2. Pertanyaan Penelitian
2.1. Bagaimana gambaran tingkat stres lansia di Posyandu Lansia Parparean 4, Kecamatan Porsea?
2.2. Bagaimana gambaran kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia Parparean 4, Kecamatan Porsea?
3. Tujuan Penelitian
3.1. Mengetahui gambaran tingkat stres lansia di Posyandu Lansia Parparean 4 Kecamatan Porsea.
3.2. Mengetahui gambaran kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Porsea
4. Manfaat Penelitian
4.1. Bagi pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini merupakan hasil bukti penelitian klinik yang
dapat di jadikan sebagai masukan bagi pelayanan keperawatan di Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Porsea yang
berkaitan dengan tingkat stres dan kualitas tidur pada lansia.
4.2. Bagi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan tentang
tingkat stres dan kualitas tidur pada lansia yang dapat di jadikan referensi terhadap pendidikan keperawatan
Universitas Sumatera Utara
4.3. Bagi penelitian keperawatan Penelitian ini dapat menjadi data dasar dan dukungan referensi
terhadap penelitian selanjutnya yang sesuai dengan bidang keilmuan terkait dengan tingkat stres dan kualitas tidur pada lansia.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Stres
1.1 Definisi Stres
Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stres emosi dapat menimbulkan perasaan negatif
terhadap diri sendiri dan orang lain. Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah, stres
sosial akan mengganggu hubungan individu terhadap kehidupan Hans Selye, 1956 ; Davis, at all, 1989 ; Barbara Kozier, et all, 1989
Potter dan Perry 2005 menyatakan persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan besar menimbulkan stres. Stimuli yang mengawali
mencetuskan perubahan disebut stresor. Stresor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan
fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural. Stresor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai
internal atau eksternal. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang mis. demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, ataus uatu keadaan
6
Universitas Sumatera Utara
emosi seperti rasa bersalah. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang mis.perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran
keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan. Lazarus dan Folkman 1984 stres adalah sebagai suatu hubungan yang
khas antar individu dan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai suatu hal yang mengancam atau melampaui kemampuannya untuk
mengatasinya sehingga membahayakan kesejahteraannya. Maramis 1999 mengatakan stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, oleh
karena itu stres dapat mengganggu keseimbangan.
1.2 Jenis Stres
Nasir dan Muhith 2011 menyatakan bahwa stres terbagi dua jenis stres, yaitu baik dan buruk. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang
kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan yang baik anxiousness distres atau pleasure eustres.
a. Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan
untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang baik dan berharga. Stres yang baik terjadi jika setiap stimulus
mempunyai arti sebagai hal yang memberikan pelajaran bagi kita, betapa suatu hal yang dirasakan seseorang memberikan arti sebuah pelajaran dan
bukan sebuah tekanan. Dengan demikian, dikatakan stres positif apabila setiap kejadian dihadapi dengan selalu berpikiran yang positif dan setiap
Universitas Sumatera Utara
stimulus yang masuk merupakan suatu pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang untuk selalu berpikir dan berprilaku bagaimana agar
apa yang akan dilakukan selalu membawa manfaat dan bukan bencana. Untuk menjadikan stres sebagai suatu yang positif, maka perlu ada sikap
bahwa masalah harus dicarikan penyelesaiannya problem solving. Salah satunya dengan mencari dukungan dari orang lain untuk membantu
menyelesaikan masalah, terutama bila masalah sulit diselesaikan. Apabila tetap tidak bisa diselesaikan cukup dengan diambil hikmahnya.
b. Stres yang buruk atau distres adalah stres yang bersifat negatif. Distres dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana
respons yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman. Distres
terjadi apabila suatu stimulus diartikan sebagai sesuatu yang merugikan dirinya sendiri dalam hal kenikmatan saja dan biasanya terjadi pada saat
itu juga, dimana sebuah stimulus dianggap mencoba untuk menyerang dirinya. Hal ini berdampak pada suatu penentuan sikap untuk mencoba
mengusir stimulus tersebut dengan cara menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah, atau menyalahkan orang lain. Hans Selye
1982, menyebutkan bahwa distres adalah tubuh jika dihadapkan pada tuntutan yang berlebihan, sedangkan menurut Dadang Hawari 2001,
distres dimaknai sebagai sebuah reaksi tubuh yang menyebabkan fungsi organ tubuh tersebut sampai terganggu.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Model Stres
Perawat menggunakan model stres untuk membantu klien mengatasi respons yang tidak sehat atau non produktif. Dengan modifikasi, model ini
dapat membantu perawat berespons dalam merawat degan cara yang menunjukkan individualisasi bagi klien.
1.3.1 Model Stres Berdasar respons Model stres dari Selye 1976 adalah model berdasarkan respons yang
mendefinisikan stres sebagai respons non-spesifik dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang ditimpakan padanya. Stres ditunjukkan oleh reaksi
fisiologis spesifik, GAS. Sehingga respon seseorang terhadap stres benar-benar fisiologis dan tidak pernah dimodifikasi untuk
memungkinkan pengaruh dari kognitif McNett, 1989.
1.3.2 Model Adaptasi Model adaptasi didasarkan pada pemahaman bahwa individu
mengalami ansietas dan peningkatan stres ketika mereka tidak siap untuk menghadapi situasi yang menegangkan. Dengan menggunakan
model ini dan intervensi yang sesuai, perawat dapat membantu klien dan keluarga untuk meningkatkan kesehatan dalam semua dimensi
kemanusiaan McNett, 1989.
Universitas Sumatera Utara
1.3.3 Model Berdasar Stimulus Model berdasarkan stimulus memfokuskan pada asumsi berikut : a
Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal, dan perubahan ini membutuhkan tipe dan durasi penyesuaian yang sama. b Individu
adalah resipien pasif dari stres, dan persepsi mereka terhadap peristiwa adalah tidak relevan. c Semua orang mempunyai ambang stimulus
yang sama, dan penyakit dapat terjadi pada setiap titik setelah ambang tersebut McNett, 1989. Seperti hal pada model berdasarkan respons,
model berdasarkan stimulus tidak memungkinkan untuk perbedaan individu dalam persepsi dan respons terhadap stressor. Perawat
mungkin mengalami kesulitan ketika berupaya untuk menggunakan model ini dalam penatalaksanaan stres karena kurangnya keleluasaan
untuk adaptasi individu McNett, 1989.
1.3.4 Model Berdasar Transaksi Model berdasarkan transaksi memandang individu dan lingkungan
dalam hubungan yang dinamis, resiprokal, dan interaktif Lazarus Folkman, 1984. Model ini, yang dikembangkan oleh Lazarus
Folkman, memandang stresor sebagai respons perseptual individu yang berakar dari proses psikologis dan kognitif. Stres berasal dari hubungan
antara individu dan lingkungan. Model ini berfokus pada proses yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan stres seperti penilaian kognitif dan koping Monsen, Floyd, dan Brookman, 1992.
1.4 Tingkat Stres
Menurut Rasmun 2004 stres dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu stres ringan, stres sedang, dan stres berat. Stres ringan biasanya tidak merusak
aspek fisiologis, stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa, ketiduran, kemacetan, dan dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir
dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus-menerus.
Stres sedang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih,
mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor
predisposisi suatu penyakit koroner. Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai
beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan penyakit fisik yang lama.
1.5 Tahapan Stres
Seseorang yang stres akan mengalami tahapan stres. Menurut Amberg 1979, sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Hawari 2001 bahwa
tahapan stres adalah sebagai berikut : a Stres tahap pertama paling ringan, yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan,
Universitas Sumatera Utara
mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. b Stres tahap kedua, yaitu stres
yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, mudah lelah sesudah makan, tidak dapat rileks,
lambung dan perut tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadat. c
Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan susah
tertidur lagi, bangun terlalu pagi dan sulit tidur lagi, koordinasi tubuh terganggu, dan akan jatuh pingsan. d Stres tahap keempat, yaitu tahapan
stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin
terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsenterasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan. e Stres tahap
kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan,
gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik. f Stres tahap keenam paling berat, yaitu tahapan stres dengan tanda-
tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keringat, lemah, serta pingsan.
1.6 Sumber-Sumber Stres dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
Nasir dan Muhith 2011 menyatakan bahwa sumber-sumber stres sebagai berikut :
1. Sumber stres dari individu Terkadang sumber stres berasal dari individunya sendiri. Salah satu
yang dapat menimbulkan stres dari pribadi sendiri adalah melalui penyakit yang diderita oleh seseorang. Menjadi sakit menempatkan demands pada
sistem biologis dan psikologis, tingkatan stres yang dihasilkan oleh demands tersebut bergantung pada keseriusan penyakit dan usia orang
tersebut. Hal lain yang dapat menimbulkan stres dari individu sendiri adalah melalui penilaian dari dorongan motivasi yang bertentangan, ketika terjadi
konflik dalam diri seseorang dan biasanya orang tersebut berada dalam suatu kondisi di mana dia harus menentukan pilihan, dan pilihan tersebut
sama pentingnya.
2. Sumber stres dalam keluarga Konflik interpersonal dapat timbul sebagai akibat dari masalah
keuangan dan tujuan yang bertolak belakang. Dari banyak stresor dalam keluarga, ada tiga hal yang paling sering terjadi, yaitu sebagai berikut:
a. Bertambahnya anggota
keluarga dnegan
kelahiran anak dapat
menimbulkan stres
yang berkaitan
dengan masalah
keuangan bertambahnya anak bertambah pula biaya pengeluaran, masalah
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, dan ketakutan bahwa hubungan antara suami istri dapat terganggu.
b. Perceraian dapat menghasilkan banyak perubahan yang penuh dengan stres untuk semua anggota keluarga karena mereka harus menghadapi
perubahan dalam status sosial, pindah rumah, dan perubahan kondisi keuangan.
c. Anggota keluarga yang sakit, cacat, dan mati, yang pada umumnya memerlukan adaptasi, kemampuan untuk mengatasi perasaan sedih atau
duka yang mendalam dan kesabaran.
3. Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan Hal ini disebabkan karena tuntutan pekerjaan yang dapat menghasilkan
stres dalam dua cara, yaitu: a. Beban pekerjaan yang terlalu tinggi, sebagai akibat dari keinginan untuk
mendapatkan pengahasilan yang lebih atau jabatan yang lebih tinggi. b. Beberapa macam aktivitas dapat menyebabkan stres lebih daripada yang
lainnya, apabila pekerjaan yang dilakukan terus-menerus di bawah kemampuannya.
2. Konsep Tidur
2.1 Definisi Tidur
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik
Universitas Sumatera Utara
atau dengan rangsang lainnya Guyton Hall, 1997. Tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan
aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika
beraktivitas di siang hari Chopra , 2003. Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup Asmadi,
2008. Tidur adalah perilaku penarikan diri secara terus menerus dari dan tidak
berespons terhadap lingkungannya yang bersifat reversibel Carskadon Dement, 1994. Tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses
penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan
penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian- bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat.
Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan Suyono, 2008.
2.2 Fisiologi Tidur
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan
rangsang lainnya Guyton, 2007. Tidur ditandai dengan aktivitas fisik
Universitas Sumatera Utara
minimal, tingkatan kesadaran yang bervariasi, perubahan-perubahan proses fisiologi tubuh dan penurunan respon terhadap rangsangan dari luar Priharjo,
1993. Tidur merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, sama halnya seperti kesehatan yang baik secara umum Chopra, 2003. Tiap
individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk tidur. Tanpa jumlah tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas harian akan menurun, dan meningkatkan iritabilitas Potter Perry, 2005.
Sebagian besar, organisme hidup menunjukkan adanya fluktuasi fungsi tubuh yang berirama sepanjang kurang lebih 24 jam, yaitu berirama sirkadian.
Umumnya, organisme-organisme tersebut menjadi terlatih seirama dengan siklus cahaya siang-malam yang terjadi di lingkungannya Ganong, 2002.
Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan prakiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,
sekresi hormone, kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam Potter Perry, 2005. Zona tidur otak
depan basal meliputi bagian-bagian dari hipotalamus. Dari hipotalamus, jalur endokrin dan saraf yang menuju ke berbagai bagian tubuh, mengatur irama
ini, termasuk pelepasan melatonin di malam hari, yang berfungsi sebagai sinyal waktu sistemik Ganong, 2002.
Irama biologis tidur seringkali menjadi sinkron dengan fungsi tubuh yang lain. Jika siklus tidur-bangun menjadi terganggu misalnya perputaran dinas
kerja, maka fungsi fisiologis lain dapat berubah juga. Kegagalan untuk
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang biasanya dapat secara berlawanan mempengaruhi kesehatan keseluruhan seseorang Potter Perry,
2005. Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan
oleh integrasi tinggi aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam system saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler,
pernapasan dan muscular Robinson, 1993. Tiap rangkaian diidentifikasi dengan respon fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti
elektroensefalogram EEG, yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram EMG, yang mengukur tonus otot dan
elektrookulogram EOG yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur Potter Perry, 2005.
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan pusat
otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur Potter Perry,
2005. Siklus tidur-bangun mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan
respons prilaku. Jika siklus tidur-bangun seseorang terganggu, maka fungsi fisiologis tubuh yang lain juga dapat terganggu atau berubah. Kegagalan
untuk mempertahankan siklus tidur-bangun individual yang normal dapat memepengaruhi kesehatan seseorang Potter Perry, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur Raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Zat agonis
serotonin berguna untuk menekan tidur dan antagonis serotonin meningkatkan tidur gelombang-lambat pada manusia. Seseorang tetap tertidur
atau terbangun tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi, reseptor sensori perifer dan sistem limbik. Ketika
seseorang mencoba untuk tidur mereka akan menutup mata dan berada pada posisi relaks. Jika stimulus ke SAR menurun maka aktivasi SAR juga akan
menurun. Pada beberapa bagian lain, BSR mengambil alih dan menyebabkan seseorang tidur Ganong, 2002.
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia Bliwise,
1993 Dikutip dari Potter Perry, 2005. Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam seringkali terjadi di antara lansia, sering kali akibat keberadaan
penyakit kronik yang lain Evans dab Rogers, 1994 Dikutip dari Potter Perry, 2005.
2.3 Pengaturan tidur
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan
perubahan dalam sistem saraf periferal, endokrin, kardiovaskuler, pernafasan, muskular robinson, 1993. Tiap rangkaian diidentifikasi oleh dengan respon
fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroenselofalogram
Universitas Sumatera Utara
EEG, yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram EMG yang mengukur tonus otot dan elektrookulogram
EOG yang mengukur gerakan mara, memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur.
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat
otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga, dan yang lain menyebabkan tertidur.
Sistem aktivasi retikular SAR berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan
terjaga, SAR menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral mis. proses emosi atau pikiran juga menstimulasi
SAR. Saat terbangun merupakan hasil dari neuron dalam SAR yang mengeluarkan katekolamin seperti norepinefrin Sleep Research Society,
1993. Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam
sistem tidur raphe pada pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar bulbar synchronizing region, BSR.
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks, stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan
tenang, maka aktivasi SAR selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Tahapan Siklus Tidur
Tidur yang normal melibatkan dua fase : tahapan non REM rapid eye movement NREM dan tahapan REM Potter Perry, 2005.
2.4.1 Tahap tidur Non-Rapid Eye Movement Tidur NREM adalah tidur yang lambat dengan mata tertutup, ada
pergerakan tubuh dan bernapas dengn tenang dan teratur Brugne, 1994. Selama tidur NREM, seseorang yang tidur mengalami kemajuan melalui
empat tahapan selama siklus tidur yang tipikal 90 menit. Tahap pada tidur NREM terdapat empat, yaitu :
a. Tahap tidur pertama NREM memiliki karakteristik, yaitu tahap transisi diantara mengantuk dan tertidur yang ditandai dengan pengurangan
aktivitas fisiologis yang dimulai dengan menutupnya mata, pergerakan lambat, otot berelaksasi serta penurunan secara bertahap tanda-tanda
vital dan metabolisme, menurunnya denyut nadi, dan mudah terbangun. Tahap ini berakhir selama 5-10 menit
b. Tahap tidur kedua NREM memiliki karakteristik, yaitu tahap tidur ringan, denyut jantung mulai melambat, menurunnya suhu tubuh, dan
berhentinya pergerakan mata. Tahap kedua NREM ini masih relatif mudah untuk terbangun dan akan berakhir 10 hingga 20 menit
c. Tahap 3 NREM memiliki karkateristik, yaitu tahap awal dari tidur yang dalam, laju pernapasan dan denyut jantung terus melambat karena
sistem saraf parasimpatik semakin mendominasi, otot skeletal semakin berelaksasi, terbatasnya pergerakan dan mendengkur mungkin saja
Universitas Sumatera Utara
terjadi. Pada tahap ini, seseorang yang tidur sulit dibangunkan, tidak dapat diganggu oleh stimuli sensori. Tahap ini berakhir 15 hingga 30
menit d. Tahap 4 NREM memiliki karakteristik, yaitu tahap tidur terdalam, tidak
ada pergerakan mata dan aktivitas otot. Tahap ini juga ditandai dengan tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama terjaga,
laju pernapasan dan denyut jantung menurun sampai 20-30. Seseorang yang terbangun pada saat tahap ini tidak secara langsung
menyesuaikan diri, sering merasa pusing dan disorientasi untuk beberapa menit setelah bangun dari tidur
2.4.2 Tahap tidur Rapid Eye Movement Tidur REM adalah sasaran dari jejak EEG yang cepat. Pada fase ini
biasanya mimpi terjadi selama tidur REM Brugne, 1996. Tidur REM ini merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90 menit Karni dkk, 1994. Dan
pemulihan psikologis terjadi pada waktu ini, faktor yang berbeda dapat meningkatkan atau mengganggu tahapan siklus tidur yang berbeda Potter
Perry, 2005. Tahap tidur REM ditandai dengan pergerakan mata bergerak secara cepat ke berbagai arah, pernapasan cepat, tidak teratur, dan dangkal,
otot tungkai mulai lumpuh sementara, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah. Pada pria terjadi ereksi penis sedangkan pada wanita terjadi
sekresi vagina. Durasi dari tahap tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 10-30 menit
Universitas Sumatera Utara
2.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
Potter dan Perry 2005 sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab
masalah tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
antara lain:
a. Penyakit Fisik Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik mis.
Kesulitan bernapas, atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan perubahan
seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak
biasa. Sebagai contoh, memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur.
b. Obat-obatan dan Substansi Orang dewasa muda dan dewasa tengah dapat tergantung pada obat tidur
untuk mengatasi stresor gaya hidupnya. Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya, dan
efek kombinasi dari beberapa obat dapat mengganggu tidur secara serius.
Universitas Sumatera Utara
L-triptopan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti susu, keju, dan daging, dapat membantu orang tidur.
c. Gaya Hidup Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Kesulitas
mempertahankan kesadaran selama waktu kerja menyebabkan penurunan dan bahkan penampilan yang berbahaya. Setelah beberapa minggu kerja
pada dinas malam hari, jam biologis seseorang biasanya dapat menyesuaikan. Perubahan lain dalam rutinitas yang mengganggu pola
tidur meliputi kerja berat yang tidak biasanya, terlibat dalam aktivitas sosial pada larut-malam, dan perubahan waktu makan malam.
d. Stres Emosional Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur.
Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang
mencoba terlalu keras untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan
kebiasaan tidur yang buruk. Seringkali klien lansia mengalami kehilangan yang mengarah pada stres
emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan kehilangan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang
mempredisposisi lansia untuk cemas dan depresi. Lansia, dan juga seperti
Universitas Sumatera Utara
individu lain yang mengalami masalah perasaan depresi, sering juga mengalami perlambatan untuk jatuh tertidur, munculnya tidur REM secara
dini, seringkali terjaga, peningkatan total waktu tidur, perasaan tidur yang kurang, dan terbangun cepat Bliwise, 1993.
e. Lingkungan Lingkungan fisik tempat seseornag tidur berpengaruh penting pada
kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang. Suara juga mempengaruhi tidur. Tingkat
suara yang diperlukan untuk membangunkan orang tergantung pada tahap tidur Webster dan Thompson, 1986. Suara yang rendah lebih sering
membangunkan seorang dari tidur tahap 1, sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur 3 atau 4. Tingkat cahaya dapat
mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Beberapa klien menyukai ruangan yang gelap, sementara yang lain seperti anak-anak atau lansia menyukai
cahaya remang yang tetap menyala selama tidur. Klien juga mungkin bermasalah tidur karena suhu ruangan. Ruangan yang terlalu hangat atau
terlalu dingin akan membuat klien gelisah.
3. Kualitas Tidur
3.1 Definisi Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang
Universitas Sumatera Utara
dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit
kepala dan sering menguap atau mengantuk Hidayat, 2006. Kualitas tidur juga didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan
beberapa dimensi American Psychiatric Association, 2000 Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti
lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur
Daniel et al, 1998; Buysse, 1998. Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan untuk mendapatkan jumlah tidur REM
dan NREM yang tepat Kozier, Erb, Berman, Synder, 2004. Namun, di sisi lain, Lai 2001 dalam Wavy 2008 menyebutkan bahwa kualitas tidur
ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan
kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik akan ditandai dengan tidur yang tenang, merasa segar pada pagi hari dan
merasa sangat semangat untuk melakukan aktivitas Craven Hirnle, 2000
Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemeriksaan laboratorium yaitu EEG yang merupakan rekaaman arus listrik dari otak.
Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam
otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari
Universitas Sumatera Utara
kedaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, dan delta
Guyton Hall, 1997.
3.2 Pengkajian kualitas tidur
Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap menghadapi hidup baru setelah bangun tidur. Kualitas tidur menyangkut pengkajian subjektif yaitu
seberapa menyegarkan dan tenangnya tidur mereka dan pengkajian objektif yang dapat diketahui dari rekaman poligrafi, gerakan pergelangan tangan,
gerakan kepala dan mata Mac Arthur, 1997; Nisrina, 2008. 3.2.1 Data subjektif
Data subjektif tidur yang baik atau buruk dapat dievaluasi dengan persepsi para penderita penyakit tentang parameter tidur diantaranya
adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi terbangun pada malam hari, total waktu tidur di malam hari dan
kepulasan tidur Kales Kales, 1984; Lee, 1997; Suryani, 2004. Hanya para penderita penyakit saja yang dapat melaporkan apakah
mereka mendapatkan tidur yang baik atau buruk. Jika para penderita penyakit puas dengan kualitas dan kuantitas tidurnya maka mereka
mempunyai tidur yang baik Potter Perry, 2005.
3.2.2 Data Objektif
Universitas Sumatera Utara
Data objektif bisa didapatkan melalui pengkajian fisik penderita penyakit yaitu dengan mengobservasi lingkaran mata, adanya respon
yang lamban, ketidakmampuankelemahan, penurunan konsentrasi. Selain itu, data objektif kualitas tidur penderita penyakit juga bisa
dianalisa melalui pemeriksaan laboratorium yaitu EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan ingkat aktivitas yang
berbeda dari otak, otot, dan mata yang berhubungan dengan tahap tidur yang berbeda Sleep Research Society, 1993; dikutip dari Potter
Perry, 2005.
3.2.3 Hubungan antara data subjektif dan data objektif Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kuat antara kualitas tidur berdasarkan data subjektif dan data objektif. Dari data objektif yang diperoleh maka dapat diketahui bagaimana
kualitas tidur seseorang. Menurut beberapa penelitian, semakin banyak gelombang kecil perdetiknya pada EEG maka semakin lelap
dan tenang tidur seseorang Selamihardja, 2002. Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan yang signifikan anatara data subjektif
dan data objektif berupa evaluasi polisomnografi seperti EEG, EOG dan EMG Lewis,1969; Johns, 1975; John Dore, 1978; Webster
Thompson, 1986 dalam Suryani, 2004.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
Kerangka penelitian ini merupakan landasan berpikir dan pedoman melakukan penelitian tentang tingkat stres dan kualitas tidur pada lansia di
Posyandu Lansia Parparean 4, Puskesmas Porsea. Penilaian stres meliputi dua aspek yaitu ansietas dan depresi yang dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu,
ringan, sedang dan berat. Pada penilaian kualitas tidur lansia meliputi, waktu memulai tidur, total jam tidur malam, frekuensi terbangun di malam hari,
kedalaman tidur, kepuasan tidur, rasa segar bangun tidur, dan konseterasi beraktivitas.
Skema 1. Kerangka Penelitian Stres dan Kualitas Tidur Lansia di Puskesmas Kecamatan Porsea
Stres pada lansia Ansietas
Depresi Kualitas tidur lansia
Waktu memulai tidur Total jam tidur malam
Frekuensi terbangun di malam hari Kedalaman tidur
Kepuasan tidur Rasa segar bangun tidur
Konsenterasi beraktivitas Posyandu Lansia
Desa Parparean IV Kecamatan
Porsea
Kategori Stres pada Lansia Normal
Ringan Sedang
Berat Sangat berat
28
Universitas Sumatera Utara
2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Variabel
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala ukur
Stres Lansia Stres merupakan suatu
keadaan yang
menekan diri individu disebabkan
oleh adanya
ketidakseimbangan antara
kemampuan yang dimiliki dengan
tuntutan yang ada, yang
sering ditunjukkan
lansia adalah ansietas dan
depresi. Ansietas
Ansietas adalah
kondisi yang
mengkhawatirkan lansia
tersebut, meliputi : kesulitan
untuk relaksasi,
Cenderung bereaksi
berlebihan pada
situasi, dan merasa banyak
kehilangan energi.
Depresi Kuesioner
a. Stres sangat berat
jika total
skor jawaban
diatas 34 b. Stres
berat jika
total skor
jawaban 26- 33
c. Stres sedang jika
total skor
jawaban 19- 25
d. Stres ringan jika
total skor
jawaban 15- 18
e. Normal jika total
skor jawaban 0-
14 Ordinal
Universitas Sumatera Utara
Depresi adalah suatu keadaan yang
mengkhawatirkan lansia terhadapa
kehidupannya, meliputi : merasa
hidup tidak berharga, merasa hilang harapan
dan putus asa, mudah marah, dan merasa
hidup tidak berarti.
Kualitas tidur
lansia Kualitas
tidur merupakan
laporan subjektif klien tentang
kondisi tidur
yang dialaminya dalam satu
malam, meliputi
waktu memulai tidur, total jam tidur malam,
frekuensi terbangun di malam
hari, kedalaman
tidur, kepuasan tidur, rasa
segar bangun tidur, dan
konsenterasi beraktivitas.
Kuesioner Semakin tinggi
skor kualitas
tidur lansia
maka semakin
baik kualitas
tidurnya Ordinal
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan tingkat stres dan kualitas tidur pada lansia di
Puskesmas Kecamatan Porsea. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yakni penelitian yang hanya dilakukan satu kali pada suatu saat dalam
mengukur atau mengobservasi data variabel.
2. Populasi dan Sampel
2.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang telah dibina di
posyandu lansia Parparean 4 Kecamatan Porsea. Jumlah lansia yang aktif di Posyandu Lansia Desa Parparean 4 adalah 54 orang Puskesmas Porsea, 2013
2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil Notoatmojo,
2005. Sampel dalam penelitian ini adalah semua lansia di posyandu lansia desa parparean 4 Kecamatan Porsea, yaitu sejumlah 54 orang lansia.
2.3 Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.
Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi Sugiyono, 2007. Jumlah populasi yang kurang dari 100
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian seluruhnya.
31
Universitas Sumatera Utara
3. Lokasi dan Waktu Penelitian