Dampak volatilitas variabel ekonomi terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi indonesia

(1)

DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI

TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

DAN MAKROEKONOMI INDONESIA

DISERTASI

ALLA ASMARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

MAKROEKONOMI INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2011

NRP: A161050031 Alla Asmara


(4)

(5)

ABSTRACT

ALLA ASMARA. The Impact of Economic Variables Volatility on Manufacturing Sector and Indonesian Macroeconomic Performance (RINA OKTAVIANI as Chairman, KUNTJORO and MUHAMMAD FIRDAUS as Members of the Advisory Committee).

The manufacturing sector has a prominent contribution on national economic growth. Aside from being able to provide higher added value, it is also significant in the formation of Gross Domestic Product (GDP), foreign exchange, and employment. Moreover, the growth of manufacturing sector implies a relatively large multiplier effect on the economic growth. The dynamics of the economy that are reflected in the fluctuations of economic variables generally affect the performance of manufacturing sector and macroeconomic condition. In respect to the background, the purpose of this study is to analyze the volatility of economic variables and their impact on manufacturing sector and macroeconomic performance. The economic variables analyzed are oil price, export prices of manufacturing, real interest rate and real devaluation. The analytical methods used are the ARCH-GARCH model and Recursive Dynamic CGE model. Set of economic variables that are analyzed reveal that volatility tends to vary over time (time varying). In addition, the impacts also vary among industries. The volatility of world oil price and real interest rate has a tendency to provide negative influence on the Indonesian manufacturing sector and macroeconomic performance. Meanwhile, the volatility of industrial export prices and real devaluation causes a relatively different effect. Manufacturing sector is relatively susceptible to volatility of economic variables. Nevertheless, advanced durability against shock volatility performed by the manufacturing sector which tend to have linkages with agricultural sector, such as processed food, fertilizer and pesticide. As for the group of export-oriented industry, volatility tends to reduce export. Keywords: Volatility, Manufacturing Sector, Recursive Dynamic CGE, ARCH-GARCH


(6)

(7)

RINGKASAN

ALLA ASMARA. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia (RINA OKTAVIANI sebagai Ketua, KUNTJORO dan MUHAMMAD FIRDAUS sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sektor industri memiliki peran penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain mampu memberikan nilai tambah yang lebih tinggi terhadap produk antara, sektor ini juga berperan penting dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penghasil devisa dan penyerapan tenaga kerja. Disamping itu, pertumbuhan sektor industri pengolahan juga memberikan

multiplier effect (efek pengganda) yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, dinamika yang terjadi dalam perekonomian nasional ataupun global seringkali menyebabkan penurunan kinerja sektor industri pengolahan. Kenaikan harga minyak di pasar dunia, krisis keuangan global hingga penguatan rupiah merupakan dinamika yang terjadi dalam perekonomian belakangan ini. Perubahan yang cukup signifikan pada berbagai variabel ekonomi tersebut ditunjukan dengan peningkatan volatilitas. Berangkat dari pemikiran tersebut maka permasalahan penelitian yang dikaji adalah bagaimana tingkat volatilitas suatu variabel ekonomi dan bagimana dampak volatilitas tersebut terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis tingkat volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil; (2) menganalisis perkembangan output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil; (3) menganalisis kinerja makroekonomi Indonesia sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil; dan (4) merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia. Tujuan penelitian tersebut dicapai dengan mengaplikasikan model ARCH-GARCH dan model CGE Recursive Dynamic.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sejumlah variabel ekonomi yang dianalisis menunjukkan tingkat volatilitas yang bervariasi antar waktu (time varying). Volatilitas harga minyak dunia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Sementara itu, volatilitas harga ekspor industri menunjukkan pola yang beragam. Harga ekspor industri besi baja menunjukkan tingkat volatilitas yang lebih besar dibandingkan harga ekspor industri lainnya. Untuk variabel suku bunga riil, tingkat volatilitas yang dicapai relatif berfluktuasi pada nilai rataan volatilitasnya.

Shock volatilitas suatu variabel ekonomi cenderung menyebabkan penurunan kinerja sektor industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan relatif rentan terhadap shock volatilitas suatu variabel ekonomi. Daya tahan yang lebih baik terhadap shock volatilitas ditunjukan oleh sektor industri yang cenderung memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian seperti terjadi pada sektor industri makanan olahan dan industri pupuk dan pestisida.


(8)

Pada kelompok sektor industri berorientasi ekspor, shock volatilitas cenderung menurunkan kinerja ekspor. Tingkat produktivitas yang rendah merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan kinerja tersebut seperti terjadi pada industri tekstil, alas kaki dan kilang minyak. Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja industri orientasi ekspor adalah dukungan pertumbuhan pada sektor pemasok sumber bahan baku utama. Penurunan pertumbuhan sektor karet dan sektor kehutanan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kinerja sektor industri karet dan plastik dan industri kertas.

Pada sisi makro, volatilitas harga minyak dunia dan suku bunga riil memberikan efek kontraksi terhadap pertumbuhan ekonomi serta mendorong kenaikan harga/inflasi. Sementara itu, volatilitas harga ekspor industri dan devaluasi riil menyebabkan pertumbuhan GDP riil sedikit lebih tinggi dibandingkan baseline.

Bertitik tolak dari sejumlah temuan yang ada maka rekomendasi kebijakan dari studi ini adalah: (1) pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang dapat mendukung peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia sebagai respon terhadap volatilitas harga minyak dunia yang terjadi serta antisipasi perkembangannya pada masa mendatang; (2) relatif rentannya sektor industri pengolahan terhadap guncangan dalam perekonomian menunjukkan perlunya perumusan strategi penguatan struktur industri yang bersifat spesifik sesuai karakteristik masing-masing industri dan didasarkan pada skala prioritas kebutuhan setiap industri; (3) pada kelompok industri yang tingkat produktivitasnya cenderung menurun (seperti pada industri tekstil, alas kaki dan kilang minyak) maka strategi penguatan industri yang perlu diprioritaskan adalah peningkatan investasi dan adopsi teknologi dalam bentuk penggantian/peremajaan mesin-mesin dan alat produksi sehingga dapat mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi; (4) penguatan sektor industri pengolahan yang berbasis sumber daya pertanian (seperti: industri makanan olahan, industri makanan olahan laut, industri minyak lemak, industri karet, industri kertas, dan industri kayu) dan berorientasi ekspor dapat dilakukan dengan menjaga pertumbuhan produksi dan produktivitas sektor pertanian serta pengembangan sektor industri tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan sektor pertanian; (5) pada kelompok industri yang pangsa input impornya relatif besar maka strategi penguatan industri yang perlu diupayakan adalah dengan pengembangan dan penyediaan input secara domestik guna mengurangi ketergantungan yang tinggi terhadap input impor; dan (6) pada kelompok industri orientasi ekspor serta industri yang pangsa input impornya relatif besar maka dukungan terhadap peningkatan kinerja sektor industri dapat diwujudkan dalam bentuk pengendalian tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah dalam rentang nilai yang dianggap wajar dan stabil.


(9)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(10)

(11)

DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI

TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

DAN MAKROEKONOMI INDONESIA

ALLA ASMARA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S.

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :

1. Dr. Dedi Mulyadi, M.Si.

Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

2. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec.


(13)

Judul Disertasi : DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI TERHADAP KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DAN MAKROEKONOMI INDONESIA Nama Mahasiswa : Alla Asmara

Nomor Pokok : A161050031

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S.

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro

Anggota Anggota

Dr. Muhammad Firdaus, S.P., M.Si.

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(14)

(15)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang berjudul: “Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia”. Disertasi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh penulis untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatilitas variabel ekonomi dan dampaknya terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, lebih lanjut dilakukan pemetaan sektor industri pengolahan berdasarkan capaian kinerjanya terhadap guncangan suatu variabel ekonomi

Dalam penyelesaian penulisan disertasi ini, penulis banyak sekali memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Arahan dan bimbingan yang sangat berharga penulis dapatkan dari tim komisi pembimbing yang memiliki kualifikasi tinggi dalam bidangnya masing-masing. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. selaku ketua komisi pembimbing telah memberikan arahan dan masukan terutama dalam pengolahan dan analisis model CGE yang digunakan. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro, selaku anggota komisi pembimbing telah memberikan arahan dan masukan terutama dalam pendalaman hasil analisis. Dr. Muhammad Firdaus, S.P., M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan terutama dalam menginterpretasikan temuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan. Melalui proses pembimbingan yang dilakukan, penulis memperoleh berbagai masukan berharga dan sangat konstruktif dalam


(16)

penyusunan dan penyempurnaan disertasi ini. Kepada beliau bertiga, penulis memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya dan menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas masukan, arahan, sumbangan pemikiran dan bimbingan yang diberikan.

Penyusunan disertasi ini merupakan bagian dari proses pendidikan dalam program doktor di Program Pascasarja IPB. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Rektor dan Dekan SPs-IPB beserta staf yang telah menerima penulis menjadi

mahasiswa program doktor dan memberikan pelayanan yang terbaik selama menjalani masa studi.

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta Ketua Departemen Ilmu Ekonomi yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi program doktor di IPB.

3. Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, M.A. sebagai Ketua Program Studi EPN dan sebagai penguji wakil Program Studi EPN pada ujian terbuka, yang telah memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan disertasi ini.

4. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Sc. sebagai Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, penguji pada ujian Prelim II dan penguji luar komisi pada ujian tertutup, yang telah memberikan kritik dan masukan yang konstruktif bagi penyempurnaan disertasi ini serta selalu memberikan motivasi kepada penulis. 5. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. sebagai penguji pada ujian Prelim II yang telah

memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan disertasi ini.


(17)

6. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S. sebagai penguji wakil Program Studi EPN pada ujian Prelim II yang telah memberikan kritik dan masukan bagi penyempurnaan disertasi ini.

7. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, yang telah memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan disertasi ini.

8. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS sebagai penguji wakil Program Studi EPN pada ujian tertutup, yang telah memberikan kritik dan masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan disertasi ini.

9. Seluruh dosen Program Studi EPN yang telah mentrasfer ilmu pengetahun dan staf administrasi yang membantu penulis dengan sangat baik.

10.Seluruh Staf Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB yang memberikan dukungan moril kepada Penulis.

11.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi EPN yang menjadi teman diskusi selama masa perkuliahan dan dalam penulisan disertasi ini.

12.Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan rasa kasih sayang juga disampaikan kepada istri dan anak-anak yang telah sabar menemani penulis selama masa studi. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Almarhumah Ibunda serta Bapak dan Ibu Mertua atas segala doa dan dukungannya.

Sebagai penutup, penulis berharap bahwa disertasi yang disusun mudah-mudahan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Hasil dan temuan yang dicapai pada penelitian yang dilakukan


(18)

mudah-mudahan dapat menjadi informasi berharga bagi para pengambil kebijakan terutama yang berkaitan dengan pengembangan sektor industri pengolahan. Semoga disertasi ini bisa memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian Indonesia serta dapat menambah khazanah pengetahuan.

Bogor, Agustus 2011


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 13 Januari 1973 di Desa Karang Asih, Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi. Penulis merupakan anak ketujuh dari Sembilan bersaudara dari pasangan ayahanda Drs. H. Suryadi Bambang dan ibunda Hj. Maesudeh (Almh). Penulis menikah dengan Siti Nurhayati, AMd dan dikarunia empat orang anak yaitu Vania Kirana Asmara, Tiara Mustika Asmara, Daffa Rizky Asmara dan Devananda Putra Asmara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Dwiguna Cikarang pada tahun 1985 dan menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Cikarang pada tahun 1988. Untuk pendidikan menengah atas dapat diselesaikan pada tahun 1991 di SMA Negeri 1 Bekasi.

Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan program sarjana pada Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Sejak bulan Februari 1997 hingga tahun 2002 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan tersebut. Selama bekerja di Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi program master di Program Pascasarjana IPB yaitu pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. Program master dapat diselesaikan penulis pada tahun 2002.

Sejak tahun 2002 hingga saat ini, penulis bekerja di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi pada jenjang strata tiga (S3) dengan beasiswa BPPS di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.


(20)

xv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan ... 15

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 16

II. TINJAUAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

2.1. Tinjauan Teori ... 19

2.1.1. Pengertian dan Batasan Industri Pengolahan ... 19

2.1.2. Fluktuasi Ekonomi dan Kebijakan Stabilisasi ... 21

2.1.2.1. Fluktuasi Ekonomi ... 21

2.1.2.2. Kebijakan Stabilisasi ... 25

2.1.3. Teori Produksi dan Minimisasi Biaya ... 28

2.1.3. Teori Keseimbangan Umum ... 32

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu ... 34

2.2.1. Tinjauan Studi Volatilitas ... 34

2.2.2. Tinjauan Studi Dinamika Industri ... 37

2.2.3. Tinjauan Studi Aplikasi Model Ekonomi Keseimbangan Umum ... 40

2.3. Kerangka Pemikiran ... 43

2.3.1. Kerangka Model ... 43

2.3.1.1. Model ARCH-GARCH ... 43

2.3.1.2. Model Keseimbangan Umum ... 47

2.3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 51


(21)

xvi

III. METODE PENELITIAN... 61

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 61

3.2. Metode Pengolahan Data ... 62

3.2.1. Model ARCH-GARCH ... 62

3.2.2. Model Keseimbangan Umum ... 67

3.2.2.1. Struktur Model CGE INDOF ... 68

3.2.2.2. Spesifikasi Model Keseimbangan Umum ... 93

3.2.2.3. Closure ... 96

3.3. Simulasi Kebijakan ... 97

IV. KONSTRUKSI DATA DASAR ... 99

4.1. Tabel Input Output dan Agregasi Sektor ...100

4.2. Sistem Neraca Sosial Ekonomi ...103

4.2.1. Anatomi Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi ...103

4.2.2. Klasifikasi Rumahtangga ...105

4.2.3. Klasifikasi Tenaga Kerja ...107

4.3. Tingkat Pengembalian Lahan dan Kapital ...107

4.4. Elastisitas dan Parameter Lain ...108

4.4.1. Elastisitas Armington ...108

4.4.2. Elastisitas Permintaan Ekspor ...109

4.4.3. Elastisitas Substitusi Faktor Primer ...110

4.4.4. Elastisitas Tenaga Kerja ...111

4.4.5. Elastisitas Pengeluaran ...112

4.4.6. Elastistas Upah ...113

4.4.7. Parameter Lainnya ...113

4.5. Pengujian Keseimbangan Database ...113

V. ANALISIS VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI ...117

5.1. Deskripsi Data ...117

5.1.1. Eksplorasi Data Harga Minyak Dunia ...118

5.2.2. Eksplorasi Data Harga Ekspor Industri ...118

5.2.3. Eksplorasi Data Suku Bunga Riil ...124


(22)

xvii

5.2. Spesifikasi Model ARCH-GARCH ... 127 5.2.1. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model Rataan ... 128 5.2.2. Tahap Identifikasi dan Penentuan Model ARCH GARCH ... 130 5.3. Analisis Volatilitas ... 134 VI. ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS VARIABEL EKONOMI ... 141 6.1. Perkembangan Sektor Industri Pengolahan ... 141 6.1.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan ... 141 6.1.2. Perkembangan Indeks Produksi ... 143 6.1.3. Perkembangan Nilai Output ... 145 6.1.4. Perkembangan Nilai Tambah ... 146 6.1.5. Perkembangan Ekspor dan Impor ... 148 6.1.6. Perkembangan Biaya Input ... 152 6.1.7. Perkembangan Modal Tetap ... 154 6.1.7. Perkembangan Penggunaan Energi ... 156 6.2. Simulasi Baseline ... 158 6.3. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Lainnya ... 163

6.3.1. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia ... 163 6.3.2. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri ... 176 6.3.3. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil ... 188 6.3.3. Dampak Volatilitas Devaluasi Riil ... 199 6.4. Peta Kinerja Sektor Industri Pengolahan ... 208 6.5. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap

Kinerja Makroekonomi ... 224 VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ... 231 7.1. Kesimpulan ... 231 7.2. Rekomendasi Kebijakan ... 232 7.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 234 DAFTAR PUSTAKA ... 237 LAMPIRAN ... 243


(23)

(24)

xix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan di Indonesia,

Tahun 2006-2009 ... 2 2. Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Indonesia,

Tahun 2004-2009 ... 12 3. Kelompok Industri Pengolahan yang Dianalisis ... 17 4. Klasifikasi Sektor dalam Penelitian ... 94 5. Kerangka Dasar Tabel Input-Output ... 101 6. Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sederhana ... 105 7. Klasifikasi Rumah Tangga ... 106 8. Nilai Produk Domestik Bruto Indonesia dari Sisi Pengeluaran

dan Sisi Pendapatan, Tahun 2008 ... 114 9. Statistik Deskriptif Variabel Ekonomi ... 117 10. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller ... 129 11. Model Rataan Terbaik ... 130 12. Uji Efek ARCH terhadap Model Rataan Terbaik ... 131 13. Pemilihan Model ARCH/GARCH Terbaik ... 133 14. Uji Normalitas ... 133 15. Besaran Shock Volatilitas ... 139 16. Perkembangan Jumlah Perusahaan pada Industri Besar dan Sedang

di Indonesia, Tahun 2006-2008 ... 142 17. Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ... 144 18. Perkembangan Nilai Output Industri Besar dan Sedang di Indonesia,


(25)

xx

19. Perkembangan Nilai Tambah Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ...147 20. Nilai Ekspor Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2005-2008 ...149 21. Nilai Impor Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2005-2008 ...150 22. Selisih Ekspor dan Impor Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2005-2008 ...152 23. Perkembangan Biaya Input Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ...153 24. Perubahan Modal Tetap Industri Besar dan Sedang di Indonesia,

Tahun 2006-2008 ...155 25. Penggunaan Bahan Bakar, Tenaga Listrik, dan Gas Industri

Besar dan Sedang di Indonesia, Tahun 2005-2008 ...157 26. Laju Pertumbuhan Produktivitas Faktor Total menurut Sektor,

Tahun 2008-2010 ...160 27. Perbandingan Pertumbuhan Variabel Makroekonomi Hasil Simulasi

Peramalan dengan Data Aktual ...161 28. Perbandingan Data Makro pada Neraca Pendapatan Nasional dan

Input Output, Tahun 2008 ...162 29. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Output dan Harga

Sektoral ...164 30. Pangsa Penggunaan Input BBM terhadap Total Input Antara Pada

Kelompok Sektor Industri ...168 31. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja Sektoral ...170 32. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Pertumbuhan Output

Industri, Output Domestik, dan Impor ...174 33. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Output dan Harga

Sektoral ...179 34. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Penyerapan Tenaga


(26)

xxi

35. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Pertumbuhan Output Industri, Output Domestik, dan Impor ... 187 36. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Output dan Harga ... 189 37. Pangsa Penggunaan Input yang Berasal dari Lembaga Keuangan

terhadap Total Input Antara pada Setiap Industri ... 191 38. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja . 194 39. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Pertumbuhan Output

Industri, Output Domestik, dan Impor ... 199 40. Dampak Devaluasi Riil terhadap Output dan Harga ... 200 41. Dampak Devaluasi Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 204 42. Pemetaan Industri Berdasarkan Kinerja Pertumbuhan Output dan

Penyerapan Tenaga Kerja ... 210 43. Hubungan Penggunaan Input dan Penjualan Output Sektor Industri

dengan Sektor Petanian ... 212 44. Pangsa Biaya Input Pada Sektor Industri Pengolahan ... 216 45. Pemetaan Industri Berdasarkan Kinerja Ekspor dan Impor ... 217 46. Pangsa Penjualan Output Industri ... 219 47. Peningkatan Harga Komoditas di Pasar Internasional, Tahun 2007-2010 .. 221 48. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia dan Kenaiakan Harga

Beberapa Komoditi di Pasar Internasional terhadap Kinerja Output

dan Kinerja Ekspor Sektor Industri Pengolahan ... 222 49. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Makroekonomi .. 225


(27)

(28)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pangsa Ekspor Non-Migas Utama Menurut Sektor di Indonesia,

Tahun 2007-2010 ... 3 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri

di Indonesia, Tahun 2005-2008 ... 5 3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Periode Januari-April 2011 ... 9 4. Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan

Jangka Panjang ... 22 5. Guncangan pada Permintaan Agregat: Lonjakan Investasi ... 23 6. Guncangan pada Penawaran Agregat: Lonjakan Harga Minyak ... 24 7. Efektivitas Kebijakan Fiskal pada Kurs Fleksibel dan Mobilitas

Modal Tidak Sempurna ... 27 8. Ekspansi Moneter pada Kurs Fleksibel dan Mobilitas Modal Tidak

Sempurna ... 28 9. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ... 34 10. Kerangka Pemikiran Operasional ... 59 11. Hubungan Ekonomi Makro dalam Model Keseimbangan Umum ... 68 12. Struktur Produksi Model CGE INDOF ... 70 13. Struktur Pembentukan Investasi dan Barang Modal ... 77 14. Spesifikasi Konsumsi Rumahtangga ... 79 15. Database Input Output dalam Model CGE Recursive Dynamic ... 103 16. Perkembangan Harga Minyak Dunia selama Periode Januari

1990-Desember 2009 ... 118 17. Perkembangan Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak

Periode Januari 1988-Desember 2008 ... 119 18. Perkembangan Harga Ekspor Industri Besi dan Baja


(29)

xxiv

19. Perkembangan Harga Ekspor Industri Mesin dan Alat Listrik

Periode Januari 1988-Desember 2008 ...122 20. Perkembangan Harga Ekspor Industri Tekstil

Periode Januari 1988-Desember 2008 ...123 21. Perkembangan Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik

Periode Januari 1988-Desember 2008 ...124 22. Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (1 Bulan)

Nominal dan Riil selama Periode Januari 2000-Desember 2009 ...125 23. Perkembangan Devaluasi Riil selama Periode Januari 2000-

Desember 2009 ...126 24. Perkembangan Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

selama Periode Januari 2000-Desember 2009 ...127 25. Volatilitas Harga Minyak Dunia ...135 26. Volatilitas Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak ...136 27. Volatilitas Harga Ekspor Industri Besi dan Baja ...137 28. Volatilitas Harga Ekspor Industri Tekstil ...137 29. Volatilitas Suku Bunga Riil ...138 30. Perkembangan Persentase Perubahan dari Variabel Devaluasi Riil ...139 31. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Perubahan Output

Sektor Industri ...166 32. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Perubahan Harga

Sektor Industri ...169 33. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Jumlah Penyerapan

Tenaga Kerja Sektor Industri ...171 34. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Ekspor

Sektor Industri ...172 35. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Impor

Sektor Industri ...175 36. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Output


(30)

xxv

37. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Harga Output

Sektor Industri ... 181 38. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja pada Sektor Industri ... 184 39. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Perubahan Ekspor

Sektor Industri ... 185 40. Dampak Volatilitas Harga Ekspor Industri terhadap Perubahan Impor

Industri ... 186 41. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Output

Sektor Industri ... 190 42. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Harga

Sektor Industri ... 192 43. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Penyerapan

Tenaga Kerja ... 195 44. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan Ekspor

Industri ... 197 45. Dampak Volatilitas Suku Bunga Riil terhadap Perubahan

Impor Industri ... 198 46. Dampak Devaluasi Riil terhadap Output Sektor Industri ... 202 47. Dampak Devaluasi Riil terhadap Harga Sektor Industri ... 203 48. Dampak Devaluasi Riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Sektor Industri ... 206 49. Dampak Devaluasi Riil terhadap Ekspor Sektor Industri ... 207 50. Dampak Devaluasi Riil terhadap Impor Sektor Industri ... 208


(31)

(32)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Agregasi dan Disagregasi Sektor dalam Penelitian ... 244 2. Pembayaran Upah Tiap Sektor Berdasarkan Jenis Pekerjaan,

Tahun 2008 ... 246 3. Pendapatan Lahan dan Modal Tahun 2008 ... 248 4. Nilai Elastisitas Armington, Permintaan Ekspor, Substitusi

Input Primer, dan Substitusi Tenaga Kerja pada

Masing-masing Komoditi ... 250 5. Elastisitas Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Rumah Tangga ... 252 6. Nilai Penjualan Setiap Sektor Diirinci Menurut Jenisnya,

Tahun 2008 ... 254 7. Biaya Produksi Setiap Sektor Dirinci Menurut Jenisnya, Tahun 2008 ... 256 8. Komponen Database 44 Sektor ... 258 9. Pengujian Unit Root Data Harga Minyak Dunia ... 260 10. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak ... 261 11. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Besi Baja ... 262 12. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Mesin dan

Alat Listrik ... 263 13. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Tekstil ... 264 14. Pengujian Unit Root Data Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik ... 265 15. Pengujian Unit Root Data Suku Bunga Riil ... 266 16. Model ARIMA untuk Data Harga Minyak Dunia ... 267 17. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Minyak dan Lemak .... 268 18. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Besi Baja ... 268 19. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Mesin


(33)

xxviii

20. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Tekstil ...269 21. Model ARIMA untuk Data Harga Ekspor Industri Karet dan Plastik ...270 22. Model ARIMA untuk Data Suku Bunga Riil .. ...270 23. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Minyak Dunia ...271 24. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri

Minyak dan Lemak ...271 25. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Besi Baja ...272 26. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Mesin

dan Alat Listrik ...272 27. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Tekstil ...273 28. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Harga Ekspor Industri Karet

dan Plastik ...273 29. Uji Heteroskedastisitas untuk Data Suku Bunga Riil ...274 30. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Minyak Dunia ...275 31. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Ekspor Industri

Minyak dan Lemak ...276 32. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Ekspor

Industri Besi Baja ...276 33. Model ARCH-GARCH untuk Data Harga Ekspor Industri Tekstil ...277 34. Model ARCH-GARCH untuk Data Suku Bunga Riil ...277 35. Uji Normalitas pada Variabel Harga Minyak Dunia ...278 36. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Minyak

dan Lemak ...278 37. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Besi Baja ...278 38. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Tekstil ...279 39. Uji Normalitas pada Variabel Harga SBI Riil ...279 40. Contoh Closure pada Model CGE Dampak Volatilitas ...280


(34)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor industri merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selama periode 2004-2009 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukkan PDB adalah berkisar 26.16 persen hingga 28.37 persen (Badan Pusat Statistik, 2010a). Pangsa sektor industri tersebut jauh berada di atas sektor-sektor lainnya termasuk sektor pertanian, yang memiliki pangsa sekitar 16.00 persen. Hal ini menunjukan bahwa sektor industri selama kurun waktu tersebut merupakan sektor yang paling dominan kedudukannya dalam hal penciptaan PDB.

Lebih lanjut, kontribusi dari setiap sektor terhadap PDB dapat dilihat dari laju pertumbuhannya. Berdasarkan laju pertumbuhannya dalam pembentukan PDB diketahui bahwa meskipun sektor industri pengolahan tidak mengalami laju pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya, namun laju pertumbuhan yang dicapai selalu mengalami pertumbuhan positif. Laju pertumbuhan yang dicapai sektor industri pengolahan selama periode 2004-2008 berkisar antara 4.14-6.38 persen (Badan Pusat Statistik, 2010a). Hal tersebut menunjukan bahwa peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan PDB terus meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya. Apabila dikaji lebih detail diketahui bahwa pertumbuhan positif yang dicapai oleh industri pengolahan merupakan kontribusi dari pertumbuhan yang dicapai oleh industri pengolahan non minyak dan gas (non migas). Selama periode 2006-2009, industri pengolahan non-migas mengalami pertumbuhan positif,


(35)

2

sedangkan industri migas mengalami pertumbuhan negatif (Tabel 1). Industri pengolahan non-migas mengalami pertumbuhan berkisar antara 2.52-5.27 persen, sedangkan industri pengolahan migas mengalami pertumbuhan negatif dengan kisaran antara -0.06 sampai -2.21 persen. Pertumbuhan yang relatif bervariasi antar kelompok industri tersebut tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi sektor industri tersebut. baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan di Indonesia, Tahun 2006- 2009

(%)

Uraian 2006 2007 2008* 2009**

Industri Pengolahan 4.59 4.67 3.66 2.11

a. Industri Pengolahan Minyak dan Gas -1.66 -0.06 -0.34 -2.21 a.1. Pengilangan Minyak -1.89 -0.13 0.92 0.48 a.2. Gas Alam Cair (Liquefied

Natural Gas/LNG) -1.48 -0.01 -1.30 -4.32 b. Industri Pengolahan Non Minyak dan

Gas 5.27 5.15 4.05 2.52

b.1. Makanan. Minuman &

Tembakau 7.21 5.05 2.34 11.29

b.2. Tekstil, Barang Kulit &

Alas Kaki 1.23 -3.68 -3.64 0.53

b.3. Barang Kayu & Hasil Hutan

Lainnya -0.66 -1.74 3.45 -1.46

b.4. Kertas & Barang Cetakan 2.09 5.79 -1.48 6.27 b.5. Pupuk, Kimia & Barang dari

Karet 4.48 5.69 4.46 1.51

b.6. Semen & Mineral Non Logam 0.53 3.40 -1.49 -0.63 b.7. Logam Dasar Besi & Baja 4.73 1.69 -2.05 -4.53 b.8. Alat Angkutan, Mesin dan

Peralatan 7.55 9.73 9.79 -2.94

b.9. Barang Lainnya 3.62 -2.82 -0.96 3.13 * Angka sementara

** Angka sangat sementara

Sumber: Badan Pusat Statsitik, 2010a (diolah).

Disamping berkontribusi dalam pembentukan PDB, peranan sektor industri juga ditunjukkan dalam hal penciptaan devisa negara. Data yang ada


(36)

3

menunjukan bahwa sektor industri memiliki kontribusi besar dalam menghasilkan devisa bagi negara melalui nilai ekspornya (Gambar 1). Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa selama periode 2007-Mei 2010, kontribusi ekspor dari sektor industri berkisar antara 73.69 persen sampai dengan 81.41 persen (Kementerian Perindustrian, 2011). Hal tersebut menunjukan bahwa sektor industri memberikan kontribusi yang paling dominan dibandingkan sektor lainnya untuk kelompok ekspor non-migas.

Sumber: Kementerian Perindustrian, 2011 (diolah).

Gambar 1. Pangsa Ekspor Non-Migas Utama Menurut Sektor di Indonesia, Tahun 2007-2010

Peranan yang sangat dominan dari sektor industri dalam pembentukan PDB dan dalam penciptaan devisa negara menunjukan bahwa untuk saat ini sektor industri dapat dipandang sebagai ”mesin pertumbuhan” utama dalam perekonomian Indonesia. Nanga (2001) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

2007 2008 2009 2010


(37)

4

Lebih lanjut, kontribusi sektor industri dalam perekonomian adalah dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data BPS (2009a) diketahui bahwa pangsa sektor industri dalam menyerap tenaga kerja adalah sebesar 12.24 persen pada periode Agustus 2008. Dengan pangsa tersebut sektor industri menduduki peringkat kedua dalam penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian. Pangsa sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 20.69 persen. Hal ini menunjukan bahwa meskipun kemampuan sektor industri masih lebih rendah dibandingkan sektor pertanian, namun kontribusi sektor industri dalam penyerapan tenaga kerja tidak dapat diabaikan karena secara relatif masih lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya.

Apabila dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor industri diketahui bahwa selama periode Februari 2005 sampai dengan Agustus 2008 menunjukan kecenderungan peningkatan (Gambar 2). Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap meningkat dari 11.65 juta orang pada Februari 2005 menjadi 12.55 juta orang pada Agustus 2008. Dengan demikian selama periode Februari 2005 sampai dengan Agustus 2008 terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri sebanyak 0.90 juta orang (BPS, 2009a).

Perkembangan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor industri tentunya terkait dengan perkembangan yang terjadi pada sektor industri itu sendiri serta perkembangan kondisi perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk menjaga pertumbuhan sektor industri dan perekonomian secara keseluruhan guna menjamin terciptanya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.


(38)

5

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009a (diolah).

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri di Indonesia, Tahun 2005-2008

Perkembangan yang terjadi pada sektor industri seringkali digunakan sebagai indikator untuk menilai sejauhmana tahapan pembangunan yang sudah dilakukan oleh suatu negara. Pergeseran peran dari sektor yang dipandang tradisional (pertanian) ke sektor yang dipandang modern (industri dan jasa) diartikan sebagai suatu kemajuan dalam tahapan pembangunan. Baharsyah (1999) dalam studinya menyatakan bahwa potensi sektor industri pengolahan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat dari kontribusinya pada berbagai kegiatan ekonomi. Secara garis besar sektor industri pengolahan memiliki kontribusi dalam tiga bentuk yaitu: (1) kontribusi faktor produksi, yaitu diwujudkan dalam bentuk akumulasi kapital dan membuka kesempatan kerja baru, (2) kontribusi devisa yaitu dari peningkatan penerimaan ekspor, dan (3) kontribusi pasar yang diwujudkan dalam bentuk sumbangan terhadap pembentukan PDB atau pendapatan nasional.


(39)

6

Dengan peran yang sangat penting seperti dijelaskan pada bagian terdahulu maka berbagai perubahan yang terjadi dalam perekonomian nasional ataupun global yang menyebabkan penurunan kinerja sektor industri juga akan menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi yang dialami oleh negara-negara Asia, termasuk Indonesia, telah membuktikan hal tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang negatif terjadi karena memburuknya kinerja sektor industri pengolahan.

Kenaikan harga minyak di pasar dunia, krisis keuangan di Amerika Serikat, kenaikan harga pangan dunia dan krisis politik di Timur Tengah merupakan dinamika yang terjadi belakangan ini dan cenderung mempengaruhi perekonomian dunia. Dinamika perekonomian tersebut seringkali menyebabkan perubahan yang signifikan pada berbagai variabel ekonomi. Perubahan variabel ekonomi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja sektoral dan perekonomian secara keseluruahan. Mankiw (2003) menjelaskan bahwa dalam perekonomian kerapkali terjadi fluktuasi dalam jangka pendek. Fluktuasi tersebut akan mempengaruhi keseimbangan pendapatan nasional, kesempatan kerja dan tingkat harga.

Kenaikan harga minyak dunia menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi yang bersifat non-renewable tersebut. Peningkatan harga minyak dunia yang terjadi pada akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 merupakan isyarat bahwa dunia tengah menghadapi krisis energi. Peningkatan harga minyak dunia tersebut pada akhirnya “memaksa” pemerintah mengambil kebijakan menaikan harga BBM di dalam negeri.


(40)

7

Pergerakan harga minyak dunia yang cenderung semakin meningkat juga terjadi pada periode akhir tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Peningkatan harga minyak tersebut distimulus oleh peningkatan konsumsi dunia. Laporan

International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa tingkat konsumsi

minyak dunia tahun 2011 mencapai 89.4 juta barel per hari atau meningkat 1.50 juta barel per hari dibanding tahun 20101. Pergerakan harga minyak dunia yang cenderung terus meningkat juga distimulus oleh krisis politik di Libya. Krisis politik yang terjadi telah mendorong peningkatan harga minyak dunia mencapai US$ 115.97/barrel2. Lebih lanjut, peningkatan harga minyak dunia juga berimbas terhadap peningkatan harga komoditi lainnya. Harga pangan dunia juga akan cenderung mengalami peningkatan akibat naiknya biaya produksi dan biaya transportasi yang dikeluarkan serta adanya substitusi bahan bakar dari sumber nabati. Kenaikan harga minyak dunia yang disebabkan oleh krisis di Timur Tengah dan Afrika Utara telah mendorong kenaikan harga pangan sebesar 36.00 persen lebih tinggi dibandingkan harga pangan tahun 20103

Perkembangan harga minyak dan harga pangan dunia tentunya akan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Volatilitas harga minyak dan harga pangan dunia yang cenderung semakin meningkat akan memunculkan resiko dalam pengendalian partumbuhan ekonomi. Disamping itu, volatilitas yang terjadi juga akan mendorong kenaikan harga-harga barang di pasar domestik. Peningkatan harga tersebut akan berimplikasi terhadap capaian inflasi yang lebih

.

1

14 April 2011

2

8 Maret 2011


(41)

8

tinggi. Tekanan inflasi yang terjadi akan mendorong peningkatan suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). Berbagai perkembangan tersebut tentunya juga akan sangat mempengaruhi sektor industri pengolahan. Peningkatan harga minyak dan harga pangan akan memberikan tekanan biaya bahan baku dan bahan bakar bagi industri pengolahan. Sementara itu, kenaikan suku bunga akan meningkatkan biaya modal bagi industri pengolahan.

Fenomena yang juga sempat mempengaruhi perekonomian nasional adalah krisis keuangan di Amerika Serikat yang kemudian berkembang menjadi krisis keuangan global.

Krisis di AS akan berpengaruh terhadap Indonesia paling tidak melalui dua jalur atau transmisi yaitu perdagangan atau ekspor-impor dan pasar keuangan. Menurunnya daya beli masyarakat AS akibat krisis menyebabkan terjadinya penurunan permintaan (impor) terhadap sejumlah produk industri pengolahan, termasuk yang berasal dari Indonesia. Dari jalur keuangan, krisis global akan menyebabkan Indonesia berpotensi mengalami penurunan capital inflows, terutama dari investasi portofolio (Bank Indonesia, 2009). Implikasi dari kondisi

Kuatnya dampak krisis telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya, diprediksi akan melemah menjadi tumbuh sebesar 1.30 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2.70 persen pada 2007. Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2.60 persen pada 2007 menjadi 1.40 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6.50 persen 2007 menjadi sekitar 6.00 persen pada 2008 (Bank Indonesia, 2009).


(42)

9

tersebut menyebabkan fluktuasi pada berbagai variabel ekonomi seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga.

Fluktuasi tingkat suku bunga selama periode Januari 2008-Desember 2009 cenderung bergerak naik. Berdasarkan data yang dipublikasikan Bank Indonesia (2011a), suku bunga meningkat dari 8.00 persen (Januari 2008) menjadi 11.24 persen (November 2008). Setelah itu, tingkat suku bunga cenderung terus menurun hingga mencapai 6.64 persen pada Desember 2009. Peningkatan suku bunga kembali terjadi sebagai respon terhadap peningkatan inflasi yang terjadi pada bulan-bulan terakhir ini. BI menaikkan suku bunga pada level 6.75 persen per 4 Februari 2011. Peningkatan suku bunga tersebut didasarkan pertimbangan inflasi Januari 2011 mencapai 0.89 persen sehingga inflasi year on year pada Januari 2011 mencapai 7.02 persen4. Fluktuasi variabel suku bunga tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya biaya modal yang harus ditanggung pengusaha.

Sumber: Bank Indonesia, 2011b (diolah).

Gambar 3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Periode Januari-April 2011

4


(43)

10

Perkembangan yang juga terjadi dalam perekonomian pada periode terakhir ini adalah penguatan nilai tukar rupiah. Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi mendorong Pemerintah untuk merubah asumsi rupiah. Pemerintah berencana mengubah asumsi rupiah dari Rp 9 250 menjadi Rp 9 000 per dollar AS. Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode 1 Januari 2011 sampai dengan 15 April 2011 ditunjukan pada Gambar 3. Selama periode tersebut nilai tukar rupiah cenderung menguat dari Rp 9 133/US$ menjadi Rp 8 684/US$. Volatilitas rupiah yang terjadi di pasar uang merupakan dinamika perekonomian yang juga akan berpengaruh terhadap sektor industri pengolahan. Penguatan rupiah yang terlalu tinggi akan dapat menurunkan daya saing ekspor industri.

Volatilitas merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai fluktuasi terhadap nilai rata-rata dari suatu data time series. Volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga dan nilai tukar (devaluasi riil) diduga akan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian secara keseluruhan dan kinerja sektor-sektor perekonomian. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana dampak volatilitas keempat variabel ekonomi tersebut terhadap kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi.

1.2. Perumusan Masalah

Selama lebih dari tiga dasawarsa pembangunan perekonomian Indonesia, industri pengolahan memiliki arti penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain mampu memberikan nilai tambah yang lebih tinggi terhadap produk antara, sektor ini juga berperan penting dalam memberikan sumbangan terhadap Produk


(44)

11

Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan di sektor pengolahan memberikan multiplier effect (efek pengganda) yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika pemerintah memberikan perhatian yang lebih terhadap pertumbuhan sektor industri pengolahan.

Secara umum sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan positif di sepanjang tahun 2004-2007. Namun demikian laju pertumbuhan tersebut cenderung mengalami perlambatan. Pada tahun 2004 pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas mencapai sebesar 7.51 persen dan pada tahun 2005 pertumbuhannya turun menjadi sebesar 5.86 persen (BPS, 2008). Pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan menurun dari 6.40 persen pada tahun 2004 menjadi 4.60 persen tahun 2005 (Bank Indonesia, 2008). Perlambatan dan turunnya kontribusi sektor industri yang terjadi pada tahun 2005 diduga disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di tahun tersebut. Nicholson (1997) menjelaskan bahwa peningkatan harga input produksi, yang menyebabkan peningkatan biaya produksi yang dihadapi perusahaan, akan cenderung mendorong perusahaan untuk mengurangi output. Lebih lanjut, penurunan output tersebut akan diikuti dengan penurunan permintaan input (misalnya: tenaga kerja), yang merupakan derived demand.

Sementara itu, perkembangan makroekonomi Indonesia selama periode 2004-2007 menunjukan perkembangan yang relatif baik. Namun demikian, perubahan harga BBM dan dinamika perekonomian yang terjadi pada tahun 2005 diduga menyebabkan perubahan yang drastis pada beberapa indikator makroekonomi Indonesia seperti inflasi, nilai tukar, dan suku bunga SBI


(45)

12

(Tabel 2). Perubahan berbagai indikator makro tersebut tentunya juga mempengaruhi kinerja berbagai sektor perekonomian, termasuk sektor industri pengolahan.

Tabel 2. Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Indonesia, Tahun 2004-2009

Variabel 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan PDB (%) 5.00 5.70 5.50 6.30 6.01 4.55 Inflasi (%) 6.40 17.11 6.60 6.59 11.06 2.78 Nilai Tukar

Rata-rata

(Rp/$) 8 940.00

9 713.00 9 167.00 9 140.00 9 757.00 10 356.00 SBI 1bulan (%) 7.43 12.75 9.75 8.00 8.25 7.29 Sumber: Bank Indonesia, 2009 dan Badan Pusat Statistik, 2010a.

Untuk tahun 2008, dinamika perekonomian global dan nasional diwarnai dengan fenomena krisis finansial. Laporan Bank Indonesia (2009) menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia tahun 2008 secara umum mencatat perkembangan yang cukup baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6.01 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6.30 persen. Perlambatan pada seluruh sektor mulai terjadi di triwulan IV-2008, terutama sektor-sektor

tradable seiring dengan anjloknya permintaan dunia. Pada triwulan IV-2008,

krisis global yang semakin dalam telah memberi tekanan pada pasar tenaga kerja di Indonesia. Tekanan krisis global telah mengakibatkan beberapa perusahaan melakukan penyesuaian pada operasi kerjanya, efisiensi usaha, dan penutupan beberapa pabrik. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) beberapa perusahaan. Penurunan ekspor produk industri Indonesia ke AS dan negara-negara lain yang juga terkena dampak krisis telah menyulitkan sektor industri dalam negeri menjual produknya.


(46)

13

Lebih lanjut, Bank Indonesia (2009) menyebutkan bahwa dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat, terutama sejak Oktober 2008. Rupiah tertekan hingga sempat mencapai Rp 12 150 per dolar AS di November 2008 disertai melonjaknya volatilitas yang mencapai 4.67 persen. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5.40 persen dari Rp 9 140 (tahun 2007) menjadi Rp 9 757 (tahun 2008). Sementara itu, melonjaknya harga minyak dan komoditas pangan dunia berimbas pada tingginya inflasi IHK Indonesia yang mencapai 11.06 persen pada tahun 2008. Kenaikan ini dipicu oleh tingginya lonjakan harga minyak dunia yang memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 28.70 persen pada Mei 2008.

Dari jalur keuangan, krisis global menyebabkan Indonesia mengalami “kekeringan likuiditas”. Hal ini terjadi karena meningkatnya risiko secara global sehingga memicu pelepasan investasi portofolio asing di pasar keuangan domestik. Hasil studi Oliveira dan Fortunato (2006) mengungkapkan bahwa perusahaan yang relatif lebih kecil dan lebih muda akan lebih sulit menghadapi kendala likuiditas dibandingkan dengan perusahaan yang relatif lebih mapan.

Berbagai perkembangan yang terjadi sepanjang tahun 2008 menyebabkan pertumbuhan industri pengolahan mengalami perlambatan. Pertumbuhan industri pengolahan menurun menjadi sebesar 3.70 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2007 yang mencapai pertumbuhan sebesar 4.70 persen (Bank Indonesia, 2009).

Untuk tahun 2010 perkembangan perekonomian mampu mencapai pertumbuhan sebesar 6.10 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya


(47)

14

yang mencapai 4.60 persen. Namun demikian pada tahun 2010 perekonomian juga ditandai dengan tekanan inflasi yang cukup tinggi yaitu mencapai 6.96 persen lebih tinggi dari yang ditargetkan (Bank Indonesia, 2011c). Peningkatan inflasi ini distimulus peningkatan harga pangan dunia yang mendorong peningkatan harga pangan di pasar domestik. Peningkatan harga pangan yang terjadi terkait dengan peningkatan harga minyak dunia yang terjadi seiring dengan berlanjutnya krisis politik di Timur Tengah. Di sisi lain, perekonomian Indonesia di akhir tahun 2010 hingga awal 2011 juga ditandai dengan penguatan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia (2011c) mengungkapkan bahwa selama tahun 2010, nilai tukar rupiah secara rata-rata menguat 3.80 persen dibanding dengan akhir tahun 2009 menjadi Rp 9 081 per dolar AS. Kinerja nilai tukar rupiah tersebut didukung oleh terjaganya persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa dinamika perekonomian kerapkali menyebabkan perubahan yang signifikan pada berbagai variabel ekonomi. Semakin sering dan semakin tinggi besaran perubahan yang terjadi mencerminkan tingkat volatilitas suatu variabel yang semakin besar. Secara umum volatilitas menunjukan besarnya fluktuasi (varians) dari data deret waktu. Volatilitas yang terjadi pada berbagai variabel ekonomi tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi makroekonomi dan kinerja sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor industri. Bagaimana dampak volatilitas suatu variabel ekonomi terhadap sektor industri dan kondisi makroekonomi Indonesia menjadi pertanyaan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini. Secara spesifik pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:


(48)

15

1. Bagaimana tingkat volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil?

2. Bagaimana perkembangan output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil?

3. Bagaimana kinerja makroekonomi Indonesia sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil?

4. Bagaimana rekomendasi kebijakan dalam merespon volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil guna mendorong kinerja sektor industri pengolahan dan makroekonomi Indonesia?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Menganalisis tingkat volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil.

2. Menganalisis perkembangan output, harga, ekspor, impor dan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil.

3. Menganalisis kinerja makroekonomi Indonesia sebagai dampak volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil. 4. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong kinerja sektor industri

pengolahan dan makroekonomi Indonesia dalam merespon volatilitas harga minyak dunia, harga ekspor industri, suku bunga riil dan devaluasi riil.


(49)

16

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Cakupan penelitian yang dilakukan adalah bersifat agregat nasional dan agregat sektor. Oleh karena itu analisis terhadap kinerja sektoral, khususnya sektor industri pengolahan, juga bersifat agregat nasional. Hal tersebut bermakna bahwa penelitian yang dilakukan tidak mempertimbangkan aspek regional. Dengan demikian pengaruh keragaman karakteristik daerah dan kebijakan Pemerintah Daerah yang turut mempengaruhi kinerja suatu sektor industri pengolahan tidak tergambarkan dalam penelitian ini.

Di samping itu, penelitian ini juga tidak menggolongkan sektor industri berdasarkan skala industri (besar, sedang, kecil, dan rumah tangga). Dalam penelitian ini, suatu sektor industri dipandang sebagai satu kesatuan agregat yang merupakan gabungan dari berbagai skala industri yang ada. Oleh karena itu, analisis karakteristik masing-masing skala industri dan pengarunya terhadap kinerja suatu sektor industri juga tidak tergambarkan dalam penelitian.

Untuk kelompok industri yang dianalisis disesuaikan dengan pengelompokan pada Tabel Input Ouput tahun 2008. Kelompok industri dalam penelitian ini difokuskan pada lima belas kelompok industri. Secara lengkap kelompok industri tersebut disajikan pada Tabel 3.

Penentuan kelompok industri pada penelitian ini juga berupaya mengakomodir pengelompokan yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian yang meliputi kluster industri inti, industri terkait dan penunjangnya serta industri prioritas andalan masa depan (Departemen Perindustrian, 2005). Kluster industri tersebut ditujukan untuk dapat mengatasi permasalahan mendesak yang dihadapi yang meliputi: penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan dasar dalam


(50)

17

negeri, pengolahan hasil pertanian dalam arti luas dan sumber daya alam dalam negeri, dan memiliki potensi pengembangan ekspor yang tinggi.

Tabel 3. Kelompok Industri Pengolahan yang Dianalisis

No. Sektor Industri No. Sektor Industri

1 Industri minyak lemak 9 Industri pupuk dan pestisida

2 Industri makanan olahan laut 10 Industri Pengilangan minyak

3 Industri makanan olahan 11 Industri semen

4 Industri tekstil, pakaian dan kulit 12 Industri dasar besi dan baja

5 Industri alas kaki 13 Industri logam

6 Industri bambu, kayu dan rotan 14

Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik

7

Industri kertas, barang dari

kertas dan karton 15

Industri alat pengangkutan dan perbaikannya


(51)

(52)

19

II. TINJAUAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian dan Batasan Industri Pengolahan

Pengertian industri terbagi menjadi dua lingkup, yaitu mikro dan makro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat substitusi. Dari segi pembentukan pendapatan yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah.

Lipsey, et al, 1997 mendefiniskan industri sebagai sekumpulan perusahaan yang sejenis. Sementara itu, Dumairy (1996) menjelaskan bahwa industri mempunyai dua pengertian, yaitu: Pertama, industri dapat diartikan sebegai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat pula diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor lain dalam suatu perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu memiliki term of trade yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lainnya.

Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat


(53)

20

kepada pemakai akhir (Badan Pusat Statistik, 2004). Dalam beberapa literatur dijelaskan bahwa industri pengolahan diartikan sebagai aktivitas ekonomi yang mengubah barang dasar yang bernilai rendah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Badan Pusat Statistik (2002) membagi industri pengolahan kedalam dua kelompok besar yaitu: 1) Industri Migas dan 2) Industri Bukan Migas. Industri Migas meliputi: a) industri pengilangan minyak bumi, dan b) industri gas alam cair. Adapun Industri Bukan Migas mencakup: a) industri makanan, minuman dan tembakau; b) industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; c) industri barang kayu dan hasil hutan lain; d) industri barang kertas dan barang cetakan; e) industri pupuk, kimia dan barang dari karet; f) industri semen dan barang galian bukan logam; g) industri logam dasar, besi dan baja; h) industri alat angkut, mesin dan peralatan; dan i) industri barang lainnya.

Lebih lanjut Badan Pusat Statistik (2004) menjelaskan bahwa perusahaan industri pengolahan dibagi dalam empat golongan yaitu: (1) golongan industri besar, apabila jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih; (2) golongan industri sedang, apabila jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang, (3) golongan industri kecil, apabila jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang; dan (4) golongan industri rumah tangga, apabila jumlah tenaga kerja sebanyak 1-4 orang.

Dalam aktivitas industri terdapat pihak-pihak yang memiliki peran dan keterkaitan dengan industri. Pada dasarnya setiap pihak (pengusaha, pekerja, pemerintah dan masyarakat) secara langsung atau tidak langsung memiliki kepentingan terhadap berkembangnya suatu industri. Hubungan antara pengusaha, pekerja, pemerintah dan masyarakat dinamakan dengan hubungan industrial


(54)

21

(industrial relation). Jadi keseluruhan hubungan kerjasama yang terkait dengan proses produksi di suatu perusahaan atau industri merupakan hubungan industrial.

Industri bagi pemerintah dan masyarakat mempunyai arti yang sangat penting karena merupakan bagian dari sektor ekonomi yang berfungsi menghasilakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Di sisi lain bagi pekerja, berkembangnya industri akan membuka peluang terciptanya kesempatan kerja yang lebih luas. Dengan demikian maka setiap pihak pada dasarnya mempunyai kepentingan dan tanggung jawab atas kelengsungan dan keberhasilan setiap industri. Oleh karena itu, setiap pihak perlu berperan untuk mendorong terciptanya hubungan industrial yang harmonis agar setiap industri dapat mencapai kinerja terbaiknya.

2.1.2. Fluktuasi Ekonomi dan Kebijakan Stabilisasi

2.1.2.1. Fluktuasi Ekonomi

Keseimbangan perekonomian terbentuk pada saat perpotongan kurva permintaan agregat (aggregate demand, AD) dan kurva penawaran agregat

(aggregate supply, AS). Dalam jangka panjang, perekonomian berada pada

perpotongan kurva penawaran agregat jangka panjang dan kurva permintaan agregat. Karena harga-harga telah disesuaikan pada tingkat yang berlaku maka kurva penawaran agregat jangka pendek juga memotong titik keseimbangan tersebut. Keseimbangan yang dicapai pada jangka panjang akan tercapai pada tingkat output alamiah (full-employment). Kondisi full employment (Y*) dalam keseimbangan jangka panjang ditunjukan pada Gambar 4.


(55)

22

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 4. Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan Jangka Panjang

Sementara itu, dalam jangka pendek keseimbangan pada kondisi full

employment terkadang tidak dapat terpenuhi. Ketidakseimbangan dari kondisi full

employment pada jangka pendek atau yang lebih dikenal dengan siklus bisnis

terjadi karena adanya guncangan (shock) dalam perekonomian. Guncangan yang terjadi dapat disebabkan oleh guncangan pada sisi AD ataupun AS. Guncangan tersebut membuat kondisi full employement dapat tidak tercapai.

Guncangan pada sisi AD misalnya adalah: lonjakan investasi, lonjakan konsumsi, peningkatan dalam nilai tukar secara mendadak, dan pemotongan suku bunga yang tidak diprediksi (Mankiw, 2003). Suatu lonjakan pada sisi AD, misalnya: lonjakan investasi, akan menggeser kurva AD ke kanan. Pergesearan AD ke kanan menyebabkan tingkat output dan harga relatif meningkat

(unexpected inflation). Lebih lanjut, dengan pergeseran AS ke kiri maka

Output (Y) AD1

SRAS1 (Pe=P1)

P1

P LRAS


(56)

23

keseimbangan kembali pada tingkat alamiah dengan tingkat harga yang lebih tinggi (Gambar 5).

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 5. Guncangan Pada Permintaan Agregat: Lonjakan Investasi

Sementara itu, guncangan pada sisi AS misalnya adalah peningkatan harga minyak secara mendadak dan penemuan teknologi baru. Guncangan akibat dari peningkat harga minyak akan menggeser AS ke kiri. Keseimbangan baru terbentuk pada tingkat output yang lebih rendah (stagnasi) dan harga yang lebih tinggi (inflasi). Dengan demikian guncangan kenaikan harga minyak tersebut menyebabkan terjadinya stagflasi (Gambar 6).

Krisis finansial global yang saat ini terjadi merupakan salah satu bentuk dari guncangan dalam perekonomian. Akibat krisis sub prime mortgage yang terjadi sejak 2007 itu, sejumlah lembaga keuangan di dunia bangkrut. Secara makro, kerugian yang ditimbulkan oleh dampak krisis di AS terlihat dari turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi dunia. Rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dunia itu tentunya akan sangat berpengaruh terhadap sektor riil di negara yang

SRAS1 (Pe=P1)

P2 P3

AD2

Y* Output (Y)

AD1 SRAS1 (Pe=P3)

P1


(57)

24

memiliki portofolio ekonomi yang besar dengan AS dan negara-negara yang terkena dampak secara signifikan dari krisis di AS tersebut.

Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 6. Guncangan Pada Penawaran Agregat: Lonjakan Harga Minyak

Secara teoritis, Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam small

open economy. Dengan demikian berbagai guncangan yang terjadi dalam

perekonomian global akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Krisis di AS akan berpengaruh terhadap Indonesia paling tidak melalui dua jalur atau transmisi: (1) perdagangan atau ekspor impor dan (2) pasar keuangan.

Melalui jalur perdagangan, krisis AS akan mempengaruhi neraca perdagangan (ekspor-impor). Penurunan ekspor produk industri Indonesia ke AS dan negara-negara lain yang juga terkena dampak krisis akan menyulitkan industri dalam negeri dalam menjual produknya. Apabila kesulitan tersebut tidak dapat diatasi maka dapat mendorong industri untuk mengurangi volume produksi dan melakukan rasionalisasi (PHK). Secara agregat penurunan produksi industri dan

Y*

SRAS1 (Pe=P1)

P2

Output (Y) AD1

SRAS2 (Pe=P2)

P1


(58)

25

penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan turunnya produk nasional dan meningkatnya pengangguran.

Dari jalur keuangan, Indonesia berpotensi mengalami penurunan capital

inflows, terutama dari investasi portofolio. Indonesia masih belum menjadi tempat yang atraktif bagi investasi langsung (foreign direct investment/FDI). Dengan demikian, jika kepercayaan tidak terpelihara dengan baik, rupiah dan pasar modal menjadi tidak terkendali yang lambat laun akan mempengaruhi kinerja sektor riil.

2.1.2.2. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi adalah kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Alternatif kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengatasi fluktuasijangka pendek adalah berupa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tujuan utama kebijakan fiskal dan moneter adalah mempertahankan agar perekonomian berada dalam keseimbangan permintaan dan penawaran dan mempertahankan tingkat harga yang terjadi (Branson and Litvack, 1981). Upaya untuk menjaga keseimbangan tersebut diperlukan karena apabila terjadi ekses permintaan, akan menyebabkan inflasi. Sebaliknya permintaan yang kurang mencukupi akan mendorong terjadinya pengangguran dan deflasi.

Ekspansi fiskal melalui belanja pemerintah (G) merupakan bagian dari pengeluaran agregat (AE). Seberapa besar kebijakan fiskal (melalui peningkatan pengeluaran pemerintah) akan meningkatkan output, tergantung pada besaran

multiplier effect (Branson and Litvack, 1981).

Permasalahan mendasar pada negara berkembang adalah masalah current

account deficit (external imbalance) dan tingginya tingkat pengangguran dan


(59)

26

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun kebijakan ekspansi untuk meningkatkan pertumbuhan, seringkali menyebabkan permintaan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapasitas supply. Hal ini berdampak pada masalah

external balance, yaitu: (1) meningkatnya impor, sementara ekspor turun

sehingga memperlebar external imbalance, dan (2) excess demand menyebabkan inflasi meningkat yang berpengaruh pada memburuknya keunggulan kompetitif negara di lingkup internasional, dengan demikian semakin memperburuk external

imbalance. Sehingga tujuan meningkatkan employment justru seringkali

berdampak pada memburuknya current account pada balance of payment (BOP) (Hossain dan Chowdhury, 2001).

Efektivitas kebijakan fiskal pada perekonomian terbuka tergantung pada derajad mobilitas kapital dan kondisi exchange rate. Kebijakan fiskal pada kurs flexibel dan mobilitas kapital sempurna ditunjukan pada Gambar 7. Ekspansi fiskal akan menggeser IS ke kanan dari IS0 ke IS1, sehingga meningkatkan suku bunga domestik (id) dan pendapatan nasional (Y. Hal ini menggeser internal

balance dari titik A ke titik B. Pergeseran IS0 ke IS1 akan meningkatkan

aggregate demand. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga (P). Peningkatan P

mengakibatkan penurunan konsumsi (C), penurunan ekspor (X) dan meningkatkan impor (M). Hal ini mengakibatkan kurva IS mengalami crowding out (bergeser ke kiri dari IS1 ke IS0

Peningkatan i ).

d

mengakibatkan peningkatan net inflow (Capital Inflow), sehingga capital account mencapai surplus. Peningkatan Y mengakibatkan peningkatan impor (M), sehingga dengan demikian net ekspor (NX) menurun sehingga current account defisit. Pada kondisi dimana mobilitas modal sempurna,


(60)

27

maka slope kurva BP datar. Pada kondisi ini peningkatan sedikit id memberikan peningkatan capital inflow (CI) yang sangat besar, sehingga surplus capital

account ditambah defisit current account memberikan surplus Balance of

Payment (BP). Surplus BP mengakibatkan apresiasi nilai tukar, hal ini mengakibatkan penurunan NX. Penurunan NX mengakibatkan pergeseran kurva IS kembali ke IS0 , sehingga internal balance kembali ke titik A.

Alternatif kebijakan yang dapat ditempuh untuk mencapai keseimbangan internal dan eksternal adalah kebijakan moneter. Kebijakan Moneter (monetary

policy) adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar dan tingkat bunga (interest rates). Di Indonesia kebijakan moneter dijalankan oleh suatu otoritas moneter. Bank Indonesia dan Pemerintah secara bersama-sama diberikan amanat oleh Undang-Undang untuk mengelola aspek moneter dalam perekonomian Indonesia.

Sumber: Branson and Litvack, 1981.

Gambar 7. Ekspansi Fiskal dengan Aliran Modal Sempurna dan Kurs Fleksibel

id

B

A

LM

Y0 Y (Output)

i0

IS1 BP


(61)

28

Pada kondisi kurs fleksibel dan mobilitas kapital sempurna (perfect capital

mobility), ekspansi moneter akan menggeser LM ke kanan dari LM0 ke LM1,

sehingga menurunkan id dan meningkatkan Y (Gambar 8). Hal ini menggeser

internal balance dari titik A ke titik B. Pergeseran LM0 ke LM1 akan

meningkatkan aggregate demand. Hal ini mengakibatkan peningkatan harga (P). Peningkatan P mengakibatkan penurunan konsumsi (C), penurunan ekspor (X) dan meningkatkan impor (M). Hal ini mengakibatkan kurva IS bergeser ke kiri.

Penurunan id mengakibatkan penurunan CI yang besar, sehingga capital

account defisit. Peningkatan Y mengakibatkan peningkatan impor sehingga NX

menurun (current account defisit). Dengan demikian terjadilah defisit BP. Defisit BP yang besar mengakibatkan depresiasi nilai tukar, sehingga mendorong peningkatan NX yang besar. Peningkatan NX mengakibatkan pergeseran kurva IS ke kanan ke IS2, sehingga internal balance bergeser dari titik B ke titik C.

IS2 i0

id

IS1 B

C A

Y0 Y1 Y (Output)

Sumber: Branson and Litvack, 1981.

Gambar 8. Ekspansi Moneter dengan Aliran Modal Sempurna dan Kurs Fleksibel

LM0

BP

IS0


(62)

29

2.1.3. Teori Produksi dan Minimisasi Biaya

Secara teoritis, industri yang merupakan kumpulan dari perusahaan-perusahaan, merupakan agen ekonomi yang diasumsikan berorientasi pada maksimisasi profit. Nicholson (1997) menjelaskan bahwa tujuan perusahaan adalah mengubah input menjadi output dalam suatu proses produksi. Model abstrak yang menjelaskan hubungan antara input dan output industri disebut fungsi produksi. Apabila q merepresentasikan jumlah output dalam suatu periode tertentu, dan diasumsikan hanya dua input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut yaitu K (merepresentasikan kapital yang digunakan) dan L (input tenaga kerja) maka persamaan fungsi produksinya adalah:

q = f (K, L) ... (2.1) Lebih lanjut, Nicholson (1997) menjelaskan bahwa perusahaan merupakan suatu unit produksi yang bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi tersebut didefinisikan sebagai:

π = TR(q) - TC(q) ...………. (2.2) Dimana TR(q) adalah jumlah penerimaan dan TC(q) adalah biaya ekonomi dan keduanya merupakan fungsi dari tingkat output yang diproduksi. Perusahaan akan memilih tingkat produksi yang menghasilkan tingkat keuntungan yang terbesar. Perusahaan yang akan memaksimumkan keuntungan akan berproduksi pada tingkat output dimana tambahan penerimaan (MR) dari menjual satu unit tambahan sama dengan tambahan biaya (MC) untuk menghasilkan unit tambahan tersebut. Secara matematis, keuntungan maksimal akan dicapai perusahaan apabila:


(63)

30

Lebih lanjut terkait dengan penyerapan TK (input lainnya), teori ekonomi menjelaskan bahwa permintaan industri terhadap TK (input lainnya) adalah merupakan permintaan turunan (derived demand). Artinya adalah bahwa permintaan terhadap TK (input lainnya) akan ditentukan oleh berapa banyak output yang akan diproduksi. Dengan mensubstitusi q = f(K, L) dalam persamaan 2.2. maka fungsi keuntungan dapat dituliskan sebagai berikut:

π = TR(K,L) – TC (K,L) ……….. (2.4)

First order condition untuk maksimasi fungsi keuntungan tersebut adalah:

... (2.5)

Persamaan (2.5) menunjukan bahwa untuk memaksimumkan keuntungan, perusahaan seharusnya menggunakan setiap input sampai tingkat dimana penerimaan tambahan dari satu unit tambahan sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.

Apabila kemudian diasumsikan bahwa perusahaan merupakan price taker dalam hal penjualan dan pembelian input, maka:

TR/K = (P.q)/K = P. q/K = P.MPk TR/L = (P.q)/L = P. q/L = P.MPl TC/∂K = v

TC/∂L = w ………..………..…... (2.6) Dimana v menunjukan tingkat sewa kapital dan w adalah tingkat upah. Dengan mensubstitusikan persamaan (2.6) ke persamaan (2.5) maka akan diperoleh:

0 = ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ K TC K TR K π 0 = ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ L TC L TR L π


(64)

31

P.MPk = v atau NPMk = v

P.MPl = w atau NPMl = w …………...………..…... (2.7)

Persamaan (2.7) menunjukan bahwa perusahaan berproduksi secara optimal apabila nilai produk marjinal dari kapital (NPMk) dan tenaga kerja (NPMl) sama dengan besarnya nilai sewa kapital dan upah tenaga kerja. Dalam bentuk yang lain persamaan (2.7) dapat dituliskan menjadi sebagai berikut:

MPk = v/P

MPl = w/P ………..……….. (2.8)

Persamaan (2.8) menunjukan bahwa perusahaan akan memperoleh laba maksimum apabila mempekerjaan/menggunakan input sampai nilai produk marginal dari input tersebut sama dengan rasio harga input terhadap output.

Nicholson (1997) juga menjelaskan bahwa dalam memproduksi sejumlah output tertentu (q0

π = wL + vK+ λ (q

) maka perusahaan akan mengkombinasikan input pada tingkat biaya yang minimum. Minimisasi biaya pada tingkat produksi tertentu dapat diturunkan dari fungsi keuntungan. Fungsi keuntungan dari perusahaan adalah:

0 –

First order condition untuk minimisasi biaya adalah:

f(K, L)) ...……….. (2.9)

∂π /L = w - λ(∂f/L) = 0 …...….……….. (2.10)

∂π/K = v - λ(∂f/K) = 0 ...…....……….. (2.11)

∂π /∂λ = q0

Dengan membagi persamaan 2.10. dengan 2.11. maka akan diperoleh:

- f(K,L) = 0 ...……...……….. (2.12)

) untuk ( / / K L RTS K f L f v w = ∂ ∂ ∂ ∂


(65)

32

Persamaan 2.13 menunjukan bahwa kombinasi input dengan biaya minimum akan tercapai apabila rate of technical substitution (RTS) dari kedua input sama dengan rasio harga kedua input tersebut.

2.1.4. Teori Keseimbangan Umum

Konsep dasar ekonomi keseimbangan umum didasarkan pada konsep pareto optimum yang dicapai oleh setiap agen ekonomi. Agen ekonomi meliputi produsen, konsumen, investor dan pemerintah. Produsen merupakan agen ekonomi yang mewakili sisi produksi dan diasumsikan ingin memaksimumkan keuntungan. Sementara itu, konsumen mewakili sisi konsumsi yang diasumsikan ingin memaksimumkan kepuasan (utilitas).

Nicholson (1997) menjelaskan bahwa produsen berada dalam keseimbangan bila Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS) dari input yang digunakan sama dengan rasio harga input. Untuk kasus dua input (misalnya: tenaga kerja dan kapital) maka keseimbangan dicapai ketika

2 1 1

w w

MRTSk =

dimana w1 adalah harga faktor L (tenaga kerja) dan w2

2 1 1 1

w w MRTS

MRTS k = k =

adalah harga faktor K (modal). Apabila terdapat dua perusahan yang menghasilkan dua produk yang berbeda dan dengan menggunakan dua input tersebut maka keseimbangan

produksi akan dicapai ketika : .

Keseimbangan simultan yang dicapai (untuk kasus dua input dan dua ouput) dapat dijelaskan melalui Diagram Edgeworth. Keseimbangan simultan antar dua produk tercapai pada saat isokuan produk 1 bersinggungan dengan


(1)

Lampiran 38. Uji Normalitas pada Variabel Harga Ekspor Industri Tekstil

0 10 20 30 40 50

-5.00 -3.75 -2.50 -1.25 0.00 1.25 2.50 3.75

Series: Standardized Residuals Sample 1988M02 2008M12 Observations 251

Mean 0.005600 Median 0.066341 Maximum 3.826223 Minimum -4.930834 Std. Dev. 1.001957 Skewness -0.651797 Kurtosis 7.373423 Jarque-Bera 217.8072 Probability 0.000000

Lampiran 39. Uji Normalitas pada Variabel Harga SBI Riil

0 2 4 6 8 10 12 14

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3

Series: Standardized Residuals Sample 2002M04 2008M12 Observations 81

Mean 0.088018 Median 0.024739 Maximum 3.016691 Minimum -4.334937 Std. Dev. 1.002299 Skewness -0.742168 Kurtosis 7.002953 Jarque-Bera 61.51574 Probability 0.000000


(2)

Lampiran 40. Contoh Closure pada Model CGE Dampak Volatilitas

! Solution file, Solution method, Log file

check-on-readelements = warn; ! very often needed

method = Johansen;

log file = yes; ! Optional

auxiliaryfiles = wayang44;

verbaldescription = Harga Minyak Dunia;

! Data, Equations file, Summary file

file mdata=D:\Disertasi\Way44.har;

updatedfile mdata=D:\Disertasi\Way44a3.har;

file summary=D:\Disertasi\summary44.har;

equationsfile=D:\Disertasi\temp;

model=D:\Disertasi\indof;

solutionfile=D:\Disertasi\simbbm;

! Closure

Exogenous q ; ! HH Number of households

Exogenous f5 ; ! COM*SRC Government demand shift!

Exogenous f4p ; ! COM Price (upward) shift in export demand schedule

Exogenous f4q ; ! COM Quantity (right) shift in export demands

Exogenous fx6 ; ! COM*SRC Shifter on rule for stocks

Exogenous phi ; ! 1 Exchange rate, rupiah/$world

Exogenous a3_s ; ! COM*HH Taste change, hhold imp/dom composite

Exogenous a1fac ; ! AGRIFAC*AGIND Primary factor tech. change, agri.

Exogenous a1tot ; ! IND All input augmenting technical change

Exogenous a2tot ; ! IND Neutral technical change - investment

Exogenous delB ; !

Exogenous f1oct ; ! IND Shift in price of "otehr cost" tickets

Exogenous t0imp ; ! COM Power of tariff

Exogenous a1faco ; ! N_AGRIFAC*N_AGIND Prim. factor tech. change, otehr

Exogenous a1prim ; ! IND All factor augmenting technical change

Exogenous f5tot2 ; ! 1 Ratio between f5tot and x3tot

Exogenous fgov_f ; ! TYPE Shift in transfers: govt. -- foreign

Exogenous fgov_h ; ! HH*TYPE Shift in transfers: govt. -- households

Exogenous pf0cif ; ! COM C.I.F. foreign currency import prices

Exogenous f0tax_s ; ! COM General sales tax shifter

Exogenous f3tot_h ; ! HH Ratio, consumption/income by hh

Exogenous f3tax_s ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on household usage

Exogenous f5tax_cs ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on government usage

Exogenous f1inc_tax ; ! 1 Overall income tax shifter

Exogenous f1lab_i_x ; ! OCC Skill-specific labour shifter

Exogenous f1tax_csi ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on intermediate usage

Exogenous f2tax_csi ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on investment

Exogenous x1cap_vah ; ! HH variable capital by household, agri.

Exogenous x1cap_vnh ; ! HH variable capital by household, non-agri.

Exogenous x1lab_i_h ; ! OCC*HH Household labour supply

Exogenous x1lndi_hh ; ! AGIND*HH Household supply of land, agri.

Exogenous f4tax_trad ; ! 1 Uniform % change in powers of taxes on tradtnl exports


(3)

Lampiran 40. Lanjutan

Exogenous emptrend ; ! Trend employment

Exogenous delUnity; ! dummy variable, always exogenously set to one

Exogenous f_accum; ! IND shifter to switch on accumulation equation

Exogenous invslack;!1

Exogenous delfudge;!1

Exogenous ffreg2 ; ! IND

Exogenous ffreg3 ; ! COM

Exogenous ffreg4 ; ! COM

Exogenous ffreg5 ; ! COM

Exogenous ff_x1tot_r ; ! NATIND

Exogenous f_x1tot_r ; ! NATIND*REG

Exogenous freg2 ; ! IND*REG

Exogenous freg3 ; ! COM*REG

Exogenous freg4 ; ! COM*REG

Exogenous freg5 ; ! COM*REG

Exogenous q_reg ; ! REG

Restendogenous;

cpu=yes ; ! (Optional) Reports CPU times for various stages

shock delUnity=1;

shock delfudge=1;

shock emptrend=3.485;

shock f5tot2=-1.16;

shock f4p("KilangMyk")=16.48;

shock pf0cif("KilangMyk")=16.48;

shock a1tot("Padi")=-6.86;

shock a1tot("TanLain")=-5.56;

shock a1tot("Karet")=-4.04;

shock a1tot("Tebu")=-4.5;

shock a1tot("Kelapa")=-3.24;

shock a1tot("sawit")=-3.24;

shock a1tot("Tembakau")=-6.46;

shock a1tot("Kopi")=-4.14;

shock a1tot("Teh")=-2.84;

shock a1tot("Cengkeh")=-0.50;

shock a1tot("KebunLain")=-1.84;

shock a1tot("Peternakan")=-2.95;

shock a1tot("Kehutanan")=0.33;

shock a1tot("Perikanan")=-4.81;

shock a1tot("MnkGasPnsBm")=0.26;

shock a1tot("BatubaraLgm")=-7.56;

shock a1tot("MnykLemak")=-8.8;

shock a1tot("MakOlahLaut")=-7.59;

shock a1tot("MakOlah")=-7.59;

shock a1tot("TexPakKlt")=0.14;

shock a1tot("AlasKaki")=0.14;

shock a1tot("BmbKaRtn")=0.74;

shock a1tot("KaretPlast")=-2.82;


(4)

Lampiran 41. Lanjutan

shock a1tot("FertiPest")=-2.82;

shock a1tot("KilangMyk")=0.27;

shock a1tot("Semen")=-0.26;

shock a1tot("BesiBaja")=-5.18;

shock a1tot("IndLogam")=-5.18;

shock a1tot("MesinListrik")=-7.68;

shock a1tot("AltAngkut")=-7.68;

shock a1tot("IndustriLain")=-1.84;

shock a1tot("Listrik")=-6.14;

shock a1tot("GasAir")=-17.56;

shock a1tot("Bangunan")=-6.62;

shock a1tot("Perdagangan")=-2.74;

shock a1tot("RestHotel")=-5.02;

shock a1tot("AngkDrt")=-4.62;

shock a1tot("AngkAir")=-1.74;

shock a1tot("AngkUdara")=-9.43;

shock a1tot("Komunikasi")=-24.51;

shock a1tot("LembKeu")=-5.06;

shock a1tot("JsPemerintah")=-4.08;

shock a1tot("JasaLain")=-6.73;


(5)

(6)