika ekologi pada masa silam telah mempercepat degradasi lingkungan. Cakupan areal mangrove yang cukup besar mengundang pada investor untuk mengusahakan pertambakan secara ekstesif. Pada tahun 1997 berlangsung kejadian penting di Kampung Laut, dimana areal mangrove dikuasai oleh orang-orang dari luar Kampung Laut. Ini terjadi juga karena pembudidaya- pembudaya dari bagian lain di Pulau Jawa mengalami kesulitan untuk melakukan ekspansi areal pertambakan mereka. Mereka menemukan kesempatan yang lebih baik di tempat lain termasuk di Segara Anakan. Petambak-petambak dari luar ini berasal dari Pangandaran, Jakarta, Lampung, Karawang, dan Pendatang terus berdatangan Produksi perikanan menurun drastis Pemukiman baru: 3 ha Pembukaan tambak Penambahan lahan: + 1.399 ha Badan air menyusut: 719 ha Sedimentasi semakin cepat Pekalongan. Tanah timbul yang menempel ke pantai Pulau Nusakambangan menjadi titik-titik perrebutan utama karena kesuburannya dan karena posisinya yang tinggi sehingga terlindung dari pasang dan banjir. Degradasi lingkungan terjadi begitu cepat pada periode tersebut, menimbulkan berbagai komplikasi tambahan pada masalah-masalak sosial- ekonomi. Pengurangan luasan mangrove secara signifikan berdampak pada ekologi dan kehidupan sosial masyarakat Kampung Laut. Dampak lingkungan yang terjadi adalah penurunan stok ikan,penurunan kemampuan kawasan untuk menghadapi tekanan alam. Secara sosial ekonomi, pendapatan nelayan juga menurun. Meskipun lahan pertanian tersedia lebih banyak, kesempatan ini tidak dapat dimaksimalkan karena ketiadaan ketrampilan yang mamadai untuk memanfaatkannya.di sisi lain, pendatang menikmati kesempatan dengan memanfaatkan keberadaan tanah-tanah timbul yang makin meluas.Potensi konflik menjadi semakin nyata karena perkembangan tersebut. Pertambakan yang dipraktekkan oleh para pendatang berhasil. Hal ini mendorong masyarakat Kampung Laut untuk mengadopsi teknologi budidaya. Namun demikian, mereka tidak berhasil karena mereka melakukannya pada lahan-lahan yang baru terbentuk. Tidak hanya penduduk desa, para tahanan Nusakambangan juga ikut mengikuti perkembangan tersebut. Menurut data desa Ujung Alang, total areal pertambakan pada saat itu mencapai 187 hektar. Kemudian, diperoleh hasil bahwa pada saatnya pertambakan-pertambakan tersebut juga gagal, terutama karena sistem irigasi yang buruk dan system hidrologi yang kurang baik di Segara Anakan, serta adanya penjarahan yang puncaknya terjadi pada tahun 1998. Secara diagramatik kejadian sosial dan ekologis yang terjadi pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 74 berikut ini.