2.8. Metode Pendekatan Analisis Resiliensi Masyarakat 2.8.1. Pendekatan Resiliensi Sosial-Ekologis
Tujuan dari mengelola resiliensi adalah untuk mencegah suatu SES berpindah ke bentuk yang tidak diinginkan. Hal itu tergantung pada sistem
mampu mengatasi goncangan eksternal menghadapi ketidak-pastian yang tidak dapat diperkecil lagi. Tentunya ini memerlukan pemahaman di mana resiliensi
berada dalam sistem, dan kapan serta bagaimana caranya dapat hilang atau kembali. Hal ini diperoleh dengan melakukan analisis resiliensi sosial-ekologi
Walker et al. 2002, yang mengusulkan kerangka 4 tahap untuk analisis resiliensi dan pengelolaan, dengan penekanan pada stakeholder yang terlibat
dalam pendekatan partisipatori Tabel 3 yang secara visual dapat dilihat pada Gambar 14.
Tabel 3. Suatu Kerangka 4 Tahap yang Diusulkan Walker et al. 2002 untuk Analisis Resiliensi dalam SES
Tahap Keterangan
1 Resiliensi apa? Pengembangan suatu model konseptual dari SES, berdasarkan
input stakeholder. Ini batas masalah dan informasi dalam SES dan pemicu utama. Termasuk profil sejarah dari sistem pada 3 skala: lokal, regional dan multi-regional.
2 Resiliensi dari apa? Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengembangkan suatu
batasan dari skenario di masa depan yang memungkinkan termasuk dampak yang tidak terkontrol dan pemicu lain. Skenario yang digunakan dimaksudkan dari
stkeholder.
3 Analisis resiliensi. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengidentifikasi variabel
penggerak - variabel lambat rumit dan prosesnya dalam sistem yang memerintah dinamika semua variabel yang dianggap penting oleh stakeholder - barang dan jasa
ekosistem - terutama yang mempengaruhi dan dinamika non-linier lainnya. Tahap 1 dan 2 menghasilkan dua kelompok informasi: isu utama tentang wilayah masa depan
dari sistem yang menjadi perhatian stakeholder; dan ketidak-pastian utama tentang bagaimana sistem akan bereaksi terhadap pengarah perubahan
4 Manajemen resiliensi – evaluasi dan implikasi. Tahap akhir melibatkan evaluasi
stakeholder terhadap keseluruhan proses dan implikasi pemahaman yang memunculkan tindakan kebijakan dan manajemen. Suatu analisis resiliensi yang
sukses mengidentifikasi proses yang menentukan tingkatan kritis dari variabel kendali sistem yang penting. Ini satuan proses memimpin ke arah suatu bersesuaian satuan
tindakan yang dapat meningkatkan atau mengurangi resiliensi dan bahwa, kemudian, membentuk basis untuk kebijakan dan manajemen resiliensi.
Sumber: Walker et al. 2002
Gambar 14. Tahapan Analisis Resiliensi Sosial-Ekologi Walker et al., 2002
2.8.2. Pendekatan Partisipatif
Stakeholder
Stakeholder merupakan kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu Freeman, 1984.
Stakeholder sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu, yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap isu atau dari segi posisi
penting dan pengaruh yang dimiliki mereka Ramirez, 1999.
Stakeholder merupakan masyarakat yang memiliki daya untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya seolah-olah mereka tidak terkena
pengaruh, tetapi kehidupannya dipengaruhi oleh perubahan penggunaan sumberdaya tersebut. Stakeholder berbeda dengan pelaku actor. Stakeholder
adalah bagian yang secara langsung terkait dengan hasil kajian. Mereka menjadi pengguna di masa depan dari suatu hasil kajian. Sedangkan pelaku adalah
semua masyarakat dalam suatu wilayah yang memainkan suatu peran dalam suatu sektor tertentu. Mereka bukan kelompok sasaran target group bagi hasil
suatu kajian.
Deskripsi Sistem
Proses kunci, ekosistem, Struktur dan pelaku
Mengkaji shock
eskternal Kebijakan
rasional Mengkaji
visi
3-5 skenario Analisis Resiliensi
Evaluasi stakeholder
Integrasi Teori
Aksi pengelolaan
Step 1
Step 2
Step 3
Step 4
Pandangan-pandangan diatas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab siapa stakeholder suatu issu tapi juga sifat
hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.
Identifikasi stakeholder sangat rumit dengan melihat kenyataan bahwa para stakeholder cenderung berada pada lebih dari satu kategori. Menemukan posisi
yang tepat bagi stakeholder dan interest-nya merupakan hal yang penting sehingga perlu dilakukan pendekatan partisipatif untuk menentukan stakeholder
tersebut. Analisis stakeholder atau multi-stakeholder didefinisikan sebagai suatu
pendekatan atau prosedur untuk memperoleh pemahaman dari suatu sistem melalui identifikasi stakeholder kunci dari sistem tersebut dan melakukan
assesment terhadap interest mereka terhadap sistem Grimble and Chan, 1995. Dalam hal konflik sumberdaya alam, analisis stakeholder menyediakan
framework untuk mengetahui siapa yang terkait, dimana kepentingannya, dan bagaimana kaitan mereka dengan stakeholder lainnya dalam penentuan
keputusan keputusan. Analisis ini memberikan memberikan cara pemahaman yang baik tentang siapa yang mempengaruhi dan siapa yang berhak terlibat
dalam pengelolaan sumberdaya alam Buckles, 1999. Analisis stakeholder digunakan untuk menentukan posisi stakeholder
berdasarkan kepentingan importance dan pengaruh influence dalam kerangka sistem secara keseluruhan. Dalam beberapa sisi, analisis stakeholder mulai
menjadi populer sebagai dasar analisis kebijakan terutama yang bersifat partisipatif. Analisis ini dapat menjelaskan interest dari setiap pelaku, baik yang
nyata maupun tidak nyata vis-a-vis kebijakan, sesuai dengan derajat dan pengaruh mereka atau kemampuan organisasinya untuk mencapai tujuan
bersama. Stakeholder sangat bervariasi derajat pengaruh dan kepentingannya, dan
dapat dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya pengaruh dan kepentingan relatifnya terhadap keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam.
Brown et al 2001 mengkategorikan stakeholder sebagai berikut: 1. Stakeholder primer, yakni mereka yang mempunyai pengaruh rendah
terhadap hasil kebijakan tetapi kesejahteraannya penting bagi pengambil kebijakan.
2. Stakeholder sekunder, yakni mereka yang dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat karena mereka adalah sebagian besar dari pengambil kebijakan
dan terlibat dalam implementasi kebijakan. Secara relatif mereka tidak penting, demikian pula dengan tingkat kesejahterannnya bukan suatu
prioritas. 3. Stakeholder eksternal, yakni individu atau kelompok yang dapat
mempengaruhi hasil dari suatu proses melalui lobby kepada pengambil keputusan tetapi interest mereka tidak begitu penting.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok. ODA
1995 mengelompokkan stakeholder ke dalam 3 kelompok yaitu stakeholder primer, stakeholder sekunder dan stakeholder kunci.
1. Stakeholder primer merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program dan proyek. Mereka harus
ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya masyarakat, tokoh masyarakat dan manajer publik.
2. Stakeholder pendukung sekunder adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program dan
proyek, tetapi memiliki kepedulian concern dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan
keputusan legal pemerintah. Misalnya pembaga pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tangggung jawab langsung; lembaga pemerintah
yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan; lembaga swadaya masyarakat LSM
setempat; perguruan tinggi; dan pengusaha badan usaha yang terkait.
3. Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud
adalah unsur eksekutif sesuai level, legislatif dan instansi.
Kelompok-kelompok stakeholder sering digolongkan menurut aspek sosial ekonomi seperti tingkat pendapatan, kelompok pekerja dan status
ketenagakerjaan, atau menurut tingkat keterlibatan formal di dalam proses pengambilan keputusan, tingkat kohesi kelompok, struktur formal atau informal.