2.9. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Kawasan Segara Anakan banyak dilakukan oleh berbagai instansi dan perguruan tinggi. Kajian menunjukkan bahwa dinamika
sistem alam di Segara Anakan berlangsung relatif cepat. Hal ini seiring dan merupakan penyebab utamanya adalah terjadinya proses sedimentasi. Besarnya
aliran sedimen yang bermuara di Segara Anakan mencapai 5-10 juta m3tahun diantaranya mengendap di laguna ECI, 1994. Hal ini telah menyebabkan
timbulnya daratan baru sejalan dengan penyusutan perairan, sehingga diperkirakan pada tahun 2000 luas laguna yang tersisa hanya 600 ha PWS
Citanduy-Ciwulan, Ditjen Pengairan, 1995. Selanjutnya berdasarkan penelitian Taurusman 1999 laju sedimen di Laguna Segara Anakan pada musim hujan
sebesar 131,08 kgm2hari sedimen dan 3,690 kgm2hari limbah organik. Hasil ini yang diperoleh dari penelitian lapangan hampir sama dengan menggunakan
nilai prediksi berdasarkan model sedimentasi. Meskipun laju sedimentasi relatif tinggi, Segara Anakan tetap potensial
sebagai kegiatan pertambakan. Salah satu penelitian menyimpulkan bahwa luas optimal tambak udang yang sesuai dengan daya dukung lingkungan Segara
Anakan adalah 480 ha, yang terdiri dari 371,38 ha dengan teknologi tradisional plus 108,62 ha teknologi semi intensif dengan lokasi yang ideal adalah
sepanjang sungai cibeureum 68,18 ha teknologi semi intensif sepanjang sungai pelindukan 80,70 ha teknologi tradisional plus dan 40,44 ha teknologi semi
intensif, serta sungai kembang kuning 290,68 ha teknologi tradisional plus Taurusman, 1999.
Koordinasi pengelolaan kawasan Segara Anakan dilaksanakan oleh BPKSA dengan alternatif pembiayaan dari potensi yang ada seperti aktivitas
usaha budidaya udang di tambak Miftah, 2003. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Kurniawanti 2005 yang menyebutkan bahwa secara umum kualitas
lahan dan air di kawasan ini memenuhi syarat bagi kegiatan budidaya dengan melakukan kegiatan penjadwalan penebaran benih sampai pemanenan hasil.
Kawasan Segara Anakan Sendiri berdasarkan karakteristik pemanfaatannya dapat digunakan untuk pertambakan, persawahan dan lahan
mangrove A’in, 2009. Aktivitas-aktivitas tersebut dipengaruhi oleh pola hunian masyarakatnya sendiri yaitu pola mengelompok, pola menyebar dan pola
memanjang Vidyabrata, 2002.
Tipe-tipe nilai pemanfaatan ekosistem mangrove di kawasan ini mencakup: nilai manfaat langsung yang terdiri dari produk hutan, perikanan, hewan, tambak
dan pariwisata; nilai manfaat tidak langsung yang terdiri dari perlindungan
terhadap intrusi air laut dan penyediaan zat hara; nilai pilihan, yaitu keanekaragaman hayati; dan nilai keberadaan eksistensi, yaitu nilai yang
diberikan oleh masyarakat lokal Paryono, 1999. Secara ringkas ikhtisar penelitian yang sudah dilakukan di Segara Anakan
dapat dilihat pada Tabel 8.