Faktor musiman seasonal merupakan faktor penting yang mempengaruhi data pada jenis data time series. Oleh sebab itu, dalam pembuatan model dengan
menggunakan ARIMA, faktor ini juga harus diperhatikan. Misalnya saja jika data time series
bulanan y
t
menunjukkan adanya pola musiman tahunan, maka data ini dicurigai memiliki korelasi pada lag tertentu. Otokorelasi ini dapat dilihat dari
korelogram ACF. Bila memang ada pola musiman pada data tersebut, ACF akan menunjukkan adanya gejolak pada lag yang berbeda L lag, dimana L didefinisikan
sebagai jumlah periode musiman dalam satu tahun Firdaus, 2006. Model ini dinamakan SARIMA yang ditulis dalam bentuk
ARIMA p,d,q P,D,Q
L
3.4 dimana p, q, P, dan Q adalah orde parameter-parameter non musiman dan
musiman, sedangkan d dan D mewakili orde pembedaan non musiman dan musiman Firdaus, 2006.
3.2.2 Model ARCH-GARCH
Model ARCH memodelkan keheterogenan ragam heteroskedasicity yang tergantung pada informasi sebelumnya conditional secara autoregresif.
Keheterogenan ragam heteroskedasticity berarti ragam sisaan untuk tiap pengamatan beubah-ubah yang menyebabkan standar error bias ke bawah.
Apabila hal ini tak diatasi, maka pengujian koefisien dengan uji-t akan overestimate
dan selang kepercayaan bagi koefisien parameter akan salah.
Model ARCH diterapkan pada data deret waktu yang tidak memenuhi asumsi kehomogenan ragam. Data yang berhubungan dengan dunia keuangan
seperti harga saham biasanya memiliki ragam heterogen. Misalkan Y
1
, Y
2
,…, Y
t
merupakan deret waktu pengamatan, dimana Y
t
merupakan sebuah proses yang mengikuti persamaan ARMA p,q seperti berikut: Y
t
– ø
1
Y
t-1
– ø
2
Y
t-2
- … - ø
p
Y
t-p
=
t
–
1 t-1
–
2 t-2
- … -
q t-q
3.5 Persamaan di atas dapat tertulis :
ø
p
B Y
t
=
q
B
t
3.6 dimana B merupakan operator backshift. Jika q = 0, maka persamaan tersebut
sama dengan proses AR p, yang ditulis dalam bentuk sebagai berikut: Y
t
= +
1
Y
t-1
+
2
Y
t-2
+ … +
p
Y
t-p
+
t
3.7 dimana
t
merupakan proses white noise : E
t
= 0 3.8
E
t
, =
2
untuk t = dan 0 untuk t 3.9
Walaupun persamaan 3.8 berimplikasi bahwa variasi bersyarat dari
t
adalah konstan yaitu sebesar
2
, namun pada kenyataannya varians bersyarat dari
t
dapat berubah-ubah menurut waktu. Salah satu pendekatan dilakukan dengan menjabarkan kuadrat dari
t
yang mengikuti proses AR m.
t
= +
1 2
t-1
+
2 2
t-2
+… +
m 2
t-m
+
t
3.10 dimana
t
merupakan proses white noise yang baru, dengan : E
t
= 0 3.11
E
t
, =
2
untuk t = dan 0 untuk t 3.12
Proses white noise
t
yang memenuhi persamaan 3.9 didefenisikan sebagai model Autoregressive Conditional Heteroschedastic dengan orde m atau
ARCH m, yang dinotasikan
t
~ ARCH m Firdaus, 2006. Jumlah m yang relatif besar akan mengakibatkan banyaknya parameter
yang harus diestimasi. Semakin banyak parameter yang harus diestimasi dapat mengakibatkan presisi dari estimator tersebut berkurang Nachrowi dan Usman,
2006. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, agar parameter yang diestimasi tidak terlalu banyak,
t
dapat dijadikan model berikut:
t
= +
1 t-1
+
2 t-2
+ … +
r t-r
+
1 2
t-1
+
2 2
t-2
+ … +
m 2
t-m
3.13 dimana = [ 1 -
1
–
2
- … -
r
] . Persamaan 3.12 dikenal sebagai model General Conditional
Heteroschedastic dengan orde r dan orde m, yang dinotasikan sebagai
t
~ GARCH r,m Firdaus, 2006.
Penentuan parameter ARCHGARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara iteratif. Estimasi nilai-nilai parameter
dapat dilakukan dengan menggunakan software Eviews 6.0, kemudian dari berbagai alternatif model akan diputuskan model yang terbaik.
Sutriyati 2004 dalam Putra 2009 menyatakan bahwa pada umumnya model dipilih setelah melalui uji diagnosa pada sisaan. Apabila pada diagnosa
sisaan sudah tidak terdapat autokorelasi sisaan, maka model yang diperoleh sudah tepat.
Model yang terbaik adalah model yang memiliki ukuran kebaikan yang besar dan koefisien yang nyata. Dua hal ini tercakup sekaligus dalam AIC Akaike
Information Criterion yang dihitung dari:
AIC = ln
n SSE
+ ln n
K 2
3.14 dimana SSE = sum of squared error
K = jumlah parameter yang diestimasi
n = jumlah observasi
Menurut Enders 2004 dalam Firdaus 2006, model yang baik adalah model yang memiliki nilai AIC terkecil.
Model terbaik yang dipilih masih harus dievaluasi kembali. Uji diagnostik dilakukan dengan menganalisis sisaan yang telah distandarisasi yang meliputi
normalitas distribusi sisaan, keacakan sisaan yang dilihat dari fungsi autokorelasi dan kuadrat sisaan, dan pengujian efek ARCH-GARCH dari sisaan.
Prosedur pengujian asumsi kenormalan sisaan terbakukan adalah uji Jarque Bera
. Hipotesis nol pada uji ini adalah error term mengikuti distribusi normal. Jika nilai statistik Jarque Bera mempunyai probabilitas kurang dari taraf
nyata 5 dan atau 10, maka diputuskan tolak hipotesis nol, atau dengan kata lain galat terbakukan belum berdistribusi normal Firdaus, 2006.
Pemeriksaan koefisien ACF galat terbakukan dilakukan dengan uji statistik Ljung-Box. Formulasi dari pengujian ini adalah :
LB = nn+2
=
−
m k
k
k n
r
1 2
3.15 dimana r
k
= korelogram contoh
n = banyaknya sample
k = panjangnya lag
Nilai LB dibandingkan dengan Tabel Chi-Square dengan derajat bebas m. Jika LB
2 m,
taraf nyata 5 dan atau 10, maka tolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa semua
k
=0. Dengan kata lain, dengan tingkat kepercayaan 95 dan atau 90 dapat disimpulkan bahwa residual mengandung otokorelasi
Nachrowi dan Usman, 2006. Pengujian efek ARCH-GARCH dari galat menggunakan uji Engel
Langrange Multiplier LM-test. Jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata
=0.05 dan atau =0.10, maka terima hipotesis nol yaitu model sudah konstan homoscedastic. Hal ini juga berarti model tidak mengandung efek ARCH.
3.2.3 Model Vector Autoregression VAR